• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Urtikaria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Urtikaria"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

URTIKARIA

Dani Dania Darmawan 12100113044

Pembimbing

Dr. Mahdar Johan, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD R. SYAMSUDIN, SH SUKABUMI

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat berbagai macam sebab, dapat ditandai dengan edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.1 Urtikaria merupakan erupsi kulit yang berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah disertai rasa gatal.2 Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau “biduran”.

Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah bagi penderita maupun bagi dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah diketahui, ternyata pengobatan yang diberikan kadang tidak memberi hasil seperti yang diharapkan. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan dalam menentukan penyebab dari urtikaria tersebut. Banyak sekali faktor penyebab urtikaria, baik faktor dari dalam tubuh berupa reaksi imunitas yang berlebihan atau faktor dari luar berupa penggunaan obat-obatan, makanan, gigitan serangga, bahan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, dan banyak macam lain.

Mengingat penyakit ini sering dijumpai, penting untuk mengetahui mekanisme terjadinya urtikaria, sehingga nantinya dapat menuntun pemeriksaan yang rasional. Maka pada referat ini penulis akan mencoba menguraikan penyebab, patofisologi, klasifikasi hingga penatalaksanaan yang tepat bagi penderita urtikaria.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Urtikaria adalah reaksi vaskular pada kulit, ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan dapat menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, di sekitarnya terdapat halo. Keluhan berupa gatal, rasa tersengat, atau tertusuk. Angioedema merupakan urtikaria yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam dari dermis, yakni submukosa, targetnya bias di saluran pencernaan, pernapasan. Reaksi anafilaksis dan hipotensi dapat terjadi.1,2

2.2 ETIOLOGI  Obat

Obat merupakan penyebab tersering dari akut urtikaria. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe 1 dan 2. Contoh paling sering adalah golongan penisilin, sulfonamide, analgesik, pencahar, hormon dan diuretik. Ada pula obat yang secara nonimunlogik menimbulkan urtikaria, yaitu langsung merangsang sel mast untuk melepasakan histamine, missal kodein, opium, dan zat kontras pd pemeriksaan radiologi. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat. 1,3

 Makanan

Makanan berperan lebih pentig pada reaksi urtikaria akut, hal ini dikarenakan reaksi imunologik. Makanan yang paling bersifat alergenik adalah coklat, udang, kacang, telur, susu, keju, serta macam-macam bumbu masakan. Jika urtikaria akut dan berulang , alergi makanan bisa jadi terpicu dari makanan sehari-hari. Serum radioalergosorbant tes bisa digunakan untuk mendeteksi IgE spesifik. Menghindari makanan yang memicu alergi merupakan terapi utama pada urtikari karena alergi makanan, hal ini dapat dilakukan selama kurang lebih 3 minggu, jika urtika tidak terulang maka makanan yang dihindari tersebut betul sebagai penyebab urtikaria. 1,3

(4)

 Infeksi

Urtikaria akut bisa jadi berhubungan dengan infeksi saluran napas atas khususnya infeksi Streptokokus. Lokasi infeksi bisa di tonsil, gigi, sinus, kandung empedu, prostat, kandung kemih atau ginjal dapat menjadi penyebab kasus akut atau kronik urtikaria. Pada beberapa pasien terapi antibiotic untuk Helicobacter pylori telah menyebabkan resolusi urtikaria. Infeksi kronik virus hepatitis B dan C bisa menyebabkan urtikaria. Infeksi cacing tambang, kamur kandida dan dermatofita juga bisa menimbulkan urtikaria.1,3

 Psikis

Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menimbulkan peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Penelitian menyebutkan bahwa hypnosis dapat menghambat eritema dan urtikaria. Pada percobaan induksi psikis ternyata suhu kulit meningkat dan ambang rangsang eritema meningkat.1,3

 Bahan fotosensitizer

Contoh bahan ini misalnya griseovulvin, fenotiazin, sulfonamide, bahan kosmetik dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.1

 Gigitan atau sengatan serangga

Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria diakibatkan karena peranan IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi toksin bakteri dapat juga mengaktifkan komplemen.1

 Inhalan

Inhalan yang berupa serbuk sari bunga (pollen), spora jamur, debu, bulu binatang dan aerosol umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik. Reaksi ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan napas.1,3

 Kontaktan

Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria adalah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia missal insect repellent (penangkis serangga) dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria. TUFT (1975) melaporkan urtikaria akibat serangan sefalosporin pada seorang apoteker, hal ini jarang terjadi karena kontak dengan antibiotic umumnya menimbulkan dermatitis kontak.1

(5)

 Trauma fisik

Trauma fisik dapat diakibatkan factor dingin, yakni berenang atau memegang benda dingin; factor panas misalsinar matahari, sinar UV, radiasi dan panas pembakaran; factor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, vibrasi yang berulang, menyebabkan urtikaria baik secara imunologik maupun non imunologik. Klinis biasanya terjadi di tempat yang mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut fenomena dermografisme atau fenomena Darier.1

 Penyakit sistemik

Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit vesiko-bulosa misal, pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring, sering menimbulkan urtikaria. Sejumlah 7-9% penderita lupus eritematosus sistemik dapat menimbulkan urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, arthritis pada demam rematik, arthritis rheumatoid juvenile. 1

 Genetik

Factor genetic ternyata berperan penting pada urtikaria walaupun jarnag menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya adalah familial cold urticaria, familial localized heat urticaria, heredo-familial syndrome of urticaria deafness and amyloidosis dan erythropoietic protoporphyria.1

2.3 EPIDEMIOLOGI

Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami urtikaria disbanding dengan usia muda. SHELDON menyatakan bahwa umur rata-rata penderita urtikaria adalah 35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 60 tahun.1 Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama angioudema, 11% angioudema saja.1 Di Amerika sekitar 15-20% populasi penduduk pernah menderita urtikaria. 4 Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti tentang populasi penduduk yang menderita urtikaria.

(6)

Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria diabnding orang normal, disebabkan mungkin karena faktor sensitivitas terhadap antigen yang lebih tinggi dri orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Umur, jabatan, letak geografis dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitifitas seseorang terhadap antigen yang dapat menyebabkan urtikaria yang diperantai oleh IgE. Penisilin tercatat sebagai obat yang paling sering menyebabkan urtikaria.1

2.4 KLASIFIKASI

Terdapat bermacam penggolongan urtikaria, berdasar lamanya serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik. Disebut akut apabila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tapi setiap hari, bila melebihi waktu tersebut digolongkan urtikaria kronik. Urtikaria akut sering terjadi pada usia muda, umumnya laki-laki lebih sering daripada wanita. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan. Penyebab urtikaria akut lebih budah diketahui sedangkan urtikaria kronik lebih sukar, ada kecenderungan urtikaria lebih sering diderita oleh penderita atopik.1,3

Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan:1  Urtikaria popular

 Urtikaria gutata  Urtikaria girata  Urtiakria anular  Urtikaria arsinar

Berdasarkan luas dan dalam jaringan yang terkena yaitu:1  Urtikaria lokal

 Urtikaria general  Angioedema

Selain itu terdapat penggolongan berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme terjadinya urtikaria, maka dikenal urtikaria imunologik,non imunologik dan idiopatik sebagai berikut:

(7)

I. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik A. Bergantung pada IgE (alergi tipe I)

- Pada atopi

- Antigen spesifik (polen, obat, venom) B. Ikut serta komplemen

- Pada reaksi sitotoksik (alergi tipe II) - Reaksi kompleks imun (alergi tipe III) - Defsiensi C1 esterase inhibitor (genetik) C. Reaksi alergi tipe IV (urtikaria kontak) II. Urtikaria atas dasar reaksi non imunoogik

A. Langsung memicu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator (misal bahan kontras atau obat golongan opiat).

B. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolism asam arakidonat (misal aspirin, obat anti-inflamasi non-steroid, golongan azodyes).

C. Trauma fisik, misal dermografisme, rangsang dingin, panas atau sinar (urtikaria solar) dan bahan koliergik.

III. Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanisme digolongkan idiopatik. 2.5 PATOFISIOLOGI

Hal yang mendasari terjadinya urtikaria yaitu eritema akibat dilatasi kapiler, timbulnya flare akibat dilatasi yang diperantai reflex akson saraf dan timbulnya wheal akibat ekstravasasi cairan karena meningkatnya permeabilitas vaskuler.2 Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator kimia misal histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA) dan prostaglandin oleh sel mas atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim proteolitik, misalnya kalikrin, plasmin, tripsin, dan hemotripsin di dalam sel mas.1

Efek dari histamin mengakibatkan cairan dan sel keluar dari pembuluh darah terutama eosinofil, yang menyebabkan pembengkakan kulit local, cairan serta sel yang keluar akan merangsang ujung saraf perifer kulit sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol merah yang gatal.2

(8)

Baik faktor imunologik maupun non-imunologik mampu merangsang sel mas atau basofil untuk melepas mediator-mediator tersebut. Histamine merupakan mediator terpenting pada alergi fase cepat yang diperantarai IgE pada penyakit atopic. Histamin terikat pada reseptor histamine yang berbeda-beda. Ada 4 jenis reseptor histamine, reseptor H1, H2, H3, dan H4 masing-masing memiliki efek fisiologi yang berbeda. 1

Mekanisme Imun

Degranulasi sel mast dikatakan melalui mekanisme imun bila terdapat antigen dengan pembentukan atau adanya mekanisme sensitisasi. Degranulasi sel mast melalui mekanisme imun dapat melalui reaksi hipersensitivitas tipe 1 atau melalui aktivasi komplemen jalur klasik.2,4,5

Reaksi hipersensitivitas tipe I

Reaksi ini dinamakan juga reaksi tipe cepat dan terbanyak terlihat pada urtikaria akut. Bila individu tertentu akan membentuk antibody IgE yang bersifat homositotropik, yaitu mudah terikat pada sel sejenis (homolog), dalam hal ini adalah sel mast. Bila individu tersebut kemudian terpajan kembali dengan allergen serupa, maka akan berikatan dengan molekul IgE yang ada pada permukaan sel mast. Jembatan dari 2 molekul IgE yang ada pada permukaan sel mast oleh allergen akan mengakibatkan perubahan konfigurasi membrane sel mast. Perubahan ini akan mengakibatkan aktivasi enzim dalam sel sehingga terjadilah degranulasi sel mast. Akibatnya isi granula keluar dan menimbulkan efek pada sel target yaitu pembuluh darah bawah kulit. 2,5 Alergen dapat berupa allergen lingkungan seperti debu rumah, tungau, serbuk sari bunga, bulu binatang, atau alergi makanan, obat-obatan dan bahan kimia seperti pengawet, penyedap dan zat warna.

Aktivasi komplemen jalur klasik

Adanya kompleks imun dapat mengaktivasi komplemen melalui jalur klasik dan akan menghasilkan peptide C3a serta C5a yang dinamakan anafilatoksin. Anafilatoksin dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast melalui ikatan langsung dengan reseptor pada membrane sel mast. Akibat degranulasi terjadilah pelepasan histamine

(9)

sehingga terbentuklah urtikaria. Pelepasan histamin melalui aktivasi komplemen ini sering dikaitkan dengan patofisiologi urtikaria kronik.2,5

Mekanisme non imun Liberator histamine

Beberapa macam obat, makanan atau zat kimia dapat menginduksi degranulasi sel mast. Zat ini dinamakan liberator histamine, contohnya kodein, morfin, polimiksin, zat kimia, tiamin, buah murbei, tomat dan lain-lain. Namun zat-zat ini merangsang degranulasi sel mast hanya pada sebagian orang saja, alas an mengapa terjadi seperti itu belum jelas.2,4

Faktor fisik

Faktor fisik seperti cahaya, dingin, gesekan, tekanan, panas, dan getaran dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast.2,4

Latihan jasmani

Latihan jasmani pada seseorang dapat menimbulkan urtikaria yang dinamakan juga urtikaria kolinergik. Bentuknya khas, kecil dengan diameter 1-3 mm dan sekitarnya berwarna merah terdapat pada tempat yang berkeringat. Diperkirakan yang berperan adalah asetilkolin yang terbentuk bersifat langsung menginduksi sel mast.2,4

Zat penghambat siklooksigenase

Zat penghambat enzim siklooksigenase akan menghambat metabolism asam arakhidonat melalui jalur siklooksigenase, sehingga metabolism hanya melalui jalur lipooksigenase yang akan menghasilkan leukotrien yang bersifat sama dengan histamine. Zat tersebut antara lain aspirin, obat anti inflamasi non steroid, zat warna tartazine, dan zat pengawet sodium benzoate.2,4

(10)

Anafilatoksin

Fragmen komplemen anafilatoksin (C3a, C5a) yang terbentuk melalui aktivsi komplemen jalur alternative misal oleh endotoksin dapat langsung merangsang degranulasi sel mast.2,4

Gambar 1. Factor imunologik dan non imunologik yang menimbulkan urtikaria

2.6 Manifestasi Klinis

Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Eritema akan memutih bila ditekan. Bentuknya papular seperti pada urtikaria sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila mengenai jaringan lebih

(11)

dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan juga pada saluran cerna dan napas disebut angiodema.1,2,6 Urtikaria dan angiodema dapat terjadi di beberapa lokasi secara bersamaan, atau sendiri-sendiri. Angioedema umumnya terjadi di wajah atau bagian ekstremitas.7

Pada dermografisme lesi sering berbentuk linier di kulit yang terkena goresan benda tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria dingin dan panas, lesi akan terlihat pada daerah yang terkena dingin dan panas. Urtikaria akibat penyinaran tampakan klinis berbentuk urtikaria papular. Lesi urtikaria kolinergik timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, pekerjaan berat, sangat gatal, daerah warna merah dapat berkonfluen membentuk plakat, biasanya pada daerah yang berkeringat. Untuk urtikaria akibat obat atau makanan umumnya timbul secara akut dan generalisata.1

Gambar 2. Gambar 3.

Urtikaria akut tersebar di badan dan Urtikaria dan angiodema di wajah kedua lengan

(12)

2.7 Penegakan Diagnosis

A. Anamnesis

Informasi awal mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi ruam dan gatal bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik. Beberapa pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi adalah sebagai berikut:8

- Apakah biduran berhubungan dengan makanan? Adakah makanan baru yang ditambahkan dalam menu makan?

- Apakah pasien sedang menjalani pengobatan rutin atau menggunakan obat baru, jika iya apa jenis obat tersebut?

- Apakah pasien mempunyai penyakit kronik atau riwayat penyakit kronik? - Apakah pasien sedang hamil?

- Apakah sebelumnya ada stimulus panas, dingin, tekanan atau vibrasi? - Apakah ada senyawa yang dihirup atau kontak dengan kulit yang mungkin

timbul di tempat kerja?

- Apakah sebelumnya pasien sempat terkena gigitan serangga? B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kulit pada urtikaria meliputi: 1

- Lokalisasi (badan, ekstremitas, kepala dan leher), efloresensi (eritema, edema, berbatas tegas dengan elevasi kulit kadang bagian tengah tampak pucat, ukuran (milier hingga sentimeter), bentuk (lentikular hingga plakat), dermografisme. C. Pemeriksaan Penunjang

Walaupun melalui anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis mudah ditegakkan diagnosis urtikaria, beberapa pemeriksaan diperlukan untuk membuktikan penyebabnya yaitu:1

- Pemeriksaan darah, urin, feses untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi pada organ dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksan pada dugaan urtikaria dingin.

- Pemeriksaan gigi, telinga hidung tenggorok, serta usapan vagina untuk menyingkirkan dugaan infeksi fokal.

(13)

- Tes kulit, uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test) serta tes intradermal dapat digunakan untuk mencari alergi inhalan, makanan, dermatofit dan kandida. - Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai, kemudian mencoba kembali sedikit demi sedikit.

- Tes foto temple, pada urtikaria fisik akibat sinar. - Tes dengan air hangat

- Tes dengan es

2.8 Diagnosis Banding

Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat dapat ditegakkan diagnosis urtikaria serta penyebabnya. Namun hendaknya dipikirkan pula beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria. Urtikaria kronik harus dibedakan dengan purpura anafilaktoid, dan ptiriasis rosea bentuk popular dan urtikaria pigmentosa.

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang paling ideal untuk pengobatan urtikaria tentu saja mengobati factor penyebabnya atau bila mungkin menghindari penyebab yang dicurigai. Urtikaria akut lebih mudah diatasi daripada urtikaria kronik, namun prinsipnya ialah:

A. Penanganan Umum

- Menghindari factor penyebab - Antihistamin

- Golongan adrenergic - Kortiosteroid

B. Pengobatan penyebab C. Pengobatan topical

Pengobatan lokal di kulit dapat diberikan secara simtomatik misalnya antipruritus di dalam bedak kocok atau bedak. 1

(14)

Antihistamin

Antihistamin bekerja menghambat histamine pada reseptor-reseptor histamine. Berdasarkan reseptor yang dihambat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Antihistamin 1 (AH1) b. Antihistamin 2 (AH2)

Secara klinis pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek antagonis histamine pada reseptor H1, namun sering menimbulkan efek sedas. Golongan ini disebut antihistamin klasik. Sedangkan yang tidak menimbulkan efek sedasi disebut dengan antihistamin non klasik.

Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan pada pasien urtikaria akut tapi tidak ada manfaatnya pada manfaatnya pada urtikaria kronik, dapat pula dberikan pada pasien yang tidak berespon dengan pemberian antihistamin klasik. Kortikosteroid akan lebih bermanfaat bila dikombinasikan dengan AH1. Preparat yang biasa digunakan adalah prednisone, dengan dosis 40mg/hari. 4

(15)

2.10 Prognosis

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya lebih cepat diatasi, urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit diidentifikasi. Namun secara garis besar urtikaria mempunya prognosis yang baik karena gejala yang timbul dapat diatasi dengan pemberian pengobatan yang tepat.

(16)

BAB III

SIMPULAN

Urtikaria merupakan kelainan kulit yang sering dijumpai. Urtikaria dapat timbul akibat berbagai macam penyebab, antara lain obat, makanan, gigitan serangga, fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi, psikis, genetic dan penyakit sistemik. Urtikaria timbul didasari oleh eritema akibat dilatasi kapiler, dan timbulnya edema akibat ekstravasasi cairan karena peningkatan vaskuler. Urtikaria terjadi karena adanya degranulasi sel mast yang akan menyebabkan pengeluaran mediator kimia terutama histamine. Hal ini bisa tejadi akibat reaksi imun, non imun ataupun idiopatik. Sehingga utuk mendukung diagnose dilakukan pemeriksaan reaksi hipersensitifitas.

Penatalaksanaan urtikaria bisa pengobatan simtomatik berupa pemberian antihistamin, kortikosteroid ataupun golongan adrenergic yang bermanfaat pada urtikaria kronik. Namun tetap yang paling terbaik adalah dengan mengobati etiologi contohnya urtikaria karena alergi.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A, Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008: 169-176

2. Akib A AP, Munasir Z, Kurniati N, Buku Ajar Alergi Imunologi Anak, Jakarta : Balai Penerbit IDAI, 2007.

3. James, William, Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology. Ed. 10th. Sauders Elsevier. Canada, 2006.

4. Wong H K, Uticaria [ home page on the internet ], diakses 20 Mei 2014, dari http://www.emedicine.com/derm.

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.

6. Siregar, Saripati Penyakit Kulit, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003. 7. Wolf, Klaus. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. Ed. 6th.

The McGraw-Hill. United States of America. 2009.

8. Sheikh, J. Urticaria Emedicine, Artikel, diakses 20 Mei 2014, dari http://emedicine.medscape.com/article/137362

Gambar

Gambar 1. Factor imunologik dan non imunologik yang menimbulkan urtikaria
Gambar 2.  Gambar 3.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan selama 3 minggu yaitu satu minggu untuk fase baseline A-1 dilakukan pengukuran nyeri bahu dengan VAS sebelum treatment, satu minggu terapi B

 Jika alergi menghilang setelah diet eliminasi selama 2-4 minggu, maka dilanjutkan dengan diet provokasi yaitu memberikan makanan yang diduga sebagai penyebab alergi.. 

Umumnya pada anak usia 3 tahun, dilakukan tes berikut untuk mendiagnosis alergi makanan.. Skin application food test

1) Tipe rinitis alergi didapatkan dengan melihat catatan medik. Digolongkan intermiten bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. Digolongkan

Tatalaksana yang paling tepat untuk alergi makanan adalah menghindari alergen pencetusnya, namun karena prevalensinya ditemukan meningkat terus setiap tahun menyebabkan

Hematom subdural subakut menyebabkan defisit neurologik yang bermakna dalam waktu lebih 48 jam tetapi kurang dari dua minggu setelah cedera. Seperti hematom subdural

Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu; 15-30% pada bayi antara 32- 36 minggu dan

Terapi dengan status gizi yang baik, dalam 2 minggu dapat terjadi perbaikan spontan, steroid hanya diberikan pada inflamasi yang sangat berat dan infeksi