• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Rds

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Rds"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

(RDS)

Oleh:

Primarini Kusuma Dewi A.

1102009218

Pembimbing:

dr. Natalina S, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2013

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas penyusunan referat yang berjudul “RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME”.

Adapun referat ini dibuat untuk memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta yang dilaksanakan di RSUD Kabupaten Bekasi.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dr. Natalina S, Sp.A selaku pembimbing, yang telah membimbing dalam penyelesaian referat ini serta pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu dalam penyusunan referat ini.

Akhir kata bila ada kekurangan dalam pembuatan referat ini saya mohon kritik dansaran yang bersifat membangun menuju kesempurnaan dengan berharap referat ini bermanfaat bagi pembacanya

.

Cibitung, November 2013

(3)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 2 DAFTAR ISI... 3 BAB I (PENDAHULUAN)... 4 BAB II (PEMBAHASAN)... 5 2.1. DEFINISI... 5 2.2. ETIOLOGI... 5 2.3. PATOFISIOLOGI... 5 2.4. MANIFESTASI KLINIK... 9 2.5. FAKTOR RISIKO... 11 2.6. DIAGNOSIS... 12 2.7. TATALAKSANA... 15 2.8. KOMPLIKASI... 21 2.9. PROGNOSIS... 22 DAFTAR PUSTAKA... 23

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. 1

Infant RDS atau Hyaline Membrane Disease (HMD) Merupakan gangguan pada bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur karena kekurangan surfaktan. Surfaktan mulai diproduksi oleh janin pada usia kehamilan 34 minggu, dan pada umur kehamilan 37 minggu jumlahnya sudah cukup untuk pernafasan normal Puncak keparahan terjadi pada 24-48 jam, akan membaik dalam waktu 72-96 jam (tanpa terapi surfaktan) tergantung dari maturitas bayi. Salah satu dari bayi resiko tinggi adalah bayi dengan sindroma gawat nafas(SGN/RDS). Respiratory distress syndroma (RDS) didapatkan sekitar 5-10% pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan. Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu; 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup bulan.Insiden pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada perempuan (nelson,1999). Selain itu kenaikan frekuansi juga sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu menderita penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio sesarea serta perdarahan antepartum. 2

Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangikonsentrasi oksigen yang tinggi. Surfaktan dapat diberikan sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI

RDS adalah gangguan napas pada bayi baru lahir yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir dan menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama kehidupan. RDS ini hampir sebagian besar terjadi pada Bayi Kurang Bulan, yang masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat kurang dari 2500 gram. Pada pemeriksaan radiologik ditemukan adanya gambaran retikulogranular yang uniform dengan air bronchogram.3

2.2. ETIOLOGI

Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. RDS seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadinya RDS.4

2.3. PATOFISIOLOGI Perkembangan paru normal

Paru berasal dari pengembangan “embryonic foregut” dimulai dengan perkembangan bronkhi utama pada usia 3 minggu kehamilan. Pertumbuhan paru kearah kaudal ke mesenkhim sekitar dan pembuluh darah, otot halus, tulang rawan dan komponen fibroblast berasal dari jaringan ini. Secara endodermal epitelium mulai membentuk alveoli dan saluran pernapasan. Di luar periode embrionik ini, ada 4 stadium perkembangan paru yang telah dikenal. Pada seluruh stadium ini, perkembangan saluran pernapasan, pembuluh darah dan proses diferensiasi berlangsung secara bersamaan.1

 Pseudoglandular (5-17 minggu)

Terjadi perkembangan percabangan bronkhius dan tubulus asiner

 Kanalikuler (16-26 minggu)Terjadi proliferasi kapiler dan penipisan mesenkhim

 Diferensiasi pneumosit alveollar tipe II sekitar 20 minggu

 Sakuler (24-38 minggu)Terjadi perkembangan dan ekspansi rongga udaraAwal pembentukan septum alveolar

(6)

 Alveolar (36 minggu – lebih 2 tahun setelah lahir)

Penipisan septum alveolar dan pembentukan kapiler baru.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.5

Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.5

Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD). 5

(7)
(8)

Tanda dari RDS biasanya muncul beberapa menit sesudah lahir, namun biasanya baru diketahui beberapa jam kemudian di mana pernafasan menjadi cepat dan dangkal (60 x /menit). Bila didapatkan onset takipnea yang terlambat harus dipikirkan penyakit lain. Beberapa pasien membutuhkan resusitasi saat lahir akibat asfiksia intrapartum atau distres pernafasan awal yang berat.

Biasanya ditemukan takipnea, grunting, retraksi intercostal dan subcostal, dan pernafasan cuping hidung. Sianosis meningkat, yang biasanya tidak responsif terhadap oksigen. Suara nafas dapat normal atau hilang dengan kualitas tubular yang kasar, dan pada inspirasi dalam dapat terdengar ronkhi basah halus, terutama pada basis paru posterior. Terjadi perburukan yang progresif dari sianosis dan dyspnea.

Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh akan turun, terjadi peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting berkurang atau hilang seiring memburuknya penyakit. Apneu dan pernafasan iregular muncul saat bayi lelah, dan merupakan tanda perlunya intervensi segera.

Dapat juga ditemukan gabungan dengan asidosis metabolik, edema, ileus, dan oliguria.Tanda asfiksia sekunder dari apnea atau kegagalan respirasi muncul bila ada progresi yang cepat dari penyakit. Kondisi ini jarang menyebakan kematian pada bayi dengan kasus berat.Tapi pada kasus ringan, tanda dan gejala mencapai puncak dalam 3 hari. Setelah periodeinisial tersebut, bila tidak timbul komplikasi, keadaan respirasi mulai membaik. Bayi yanglahir pada 32 – 33 minggu kehamilan, fungsi paru akan kembali normal dalam 1 minggukehidupan. Pada bayi lebih kecil (usia kehamilan 26 – 28 minggu) biasanya memerlukanventilasi mekanik.

Perbaikan ditandai dengan diuresis spontan, dan kemampuan oksigenasi pada kadar oksigen lebih rendah. Kematian jarang terjadi pada 1 hari pertama, biasanya terjadi pada harikedua sampai ketujuh, sehubungan dengan adanya kebocoran udara alveoli (emfisemainterstitial, pneumothorax) perdarahan paru atau intraventrikular. Kematian dapat terjadi setelah beberapa minggu atau bulan bila terjadi bronchopulmonary displasia (BPD) pada penderita dengan ventilasi mekanik (RDS berat).

(9)

Klasifikasi Frekuensi Nafas Gejala tambahan gangguan napas Gangguan nafas

berat

60 kali/menit DENGAN Sianosis sentral DAN tarikan dinding dada atau

merintih saat ekspirasi ATAU > 90

kali/menit

DENGAN Sianosis sentral ATAU tarikan dinding dada ATAU

merintih saat ekspirasi ATAU < 30 kali/menit DENGAN atau TANPA

Gejala lain dari gangguan napas Gangguan nafas sedang 60 – 90 kali/menit DENGAN tetapi TANPA Tarikan dinding dada ATAU merintih saat ekspirasi. Sianosis sentral ATAU > 90 kali/menit

TANPA Tarikan dinding dada atau merintih

saat ekspirasi atau sianosis sentral Gangguan napas

ringan

60 – 90 kali/menit TANPA Tarikan dinding dada atau merintih

saat ekspirasi atau sianosis sentral Kelainan jantung kongenital 60 – 90 kali/menit DENGAN Tetapi TANPA Sianosis sentral Tarikan dinding dada atau merintih

(10)

Evaluasi

Total Diagnosis

1-3 Sesak nafas ringan 4-5 Sesak nafas sedang

≥6 Sesak nafas berat

2.5. FAKTOR RESIKO

Factor risiko terjadinya Respiratory Distress Syndrome:1

1. Bayi kurang bulan (BKB). Pada bayi kurang bulan, paru bayi secara biokimiawi masih imatur dengan kekurangan surfaktan yang melapisi ronggaparu.

2. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi,dan hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru.

3. Bayi dari ibu diabetes mellitus. Pada bayi dari ibu dengan diabetes terjadi keterlambatn pematangan paru sehingga terjadi distress respirasi

4. Bayi lahir dengan operasi sesar. Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapapun usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of Newborn).

5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini dapat terjadi pneumonia bakterialis atau sepsis.

(11)

6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium, mungkin mengalami aspirasi mekonium.

2.6. DIAGNOSIS 1. Anamnesis7

Anamnesis tentang:

o Riwayat kelahiran kurang bulan. Riwayat ibu dengan diabetes melitus.

o Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin), atau partus tindakan dengan bedah sesar.

o Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit RDS. 2. Pemeriksaan Fisik7

o Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan. o Dijumpai sindroma klinis yang terdiri dari kumpulan gejala

- Sesak napas, dengan frekuensi napas >60 kali/menit atau <30 kali/menit

- Grunting atau merintih - Retraksi dinding dada

- Kadang dijumpai sianosis pada suhu kamar

o Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan APGAR score (derajat asfiksia) dan Silverman Score. Bila nilai Silverman score > 7 berarti ada distress nafas, namun ada juga yang menyatakan bila nilainya > 2selama > 24 jam.

o Perhatikan tanda prematuritas.

o Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru-paru. o Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya

bayi,adanya infeksi dan derajat dari pirau PDA.

(12)

3. Pemeriksaan Penunjang Foto toraks8

Posisi AP dan lateral, bila diperlukan serial. Gambaran radiologi dapat memberi gambaran penyakit membran hialin yang menunjukkan gambaran retikulogranular yangdifus bilateral atau gambaran bronkhogram udara (air bronchogram) dan paru yang tidak berkembang.

Terdapat 4 Derajat :

 Derajat 1 (ringan): kadang normal atau gambaran retikulogranuler, homogen,tidak ada air bronchogram.

 Derajat 2 (ringan-sedang): 1 + air bronchogram. Gambaran air bronchogram (gambaran bronko yang seharusnya terisi udara) yang menonjol menunjukkan bronkiolus yang menutup latar belakang alveoli yang kolaps.

(13)

 Derajat 3 (sedang-berat) : 2 + batas jantung-paru kabur

 Derajat 4 (berat): 3 + white lung

(14)

 Darah : Hb, Ht, dan gambaran darah tepi tidak menunjukkan tanda infeksi. Menunjukkan pada kecurigaan pneumonia. Kultur streptokokus (-).

 Analisis gas biasanya memberikan hasil : hipoksemia, asidemia yang berupa metabolik, respiratorik atau kombinasi, dan saturasi oksigen yang tidak normal (PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45)

 Rasio lesitin/sfingomielin (L/S ratio <2:1).

 Shake test (tes kocok), jika tidak ada gelembung, resiko tinggi untuk terjadinya PMH 60%.

2.7. TATALAKSANA

Manajemen Spesifik Untuk Gangguan Nafas9

Gangguan Napas Sedang

1. Memberian O2 2-3 liter/menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup

2. Bayi jangan diberikan minum (di puasakan).

3. Berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis

Gangguan Napas Ringan

Transient Tachypnea of the Newborn (TTN), Terutama terjadi pada bayi aterm setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Langkah – langkah pengobatan :

1. Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam. Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.

2. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum.

3. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30 – 60 kali/menit.

4. Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi napas menetap antara 30-60 kali/menit, tidak ada tanda-tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan.

Gangguan Napas Berat :

1. Siapkan rujukan ke RS Rujukan 2. Stabilisasi sebelum merujuk

(15)

4. Perhatikan Jalan napas dan Oksigenasi selama transportasi TERAPI10

1. Ventilasi

Manajemen ventilator mekanik

Pemberian continuous positive airway pressure (CPAP) akan meningkatkan oksigenasi dan survival. CPAP mulai dipasang pada tekanan sekitar 5-7 cm H2O melalui prong nasal, pipa nasofaringeal atau pipa endotrakheal. Pada beberapa bayi dengan derajat sakit sedang, CPAP mungkin dapat mencegah kebutuhan untuk pemakaian ventilator mekanik (VM).

CPAP memperbaiki oksigenasi dengan meningkatkan functional residual capacity (FRC) melalui perbaikan alveoli yang kolaps, menstabilkan rongga udara, mencegahnya kolaps selama ekspirasi. CPAP diindikasikan untuk bayi dengan RDS PaO2 > 50%. Pemakaian secara nasopharyngeal atau endotracheal saja tidak cukup untuk bayi kecil, harus diberikan ventilasi mekanik bila oksigenasi tidak dapat dipertahankan. Pada bayi dengan berat lahir di atas 2000 gr atau usia kehamilan 32 minggu, CPAP nasopharyngeal selama beberapa waktu dapat menghindari pemakaian ventilator. Meski demikian observasi harus tetap dilakukan dan CPAP hanya bisa diteruskan bila bayi menunjukan usaha bernafas yangadekuat, disertai analisa gas darah yang memuaskan.

CPAP diberikan pada tekanan 6-10 cm H2O melalui nasal prongs. Hal ini menyebabkan tekanan oksigen arteri meningkat dengan cepat. Meski penyebabnya belum hilang, jumlah tekanan yang dibutuhkan biasanya berkurang sekitar usia 72 jam, dan penggunaan CPAP pada bayi dapat dikurangi secara bertahap segera sesudahnya. Bila denganCPAP tekanan oksigen arteri tak dapat dipertahankan di atas 50 mmHg (sudah menghirupoksigen 100 %), diperlukan ventilasi buatan.

Ventilasi Mekanik

Bayi dengan RDS berat atau disertai komplikasi, yang berakibat timbulnya apnea persisten membutuhkan ventilasi mekanik buatan. Indikasi penggunaannya antara lain:

(16)

1. Analisa gas darah menunjukan hasil buruk

 pH darah arteri <>

 pCO2 arteri > 60 mmHg

 pO2 arteri < 50 mmHg pada konsentrasi oksigen 70 – 100 % 2. Kolaps kardiorespirasi

3. Apnea persisten dan bradikardi

Memilih ventilator mekanik

Ventilasi tekanan positif pada bayi baru lahir dapat diberikan berupa ventilator konvensional atau ventilator berfrekuensi tinggi (150 x / menit). Ventilator konvensional dapat berupa tipe “volume” atau “tekanan”, dan dapat diklasifikasikan lebih lanjut dengan dasar cycling mode – biasanya siklus inspirasi diterminasi. Pada modus pressure limited timecycled ventilation, tekanan puncak inspirasi diatur dan selama inspirasi udara dihantarkanuntuk mencapai tekanan yang ditargetkan. Setelah target tercapai, volume gas yang tersisadilepaskan ke atmosfer. Hasilnya, penghantaran volume tidal setiap kali nafas bervariabelmeski tekanan puncak yang dicatat konstan. Pada modus volume limited, pre-set volume dihantarkan oleh setiap nafas tanpa memperhatikan tekanan yang dibutuhkan. Beberapaventilator menggunakan aliran udara sebagai dasar dari cycling mode di mana inspirasi berakhir bila aliran telah mencapai level pre-set atau sangat rendah (flow ventilators). Ada juga ventilator yang mampu menggunakan baik volume atau pressure controlled ventilation bergantung pada keinginan operator.

Ventilasi dengan fekuensi tinggi biasanya diberikan dengan high frequency oscillatory ventilators (HFOV). Terdapat piston pump atau vibrating diaphragm yang beroperasi pada frekuensi sekitar that 10 Hz (1 Hz = 1 cycle per second, 60 cycles per minute). Selama HFOV, baik inspirasi maupun ekspirasi sama-sama aktif. Tekanan oscillator pada jalan udara memproduksi volume tidal sekitar 2-3 ml dengan tekanan rata-rata jalan udara dipertahankan konstan, mempertahankan volume paru ekivalen untuk menggunakan CPAP dengan level sangat tinggi. Volume gas yang dipindahkan pada volume tidal ditentukan oleh ampiltudo tekanan jalan udara oscillator (P).

(17)

Hipoksemia pada RDS biasanya terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi(V/Q) atau pirau dari kanan ke kiri, abnormalitas difusi dan hipoventilasi merupakan factor tambahan. Oksigenasi terkait langsung pada FiO2 dan tekanan rata-rata jalan udara (meanairway pressure - MAP). MAP dapat ditingkatkan dengan perubahan tekanan puncak inspirasi (peak inspiratory pressure - PIP), positive end expiratory pressure (PEEP) atau dengan mengubah rasio inspirasi : ekspirasi (I:E) dengan memperpanjang waktu inspirasi sementara kecepatannya tetap konstan. MAP yang sangat tinggi dapat menyebabkan distensi berlebihan, meski oksigenasi adekuat, transport oksigen berkurang karena penurunan curah jantung. Pembuangan CO2 berbanding lurus dengan minute ventilation, ditentukan oleh produk volume tidal (dikurangi ventilasi ruang mati) dan kecepatan pernafasan. Untuk minute ventilation yang sama, perubahan penghantaran volume tidal lebih efektif untuk merubah eliminasi CO2 dibanding perubahan kecepatan pernafasan karena ventilasi ruang mati tetapkonstan.

a. Peak Inspiratory Pressure (PIP)

Perubahan pada PIP mempengaruhi oksigenasi (dengan mengubah MAP) dan CO2dengan efek pada volume tidal dan ventilasi alveolar. Peningkatan PIP menurunkan PaCO2 dan memperbaiki oksigenasi (PaO2 meningkat). Pemakainan PIP ditentukan oleh compliance system pernafasan dan bukan oleh ukuran atau berat bayi. Gunakan PIP terendah yang menghasilkan ventilasi adekuat berdasarkan pemeriksaan klinik (gerakan dada dan suaranafas) dan analisa gas darah. PIP berlebih dapat menyebabkan paru mengalami distensi berlebihan dan meningkatkan resiko baro/volutrauma dan menimbulkan kebocoran udara.

b. Positive End Expiratory Pressure (PEEP)

PEEP yng adekuat mencegah kolaps alveoli dan dengan mempertahankan volume paru saat akhir respirasi, memperbaiki keseimbangan V/Q. Peningkatan PEEP memperbesar MAPdan memperbaiki oksigenasi. Sebaliknya, PEEP berlebih (> 8 cm H2O) menginduksi hiperkarbia dan memperburuk compliance paru dan mengurangi hantaran volume tidal karenaalveoli terisi berlebihan (P = PIP - PEEP). PEEP berlebih juga dapat menimbulkan efek sampping pada hemodinamik karena paru mengalami distensi berlebih, menyebabkan penurunan venous return, yang kemudian menurunkan curah jantung. Tekanan 3 – 6 cm H2Omemperbaiki oksigenasi pada bayi

(18)

baru lahir dengan RDS tanpa mengganggu mekanisme paru-paru, eliminasi CO2 atau stabilitas hemodinamik.

c. Frekuensi

Terdapat 2 metode dasar, frekuensi rendah dan frekuensi tinggi Frekuensi rendah dimulai pada kecepatan 30 - 40 nafas / menit (bpm). Metode cepat sekitar 60 bpm dan dapatditingkatkan hingga 120 bpm bila bayi bernafas lebih cepat dari ventilator. Waktu ekspirasiharus lebih panjang dari inspirasi untuk mencegah alveoli mengalami distensi berlebihan,waktu inspirasi harus dibatasi maksimum 0,5 detik selama ventilasi mekanik kecuali dalamkeadaan khusus. Pada frekuensi tinggi terjadi penurunan insidensi pneumotoraks , mungkin karena frekuensi ini sesuai dengan usaha nafas bayi. Waktu inspirasi memanjang akan meningkatkan MAP dan memperbaiki oksigenasi, dan merupakan alternative dari peningkatan PIP. Namun hal ini merupakan predisposisi dari distensi berlebihan pada paru serta air trapping karena waktu ekspirasi berkurang.

d. Kecepatan Aliran

Aliran minimum setidaknya 2 kali minute ventilation bayi (normal : 0.2 – 1 L / menit) cukup adekuat, tapi dalam prakteknya digunakan 4 – 10 L / menit. Bila digunakan frekuensi nafas lebih tinggi dengan waktu inspirasi lebih pendek, kecepatan aliran di atas kisaran harus diberikan untuk menjamin penghantaran volume tidal. Kecepatan aliran yang tinggi memperbaiki oksigenasi karena efeknya pada MAP. Beberapa ventilator memiliki kecepatan aliran yang tetap, yaitu sebesar 5 L / menit.

2. Sirkulasi

Auskultasi suara jantung, ukur tekanan darah, palpasi denyut nadi dan periksa hematokrit1

3. Koreksi asidosis metabolik

Asidosis metabolik berat (pH < 7.2) dengan kadar bikarbonat serum (< 15-16 mEq/L)atau defisit basa menunjukkan beratnya penyakit. Penyebab harus segera ditentukan danditangani.

(19)

4. Jaga kehangatan suhu bayi sekitar 36,5°C – 36,8°C (suhu aksiler) untuk mencegah vasokonstriksi perifer

5. Langkah selanjutnya untuk mencari penyebab distres respirasi 6. Terapi pemberian surfaktan

Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir apabilabayi mengalami respiratory distress syndrome yang berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30% atau lebih.

Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan menggunakan nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT memungkinkan distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai ke bagian perifer paru-paru, efektivitasnya lebih baik dan efek samping yang dapat ditimbulkan lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan postural drainage, tetapi hasilpenelitian menunjukkan bahwa pemberian surfaktan dengan cara ini kurang efektif karena volume surfaktan yang sampai kedalam paru-paru lebih sedikit.

Komplikasi yang mungkin terjadi pada pemberian surfaktan antara lain,bradikardi, hipoksemia, hipo atau hiperkarbia, dan apnea. Bradikardi, hipoksemia dansumbatan pada endotracheal tube (ETT) dapat terjadi pada saat pemberian surfaktan dilakukan. Perubahan perfusi serebral dapat terjadi pada bayi yang sangat prematur akibat redistribusi yang mendadak dari aliran darah paru ke dalam sirkulasi otak. Seluruh efek samping tersebut dapat diatasi dengan menghentikan pemberian surfaktan dan meningkatkan aliran oksigen dan ventilasi.

(20)

7. Bila tidak tersedia fasilitas NICU segera rujuk ke rumah sakit yang tersedia NICU Pemantauan

Dipantau efektivitas terapi dengan memperhatikan perubahan gejala klinis yang terjadi. Setelah BKB/BBLR melewati masa kritis yaitu kebutuhan oksigen sudah terpenuhi dengan oksigen ruangan atau atmosfer, suhu tubuh bayi sudah stabil diluar inkubator, bayi dapat menetek, ibu bisa merawat dan mengenali tanda-tanda sakit pada bayi dan tidak ada komplikasi atau penyulit maka bayi dapat berobat jalan.

2.8. KOMPLIKASI

1. Patent Ductus Arteriosus

Insidensi PDA pada bayi prematur dengan RDS sekitar 90%. Dengan meningkatnya angka bertahan hidup bayi sangat kecil disertai penggunaan surfaktan eksogen, PDA sebagai komplikasi RDS merupakan masalah dari penanganan RDS pada awal kehidupan.

PDA diasosiasikan dengan pirau dari kanan ke kiri dan peningkatan aliran darah paru dantekanan arteri pulmonal. Peningkatan aliran darah paru menyebabkan berkurangnyacompliance paru yang akan membaik setelah ligasi PDA. Peningkatan aliran darah paru akanmenimbulkan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru serta mempengaruhi keseimbangancairan paru. Kebocoran protein plasma ke rongga alveoli menghambat fungsi surfaktan. Halini akan meningkatkan kebutuhan oksigen serta ventilasi mekanik.

2. Hemorrhagic Pulmonary Edema

Perdarahan paru seringkali terjadi sekunder akibat edema paru berat yang merupakan komplikasi dari RDS dan PDA. Insidensinya pada bayi prematur sekitar 1 % namun pada otopsi ditemukan sekitar 55 %. Cairan hemoragis di rongga udara merupakan filtrat kapiler yang berasal dari rongga interstitial atau perdarahan alveoli. Bentuk interstitial ditandaidengan perdarahan pleura, septum interlobularis, peribronkial, perivaskular, dan dindingaleolar. Bila perdarahan masuk ke alveoli, eritrosit memenuhi rongga udara dan meluashingga ke bronkiolus dan bronkus.

(21)

3.Pulmonary Interstitial Emphysema (PIE)

PIE dapat terjadi simetris, asimetris atau terlokalisasi pada satu bagian paru. PIE yang terletak di perifer dapat menimbulkan bleb subpleura yang bila pecar akan menimbulkan pneumotoraks. Bisa juga menyebabkan terjadinya pneumomediastinum atau pneomopericardium. Bila alveoli ruptur, udara dapat terlokalisasi dan bersatu di parenkim membentuk pseudokista. Rupturnya alveoli dapat menyebabkan udara masuk ke vena pulmonalis, menimbulkan emboli udara.

4.Infeksi

Infeksi dapat manifes sebagai kegagalan untuk membaik, perburukan mendadak, perubahan jumlah leukosit, trombositopenia. Terdapat peningkatan insidensi septicemia sekunder terhadap staphylococcal epidermidis dan atau Candida. Bila curiga akan adanya septikemia, lakukan kultur darah dari 2 tempat berbeda dan berikan antibiotik

5.Perdarahan intracranial dan leukomalasia periventrikuler

Perdarahan intrakranial didapatkan pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi lebih tinggi pada bayi RDS yang membutuhkan ventilasi mekanik. Ultrasound kepala dilakukan dalam minggu pertama. Terapi indometasin profilaksis dan pemberian steroid antenatal menurunkan insidensinya. Hipokarbia dan chorioamnionitis dikaitkan dengan peningkatan periventricular leukomalacia.

2.10. PROGNOSIS

Sangat bergantung pada berat badan lahir dan usia gestasi (berbanding terbalik dengan kemungkinan timbulnya penyulit). Prognosis baik bila gangguan napas akut dan tidak berhubungan dengan keadaan hipoksemi yang lama.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kosim MS. Gangguan Napas Pada Bayi Baru Lahir. Dalam : Kosain MS, Yunanto Ari, Dewi Rizalya,penyunting. Buku Ajar Neonatologi IDAI 2012 Edisi Pertama. Jakarta : IDAI, 2012.h.126-145

2. Djojodibroto, Darmanto.2009. Respirology [Respiratosy Medicine]. Jakarta:EGC 3. Hasgur Y. Askep Respiratori Distres Sindrom. Diunduh dari :

(23)

4.Davis MA. Respiratory disorders of the newborn. Diunduh dari URL:

http//www.Respiratory Disorders of the Newborn Library Med.htm

5. respiratory-distress-syndrome-rds.html

6. Schematic outlines the pathology of respiratory distress syndrome (RDS). Diunduh dari URL: http://blog.daum.net

7. Penyakit Membran Hialin. Pusponegoro HD, Hadinegoro SR, Firmanda D, penyunting. Dalam Standar Pelayanan Medis Kecehatan Anak Edisi I 2004. Badan Penerbit IDAI.

8. McClure PC. Hyaline Membrane Disease Imaging. Diunduh dari URL :

http://emedicine.medscape.com/article/409409-overview#01

9. http://www.scribd.com/doc/186686333/Laporan-Kasus-g3-Nafas

10. Nataprawira HM. Garna Herry Ed. Penyakit Membran Hialin (PMH) (Hyalin

Membran Disease). Dalam : Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bandung : IKA

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan sektor hasil kelautan dan perikanan diKabupaten Pulang Pisau dengan luas wilayah yang umumnya berupa laut, sungai, danau dan rawa pasang surut maupun pesisir

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq, Hidayah dan Inayah-Nya, sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan mampu

Dengan demikian semakin sesuai gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin, semakin baik kompetensi pegawai dan semakin baik motivasi kerja pegawai, maka semakin

Tujuan dari perancangan proyek akhir ini adalah merancang sebuah kampanye sosial yang dapat memberikan pemahaman dan edukasi mengenai kesulitan makan pada anak yang

Pada hari ini Senin tanggal Empat bulan September tahun Dua Ribu Tujuh Belas, yang bertanda tangan dibawah ini Kelompok Kerja Empat Lingkungan Peradilan Propinsi Aceh Unit

- Menghitung hasil jawaban kuesioner pertanyaan no.1-6 terkait partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, dimana jawaban (Ya) yang telah diberikan skor pada

(4) Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada

Studi penelitian ini diberi judul “ Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank ter- hadap Pertumbuhan Laba pada Peru- sahaan Sektor Perbankan,” Penelitian ini merupakan replikasi dari