Bobot Potong Kelinci
Bobot potong adalah bobot yang diperoleh dengan cara penimbangan bobot akhir kelinci setelah dipuasakan selama 6-10 jam sebelum disembelih. Ini dilakukan untuk mengosongkan saluran pencernaan (usus).
Gambar 4. Kelinci Rex saat makan pellet perlakuan sebelum pemuasaan
Muryanto dan Prawirodigdo (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot sapih pada seekor ternak maka semakin tinggi pula bobot potongnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan, dimana rataan bobot akhir badan kelinci selama penelitian adalah 1.900,10 g (Lampiran 6. Tabel 13) dan setelah dipuasakan selama 7 jam adalah 1.854,00 g (Lampiran 6. Tabel 13). Data bobot akhir badan kelinci Rex selama penelitian dan bobot potong kelinci Rex jantan dapat dilihat pada Grafik 1 dan Grafik 2 berikut.
Grafik 1. Bobot akhir kelinci Rex jantan pada penelitian (g/ekor)
Dari grafik di atas dapat di lihat rataan bobot badan akhir tertinggi pada P3 yaitu sebesar 1.907,00 g, sedangkan rataan bobot badan akhir terendah terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 1.894,50 g.
Grafik 2. Bobot potong kelinci Rex jantan pada penelitian (g/ekor) 1.896,00 1.894,50 1.897,50 1.907,00 1.905,50 1.888,00 1.890,00 1.892,00 1.894,00 1.896,00 1.898,00 1.900,00 1.902,00 1.904,00 1.906,00 1.908,00 P0 P1 P2 P3 P4
Bobot akhir kelinci
Rex jantan (g/ekor) Perlakuan 1.847,50 1.847,50 1.861,25 1.870,00 1.843,75 1.830,00 1.835,00 1.840,00 1.845,00 1.850,00 1.855,00 1.860,00 1.865,00 1.870,00 1.875,00 P0 P1 P2 P3 P4 Bobot potong kelinci Rex jantan (g/ekor) Perlakuan
Dari Grafik 2 di atas juga terlihat rataan bobot potong tertinggi pada P3 adalah 1.870,00 g, sedangkan bobot potong terendah pada perlakuan P4 yaitu sebesar 1.843,75 g.
Untuk mengetahui pengaruh dari substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi ini terhadap bobot potong kelinci Rex maka dilakukan analisis keragaman seperti yang terlihat pada Tabel 9 dibawah ini :
Tabel 9. Analisis keragaman bobot potong kelinci Rex jantan
SK DB JK KT F Hitung F tabel 0,05 0,01 Perlakuan 4 1.992,50 498,13 1,74tn 3,13 5,01 Galat 15 4.287,50 285,83 Total 19 6.280,00 Keterangan: tn = tidak nyata
Berdasarkan analisis keragaman pada Tabel 8 diketahui bahwa substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pelet kelinci Rex jantan tidak memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap bobot potong. Hal ini terlihat pada analisis keragaman, nilai F Hitung lebih kecil dari F Tabel. Ini membuktikan perlakuan yang menggunakan dedak padi dapat digantikan atau disubstitusikan dengan daging buah kakao fermentasi, dimana penggunaan daging buah kakao fermentasi ini dalam setiap perlakuan adalah P0 0%, P1 5%, P2 10%, P3 15% dan P4 20%. Jadi daging buah kakao fermentasi ini dapat menggantikan dedak padi hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pellet.
Setelah pemuasaan selama 7 jam terjadi pengosongan organ bagian dalam yang mempengaruhi bobot badan, dimana data persentase bobot potongnya dapat dilihat dari Grafik 3 dibawah ini.
Grafik 3. Persentase bobot potong kelinci Rex jantan (%)
Dari Grafik 3 di atas terlihat rataan persentase bobot potong tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 98,10%, sedangkan rataan persentase terendah terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 96,77%. Total rataan persentase bobot potong yaitu sebesar 97,58% (Lampiran 6. Tabel 15). Untuk mengetahui pengaruh dari substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi ini terhadap persentase bobot potong kelinci Rex maka dilakukan analisis keragaman seperti yang terlihat pada Tabel 10 dibawah ini :
Tabel 10. Analisis keragaman persentase bobot potong kelinci Rex jantan
SK DB JK KT F Hitung F tabel 0,05 0,01 Perlakuan 4 4,69 1,17 0,87tn 3,13 5,01 Galat 15 20,26 1,35 Total 19 24,95 Keterangan: tn = tidak nyata
Dari analisis keragaman diatas terlihat F Hitung lebih kecil dari F Tabel (P<0,05), dapat disimpulkan substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pelet kelinci Rex jantan juga tidak memberikan
97,45 97,54 98,1 98,06 96,77 96 96,5 97 97,5 98 98,5 P0 P1 P2 P3 P4 Persentase bobot potong (% ) Perlakuan
perbedaan yang nyata terhadap persentase bobot potong. Bobot potong dan persentase bobot potong ini sangat dipengaruhi oleh konsumsi. Jadi, pemuasaan pada kelinci dilakukan untuk melihat agar tidak ada pengaruh dari pakan terhadap bobot potong.
Bobot karkas Kelinci
Menurut Kartadisastra (1997), karkas pada ternak kelinci adalah bagian yang sudah dipisahkan dari kepala, jari-jari kaki, kulit, ekor dan jeroan. Besarnya bobot karkas tergantung pada besar kecilnya tubuh kelinci, penanganan kelinci, jenis kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, serta kesehatan ternak. Sejalan dengan pernyataan Kartadisastra (1997), Muryanto dan Prawirodigdo (1993) menyatakan bobot potong yang tinggi akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula.
Rataan bobot karkas kelinci Rex jantan selama penelitian dapat di lihat pada Grafik 4 berikut :
952,5 965 955 961,25 963,75 946 948 950 952 954 956 958 960 962 964 966 P0 P1 P2 P3 P4 Bobot karkas kelinci Rex jantan (g/ekor) Perlakuan
Dari Grafik 4 di atas dapat di lihat rataan bobot karkas tertinggi pada P2 yaitu sebesar 965,00 g, sedangkan rataan bobot karkas terendah terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 952,50 g. Sementara dari Tabel 16 (Lampiran 6) dapat di lihat rataan bobot karkas yaitu sebesar 959,50 g.
Gambar 5. Karkas kelinci Rex jantan
Untuk mengetahui pengaruh dari substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi ini terhadap bobot karkas kelinci Rex maka dilakukan analisis keragaman seperti yang terlihat pada Tabel 11 dibawah ini :
Tabel 11. Analisis keragaman bobot karkas kelinci Rex jantan
SK DB JK KT F Hitung F tabel 0,05 0,01 Perlakuan 4 482,50 120,63 0,35tn 3,13 5,01 Galat 15 5112,50 340,83 Total 19 5595,00 Keterangan: tn = tidak nyata
Berdasarkan analisis keragaman pada Tabel 11 di ketahui bahwa substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pelet kelinci Rex jantan tidak memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap bobot karkas. Hal ini terlihat pada analisis keragaman, nilai F Hitung lebih kecil dari F Tabel. Sejalan dengan bobot potong, analisis keragaman di atas juga membuktikan
perlakuan yang menggunakan dedak padi dapat digantikan atau disubstitusikan dengan daging buah kakao fermentasi, dimana penggunaan daging buah kakao fermentasi ini dalam setiap perlakuan adalah P0 0%, P1 5%, P2 10%, P3 15% dan P4 20%. Jadi daging buah kakao fermentasi ini dapat menggantikan dedak padi hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pellet. Menurut Kartadisastra (1997), besarnya bobot karkas tergantung pada besar kecilnya tubuh kelinci, penanganan kelinci, jenis kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, serta kesehatan ternak. Pada penelitian ini jenis ternak yang digunakan adalah kelinci Rex yang merupakan jenis kelinci penghasil bulu dan daging yang cukup bagus. Sementara untuk pakan, susunan bahan pakan disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi kelinci sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kelinci terpenuhi.
Persentase Bobot Karkas Kelinci
Menurut Soeparno (1994), persentase bobot karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan bobot hidup yang mempunyai faktor penting dalam produksi ternak potong sebenarnya, karena dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan organ dalam yang beratnya untuk masing-masing ternak berbeda. Persentase karkas dipengaruhi oleh bertambahnya umur serta bobot hidup dan akan diikuti dengan peningkatan bobot karkas yang dihasilkan, selain itu persentase karkas juga dipengaruhi oleh umur potong dan jenis kelamin. Rataan persentaase bobot karkas kelinci Rex jantan setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Grafik 5 berikut :
Grafik 5. Persentase bobot karkas kelinci Rex jantan (%)
Dari Grafik 5 dapat di lihat rataan persentase karkas tertinggi terdapat pada pelakuan P4 yaitu sebesar 52,27%, sedangkan rataan persentase karkas terendah terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 51,31%. Dari Tabel 17 (Lampiran 6) dapat di lihat rataan persentase karkas yaitu sebesar 51,76%. Besarnya rataan persentase ini sesuai dengan pernyataan dari Kartadisastra (1997) yang menyatakan bahwa berat karkas yang baik berkisar antara 50% sampai 55% dari berat badan hidupnya.
Untuk mengetahui pengaruh substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi terhadap persentase bobot karkas maka dilakukan analisis keragaman seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 12. Analisis keragaman persentase bobot karkas kelinci Rex jantan
SK DB JK KT F Hitung F tabel 0,05 0,01 Perlakuan 4 3,40 0,85 0,76tn 3,13 5,01 Galat 15 16,76 1,12 Total 19 20,16 Keterangan: tn = tidak nyata 51,55 52,23 51,31 51,42 52,27 50,8 51 51,2 51,4 51,6 51,8 52 52,2 52,4 P0 P1 P2 P3 P4 Persentase bobot karkas (% ) Perlakuan
Dari tabel analisis keragaman di atas diketahui bahwa substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pelet kelinci Rex jantan tidak memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap bobot karkas. Hal ini terlihat pada analisis keragaman, nilai F Hitung lebih kecil dari F Tabel. Sejalan dengan bobot karkas, substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi ini juga tidak mempengaruhi persentase bobot karkas kelinci Rex jantan selama penelitian. Menurut Soeparno (1994), persentase karkas dipengaruhi oleh bertambahnya umur serta bobot hidup dan akan diikuti dengan peningkatan bobot karkas yang dihasilkan, selain itu persentase karkas juga dipengaruhi oleh umur potong dan jenis kelamin.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Rekapitulasi hasil penelitian dari substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pelet terhadap bobot potong, persentase bobot potong, karkas dan bobot karkas dapat dilihat pada Grafik 6.
Grafik 6. Rekapitulasi hasil penelitian
P0 P1 P2 P3 P4
Bobot potong (g/ekor) 1.847,50 1.847,50 1.861,25 1.870,00 1.843,75 Persentase bobot potong (%) 97,45 97,54 98,10 98,06 96,77 Bobot karkas (g/ekor) 952,50 965,00 955,00 961,25 963,75 Persentase bobot karkas (%) 51,55 52,23 51,31 51,42 52,27
0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1.000,00 1.200,00 1.400,00 1.600,00 1.800,00 2.000,00
Berdasarkan Grafik 6 hasil rekapitulasi di atas diperoleh bahwa sustitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap bobot potong, persentase bobot potong, bobot karkas dan persentase bobot karkas. Hal ini menunjukkan substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi tidak mempengaruhi bobot potong, persentase bobot potong, bobot karkas, persentase bobot karkas kelinci Rex jantan selama penelitian, yang artinya daging buah kakao fermentasi dapat menggantikan dedak padi hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pellet.
Tidak adanya perbedaan yang nyata antar tiap perlakuan dapat disebabkan oleh kandungan nutrisi pakan yang berimbang, seperti terlihat pada Lampiran 5 protein pakan pada perlakuan P0 17,88%, P1 17,90%, P3 17,92%, P4 17,95 dan P5 17,96%. Berimbangnya kandungan protein semua perlakuan dikarenakan kandungan protein daging buah kakao fermentasi mampu mengimbangi kandungan protein dedak padi. Terlihat pada Tabel 5 dedak padi mengandung 12% protein sementara daging buah kakao fermentasi 12,38%. Sejalan dengan kandungan nutrisi pakan perlakuan di atas, kebutuhan protein kelinci muda sekitar 16-18% (Tabel 4) juga terpenuhi. Protein memiliki peranan penting terutama untuk kelinci muda yang sedang mengalami pertumbuhan karena pada saat pertumbuhan terjadi pembentukan jaringan tubuh. Apabila kebutuhan protein ini tidak dapat terpenuhi maka pertumbuhan ternak dapat terhambat dan dapat mengakibat pertumbuhan yang tidak nornal, seperti bobot ternak yang rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rukmana (2011) yang menyatakan bahwa protein dalam ransum ternak mempunyai peranan penting diantaranya untuk pembentukan jaringan tubuh, misalnya urat-urat, daging dan kulit. Selain itu,
protein juga berfungsi memproduksi air susu, pertumbuhan badan dan pertumbuhan bulu. Oleh sebab itu, protein sangat dibutuhkan hewan muda yang sedang dalam pertumbuhan dan induk yang sedang menyusui. Kekurangan protein pada ternak kelinci dan hewan lainnya dapat menghambat pertumbuhan sehingga ternak tumbuhnya tidak normal.
Pernyataan di atas juga dipertegas oleh pernyataan Muslih et al. (2005) yang menyatakan bahwa selain kebutuhan gizi, kelinci pedaging juga harus terpenuhi kebutuhan bahan keringnya. Jumlah pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan kelinci sesuai umur dan bobotnya. Jumlah pakan yang kurang menyebabkan kenaikan bobot tubuh kelinci akan lambat. Sementara itu, jumlah pakan yang berlebihan hanya menyebabkan pemberian pakan tidak efesien dan menambah biaya produksi. Selama penelitian rataan konsumsi bahan kering kelinci adalah 112.33 (g/ekor/hari), menurut NRC (1977) kebutuhan bahan kering kelinci muda sekitar 112-173 (g/ekor/hari). Jadi, bila dibandingkan dengan kebutuhan bahan kering sebenarnya maka kebutuhan bahan kering untuk kelinci selama penelitian terpenuhi.