• Tidak ada hasil yang ditemukan

r2 = koefisien determinasi r = koefisien korelasi JKT = jumlah kuadrat total JKG = jumlah kuadrat galat

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Penanaman dilakukan pada pertengahan bulan Agustus 2012 yang bertempat di rumah plastik Sawah Baru, Dramaga, Bogor. Padi ditanam dalam petakan di rumah plastik untuk menghindari serangan hama dan penyakit, dan karena penanaman di rumah plastik baik digunakan untuk seleksi karena suhu di dalamnya dapat mencapai lebih dari 400C pada siang hari. Selama musim tanam tidak dilakukan penyemprotan insektisida maupun fungisida sedangkan untuk penyiangan dilakukan seperlunya.

Tanaman padi mengalami stress satu minggu setelah irigasi dihentikan pada umur 3 MST. Stress tersebut ditandai dengan kondisi daun dan batang yang layu dan mengering. Setelah beberapa minggu pengairan dihentikan ada beberapa tanaman padi yang mati disebabkan tanaman tersebut mencapai titik layu permanen.

Potensial air tanah Pengukuran potensial air tanah dilakukan dengan menggunakan alat potensiometer. Potensial air tanah untuk kondisi bercekaman kekeringan memiliki kisaran potensial air tanah 0 sampai -1 bar, sedangkan kondisi optimum berada pada kisaran positif 0 - 3 bar.

14

Keragaan Padi Sawah Pada Kondisi Perlakuan Optimum dan Kekeringan Analisis ragam dapat dilakukan apabila memenuhi tiga syarat berikut yaitu: galat menyebar normal, ragam homogen, data independen atau tidak memiliki keterkaitan. Hasil pengujian atas ketiga syarat tersebut menunjukkan bahwa keseluruhan karakter kuantitatif yang diamati lulus uji sehingga pengolahan data dapat dilanjutkan dengan analisis ragam. Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total dan bobot biji per tanaman. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan karakter pertumbuhan vegetatif maupun potensi daya hasil untuk tiap genotipe. Pengaruh lingkungan nyata untuk hampir keseluruhan karakter yang diamati (kecuali persentase gabah bernas) menunjukkan adanya pengaruh kekeringan terhadap pertumbuhan tanaman dan daya hasil (Tabel 5).

Tabel 5. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe, lingkungan serta interaksi genotipe x lingkungan padi sawah hasil persilangan dialel penuh

Karakter

Kuadrat tengah sumber keragaman Lingku-ngan Ulangan (ling-kungan) Genotipe Genotipe X ling-kungan Galat Panjang daun bendera 3737.9* 103.7* 30.1* 12.9 9.0 Tinggi tanaman 16259.3* 87.6 328.5* 107.7 76.1

Jumlah anakan 82.8* 5.3 6.5* 3.2 2.9

Panjang malai 551.4* 45.3* 11.6* 4.8 3.0

Jumlah gabah isi 15564.1* 7743.3* 1809.9* 414.6 468.7 Jumlah gabah hampa 57755.1* 2309.5* 1316.3* 602.7 694.5 Jumlah gabah total 133282.6* 15968.2* 5179.7* 1216.5 1165.9 Bobot biji/tanaman 560.0* 56.3* 20.2* 11.5 8.0 Persentase gbh. brns. 1459.8* 3997.8* 250.7 133.8 220.6 Keterangan : * = nyata berdasarkan uji F pada taraf α = 5%

Lingkungan dan ulangan tersarang dalam lingkungan berpengaruh nyata terhadap keseluruhan karakter. Selisih nilai interaksi yang tidak besar antara kombinasi faktor genotipe x lingkungan mengakibatkan tidak adanya pengaruh nyata untuk keseluruhan karakter yang diamati. Interaksi yang tidak nyata ini menunjukkan ranking genotipe pada kondisi optimum sama dengan ranking genotipe pada kondisi kekeringan, dengan demikian tidak perlu dilihat pola interaksi dari genotipe-genotipe di kedua lingkungan (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan adanya genotipe yang terbaik untuk di kedua lingkungan sehingga memudahkan dalam proses seleksi. Perbedaan yang nyata pada lingkungan tidak selalu menunjukkan perbedaan yang nyata pada pengaruh utama (genotipe).

Hasil pengujian toleransi kekeringan 6 genotipe padi gogo yang ditanam pada 5 media oleh Satria (2009) menunjukkan interaksi antara kedua faktor tunggal (genotipe dan media) tidak berpengaruh nyata pada semua peubah yang diamati, tetapi berdasarkan nilai rataan pengaruh interaksi genotipe dan metode terdapat perbedaan rataan antara kelompok genotipe peka dan toleran kekeringan.

15

Keragaan genotipe tetua, F1 dan resiprokal padi sawah dengan metode persilangan dialel penuh berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada lingkungan optimum relatif berbeda nyata dengan lingkungan cekaman kekeringan. Persentase gabah bernas menunjukkan hampir keseluruhan genotipe tidak berbeda nyata antar lingkungan, sedangkan panjang daun bendera nyata pada keseluruhan genotipe. Perbedaan nyata yang terbatas untuk masing-masing genotipe pada kedua lingkungan dicirikan dengan notasi yang berbeda pada tiap blok yang sama. Keragaan karakter-karakter vegetatif seperti tinggi tanaman, panjang malai dan panjang daun bendera secara relatif dapat dipakai untuk menduga karakter daya hasil. (Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8).

Pada kondisi optimum, genotipe tetua Jatiluhur memiliki nilai keragaan karakter pengamatan yang relatif lebih tinggi dibandingkan 3 genotipe tetua lainnya, sedangkan untuk genotipe F1 keragaan karakter pengamatan relatif lebih tinggi terdapat pada genotipe hasil persilangan Jatiluhur x Menthik Wangi pada lingkungan optimum (Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8).

Tabel 6. Keragaan genotipe tetua dan F1 pada lingkungan optimum dan cekaman kekeringan untuk karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman dan jumlah anakan

Genotipe

Panjang daun

bendera Tinggi tanaman

Jumlah anakan

LO LK LO LK LO LK

Jatiluhur x Menthik Wangi 36.8 19.4 101.3 81.3 7.3 7.8

Jatiluhur x IR64 33.8 22.4 102.4 81.1 7.5 6.7

Jatiluhur x WAB 31.1 18.6 90.4 76.3 7.7 6.6

Jatiluhur 35.1 24.0 118.5 81.2 8.8 5.9

Menthik Wangi x IR64 36.5 23.6 97.3 71.2 7.6 7.1

Menthik Wangi x Jatiluhur 31.1 24.4 83.8 72.1 6.2 5.5

Menthik Wangi x WAB 37.7 20.8 105.7 73.1 9.1 6.2

Menthik Wangi 38.9 23.6 98.9 63.4 10.5 8.4

IR64 x WAB 30.6 17.7 90.2 59.3 12.3 6.5

IR64 x Jatiluhur 35.3 16.2 105.1 64.5 8.4 5.5

IR64 x Menthik Wangi 41.0 25.0 104.0 72.0 7.0 4.0

IR64 30.7 18.5 88.0 62.6 8.7 6.5

WAB x Jatiluhur 32.6 18.3 90.5 61.0 7.2 6.1

WAB x Menthik Wangi 36.0 22.0 93.6 63.8 8.9 5.9

WAB x IR64 35.5 19.9 92.7 50.3 6.7 5.1

WAB 32.0 19.2 92.3 67.0 9.2 8.3

Keterangan: LO = lingkungan optimum, LK = lingkungan cekaman kekeringan. Genotipe Jatiluhur memiliki nilai keragaan relatif lebih tinggi untuk hampir keseluruhan karakter pengamatan (tinggi tanaman, bobot biji per tanaman, jumlah gabah isi, jumlah gabah total dan persentase gabah bernas) diantara genotipe-genotipe lain secara keseluruhan pada lingkungan optimum. Karakter jumlah gabah hampa memiliki angka relatif tinggi untuk keseluruhan genotipe pada kedua lingkungan. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan yang tidak diamati (Tabel 7). Kusumawardana (2009) menyatakan kehampaan gabah dapat disebabkan oleh faktor genetik dan non genetik.

16

Hasil penelitian Suardi (2002) menunjukkan daya hasil varietas Maros cukup rendah, diduga disebabkan oleh daun bendera yang relatif pendek. Adanya variasi dari tajuk ternyata memberikan hasil yang bervariasi pula. Secara umum dapat diperkirakan bahwa hasil gabah tinggi jika daun bendera relatif panjang, tebal, dan warna daun hijau tua. Hasil penelitian Sulistyono et al. (2002) menunjukkan potensi produksi berkorelasi positif nyata dengan karakter luas daun.

Keragaaan tetua, F1 dan resiprokal hasil persilangan dialel yang diberi perlakuan kekeringan menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan kontrol untuk hampir keseluruhan karakter pengamatan (Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8). Cekaman kekeringan relatif menurunkan semua nilai karakter pengamatan untuk setiap genotipe tetua, F1 dan resiprokal.

Tabel 7. Keragaan genotipe tetua, F1 pada lingkungan optimum dan cekaman kekeringan untuk karakter panjang malai, jumlah gabah isi per malai dan jumlah gabah hampa per malai

Genotipe Panjang malai

Jml. gabah isi/malai

Jumlah gabah hampa/malai

LO LK LO LK LO LK

Jatiluhur x Menthik Wangi 27.6 21.3 76.8 53.5 138.6 48.1

Jatiluhur x IR64 23.2 24.5 68.4 61.5 98.6 52.6

Jatiluhur x WAB 25.9 20.9 55.7 19.9 87.0 24.9

Jatiluhur 24.9 22.5 116.9 76.8 118.0 51.3

Menthik Wangi x IR64 27.5 21.6 65.9 31.7 97.9 38.5 Menthik Wangi x Jatiluhur 25.4 23.8 40.8 42.5 73.7 48.0 Menthik Wangi x WAB 28.0 21.2 78.1 30.9 115.9 45.8

Menthik Wangi 28.5 21.6 78.9 33.1 82.5 41.6

IR64 x WAB 24.3 17.7 39.1 27.4 99.7 29.3

IR64 x Jatiluhur 25.7 18.2 67.9 28.0 128.3 33.5

IR64 x Menthik Wangi 25.0 21.0 53.0 20.0 48.0 48.0

IR64 22.7 19.4 37.5 23.0 72.4 15.7

WAB x Jatiluhur 24.8 19.3 45.0 36.6 78.3 32.8

WAB x Menthik Wangi 27.5 22.5 64.9 31.3 64.6 28.5

WAB x IR64 27.0 20.1 72.7 15.7 62.0 24.7

WAB 26.2 18.9 35.3 22.9 88.1 44.1

Keterangan: LO = lingkungan optimum, LK = lingkungan cekaman kekeringan. Menurut Tubur et al. (2012), cekaman kekeringan dapat menurunkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, panjang malai, bobot 1000 butir, bobot kering tajuk dan indeks panen, serta meningkatkan persentase gabah hampa. Cekaman kekeringan telah menurunkan panjang malai dan jumlah gabah per malai yang dihasilkan pada semua galur termasuk pada galur yang mampu menghasilkan panjang malai lebih tinggi pada kondisi ketersediaan air optimum (Suhendar 2010).

17

Tabel 8. Keragaan genotipe tetua, F1 pada lingkungan optimum dan cekaman kekeringan untuk karakter jumlah gabah total per malai, bobot biji per tanaman dan persentase gabah bernas

Genotipe Jumlah gabah total/malai Bobot biji /tanaman Persentase gabah bernas LO LK LO LK LO LK

Jatiluhur x Menthik Wangi 215.4 101.6 7.4 4.8 36.2 44.1

Jatiluhur x IR64 167.0 114.1 6.4 3.3 40.7 35.4

Jatiluhur x WAB 142.8 44.9 7.2 0.5 32.9 23.8

Jatiluhur 234.9 128.1 13.4 5.7 52.1 50.3

Menthik Wangi x IR64 163.8 70.1 7.9 2.3 39.6 41.3 Menthik Wangi x Jatiluhur 114.6 90.5 3.7 2.4 35.7 26.8

Menthik Wangi x WAB 194.0 76.7 9.7 2.2 39.3 30.1

Menthik Wangi 161.5 74.7 10.9 1.6 50.8 32.5

IR64 x WAB 138.7 56.7 4.6 1.0 30.2 33.0

IR64 x Jatiluhur 196.2 61.5 10.0 1.7 36.0 24.9

IR64 x Menthik Wangi 101.0 68.0 10.2 0.5 52.5 29.4

IR64 109.9 38.7 3.3 2.3 34.8 26.2

WAB x Jatiluhur 123.3 69.4 4.2 2.1 32.2 35.1

WAB x Menthik Wangi 129.5 59.8 9.8 2.1 42.8 33.4

WAB x IR64 134.7 40.3 6.3 0.5 52.1 24.6

WAB 123.4 67.1 4.3 1.7 27.3 21.3

Keterangan: LO = lingkungan optimum, LK = lingkungan cekaman kekeringan

Pada kondisi cekaman kekeringan, genotipe tetua Jatiluhur memiliki nilai keragaan relatif lebih tinggi dibandingkan baik genotipe-genotipe tetua lainnya untuk karakter tinggi tanaman, bobot biji per tanaman, jumlah gabah isi, jumlah gabah total dan persentase gabah bernas. Sedangkan untuk genotipe F1 keragaan karakter pengamatan relatif lebih tinggi terdapat pada genotipe hasil persilangan Jatiluhur x Menthik Wangi seperti halnya pada kondisi lingkungan optimum (Tabel 6, 7 dan 8). Hasil pengamatan keragaan dari lingkungan optimum dan lingkungan cekaman kekeringan menunjukkan bahwa Jatiluhur merupakan genotipe yang relatif unggul dibandingkan dengan genotipe lainnya untuk sebagian besar karakter pengamatan baik untuk karakter vegetatif maupun karakter hasil. Hasil penelitian Supijatno et al. (2012) menunjukkan genotipe Jatiluhur merupakan varietas yang paling efisien menggunakan air yaitu setiap liter air yang dikonsumsi menghasilkan 0.997 g gabah kering. Genotipe tetua IR64 menunjukkan keragaan yang relatif rendah pada keseluruhan karakter khususnya untuk karakter jumlah gabah total.

Hasil uji BNT pada Tabel 6, 7, dan 8 dengan notasi berbeda pada satu genotipe yang diikuti notasi yang sama pada genotipe lainnya dalam suatu karakter pengamatan menunjukkan adanya interaksi genotipe x lingkungan yang nyata pada karakter tersebut. Hal ini tidak sejalan dengan hasil uji ANOVA dimana interaksi genotipe x lingkungan tidak nyata pada keseluruhan karakter pengamatan.

18

Keragaan rata-rata pada kedua lingkungan untuk genotipe F1 terdapat pada hasil kombinasi persilangan Jatiluhur x Menthik Wangi dimana hanya pada karakter daun bendera yang memiliki nilai nyata lebih rendah dari nilai tertinggi pengamatan (Tabel 9 dan 10).

Tabel 9. Keragaan genotipe padi tetua, F1 rataan kedua lingkungan untuk karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman, jumlah anakan dan panjang malai Genotipe Panjang daun bendera Tinggi tanaman Jumlah anakan Panjang malai Jatiluhur x Menthik Wangi 28.1bcde 91.3ab 7.6abc 24.4ab Jatiluhur x IR64 28.1abcd 91.7ab 7.1abc 23.8abc

Jatiluhur x WAB 24.8de 83.4bcde 7.1abc 23.4abc

Jatiluhur 29.5abc 99.8a 7.4abc 23.7abc

Menthik Wangi x IR64 30.1abc 84.3bcde 7.4abc 24.5ab Menthik Wangi x Jatiluhur 27.8bcde 78.0cdef 5.8c 24.6ab Menthik Wangi x WAB 29.2abcd 89.4abc 7.6abc 24.6ab

Menthik Wangi 31.3ab 81.2bcde 9.4a 25.0a

IR64 x WAB 24.2e 74.8ef 9.4a 21.0c

IR64 x Jatiluhur 25.8cde 84.8bcde 6.9abc 22.0bc IR64 x Menthik Wangi 33.0a 88.0abcd 5.5c 23.0abc

IR64 24.6cde 75.3def 7.6abc 21.07c

WAB x Jatiluhur 25.5cde 75.8def 6.6bc 22.1bc

WAB x Menthik Wangi 29.0bcde 78.7def 7.4abc 25.0ab

WAB x IR64 27.7bcde 71.5f 5.9c 23.5abc

WAB 25.6e 92.3cdef 8.7ab 22.6bc

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α = 5%

Nilai keragaan tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah total per malai, bobot biji per tanaman dan persentase gabah bernas memiliki nilai yang tidak berbeda nyata dengan nilai pengamatan tertinggi. Rentang pengamatan terbesar terdapat pada karakter jumlah gabah total per malai dengan lima notasi uji DMRT, sedangkan rentang pengamatan terkecil terdapat pada karakter bobot biji per tanaman dan persentase gabah bernas yang hanya memiliki dua notasi. Hal ini menunjukkan pola keragaman tinggi maupun rendah terdapat pada karakter daya hasil (Tabel 9 dan 10).

Seleksi pada karakter toleran kekeringan dapat dilakukan dengan mengetahui hubungan antara karakter yang dituju dan karakter-karakter lain yang dianggap penting. Karakter daya hasil merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai seluruh program pemuliaan tanaman toleransi terhadap cekaman, namun untuk mempermudah seleksi pada tahap awal pertumbuhan diperlukan karakter lain yang bisa merepresentasikan karakter daya hasil tersebut. Informasi korelasi atau regresi antar karakter dapat digunakan untuk mencari hubungan antar karakter (Syukur et al. 2012).

19

Tabel 10. Keragaan genotipe padi tetua, F1 rataan kedua lingkungan untuk karakter jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, bobot biji per tanaman dan persentase gabah bernas

Genotipe Jml. gabah isi /malai Jumlah gabah hampa /malai Jumlah gabah total/malai Bobot biji /tana-man Persen-tase gabah bernas Jatiluhur x Menthik Wangi 65.2b 93.3a 158.5ab 6.1ab 40.1ab Jatiluhur x IR64 65.0b 75.6abcd 140.6abc 4.9b 38.1ab Jatiluhur x WAB 37.8bc 56.0abcd 93.8cdef 3.9b 28.3b

Jatiluhur 96.8a 84.7ab 181.5a 9.6a 51.2a

Menthik Wangi x IR64 48.8bc 68.2abcd 117.0bcdef 5.1b 40.5ab Menthik Wangi x Jatiluhur 41.7bc 60.9abcd 102.5cdef 3.0b 31.3ab Menthik Wangi x WAB 54.5bc 80.9abc 135.4abcd 6.0ab 34.7ab Menthik Wangi 56.0bc 62.1abcd 118.1bcdef 6.2ab 41.7ab IR64 x WAB 33.2bc 64.5abcd 97.7cdef 2.8b 31.6ab IR64 x Jatiluhur 48.0bc 80.9abc 128.9bcde 5.9ab 30.4ab IR64 x Menthik Wangi 36.5bc 48.0bcd 84.5ef 5.3b 40.9ab

IR64 30.3bc 44.0cd 74.3f 2.8b 30.5ab

WAB x Jatiluhur 40.8bc 55.6abcd 96.4cdef 3.1b 33.6ab WAB x Menthik Wangi 48.1bc 46.5cd 94.6def 6.0b 38.1ab

WAB x IR64 44.2bc 43.3d 87.5f 3.4b 38.4ab

WAB 29.1bc 66.1abcd 95.2def 3.0b 24.3b

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Rataan keragaan untuk tiap lingkungan menunjukkan angka penurunan yang signifikan berdasarkan uji T pada taraf α = 5% dimana penurunan tertinggi terdapat pada karakter jumlah gabah total per malai yang mencapai angka 52.61%. Panjang malai memiliki persentase penurunan yang paling rendah, yaitu sebesar 19.31% (Tabel 11).

Tabel 11. Nilai tengah keragaan genotipe padi tetua, F1 dan resiprokal hasil persilangan dialel penuh

Karakter Lingkungan

optimum

Lingkungan cekaman kekeringan

Panjang daun bendera 34.7a 20.9b

Tinggi tanaman 97.2a 68.8b

Jumlah anakan 8.3a 6.4b

Panjang malai 25.9a 20.9b

Jumlah gabah isi/malai 62.3a 34.7b

Jumlah gabah hampa/malai 90.9a 38.0b

Jumlah gabah total/malai 153.2a 72.6b

Bobot biji/tanaman 7.5a 2.2b

Persentase gabah bernas 39.7a 32.0b

Keterangan: Angka pada blok yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf α = 5%

20

Hasil penelitian Supriyanto (2013) menunjukkan perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh nyata pada jumlah anakan/rumpun. Hal ini disebabkan bahwa air berperan penting dalam translokasi unsur hara dari akar ke seluruh bagian tanaman, sehingga kekurangan air akan berakibat penurunan proses fotosintesis yang berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Indeks Toleransi Terhadap Kekeringan

Indeks toleransi kekeringan menggambarkan seberapa tinggi tingkat toleransi suatu genotipe tanaman terhadap kekeringan. Hasil data penelitian pada Tabel 12. menujukkan bahwa genotipe yang memiliki nilai indeks toleransi kekeringan tertinggi pada persilangan dialel berada pada kombinasi persilangan genotipe Menthik Wangi x Jatiluhur (0.63). Hal ini mengindikasikan bahwa kombinasi persilangan ini toleran terhadap kekeringan, yang diharapkan turunan dari kombinasi persilangan ini akan menghasilkan turunan yang toleran terhadap kekeringan. Hasil penelitian Tubur et al. (2012), menunjukkan varietas Jatiluhur memiliki nilai indeks toleransi kekeringan yang tinggi dalam tiga periode perlakuan kekeringan (3, 6, 9 MST) secara berurutan: 0.65, 0.63 dan 0.86. Tubur juga menyatakan bahwa berdasarkan indeks toleransi kekeringan pada periode kekeringan sejak 3 dan 6 MST, varietas Jatiluhur dapat dikelompokkan sebagai varietas padi toleran. Nilai indeks toleransi kekeringan terendah terdapat pada kombinasi persilangan IR64 x Menthik Wangi yang menunjukkan F1 kombinasi persilangan tersebut sangat sensitif terhadap kekeringan.

Hasil kombinasi persilangan genotipe IR64 menunjukkan tingkat toleransi kekeringan yang kecil, hal ini sesuai dengan sifat toleransi kekeringan yang rendah terhadap cekaman kekeringan. Genotipe IR64 memiliki angka toleransi kekeringan yang cukup tinggi, hal ini diduga rendahnya karakter hasil genotipe IR64 di kondisi optimum, sehingga penurunan hasil tidak tinggi (Tabel 12). Tabel 12. Nilai indeks toleransi kekeringan berdasarkan karakter bobot isi per

tanaman untuk tiap genotipe hasil persilangan dialel

Genotipe Indeks Toleransi Kekeringan

Jatiluhur x Menthik Wangi 0.44

Jatiluhur x IR64 0.37

Jatiluhur x WAB 0.11

Jatiluhur 0.38

Menthik Wangi x IR64 0.25

Menthik Wangi x Jatiluhur 0.63

Menthik Wangi x WAB 0.26

Menthik Wangi 0.12

IR64 x WAB 0.26

IR64 x Jatiluhur 0.17

IR64 x Menthik Wangi 0.04

IR64 0.51

WAB x Jatiluhur 0.56

WAB x Menthik Wangi 0.22

WAB x IR64 0.08

21

Analisis ragam dilakukan untuk nilai indeks toleransi kekeringan setelah sebelumnya ditransformasi + 1 untuk keseluruhan data. Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata dari genotipe terhadap indeks toleransi kekeringan sehingga disimpulkan genotipe F1 kombinasi persilangan Menthik Wangi x Jatiluhur yang memiliki nilai indeks toleransi kekeringan tertinggi diharapkan selanjutnya dapat dijadikan sebagai galur murni untuk mendapatkan tanaman padi dengan sifat toleran kekeringan yang tinggi.

Analisis Pola Pewarisan Karakter Agronomi Berdasarkan Ragam Gabungan Daya Gabung Umum dan Khusus

Genotipe-genotipe yang mempunyai nilai daya gabung umum positif diharapkan mempunyai kemampuan bergabung umum yang baik untuk menghasilkan genotipe dengan hasil yang lebih tinggi. Pemilihan galur-galur atau tetua yang mempunyai daya penggabung yang baik akan sangat membantu pemulia dalam menyeleksi tetua-tetua yang layak digunakan dalam program pemuliaan dalam usaha pengembangan kultivar yang mempunyai potensi hasil tinggi. Menurut Daryanto et al. (2010) genotipe yang memiliki nilai daya gabung umum tinggi dapat digunakan sebagai tetua pembentuk populasi dasar.

Hasil analisis pengaruh daya gabung menunjukkan bahwa genotipe tetua Jatiluhur memiliki pengaruh daya gabung yang nyata untuk karakter tinggi tanaman, bobot biji per tanaman, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai dan persentase gabah bernas. Karakter jumlah gabah total per malai yang ada pada genotipe Jatiluhur menunjukkan nilai daya gabung umum yang paling tinggi dibandingkan karakter-karakter lainnya (Tabel 13).

Tabel 13. Daya Gabung Umum empat tetua yang digunakan dalam persilangan dialel penuh

Karakter

Tetua Jatiluhur Menthik

Wangi IR64 Way Apo Buru

Panjang daun bendera 0.04 2.15 -0.49 -1.70

Tinggi tanaman 5.90* 1.12 -2.32 -4.71

Jumlah anakan -0.32 0.17 -0.16 0.31

Panjang malai 0.35 1.10* -0.97* -0.48

Jumlah gabah isi/malai 1.21* 0.56 -0.78 -0.98 Jml. gabah hampa/malai 15.57* 1.2 -7.90* -8.68* Jml. gabah total/malai 11.03* 0.57 -6.12 -5.49 Bobot biji/tanaman 26.60* 1.78 -14.03* -14.35 Persentase gabah bernas 5.43* 0.21 -1.95 -3.69 Keterangan : * = berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf α = 5%

Genotipe yang mempunyai nilai daya gabung khusus cukup tinggi merupakan gambaran bahwa genotipe tersebut memiliki kemampuan bergabung dengan genotipe lain dan memberikan peluang penampilan terbaik. Jika pasangan persilangan tertentu lebih baik dari pada nilai rata-rata keseluruhan persilangan yang terlibat, dikatakan pasangan persilangan tersebut memiliki daya gabung

22

khusus yang baik. Persilangan antara genotipe Way Apo Buru x Jatiluhur mempunyai pengaruh daya gabung khusus tertinggi untuk karakter bobot biji per tanaman. Hasil ini berkorelasi dengan hasil analisa daya gabung umum, dimana tetua Jatiluhur memiliki nilai yang paling baik pada karakter bobot biji per tanaman di antara tetua-tetua lainnya (Tabel 14 dan 15).

Tabel 14. Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh untuk karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman, jumlah anakan dan panjang malai Genotipe Panjang daun

bendera Tinggi tanaman Jumlah anakan Panjang malai Jatiluhur x Menthik Wangi -1.54 -4.57 -0.46 -0.06

Jatiluhur x IR64 -0.12 2.50 0.18 0.45

Jatiluhur x WAB -2.65 -9.63 -1.11 -0.15

Menthik Wangi x IR64 1.44 4.07 -0.91 -0.29

Menthik Wangi x Jatiluhur 0.18 6.68 0.88 -0.08

Menthik Wangi x WAB 0.75 7.00 -2.22* 0.93

IR64 x WAB 0.63 -2.09 -0.46 0.10

IR64 x Jatiluhur 0.98 3.49 0.08 1.00

IR64 x Menthik Wangi -0.33 -0.78 0.98 1.57

WAB x Jatiluhur -0.31 3.79 0.25 0.69

WAB x Menthik Wangi 1.04 7.06 0.28 0.22

WAB x IR64 -0.62 3.95 1.83* -0.63

Keterangan : * = berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf α = 5%

Tabel 15. Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh untuk karakter jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, bobot biji per tanaman dan persentase gabah bernas

Genotipe Jumlah gabah isi /malai Jumlah gabah hampa /malai Jumlah gabah total /malai Bobot biji /tanaman Persen-tase gabah bernas Jatiluhur x Menthik Wangi -7.37 7.07 -0.30 -1.75 -3.29

Jatiluhur x IR64 3.52 14.64 18.16 0.54 -3.44

Jatiluhur x WAB -17.88 2.80 -15.08 -2.32 -2.63 Menthik Wangi x IR64 -8.81 -5.55 -14.36 -0.25 -2.04 Menthik Wangi x Jatiluhur 5.99 9.13 15.12 1.17 1.14 Menthik Wangi x WAB 4.69 13.58 18.27 0.82 1.81

IR64 x WAB -1.33 2.49 1.16 -0.72 -2.28

IR64 x Jatiluhur 9.75 -4.51 5.24 -0.61 4.06

IR64 x Menthik Wangi 16.21 12.93 29.14 0.84 5.27

WAB x Jatiluhur 2.74 3.44 6.18 1.19 0.51

WAB x Menthik Wangi 1.88 11.36 13.24 0.17 -4.74

WAB x IR64 -2.49 7.95 7.95 0.11 -3.85

Nilai daya gabung khusus karakter jumlah anakan nyata pada kombinasi persilangan Way Apo Buru x IR64 (1.83). Hal ini mengindikasikan bahwa kombinasi persilangan spesifik Way Apo Buru x IR64 meningkatkan jumlah anakan secara signifikan (Tabel 14). Karakter jumlah gabah isi dan jumlah gabah

23

total per malai tertinggi berada pada kombinasi persilangan IR64 x Menthik Wangi (16.21 dan 29.14) yang menunjukkan kombinasi persilangan spesifik ini memiliki potensi tertinggi untuk meningkatkan karakter bobot biji per tanaman. Kombinasi persilangan genotipe IR64 x Menthik Wangi memiliki potensi tertinggi untuk meningkatkan jumlah gabah isi dan jumlah gabah total per malai (Tabel 15).

Ragam Daya Gabung Umum, Daya Gabung Khusus, dan Heritabilitas

Analisis genetik dilanjutkan untuk karakter-karakter genotipe yang memiliki nilai kuadrat tengah yang nyata pada taraf α = 0.05. Nilai kuadrat tengah Daya Gabung Umum memiliki pengaruh yang nyata untuk karakter bobot isi per tanaman, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai dan jumlah gabah total per malai, sedangkan Daya Gabung Khusus berpengaruh nyata untuk karakter bobot isi per tanaman, jumlah gabah isi per malai, dan jumlah gabah total per malai (Tabel 16).

Pengaruh tetua betina (maternal effect) adalah kondisi dimana fenotipe dari tanaman ditentukan tidak hanya dari lingkungan dan genotipenya, melainkan juga dari lingkungan dan genotipe tetua betinanya. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh dari tetua betina nyata terlihat pada karakter tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah gabah total per malai (Tabel 16). Pengaruh tetua betina tidak terlihat pada karakter-karakter pengamatan lainnya. Tidak adanya pengaruh tetua betina (maternal effect) merupakan indikasi bahwa karakter dikendalikan oleh gen-gen di dalam inti (Silfianah et al. 2012).

Perbedaan yang nyata pada kuadrat tengah Daya Gabung Umum mengindikasikan adanya aksi gen aditif pada karakter yang diamati, sedangkan pengaruh Daya Gabung Khusus mengindikasikan adanya aksi gen dominan (Hafsah 2007). Pengaruh aditif dan dominan terkait dengan interaksi antar alel dalam lokus yang sama, namun perbedaaannya adalah pengaruh aditif diwariskan dari tetua ke keturunannya sedangkan pengaruh dominan tidak diwariskan. Dengan demikian, dalam proses seleksi untuk menghasilkan galur unggul, pengaruh aditif lebih penting dari pengaruh dominan.

Tabel 16. Nilai kuadrat tengah Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh pada kondisi lingkungan optimum dan cekaman kekeringan Karakter Kuadrat Tengah Daya Gabung

Dokumen terkait