• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kendali Genetik Toleransi Kekeringan pada Padi Sawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Kendali Genetik Toleransi Kekeringan pada Padi Sawah"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KENDALI GENETIK TOLERANSI

KEKERINGAN PADA PADI SAWAH

PUNJUNG MEDARAJI SUWARNO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Kendali Genetik Toleransi Kekeringan pada Padi Sawah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

PUNJUNG MEDARAJI SUWARNO. Studi Kendali Genetik Toleransi Kekeringan pada Padi Sawah. Dibimbing oleh DESTA WIRNAS dan AHMAD JUNAEDI.

Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu komoditas strategis yang merupakan sumber makanan pokok sebagian besar penduduk di dunia terutama Asia. Perakitan varietas padi toleran kekeringan akan menjadi lebih efisien apabila tersedia informasi tentang kendali genetiknya. Salah satu rancangan persilangan yang umum digunakan untuk mempelajari pola pewarisan suatu sifat adalah rancangan persilangan dialel. Beberapa varietas padi sawah yang menunjukkan tingkat toleransi yang berbeda-beda terhadap cekaman kekeringan telah terpilih dalam penelitian sebelumnya, selanjutnya varietas tersebut dijadikan tetua dalam persilangan sehingga diperoleh sejumah genotipe F1 yang perlu diuji tingkat toleransi dan pola pewarisannya terhadap cekaman kekeringan.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memperoleh informasi pola pewarisan sifat toleransi terhadap kekeringan pada tanaman padi; (2) memilih karakter seleksi untuk toleransi terhadap kekeringan pada tanaman padi; dan (3) menduga kemajuan genetik untuk toleransi terhadap kekeringan pada tanaman padi.

Bahan tanaman yang digunakan untuk metode persilangan dialel penuh adalah 4 varietas padi (Jatiluhur, Menthik Wangi, IR64, Way Apo Buru) sebagai tetua serta 12 genotipe F1 hasil persilangan di antara keempat tetua. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 3 ulangan dan 2 perlakuan, yaitu kondisi kekeringan dan optimum. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 3 ulangan dan 2 perlakuan, yaitu kondisi kekeringan dan optimum.

Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total dan bobot biji per tanaman. Nilai interaksi genotipe x lingkungan menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata untuk keseluruhan karakter. Hal ini mengindikasikan adanya genotipe yang terbaik untuk di kedua lingkungan, yang dalam penelitian ini terdapat pada genotipe Jatiluhur. Nilai tertinggi heritabilitas arti luas (h2bs) dan perolehan genetik pada dua kondisi lingkungan berada pada jumlah gabah total per tanaman (0.81), sedangkan nilai heritabilitas arti sempit (h2ns) tertinggi terdapat pada karakter panjang malai (0.69). Hal ini mengindikasikan bahwa proporsi ragam aditif dalam menentukan karakter jumlah gabah total cukup tinggi dan juga berarti keragaman dominan dipengaruhi oleh faktor genetik. Jumlah gabah isi per malai dapat dijadikan karakter seleksi pada lingkungan bercekaman kekeringan dan lingkungan tidak bercekaman. Hal yang menjadi pertimbangan adalah karena karakter ini nyata pada analisis ragam tiap lingkungan maupun gabungan, juga memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi, dan memiliki proporsi ragam aditif yang lebih besar dari ragam dominannya.

(5)

SUMMARY

PUNJUNG MEDARAJI SUWARNO. Study of Genetic Control on Rice Drought Tolerance. Supervised by DESTA WIRNAS dan AHMAD JUNAEDI.

Rice (Oryza sativa L.) is a strategic commodity and staple food source of the major world population, especially Asia. Almost all Indonesian people consume rice as their main food. In order to maintain productivity in drought stress conditions, rice tolerant varieties were used. The development of drought tolerant rice varieties require genetic information. Diallel cross designs are commonly used to study the genetic especially to assess the performance of parental genotypes and identify potential cross combinations as selection material. Some lowland rice varieties were selected for different different levels of drought tolerance in previous research, used as parent in a diallel cross. The F1 plants were tested in different levels of drought stress to study the pattern of inheritance for drought tolerance.

This study aimed to: (1) determine the inheritance pattern of drought tolerance rice; (2) identify the characters for selection of drought tolerance; and (3) estimate genetic gain of selection for drought tolerance.

The genetic materials used for this research were parental varieties and F1 plants derived from a fully diallel cross of four rice varieties Jatilahur, Menthik Wangi, IR64, Way Apo Buru. The genotypes were grown under two environmental conditions, drought and optimum, in each of which a randomized complete block design with three replications was applied.

Results of the combined analysis of variance showed that genotype effect was significant for flag leaf length, plant height, number of tillers, panicle length, number of filled grains, number of empty grains, total grain number and grain weight per plant. Genotype by environment interaction showed no significant effect on the overall characters. This indicated that there is the best genotype for both environments which in this research, occured in Jatiluhur. The highest value for additives variance, the broad sense heritability (h2bs) and genetic gain in two environmental conditions was total number grains per plant (0.81), whereas the highest value of narrow sense heritability (h2ns) was the panicle length (0.69). It indicated the high proportion of additive variance in determining the total number of grains and the variability was influenced by genetic factors. Number of filled grains per panicle could be used as selection character in both environments, considering this trait had significant effect on ANOVA, high value of both heritability broad and narrow sense, and also had higher value of additive variance compared to its dominant variance.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

i

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

STUDI KENDALI GENETIK TOLERANSI

KEKERINGAN PADA PADI SAWAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)

ii

(9)

iii Judul Tesis : Studi Kendali Genetik Toleransi Kekeringan pada Padi Sawah Nama : Punjung Medaraji Suwarno

NIM : A253110061

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Desta Wirnas, SP, MSi Ketua

Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Yudiwanti Wahyu E K, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena hanya atas izin dari-Nya usulan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini ialah Studi Kendali Genetik Toleransi Kekeringan pada Padi Sawah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Desta Wirnas, SP, MSi. dan Bapak Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi. selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Adang sebagai pengelola kebun percobaan Sawah Baru, Bapak Ara, Yusuf, dan Amid yang ikut membantu penulis melaksanakan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, abang, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan curahan kasih sayangnya.

(11)

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Kebutuhan Air Padi Sawah 3

Mekanisme Toleransi Terhadap Cekaman Kekeringan 4

Analisis Silang Dialel 4

3 METODE 5

Tempat dan Waktu 5

Bahan Tanaman 6

Rancangan Percobaan 6

Pelaksanaan 7

Analisa Data 8

Analisis Ragam 8

Analisis Daya Gabung 8

Rumus Pendugaan Komponen Ragam, Heritabilitas,

dan Kemajuan Genetik 9

Pendekatan Hayman 11

Uji Hipotesis Pendekatan Hayman 11

Grafik Wr, Vr 12

Pendugaan Komponen Ragam Pendekatan Hayman 12

Analisis Korelasi 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Kondisi Umum Penelitian 13

Keragaan Padi Sawah Pada Kondisi Perlakuan Optimum dan

Kekeringan 14

Indeks Toleransi Terhadap Kekeringan 20

Analisis Pola Pewarisan Karakter Agronomi Berdasarkan Ragam

Gabungan 21

Daya Gabung Umum dan Khusus 21

Ragam Daya Gabung Umum, Daya Gabung Khusus dan

Heritabilitas 23

Analisis Pola Pewarisan Karakter Agronomi Padi pada Kondisi

(12)

vi

DAFTAR ISI (lanjutan)

Analisis Pola Pewarisan Karakter Agronomi Padi pada Kondisi

Cekaman Kekeringan 28

Respon Kekeringan pada Persilangan Dialel 30

Pendekatan Hayman 31

Analisis Korelasi Antar Berbagai Karakter Padi Padi Sawah 34 Korelasi Fenotipik Antar Karakter Kualitatif Lingkungan Optimum 34 Korelasi Fenotipik Antar Karakter Kualitatif Lingkungan Cekaman

Kekeringan 36

Korelasi Fenotipik Antar Karakter Kualitatif Lingkungan

Gabungan 36

5 PEMBAHASAN UMUM 38

6 KESIMPULAN DAN SARAN 39

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 43

(13)

vii

DAFTAR TABEL

1 Kombinasi persilangan full diallel 6

2 Komponen analisis ragam tiap lingkungan 8

3 Komponen Analisis Ragam Gabungan antar Lingkungan 8 4 Analisis ragam daya gabung umum dan daya gabung khusus padi

full dialel untuk masing-masing lingkungan 9 5 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe, lingkungan serta

interaksi genotipe x lingkungan padi sawah hasil persilangan dialel

penuh 14

6 Keragaan genotipe tetua dan F1 pada lingkungan optimum dan cekaman kekeringan untuk karakter panjang daun bendera, tinggi

tanaman dan jumlah anakan 15

7 Keragaan genotipe tetua, F1 pada lingkungan optimum dan cekaman kekeringan untuk karakter panjang malai, jumlah gabah isi per malai

dan jumlah gabah hampa per malai 16

8 Keragaan genotipe tetua, F1 pada lingkungan optimum dan cekaman kekeringan untuk karakter jumlah gabah total per malai, bobot biji

per tanaman dan persentase gabah bernas 17

9 Keragaan genotipe padi tetua, F1 dan resiprokal hasil persilangan dialel penuh rataan kedua lingkungan untuk karakter panjang daun

bendera, tinggi tanaman, jumlah anakan dan panjang malai 18 10 Keragaan genotipe padi tetua, F1 dan resiprokal hasil persilangan

dialel penuh rataan kedua lingkungan untuk karakter jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, bobot biji per tanaman

dan persentase gabah bernas 19

11 Nilai tengah keragaan genotipe padi tetua, F1 dan resiprokal hasil

persilangan dialel penuh 19

12 Nilai indeks toleransi kekeringan berdasarkan karakter bobot isi per

tanaman untuk tiap genotipe hasil persilangan dialel 20 13 Daya Gabung Umum empat tetua yang digunakan dalam persilangan

dialel penuh 21

14 Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh untuk karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman, jumlah anakan dan panjang

malai 22

15 Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh untuk karakter jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, bobot biji per tanaman dan persentase gabah

bernas 22

(14)

viii

DAFTAR TABEL (lanjutan)

17 Nilai ragam genotipe, ragam fenotipe plot basis, ragam aditif, ragam dominan, heritabilitas arti luas plot basis, heritabilitas arti sempit

plot basis dan genetic gain 24

18 Daya Gabung Umum empat tetua yang digunakan dalam persilangan

dialel penuh pada lingkungan optimum 25

19 Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh pada lingkungan optimum untuk karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman,

jumlah anakan dan panjang malai 26

20 Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh pada lingkungan optimum untuk karakter jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, bobot biji per

tanaman dan persentase gabah bernas 26

21 Nilai ragam aditif, ragam dominan, heritabilitas arti luas, heritabilitas arti sempit dan genetic gain genotipe padi hasil

persilangan dialel pada kondisi lingkungan optimum 27 22 Selisih nilai antara varietas toleran dan varietas toleran moderat pada

dua kondisi lingkungan pada karakter jumlah gabah isi per malai 27 23 Daya Gabung Umum empat tetua yang digunakan dalam persilangan

dialel penuh pada lingkungan cekaman kekeringan 28 24 Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh pada lingkungan

cekaman kekeringan untuk karakter panjang daun bendera, tinggi

tanaman, jumlah anakan dan panjang malai 29

25 Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh pada lingkungan cekaman kekeringan untuk karakter jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, bobot

biji per tanaman dan persentase gabah bernas 29

26 Nilai ragam aditif, ragam dominan, heritabilitas arti luas, heritabilitas arti sempit dan genetic gain genotipe padi hasil

persilangan dialel pada kondisi lingkungan cekaman kekeringan 30 27 Nilai tengah skor penggulungan daun, indeks kekeringan daun,

kehijauan daun, dan posisi daun bendera pada genotipe-genotipe

persilangan dialel kondisi kekeringan 31

28 Nilai dugaan dari koefisien regresi (b) pada kedua kondisi

lingkungan 32

29 Pendugaan parameter dialel penuh pendekatan hayman untuk karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman dan jumlah anakan

(15)

ix

DAFTAR TABEL (lanjutan)

30 Pendugaan parameter dialel penuh pendekatan hayman untuk karakter panjang malai, jumlah gabah isi per malai dan jumlah gabah hampa per malai pada kondisi lingkungan optimum dan cekaman

kekeringan 33

31 Pendugaan parameter dialel penuh pendekatan hayman untuk karakter jumlah gabah total per malai, bobot biji per tanaman dan persentase gabah bernas pada kondisi lingkungan optimum dan

cekaman kekeringan 34

32 Nilai korelasi fenotipik dari karakter-karakter genotipe metode

persilangan dialel pada kondisi lingkungan optimum 35 33 Nilai korelasi fenotipik dari karakter-karakter genotipe metode

persilangan dialel pada kondisi lingkungan cekaman kekeringan 36 34 Nilai korelasi fenotipik dari karakter-karakter genotipe metode

persilangan dialel pada kondisi lingkungan gabungan 37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas padi IR64 44

2 Deskripsi varietas padi Way Apo Buru 44

3 Deskripsi varietas padi Menthik Wangi 45

4 Deskripsi varietas padi Jatiluhur 46

5 Selisih nilai antara varietas toleran dan varietas toleran moderat pada

dua kondisi lingkungan pada karakter panjang daun bendera 47 6 Selisih nilai antara varietas toleran dan varietas toleran moderat pada

dua kondisi lingkungan pada karakter tinggi tanaman 47 7 Selisih nilai antara varietas toleran dan varietas toleran moderat pada

dua kondisi lingkungan pada karakter jumlah anakan 47 8 Selisih nilai antara varietas toleran dan varietas toleran moderat pada

dua kondisi lingkungan pada karakter panjang malai 48 9 Selisih nilai antara varietas toleran dan varietas toleran moderat pada

dua kondisi lingkungan pada karakter jumlah gabah hampa per malai 48 10 Selisih nilai antara varietas toleran dan varietas toleran moderat pada

dua kondisi lingkungan pada karakter jumlah gabah total per malai 48 11 Selisih nilai antara varietas toleran dan varietas toleran moderat pada

dua kondisi lingkungan pada karakter bobot biji per tanaman 49 12 Selisih nilai antara varietas toleran dan varietas toleran moderat pada

dua kondisi lingkungan pada karakter persentase gabah bernas 49 13 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter tinggi tanaman pada kondisi

(16)

x

DAFTAR LAMPIRAN (lanjutan)

50 14 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter jumlah anakan pada kondisi

lingkungan optimum

15 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter panjang malai pada kondisi

lingkungan optimum 50

16 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter panjang daun bendera pada

kondisi lingkungan optimum 51

17 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter bobot biji per tanaman pada

kondisi lingkungan optimum 51

18 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter jumlah gabah isi per malai

pada kondisi lingkungan optimum 52

19 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter jumlah gabah hampa per

malai pada kondisi lingkungan optimum 52

20 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter jumlah gabah total per malai

pada kondisi lingkungan optimum 53

21 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter persentase gabah bernas pada

kondisi lingkungan optimum 53

22 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter tinggi tanaman pada kondisi

lingkungan cekaman kekeringan 54

23 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter jumlah anakan pada kondisi

lingkungan cekaman kekeringan 54

24 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter panjang malai pada kondisi

lingkungan cekaman kekeringan 55

25 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter panjang daun bendera pada

kondisi lingkungan cekaman kekeringan 55

26 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter bobot biji per tanaman pada

kondisi lingkungan cekaman kekeringan 56

27 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter jumlah gabah isi per malai

pada kondisi lingkungan cekaman kekeringan 56

28 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter jumlah gabah hampa per

malai pada kondisi lingkungan cekaman kekeringan 57 29 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter jumlah gabah total per malai

pada kondisi lingkungan cekaman kekeringan 57

30 Grafik hubungan Vr Wr untuk karakter persentase gabah bernas

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi adalah salah satu komoditas strategis yang merupakan sumber makanan pokok sebagian besar penduduk di dunia terutama Asia. Padi menempati urutan ketiga tanaman serealia terbesar setelah gandum dan jagung. Hampir seluruh rakyat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok (Nasir 2001).

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia telah melampaui angka proyeksi nasional yaitu sebanyak 237.6 juta jiwa, sedangkan angka kebutuhan beras nasional mencapai angka 34 juta ton per tahun. Sementara itu, produksi padi di Indonesia tahun 2011 sebesar 65.76 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) yang bila dikonversi bisa mencapai 38 juta ton beras. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang berkisar 1.49% per tahun, maka kebutuhan beras Indonesia pun meningkat (Susanto et al. 2012). Kebutuhan yang demikian besar ini harus diimbangi dengan peningkatan produksi supaya tidak menyebabkan kerawanan pangan.

Perubahan iklim mengakibatkan peningkatan curah hujan di wilayah tertentu sekaligus kekeringan di tempat yang lain. Kekeringan menjadi pembatas utama dalam produktivitas padi pada lahan sawah tadah hujan (Hadiarto dan Tran 2011; Peleg et al. 2011) dengan iklim kering dan periode hujan yang pendek. Dalam siklus hidup tanaman, mulai dari perkecambahan sampai panen, tanaman selalu membutuhkan air. Tidak satupun proses metabolisme tanaman dapat berlangsung tanpa air. Besarnya kebutuhan air setiap fase pertumbuhan selama siklus hidupnya tidak sama. Hal ini berhubungan langsung dengan proses fisiologis, morfologis dan kombinasi kedua faktor di atas dengan faktor-faktor lingkungan (Ai et al. 2010).

Fukai dan Cooper (1995) membagi mekanisme adaptasi tanaman terhadap kekeringan di lahan tadah hujan menjadi empat yaitu: drought escape, drought avoidance, drought tolerance, dan drought recovery. Turner (1982) menjelaskan bahwa secara morfologis, mekanisme toleransi terhadap kekeringan dicirikan oleh penyesuaian pertumbuhan akar, pertambahan luas daun dan tebal kutikula, sedangkan dari aspek fisiologis, toleransi terhadap kekeringan didominasi oleh tekanan turgor, perubahan dan penyebaran asimilat serta pengaturan membuka dan menutupnya stomata. Gorashy et al. (1971) menyatakan bahwa tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan dicirikan oleh beberapa sifat antara lain, jumlah stomata yang membuka per luas daun lebih banyak, dinding sebelah luar epidermis dan kutikula lebih tebal, posisi daun tegak dan jumlah per unit area daun lebih banyak dan ukurannya lebih kecil serta perakaran panjang dan lebat.

(18)

2

kekeringan biasanya disebabkan oleh penutupan stomata (Kramer 1969; Chen 2004; Hirayama 2006).

Salah satu upaya untuk mempertahankan produktivitas dalam kondisi cekaman kekeringan adalah dengan menggunakan padi varietas toleran. Perbaikan sifat toleransi terhadap cekaman kekeringan pada padi mulai padi lokal hingga padi unggul modern sampai sekarang masih sangat terbatas. Beberapa varietas unggul toleran cekaman kekeringan telah berhasil dirakit, sebagai contoh varietas Situ Patenggang yang dikembangkan di Blora pada lahan kering dengan tingkat kesuburan sedang mampu memberikan hasil panen sebesar 6 ton/ha Gabah Kering Giling (GKG); angka tersebut sudah melampaui rata-rata produksi padi nasional (4.54 ton/ha GKG) (Sembiring 2007). Varietas padi toleran terhadap cekaman kekeringan selain itu yang telah dilepas antara lain: Jatiluhur, Way Apo Buru, Inpago 5, Gajah Mungkur dan Kelimutu.

Tetua padi toleran kekeringan penting dalam pemuliaan untuk mendapatkan varietas toleran kekeringan yang mampu beradaptasi pada lingkungan kering, berdaya hasil tinggi dan stabil. Beberapa padi gogo dari Afrika telah digunakan dalam persilangan sebagai tetua toleran kekeringan, di antaranya IRAT 112 dan IAC 220 masing-masing dilepas sebagai varietas Gajah Mungkur dan Kalimutu. Padi liar yang umumnya toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik merupakan sumber gen yang dapat dijadikan tetua dalam program persilangan untuk mendapatkan sifat-sifat yang dikehendaki, termasuk toleransi terhadap kekeringan (Suardi 2003).

Perakitan varietas padi toleran kekeringan akan menjadi lebih efisien apabila tersedia informasi tentang kendali genetiknya. Salah satu rancangan persilangan yang umum digunakan untuk mengetahui pola pewarisan suatu sifat adalah rancangan persilangan dialel. Rancangan persilangan ini juga dapat digunakan untuk menilai keragaan tetua dan mengidentifikasi kombinasi persilangan yang potensial sebagai bahan seleksi. Persilangan dialel dapat dibagi menjadi tiga tipe persilangan yaitu (1) dialel penuh (full diallel), (2) setengah dialel (half diallel), (3) dialel parsial (partial diallel) (Singh dan Chaudhary 1979). Dalam pelaksanaannya, analisis ini harus memenuhi beberapa asumsi berikut : (1) segregasi diploid, (2) tidak ada perbedaan antara persilangan resiprokal, (3) tidak ada interaksi antara gen-gen yang tidak satu alel, (4) tidak ada multialelisme, (5) tetua homozigot, (6) gen-gen menyebar secara bebas di antara tetua (Hayman 1954).

(19)

3

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pola pewarisan sifat toleransi terhadap kekeringan pada tanaman padi.

2. Memilih karakter seleksi untuk toleransi terhadap kekeringan pada tanaman padi.

3. Menduga kemajuan genetik untuk toleransi terhadap kekeringan pada tanaman padi.

Hipotesis

1. Karakter toleransi terhadap kekeringan yang diamati dikendalikan oleh aksi gen aditif.

2. Terdapat karakter-karakter yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk proses seleksi.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kebutuhan Air Padi Sawah

Ketersediaan air merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di lahan sawah. Produksi padi sawah akan menurun jika tanaman padi menderita cekaman air (water stress). Gejala umum akibat kekurangan air antara lain daun padi menggulung, daun terbakar (leaf scorching), anakan padi berkurang, tanaman kerdil, pembungaan tertunda, dan biji hampa (Subagyono et al. 2004).

Van de Goor (1968) mengatakan bahwa konsumsi air maksimum padi sawah (evapotranspirasi) terjadi pada masa pembungaan, namun menjelang bulir-bulir padi matang konsumsi air menurun. Ada dua stadia kritis pada tanaman padi dalam hubungannya dengan ketersediaan air yaitu pada stadia pembentukan anakan, dan pada masa setelah pembentukan primordia bunga (dua minggu sebelum berbunga sampai dua minggu setelah bunga keluar). Bila pada masa ini tanaman mengalami kekurangan air, maka akan mengakibatkan banyaknya penurunan jumlah anakan dan penurunan produksi yang disebabkan banyaknya gabah hampa. Pemakaian air meningkat semenjak tanam, terbesar saat pembungaan, setelah itu menurun (Israelsen dan Hansen 1962).

(20)

4

Mekanisme Toleransi Terhadap Cekaman Kekeringan

Cekaman kekeringan berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi di dalam tanaman seperti penyerapan air, tekanan akar, perkecambahan biji, penutupan stomata, transpirasi, fotosintesis, respirasi, aktivitas enzim, dan pertumbuhan perakaran. Cekaman kekeringan mempengaruhi proses fisiologi melaui dua mekanisme utama, yaitu: (1) penutupan stomata sehingga terjadi penurunan laju pertukaran CO2 yang mempengaruhi suplai CO2, dan (2) cekaman kekeringan secara langsung mempengaruhi proses-proses biokimia yang terlibat dalam fotosintesis. Penurunan yang berarti dalam fotosintesis akibat cekaman kekeringan biasanya disebabkan oleh penutupan stomata (Kramer 1969).

Turner et al. (1982) menjelaskan bahwa secara morfologis, mekanisme toleransi terhadap kekeringan dicirikan oleh penyesuaian pertumbuhan akar, pertambahan luas daun dan tebal kutikula, sedangkan dari aspek fisiologis, ketahanan tanaman terhadap kekeringan didominasi oleh penyesuaian tekanan turgor, perubahan dan penyebaran asimilat serta pengaturan membuka dan menutupnya stomata. Gorashy et al. (1971) menyatakan bahwa tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan dicirikan oleh beberapa sifat antara lain, jumlah stomata yang membuka per luas daun lebih banyak, yang menunjukkan dalam kondisi tercekam stomatanya masih mampu untuk membuka yang menandakan proses fotosintesis masih berjalan dengan baik. Ciri selanjutnya adalah dinding sebelah luar epidermis dan kutikula lebih tebal, posisi daun tegak dan jumlah per unit area daun lebih banyak dan ukurannya lebih kecil serta perakaran panjang dan lebat.

Toleransi terhadap kekeringan juga ditunjukkan oleh kemampuan tanaman mempertahankan laju fotosintesis sebanyak beberapa bar dan berhenti pada titik di mana sel-sel tanaman tidak mempunyai tekanan turgor, atau turun di bawah titik kompensasi jika respirasi melebihi fotosintesis (Brix 1963).

Metabolisme karbohidrat dipengaruhi oleh cekaman kekeringan melaui beberapa cara, yang sangat umum adalah meningkatnya kadar gula dan menurunnya kandungan pati (Slatyer 1969) dan ada hubungan antara penerimaan gula (sukrosa) dan penurunan polisakarida. Tingkat penurunan pati dianggap sebagai faktor yang menyebabkan penurunan fotosintesis dan meningkatkan hidrolisis.

Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa cekaman kekeringan mengurangi suplai senyawa-senyawa pengatur pertumbuhan dari akar ke bagian atas tanaman, mengurangi sintesis pengatur pertumbuhan seperti sitokinin dan giberelin dalam akar yang merupakan faktor penting yang menurunkan pertumbuhan tanaman.

Analisis Silang Dialel

(21)

5

gabung umum (DGU) maupun daya gabung khusus (DGK). Menurut Jensen (1970), tujuan dari persilangan dialel adalah untuk: memperbesar keragaman genetik, mendapatkan informasi tentang ada tidaknya efek daya gabung umum dan daya gabung khusus, dan memecahkan blok-blok pautan.

Persilangan dialel dapat dibagi menjadi tiga tipe persilangan yaitu (1) dialel penuh (full diallel), (2) setengah dialel (half diallel), (3) dialel parsial (partial diallel) (Singh dan Chaudhary 1979). Pada pelaksanaannya, analisis ini harus memenuhi beberapa asumsi berikut : (1) segregasi diploid, (2) tidak ada perbedaan antara persilangan resiprokal, (3) tidak ada interaksi antara gen-gen yang tidak satu alel, (4) tidak ada multialelisme, (5) tetua homozigot, (6) gen-gen menyebar secara bebas diantara tetua (Hayman 1954). Keuntungan dari teknik silang dialel adalah (1) secara eksperimental merupakan pendekatan sistematik, (2) secara analitik merupakan evaluasi genetik menyeluruh yang berguna untuk mengidentifikasi persilangan bagi potensi seleksi yang terbaik pada awal generasi. Disamping itu pada analisis dialel beberapa pendugaan parameter genetik dapat dilakukan tanpa pembentukan F2, BCP1 dan BCP2.

Analisis persilangan dialel dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu Hayman dan Griffing. Pendekatan Hayman pertama kali dimunculkan oleh Jinks dan Hayman pada tahun 1953 menggunakan konsep komponen varians aditif (D) dan dominansi (H) (Singh dan Chaudhary 1979). Pedekatan Hayman digunakan untuk studi pola pewarisan seperti menduga keragaman karena pengaruh aditif (D) dan dominansi (H1), proporsi gen positif dan negatif tetua (H2), pengaruh dominansi, proporsi gen dominan terhadap gen resesif, arah dan urutan dominansi (berdasarkan wr dan vr), jumlah gen pengendali karakter, dan nilai duga heritabilitas arti luas (h2bs) dan heritabilitas arti sempit (h2ns) (Hayman 1954).

Pendekatan Griffing adalah metode lain yang digunakan untuk menganalisis hasi persilangan dialel. Pendekatan Griffing menjelaskan daya gabung umum dan daya gabung khusus dari persilangan dialel tersebut. Berdasarkan pendekatan Griffing, terdapat empat metode analisis silang dialel yaitu : Metode I (full diallel) yaitu persilangan yang terdiri dari tetua F1 dan resiprokal dengan analisis [n(n+1)/2], Metode II yaitu persilangan yang terdiri dari tetua, F1 tanpa resiprokal dengan analisis [n(n+1)/2], Metode III yaitu persilangan yang terdiri dari F1 dan resiprokal dengan analisis n(n-1), Metode IV yaitu persilangan yang terdiri dari hanya F1 tanpa resiprokal dengan analisis n(n-1)/2.

3 METODE

Tempat dan Waktu

(22)

6

Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan untuk metode persilangan dialel penuh adalah 4 varietas padi (Jatiluhur, Menthik Wangi, IR64, Way Apo Buru) sebagai tetua serta 12 genotipe F1 hasil persilangan di antara keempat tetua. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 3 ulangan dan 2 perlakuan, yaitu kondisi kekeringan dan optimum.

Tabel 1. Kombinasi persilangan full diallel Tetua ♂

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 3 ulangan dan 2 perlakuan, yaitu kondisi kekeringan dan optimum. Satuan percobaan berupa tanaman yang berjumlah 12 tanaman per genotipe per ulangan. Adapun model rancangan percobaan untuk masing-masing kondisi lingkungan sebagai berikut:

ij

 = pengaruh ulangan ke-k

ij

 = galat umum

Setiap perlakuan ditanam pada kelompok petakan terpisah, kemudian dianalisis menggunakan ANOVA Gabungan dengan model sebagai berikut:

=�+ + ( )+� + ( �) +�

( ) = pengaruh kelompok ke-k tersarang pada lokasi ke-i

� = pengaruh genotipe ke-j

( �) = pengaruh interaksi genotipe ke-j di lokasi ke-i

(23)

7

Pelaksanaan

Benih dikecambahkan selama tiga hari pada cawan petri kemudian dipindahkan pada tray persemaian. Setelah berumur tiga minggu, bibit tanaman dipindahkan ke lahan tanam berupa petakan semen yang terletak dalam rumah plastik sesuai dengan kondisi pertanaman. Tiap genotipe di tanam satu baris per ulangan dengan jumlah 12 tanaman per baris. Tanaman pada perlakuan kondisi lahan kering selama tiga minggu pertama setelah tanam disiram secara teratur, selanjutnya penyiraman dihentikan, sedangkan untuk kondisi optimum tanaman, air tersedia dalam jumlah yang cukup.

Pengamatan dilakukan terhadap 5 tanaman contoh acak pada tiap satuan percobaan untuk karakter-karakter sebagai berikut:

1. Panjang daun bendera, diukur pada daun bendera yang telah terbuka sempurna.

2. Tinggi tanaman, diukur sesudah malai keluar dari permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi.

3. Jumlah anakan, dihitung ketika malai sudah keluar

4. Panjang malai, diukur dari buku terakhir leher malai sampai ujung malai. 5. Jumlah gabah isi

6. Jumlah gabah hampa 7. Jumlah gabah total

8. Bobot biji/tanaman diukur mengunakan timbangan digital. 9. Persentase benih bernas

10. Indeks toleransi kekeringan berdasarkan daya hasil menurut Tubur et al. (2012) dihitung dengan persamaan:

� = 1− −

Keterangan:

Kn = Daya hasil genotipe ke-n pada perlakuan kontrol Hn = Daya hasil genotipe ke-n pada perlakuan kekeringan

Pengamatan pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan juga dilakukan untuk karakter kualitatif, yaitu:

1. Indeks penggulungan daun, diukur dengan menggunakan tabel skor: 0 = daun sehat

1 = daun mulai menunjukkan lipatan

3 = daun melipat dan membentuk huruf V yang dalam 5 = daun melipat dan membentuk huruf U

7 = pinggiran daun saling bersentuhan 9 = daun menggulung penuh

2. Indeks kekeringan daun, diukur dengan menggunakan tabel skor: 0 = Tidak ada gejala kekeringan

1 = Gejala kekeringan mulai tampak pada ujung daun

3 = Gejala kekeringan pada ujung daun menyebar hingga ¼ bagian daun 5 = ¼ hingga ½ jumlah total daun pada tanaman kering

(24)

8

9 = Semua tanaman tampak mati, seluruh permukaan panjang daun tampak kering.

3. Kehijauan daun diukur menggunakan tabel skor IRRI Leaf Color Chart untuk daun padi teratas yang telah membuka penuh dengan rentang skor 2 sampai 5. Pengukuran dilakukan pada saat pemupukan susulan, yaitu pada umur 25 Hari Setelah Tanam (HST) atau fase anakan aktif.

4. Posisi daun bendera, diukur menggunakan tabel skor: 1 = Tegak

3 = Intermediate 5 = Horizontal 7 = Terkulai

Analisa Data

Analisis Ragam

Analisis ragam gabungan dan analisis ragam per lingkungan dilakukan untuk membandingkan kuadrat tengah dari masing-masing karakter. komponen analisis ragam untuk tiap lingkungan dan antar lingkungan disajikan masing-masing dalam Tabel 2 dan 3 sebagai berikut:

Tabel 2. Komponen analisis ragam tiap lingkungan

Sumber Keragaman Derajat Bebas KT Harapan

Ulangan B-1 � +

Genotipe N-1 �2 +

�2

Galat (N-1)(B-1) �

Tabel 3. Komponen analisis ragam gabungan antar lingkungan

Sumber Keragaman Derajat Bebas KT Harapan

Lingkungan l-1

Ulangan/Lingkungan l(r-1)

Genotipe (g-1) 2e + r2gl + rl2g

Genotipe*Lingkungan (g-1)(l-1) 2e + r2gl

Galat (p2-1)(n-1) 2e

Analisis Daya Gabung

(25)

9

Tabel 4. Analisis ragam daya gabung umum dan daya gabung khusus padi full dialel untuk masing-masing lingkungan

Sumber keragaman Derajat bebas KT harapan

Daya gabung umum p-1 2e + (2(n-1)2/n) 2k + 2n2u Daya gabung khusus ½ p(p-1) 2e + (2(n2-n+1)2/n2)2k

Resiprokal ½ p(p-1) 2

e + 22r Pengaruh Daya Gabung Umum :

� = 1

Pengaruh Daya Gabung Khusus :

=1

Yj. : jumlah nilai tengah persilangan genotipe ke-j

Y.. : total nilai tengah genotipe

Pengaruh resiprokal (rij) =½(Yij– Yji)

Keterangan :

rij : pengaruh resiprokal

Yij: nilai tengah genotipe i × j

Yji : nilai tengah genotipe j × i

Ada-tidaknya pengaruh resiprokal diindikasikan nilai Yij = Yji.

(26)

10

MS(error) = kuadrat tengah galat

Mg = kuadrat tengah daya gabung umum Ms = kuadrat tengah daya gabung khusus 2

GL = ragam interaksi genotipe x lingkungan 2

P = ragam fenotipe 2

E = ragam galat

h2bs = heritabilitas arti luas h2ns = heritabilitas arti sempit

Genetic gain (R) didefinisikan sebagai perbedaan nilai rata-rata dari kriteria pemilihan antara generasi asli dan generasi berikutnya, yang terbentuk dari individu yang dipilih, ketika mereka dibandingkan dalam lingkungan yang sama . Kriteria seleksi adalah sifat/karakter yang mendasari seleksi. Nilai genetic gain dapat diduga dengan menggunakan rumus menurut Moose dan Rita (2008) sebagai berikut:

R = i σp h2ns i = intensitas seleksi (2.06 pada seleksi 5%) σp = standar deviasi fenotipe

(27)

11

Pendekatan Hayman

Rancangan persilangan dialel metode Hayman dapat digunakan jika data yang dianalisis mengandung semua kombinasi hasil persilangan antar tetua untuk menduga suatu gen dominansi atau resesif secara relatif pada masing-masing tetua. Pendugaan nilai ragam dan peragam dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Perbedaan antara rata-rata tetua dan rata-rata semua keturunan (ML1– ML0)² =

( ..)− =

Uji Hipotesis Pendekatan Hayman

Keseragaman Wr, Vr menunjukan kesahihan asumsi yang dibuat oleh Hayman. Uji hipotesis dilakukan sebagai berikut (Singh dan Chaudary 1979) :

= � �( �, �)

(28)

12

Grafik Wr, Vr

Parabola diperoleh dengan menghubungkan titik-titik dari persamaan : � = �× �

regresi diperoleh dengan menghubungkan titik-titik dari persamaan:

�� = � − �+ � intersep regresi diperoleh dari:

= � − �

Semakin dekat letak tetua dengan pangkal persilangan sumbu x-y, kandungan gen dominan relative semakin tinggi, sebaliknya semakin jauh letak tetua dengan pangkal persilangan sumbu x-y maka semakin kecil kandungan gen dominannya. Pendugaan Komponen Ragam Pendekatan Hayman

Komponen ragam metode Hayman dapat diduga berdasarkan rumus sebagai berikut (Singh dan Chaudary 1979):

D=Volo– E

F=2Volo– 4Wolo1-2(n-2)E/n

H1=Volo– 4Wolo1+4V1L1-(3n-2)E/n H2=4V1L1– 4Vol1-2E

h2=4(ML1-MLO)2-4(n-1)E/n2

Fr=2(VOLO-4WOLO1+V1L1-Wr-Vr)-2(n-2)E/n Keterangan:

D : komponen ragam karena pengaruh aditif F : nilai tengah Fr untuk semua array;

Fr : peragampengaruh aditif dan non aditif pada array ke-r

H1 : komponen ragam karena pengaruh dominan

H2 : perhitungan untuk menduga proporsi gen negatif dan positif pada tetua

h2 : pengaruh dominansi (sebagai jumlah aljabar dari semua persilangan saat heterozigous)

E : komponen ragam karena pengaruh lingkungan.

Pendugaan parameter lain, berdasarkan rumus sebagai berikut: Rata–rata tingkat dominansi = (H1/D)1/2.

Proporsi gen–gen dengan pengaruh positif dan negatif dalam tetua = H2/4H1. Proporsi gen–gen dominan dan resesif dalam tetua =(4DH1)1/2+F]/(4DH1)1/2-F.

Jumlah kelompok gen yang mengendalikan sifat dan menimbulkan dominansi = h2 / H2.

Heritabilitas arti luas (h2bs) = (½D+½H1–¼H2–½F)/(½D+½H1–¼H2–½F+E). Heritabilitas arti sempit (h2ns) = (½D+½H1–½H2–½F)/(½D+½H1–½H2–½F+E). Pendugaan tetua paling dominan dan paling resesif

(29)

13

VR = (V0L0)x22

WD = (V0L0)x1

WR = (V0L0)x2

x1 dan x2 diperoleh dari akar persamaan : (V0L0) x2– (V0L0) x + (W0L0– V1L1).

Nilai tetua dominan penuh (YD) = Yrb[(WDVD)(W0L0 V1L1)]

Nilai tetua resesif penuh (YR) = Yrb[(WRVR)(W0L0V1L1)] Analisis Korelasi

Analisis korelasi merupakan salah satu metode statistik yang sering digunakan untuk melihat tingkat keeratan hubungan yang terjadi antar dua peubah atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih tapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linear antar peubah. Koefisien korelasi antara dua peubah menurut Singh dan Chaudhary (1979) dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 = 1

− � = � −

r2 = koefisien determinasi r = koefisien korelasi JKT = jumlah kuadrat total JKG = jumlah kuadrat galat

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Penanaman dilakukan pada pertengahan bulan Agustus 2012 yang bertempat di rumah plastik Sawah Baru, Dramaga, Bogor. Padi ditanam dalam petakan di rumah plastik untuk menghindari serangan hama dan penyakit, dan karena penanaman di rumah plastik baik digunakan untuk seleksi karena suhu di dalamnya dapat mencapai lebih dari 400C pada siang hari. Selama musim tanam tidak dilakukan penyemprotan insektisida maupun fungisida sedangkan untuk penyiangan dilakukan seperlunya.

Tanaman padi mengalami stress satu minggu setelah irigasi dihentikan pada umur 3 MST. Stress tersebut ditandai dengan kondisi daun dan batang yang layu dan mengering. Setelah beberapa minggu pengairan dihentikan ada beberapa tanaman padi yang mati disebabkan tanaman tersebut mencapai titik layu permanen.

(30)

14

Keragaan Padi Sawah Pada Kondisi Perlakuan Optimum dan Kekeringan Analisis ragam dapat dilakukan apabila memenuhi tiga syarat berikut yaitu: galat menyebar normal, ragam homogen, data independen atau tidak memiliki keterkaitan. Hasil pengujian atas ketiga syarat tersebut menunjukkan bahwa keseluruhan karakter kuantitatif yang diamati lulus uji sehingga pengolahan data dapat dilanjutkan dengan analisis ragam. Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total dan bobot biji per tanaman. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan karakter pertumbuhan vegetatif maupun potensi daya hasil untuk tiap genotipe. Pengaruh lingkungan nyata untuk hampir keseluruhan karakter yang diamati (kecuali persentase gabah bernas) menunjukkan adanya pengaruh kekeringan terhadap pertumbuhan tanaman dan daya hasil (Tabel 5).

Tabel 5. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe, lingkungan serta interaksi genotipe x lingkungan padi sawah hasil persilangan dialel penuh

Karakter Jumlah gabah total 133282.6* 15968.2* 5179.7* 1216.5 1165.9 Bobot biji/tanaman 560.0* 56.3* 20.2* 11.5 8.0 Persentase gbh. brns. 1459.8* 3997.8* 250.7 133.8 220.6 Keterangan : * = nyata berdasarkan uji F pada taraf α = 5%

Lingkungan dan ulangan tersarang dalam lingkungan berpengaruh nyata terhadap keseluruhan karakter. Selisih nilai interaksi yang tidak besar antara kombinasi faktor genotipe x lingkungan mengakibatkan tidak adanya pengaruh nyata untuk keseluruhan karakter yang diamati. Interaksi yang tidak nyata ini menunjukkan ranking genotipe pada kondisi optimum sama dengan ranking genotipe pada kondisi kekeringan, dengan demikian tidak perlu dilihat pola interaksi dari genotipe-genotipe di kedua lingkungan (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan adanya genotipe yang terbaik untuk di kedua lingkungan sehingga memudahkan dalam proses seleksi. Perbedaan yang nyata pada lingkungan tidak selalu menunjukkan perbedaan yang nyata pada pengaruh utama (genotipe).

(31)

15

Keragaan genotipe tetua, F1 dan resiprokal padi sawah dengan metode persilangan dialel penuh berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada lingkungan optimum relatif berbeda nyata dengan lingkungan cekaman kekeringan. Persentase gabah bernas menunjukkan hampir keseluruhan genotipe tidak berbeda nyata antar lingkungan, sedangkan panjang daun bendera nyata pada keseluruhan genotipe. Perbedaan nyata yang terbatas untuk masing-masing genotipe pada kedua lingkungan dicirikan dengan notasi yang berbeda pada tiap blok yang sama. Keragaan karakter-karakter vegetatif seperti tinggi tanaman, panjang malai dan panjang daun bendera secara relatif dapat dipakai untuk menduga karakter daya hasil. (Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8).

Pada kondisi optimum, genotipe tetua Jatiluhur memiliki nilai keragaan karakter pengamatan yang relatif lebih tinggi dibandingkan 3 genotipe tetua lainnya, sedangkan untuk genotipe F1 keragaan karakter pengamatan relatif lebih tinggi terdapat pada genotipe hasil persilangan Jatiluhur x Menthik Wangi pada lingkungan optimum (Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8).

Tabel 6. Keragaan genotipe tetua dan F1 pada lingkungan optimum dan cekaman kekeringan untuk karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman dan jumlah anakan

Jatiluhur x Menthik Wangi 36.8 19.4 101.3 81.3 7.3 7.8

Jatiluhur x IR64 33.8 22.4 102.4 81.1 7.5 6.7

Jatiluhur x WAB 31.1 18.6 90.4 76.3 7.7 6.6

Jatiluhur 35.1 24.0 118.5 81.2 8.8 5.9

Menthik Wangi x IR64 36.5 23.6 97.3 71.2 7.6 7.1

Menthik Wangi x Jatiluhur 31.1 24.4 83.8 72.1 6.2 5.5

Menthik Wangi x WAB 37.7 20.8 105.7 73.1 9.1 6.2

Menthik Wangi 38.9 23.6 98.9 63.4 10.5 8.4

IR64 x WAB 30.6 17.7 90.2 59.3 12.3 6.5

IR64 x Jatiluhur 35.3 16.2 105.1 64.5 8.4 5.5

IR64 x Menthik Wangi 41.0 25.0 104.0 72.0 7.0 4.0

IR64 30.7 18.5 88.0 62.6 8.7 6.5

WAB x Jatiluhur 32.6 18.3 90.5 61.0 7.2 6.1

WAB x Menthik Wangi 36.0 22.0 93.6 63.8 8.9 5.9

WAB x IR64 35.5 19.9 92.7 50.3 6.7 5.1

WAB 32.0 19.2 92.3 67.0 9.2 8.3

(32)

16

Hasil penelitian Suardi (2002) menunjukkan daya hasil varietas Maros cukup rendah, diduga disebabkan oleh daun bendera yang relatif pendek. Adanya variasi dari tajuk ternyata memberikan hasil yang bervariasi pula. Secara umum dapat diperkirakan bahwa hasil gabah tinggi jika daun bendera relatif panjang, tebal, dan warna daun hijau tua. Hasil penelitian Sulistyono et al. (2002) menunjukkan potensi produksi berkorelasi positif nyata dengan karakter luas daun.

Keragaaan tetua, F1 dan resiprokal hasil persilangan dialel yang diberi perlakuan kekeringan menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan kontrol untuk hampir keseluruhan karakter pengamatan (Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8). Cekaman kekeringan relatif menurunkan semua nilai karakter pengamatan untuk setiap genotipe tetua, F1 dan resiprokal.

Tabel 7. Keragaan genotipe tetua, F1 pada lingkungan optimum dan cekaman kekeringan untuk karakter panjang malai, jumlah gabah isi per malai dan jumlah gabah hampa per malai

Genotipe Panjang malai

Jatiluhur x Menthik Wangi 27.6 21.3 76.8 53.5 138.6 48.1

Jatiluhur x IR64 23.2 24.5 68.4 61.5 98.6 52.6

Jatiluhur x WAB 25.9 20.9 55.7 19.9 87.0 24.9

Jatiluhur 24.9 22.5 116.9 76.8 118.0 51.3

Menthik Wangi x IR64 27.5 21.6 65.9 31.7 97.9 38.5 Menthik Wangi x Jatiluhur 25.4 23.8 40.8 42.5 73.7 48.0 Menthik Wangi x WAB 28.0 21.2 78.1 30.9 115.9 45.8

Menthik Wangi 28.5 21.6 78.9 33.1 82.5 41.6

IR64 x WAB 24.3 17.7 39.1 27.4 99.7 29.3

IR64 x Jatiluhur 25.7 18.2 67.9 28.0 128.3 33.5

IR64 x Menthik Wangi 25.0 21.0 53.0 20.0 48.0 48.0

IR64 22.7 19.4 37.5 23.0 72.4 15.7

WAB x Jatiluhur 24.8 19.3 45.0 36.6 78.3 32.8

WAB x Menthik Wangi 27.5 22.5 64.9 31.3 64.6 28.5

WAB x IR64 27.0 20.1 72.7 15.7 62.0 24.7

WAB 26.2 18.9 35.3 22.9 88.1 44.1

(33)

17

Tabel 8. Keragaan genotipe tetua, F1 pada lingkungan optimum dan cekaman kekeringan untuk karakter jumlah gabah total per malai, bobot biji per tanaman dan persentase gabah bernas

Genotipe

Jatiluhur x Menthik Wangi 215.4 101.6 7.4 4.8 36.2 44.1

Jatiluhur x IR64 167.0 114.1 6.4 3.3 40.7 35.4

Jatiluhur x WAB 142.8 44.9 7.2 0.5 32.9 23.8

Jatiluhur 234.9 128.1 13.4 5.7 52.1 50.3

Menthik Wangi x IR64 163.8 70.1 7.9 2.3 39.6 41.3 Menthik Wangi x Jatiluhur 114.6 90.5 3.7 2.4 35.7 26.8

Menthik Wangi x WAB 194.0 76.7 9.7 2.2 39.3 30.1

Keterangan: LO = lingkungan optimum, LK = lingkungan cekaman kekeringan

Pada kondisi cekaman kekeringan, genotipe tetua Jatiluhur memiliki nilai keragaan relatif lebih tinggi dibandingkan baik genotipe-genotipe tetua lainnya untuk karakter tinggi tanaman, bobot biji per tanaman, jumlah gabah isi, jumlah gabah total dan persentase gabah bernas. Sedangkan untuk genotipe F1 keragaan karakter pengamatan relatif lebih tinggi terdapat pada genotipe hasil persilangan Jatiluhur x Menthik Wangi seperti halnya pada kondisi lingkungan optimum (Tabel 6, 7 dan 8). Hasil pengamatan keragaan dari lingkungan optimum dan lingkungan cekaman kekeringan menunjukkan bahwa Jatiluhur merupakan genotipe yang relatif unggul dibandingkan dengan genotipe lainnya untuk sebagian besar karakter pengamatan baik untuk karakter vegetatif maupun karakter hasil. Hasil penelitian Supijatno et al. (2012) menunjukkan genotipe Jatiluhur merupakan varietas yang paling efisien menggunakan air yaitu setiap liter air yang dikonsumsi menghasilkan 0.997 g gabah kering. Genotipe tetua IR64 menunjukkan keragaan yang relatif rendah pada keseluruhan karakter khususnya untuk karakter jumlah gabah total.

(34)

18

Keragaan rata-rata pada kedua lingkungan untuk genotipe F1 terdapat pada hasil kombinasi persilangan Jatiluhur x Menthik Wangi dimana hanya pada karakter daun bendera yang memiliki nilai nyata lebih rendah dari nilai tertinggi pengamatan (Tabel 9 dan 10).

Tabel 9. Keragaan genotipe padi tetua, F1 rataan kedua lingkungan untuk karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman, jumlah anakan dan panjang malai Jatiluhur x Menthik Wangi 28.1bcde 91.3ab 7.6abc 24.4ab Jatiluhur x IR64 28.1abcd 91.7ab 7.1abc 23.8abc

Jatiluhur x WAB 24.8de 83.4bcde 7.1abc 23.4abc

Jatiluhur 29.5abc 99.8a 7.4abc 23.7abc

Menthik Wangi x IR64 30.1abc 84.3bcde 7.4abc 24.5ab Menthik Wangi x Jatiluhur 27.8bcde 78.0cdef 5.8c 24.6ab Menthik Wangi x WAB 29.2abcd 89.4abc 7.6abc 24.6ab

Menthik Wangi 31.3ab 81.2bcde 9.4a 25.0a

IR64 x WAB 24.2e 74.8ef 9.4a 21.0c

IR64 x Jatiluhur 25.8cde 84.8bcde 6.9abc 22.0bc IR64 x Menthik Wangi 33.0a 88.0abcd 5.5c 23.0abc

IR64 24.6cde 75.3def 7.6abc 21.07c

WAB x Jatiluhur 25.5cde 75.8def 6.6bc 22.1bc

WAB x Menthik Wangi 29.0bcde 78.7def 7.4abc 25.0ab

WAB x IR64 27.7bcde 71.5f 5.9c 23.5abc

WAB 25.6e 92.3cdef 8.7ab 22.6bc

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α = 5%

Nilai keragaan tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah total per malai, bobot biji per tanaman dan persentase gabah bernas memiliki nilai yang tidak berbeda nyata dengan nilai pengamatan tertinggi. Rentang pengamatan terbesar terdapat pada karakter jumlah gabah total per malai dengan lima notasi uji DMRT, sedangkan rentang pengamatan terkecil terdapat pada karakter bobot biji per tanaman dan persentase gabah bernas yang hanya memiliki dua notasi. Hal ini menunjukkan pola keragaman tinggi maupun rendah terdapat pada karakter daya hasil (Tabel 9 dan 10).

(35)

19

Tabel 10. Keragaan genotipe padi tetua, F1 rataan kedua lingkungan untuk karakter jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, bobot biji per tanaman dan persentase gabah bernas

Genotipe Jatiluhur x Menthik Wangi 65.2b 93.3a 158.5ab 6.1ab 40.1ab Jatiluhur x IR64 65.0b 75.6abcd 140.6abc 4.9b 38.1ab Jatiluhur x WAB 37.8bc 56.0abcd 93.8cdef 3.9b 28.3b

Jatiluhur 96.8a 84.7ab 181.5a 9.6a 51.2a

Menthik Wangi x IR64 48.8bc 68.2abcd 117.0bcdef 5.1b 40.5ab Menthik Wangi x Jatiluhur 41.7bc 60.9abcd 102.5cdef 3.0b 31.3ab Menthik Wangi x WAB 54.5bc 80.9abc 135.4abcd 6.0ab 34.7ab Menthik Wangi 56.0bc 62.1abcd 118.1bcdef 6.2ab 41.7ab IR64 x WAB 33.2bc 64.5abcd 97.7cdef 2.8b 31.6ab IR64 x Jatiluhur 48.0bc 80.9abc 128.9bcde 5.9ab 30.4ab IR64 x Menthik Wangi 36.5bc 48.0bcd 84.5ef 5.3b 40.9ab tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Rataan keragaan untuk tiap lingkungan menunjukkan angka penurunan yang signifikan berdasarkan uji T pada taraf α = 5% dimana penurunan tertinggi terdapat pada karakter jumlah gabah total per malai yang mencapai angka 52.61%. Panjang malai memiliki persentase penurunan yang paling rendah, yaitu sebesar 19.31% (Tabel 11).

Tinggi tanaman 97.2a 68.8b

Jumlah anakan 8.3a 6.4b

Panjang malai 25.9a 20.9b

Jumlah gabah isi/malai 62.3a 34.7b

Jumlah gabah hampa/malai 90.9a 38.0b

Jumlah gabah total/malai 153.2a 72.6b

Bobot biji/tanaman 7.5a 2.2b

Persentase gabah bernas 39.7a 32.0b

(36)

20

Hasil penelitian Supriyanto (2013) menunjukkan perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh nyata pada jumlah anakan/rumpun. Hal ini disebabkan bahwa air berperan penting dalam translokasi unsur hara dari akar ke seluruh bagian tanaman, sehingga kekurangan air akan berakibat penurunan proses fotosintesis yang berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Indeks Toleransi Terhadap Kekeringan

Indeks toleransi kekeringan menggambarkan seberapa tinggi tingkat toleransi suatu genotipe tanaman terhadap kekeringan. Hasil data penelitian pada Tabel 12. menujukkan bahwa genotipe yang memiliki nilai indeks toleransi kekeringan tertinggi pada persilangan dialel berada pada kombinasi persilangan genotipe Menthik Wangi x Jatiluhur (0.63). Hal ini mengindikasikan bahwa kombinasi persilangan ini toleran terhadap kekeringan, yang diharapkan turunan dari kombinasi persilangan ini akan menghasilkan turunan yang toleran terhadap kekeringan. Hasil penelitian Tubur et al. (2012), menunjukkan varietas Jatiluhur memiliki nilai indeks toleransi kekeringan yang tinggi dalam tiga periode perlakuan kekeringan (3, 6, 9 MST) secara berurutan: 0.65, 0.63 dan 0.86. Tubur juga menyatakan bahwa berdasarkan indeks toleransi kekeringan pada periode kekeringan sejak 3 dan 6 MST, varietas Jatiluhur dapat dikelompokkan sebagai varietas padi toleran. Nilai indeks toleransi kekeringan terendah terdapat pada kombinasi persilangan IR64 x Menthik Wangi yang menunjukkan F1 kombinasi persilangan tersebut sangat sensitif terhadap kekeringan.

Hasil kombinasi persilangan genotipe IR64 menunjukkan tingkat toleransi kekeringan yang kecil, hal ini sesuai dengan sifat toleransi kekeringan yang rendah terhadap cekaman kekeringan. Genotipe IR64 memiliki angka toleransi kekeringan yang cukup tinggi, hal ini diduga rendahnya karakter hasil genotipe IR64 di kondisi optimum, sehingga penurunan hasil tidak tinggi (Tabel 12). Tabel 12. Nilai indeks toleransi kekeringan berdasarkan karakter bobot isi per

tanaman untuk tiap genotipe hasil persilangan dialel

Genotipe Indeks Toleransi Kekeringan

Jatiluhur x Menthik Wangi 0.44

Jatiluhur x IR64 0.37

Jatiluhur x WAB 0.11

Jatiluhur 0.38

Menthik Wangi x IR64 0.25

Menthik Wangi x Jatiluhur 0.63

(37)

21

Analisis ragam dilakukan untuk nilai indeks toleransi kekeringan setelah sebelumnya ditransformasi + 1 untuk keseluruhan data. Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata dari genotipe terhadap indeks toleransi kekeringan sehingga disimpulkan genotipe F1 kombinasi persilangan Menthik Wangi x Jatiluhur yang memiliki nilai indeks toleransi kekeringan tertinggi diharapkan selanjutnya dapat dijadikan sebagai galur murni untuk mendapatkan tanaman padi dengan sifat toleran kekeringan yang tinggi.

Analisis Pola Pewarisan Karakter Agronomi Berdasarkan Ragam Gabungan

Daya Gabung Umum dan Khusus

Genotipe-genotipe yang mempunyai nilai daya gabung umum positif diharapkan mempunyai kemampuan bergabung umum yang baik untuk menghasilkan genotipe dengan hasil yang lebih tinggi. Pemilihan galur-galur atau tetua yang mempunyai daya penggabung yang baik akan sangat membantu pemulia dalam menyeleksi tetua-tetua yang layak digunakan dalam program pemuliaan dalam usaha pengembangan kultivar yang mempunyai potensi hasil tinggi. Menurut Daryanto et al. (2010) genotipe yang memiliki nilai daya gabung umum tinggi dapat digunakan sebagai tetua pembentuk populasi dasar.

Hasil analisis pengaruh daya gabung menunjukkan bahwa genotipe tetua Jatiluhur memiliki pengaruh daya gabung yang nyata untuk karakter tinggi tanaman, bobot biji per tanaman, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai dan persentase gabah bernas. Karakter jumlah gabah total per malai yang ada pada genotipe Jatiluhur menunjukkan nilai daya gabung umum yang paling tinggi dibandingkan karakter-karakter lainnya (Tabel 13). Keterangan : * = berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf α = 5%

(38)

22

khusus yang baik. Persilangan antara genotipe Way Apo Buru x Jatiluhur mempunyai pengaruh daya gabung khusus tertinggi untuk karakter bobot biji per tanaman. Hasil ini berkorelasi dengan hasil analisa daya gabung umum, dimana tetua Jatiluhur memiliki nilai yang paling baik pada karakter bobot biji per tanaman di antara tetua-tetua lainnya (Tabel 14 dan 15).

Tabel 14. Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh untuk karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman, jumlah anakan dan panjang malai Genotipe Panjang daun

Keterangan : * = berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf α = 5%

Tabel 15. Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh untuk karakter jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, bobot biji per tanaman dan persentase gabah bernas

(39)

23

total per malai tertinggi berada pada kombinasi persilangan IR64 x Menthik Wangi (16.21 dan 29.14) yang menunjukkan kombinasi persilangan spesifik ini memiliki potensi tertinggi untuk meningkatkan karakter bobot biji per tanaman. Kombinasi persilangan genotipe IR64 x Menthik Wangi memiliki potensi tertinggi untuk meningkatkan jumlah gabah isi dan jumlah gabah total per malai (Tabel 15).

Ragam Daya Gabung Umum, Daya Gabung Khusus, dan Heritabilitas

Analisis genetik dilanjutkan untuk karakter-karakter genotipe yang memiliki nilai kuadrat tengah yang nyata pada taraf α = 0.05. Nilai kuadrat tengah Daya Gabung Umum memiliki pengaruh yang nyata untuk karakter bobot isi per tanaman, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai dan jumlah gabah total per malai, sedangkan Daya Gabung Khusus berpengaruh nyata untuk karakter bobot isi per tanaman, jumlah gabah isi per malai, dan jumlah gabah total per malai (Tabel 16).

Pengaruh tetua betina (maternal effect) adalah kondisi dimana fenotipe dari tanaman ditentukan tidak hanya dari lingkungan dan genotipenya, melainkan juga dari lingkungan dan genotipe tetua betinanya. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh dari tetua betina nyata terlihat pada karakter tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah gabah total per malai (Tabel 16). Pengaruh tetua betina tidak terlihat pada karakter-karakter pengamatan lainnya. Tidak adanya pengaruh tetua betina (maternal effect) merupakan indikasi bahwa karakter dikendalikan oleh gen-gen di dalam inti (Silfianah et al. 2012).

Perbedaan yang nyata pada kuadrat tengah Daya Gabung Umum mengindikasikan adanya aksi gen aditif pada karakter yang diamati, sedangkan pengaruh Daya Gabung Khusus mengindikasikan adanya aksi gen dominan (Hafsah 2007). Pengaruh aditif dan dominan terkait dengan interaksi antar alel dalam lokus yang sama, namun perbedaaannya adalah pengaruh aditif diwariskan dari tetua ke keturunannya sedangkan pengaruh dominan tidak diwariskan. Dengan demikian, dalam proses seleksi untuk menghasilkan galur unggul, pengaruh aditif lebih penting dari pengaruh dominan.

Tabel 16. Nilai kuadrat tengah Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh pada kondisi lingkungan optimum dan cekaman kekeringan

Panjang daun bendera 106.22* 13.01 4.67

Tinggi tanaman 954.75* 220.41* 261.59*

Jumlah anakan 3.78 6.26 8.76*

Panjang malai 35.80* 1.53 5.98

Jumlah gabah isi/malai 5732.64* 1227.81* 796.73

Jumlah gabah hampa/malai 2811.23* 702.67 1770.15 Jumlah gabah total/malai 16555.35* 2716.78* 4191.99*

Bobot biji/tanaman 50.74* 19.86* 6.77

(40)

24

Ragam aditif menunjukkan seberapa besar keragaman gen-gen homozigot diwariskan oleh tetua pada keturunannya. Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri secara alami sehingga ragam aditif memiliki peranan penting dalam pemuliaan padi. Nilai ragam aditif tertinggi terdapat pada karakter daya hasil, jumlah gabah total per malai (3504.4) (Tabel 17). Hal ini menunjukkan besarnya keragaman gen-gen homozigot yang mengendalikan karakter jumlah gabah total per malai, sehingga proses seleksi dapat dilakukan pada karakter tersebut dalam upaya meningkatkan angka kemajuan genetik. Nilai ragam aditif yang relatif lebih tinggi dibanding ragam dominan sesuai dengan nilai ragam daya gabung umum yang lebih tinggi terhadap ragam daya gabung khusus.

Tabel 17. Nilai ragam genotipe, ragam fenotipe plot basis, ragam aditif, ragam dominan, heritabilitas arti luas plot basis, heritabilitas arti sempit plot basis dan genetic gain

Karakter VG VP plot Nilai heritabilitas arti luas merupakan perbandingan dari ragam genotipe (VG) terhadap ragam fenotipenya (VP) berguna untuk mengetahui apakah keragaman pada suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas arti sempit merupakan nilai yang dapat digunakan untuk menduga kemajuan seleksi yang akan diperoleh. Proporsi ekspresi dari ragam genetik digambarkan pada nilai heritabilitas arti sempit. Berdasarkan hasil perhitungan keseluruhan parameter ragam genotipe, ragam fenotipe plot basis, heritabilitas arti luas plot basis, dan genetic gain tertinggi terdapat pada karakter jumlah gabah total per tanaman (Tabel 17).

Nilai dugaan heritabilitas arti luas (h2bs) plot basis tertinggi terdapat pada karakter jumlah gabah total (0.81) dan heritabilitas arti sempit (h2ns) plot basis pada karakter panjang malai (0.69). Nilai ini mengindikasikan bahwa proporsi ragam aditif dalam menentukan karakter panjang malai cukup tinggi. Hal ini dapat dipahami karena pengaruh aditif berperan nyata dan juga berarti keragaman sebagian besar dipengaruhi oleh faktor genetik.

(41)

25

morfologis memiliki sifat toleransi yang baik terhadap cekaman kekeringan. Hasil ini didukung pengamatan karakter indeks kekeringan daun, semakin tinggi angka nilai indeks kekeringan daun relatif diikuti dengan meningkatnya angka pengamatan karakter posisi daun bendera.

Analisis Pola Pewarisan Karakter Agronomi Padi pada Kondisi Optimum

Kegiatan seleksi dilakukan sesuai dengan lingkungan target supaya genotipe yang memiliki gen ketahanan kekeringan didapatkan. Umumnya gen pengendali ketahanan kekeringan terpisah dengan gen yang mengendalikan daya hasil. Apabila kita melakukan seleksi hanya pada lingkungan cekaman kekeringan, tidak dapat dilakukan seleksi untuk gen pengendali karakter daya hasil. Oleh karena itu, seleksi dilakukan pada kondisi lingkungan optimum dan cekaman kekeringan untuk mendapatkan genotipe toleran kekeringan sekaligus daya hasil yang tinggi. Kondisi lingkungan cekaman kekeringan dilakukan untuk seleksi genotipe toleran kekeringan, sedangkan kondisi lingkungan optimum dilakukan untuk seleksi karakter daya hasil.

Hasil analisis ragam untuk populasi tetua, F1 dan resiprokal hasil persilangan dialel pada lingkungan optimum menunjukkan adanya pengaruh genotipe nyata untuk nilai karakter tinggi tanaman, bobot biji per tanaman, jumlah gabah isi dan jumlah gabah total. Pengaruh Daya Gabung Umum nyata pada nilai kuadrat tengah karakter panjang malai, panjang daun bendera, jumlah gabah isi dan jumlah gabah total sedangkan pengaruh Daya Gabung Khusus nyata pada nilai kuadrat tengah karakter tinggi tanaman dan bobot gabah isi.

Hasil analisis pengaruh daya gabung menunjukkan bahwa genotipe tetua Jatiluhur memiliki pengaruh daya gabung yang nyata untuk karakter tinggi tanaman, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai dan jumlah gabah total per malai (Tabel 18).

Tabel 18. Daya Gabung Umum empat tetua yang digunakan dalam persilangan dialel penuh pada lingkungan optimum

Karakter Keterangan : * = berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf α = 5%

(42)

26

bahwa kombinasi persilangan spesifik Menthik Wangi x Jatiluhur meningkatkan jumlah gabah total secara signifikan (Tabel 19 dan 20).

Tabel 19. Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh pada lingkungan optimum untuk karakter panjang daun bendera, tinggi tanaman, jumlah anakan dan panjang malai

Keterangan : * = berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf α = 5%

Tabel 20. Daya Gabung Khusus persilangan dialel penuh pada lingkungan optimum untuk karakter jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, bobot biji per tanaman dan persentase gabah bernas

Keterangan : * = berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf α = 5%

(43)

27

aditif, ragam dominan, heritabilitas arti luas plot basis dan genetic gain mengindikasikan besarnya ragam yang diturunkan oleh tetua, keragaman gen dominan, dominannya faktor genetik yang diturunkan serta dugaan kemajuan genetik dari suatu persilangan pada karakter pengamatan (Tabel 21).

Tabel 21. Nilai ragam aditif (VA), ragam dominan (VD), heritabilitas arti luas, heritabilitas arti sempit dan genetic gain genotipe padi hasil persilangan dialel pada kondisi lingkungan optimum

Karakter VG VP plot mengindikasikan ketiga karakter ini lebih banyak dipengaruhi oleh gen dominan, sehingga intensitas seleksi untuk kedua karakter ini dapat lebih direndahkan untuk mengantisipasi pengaruh gen dominan khususnya tanaman padi yang sifatnya homozigot alami. Karakter jumlah gabah total memiliki ragam aditif yang lebih tinggi dibanding ragam dominannya. Hal ini menunjukkan karakter ini lebih banyak dikendalikan oleh gen aditif dimana keturunannya akan lebih mudah diseleksi dari penampilan fenotipenya. Kegiatan seleksi khususnya untuk karakter hasil ini dapat dilakukan dengan tingkat intensitas yang tinggi. Padi merupakan jenis tanaman menyerbuk sendiri, maka seleksi harus dilakukan pada pengaruh aditif dengan harapan dapat menghimpun genotipe-genotipe superior dengan sifat yang diwariskan secara aditif. Seleksi menjadi tidak efektif jika genotipe superior tersebut ditentukan oleh pengaruh dominansi dan interaksi antar gen (Poehlman dan Sleper 1995).

Efisensi seleksi sangat ditentukan oleh karakter seleksi yang digunakan. Karakter seleksi dipilih berdasarkan nilai heritabilitas tertinggi dan penurunan terendah untuk selisih nilai antara varietas toleran (Jatiluhur dan Way Apo Buru) dan varietas toleran moderat (IR64 dan Menthik Wangi) pada dua kondisi lingkungan (Tabel 22).

Tabel 22. Selisih nilai antara varietas toleran dan varietas toleran moderat pada dua kondisi lingkungan pada karakter jumlah gabah isi per malai

Tipe toleransi Genotipe Jml. gabah isi/malai LO-LK Persentase (%)

Gambar

Grafik Wr, Vr
Tabel 2.  Komponen analisis ragam tiap lingkungan
Tabel 4. Analisis ragam daya gabung umum dan daya gabung khusus padi full dialel untuk masing-masing lingkungan
Tabel 5. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe, lingkungan serta interaksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Komposisi %engan karakter 'oto Mengkomunikasikan Presentasi kar)a isan Praktek 1 2 + .P Dasar otogra! Digital II " Komposisi dan Ketajaman$ 3ah)u Dharsito$ 4le2 Me%ia

Dari keempat line yang dilakukan pengukuran maka pada pekerjaan mengangkat tray kayu pada bagian packing taichong 3 memiliki nilai CLI yang paling tinggi,

Kecerdasan emosi dan kepercayaan diri yang baik akan membuat karyawan mampu mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri

Menghindari makanan yang memicu alergi merupakan terapi utama pada urtikari karena alergi makanan, hal ini dapat dilakukan selama kurang lebih 3 minggu, jika

Penelitian lain yang yang dilakukan oleh Wiriawan, 2011 yang menemukan bahawa terdapat kontribusi yang positif dan signifikan Kompetensi Profesional guru, konsep diri

Penyesuaian diri mahasiswa PAUD STKIP Aisyiyah menunjukkan jumlah skor dari masing-masing indikator dari penyesuaian diri, dimana secara deskriptif dapat ditunjukkan bahwa

Usaha untuk melihat Agama Cina di Malaysia sebagai sistem yang menyeluruh ini adalah untuk mengelakkan kekeliruan dalam pengelasan penganut Cina sebagai penganut agama Buddha,

Sensitivity analysis of these control parameters based on the proposed cost function can help inventory-production managers to better control production, finished goods and WIP