SUBSTITUSI DEDAK PADI DENGAN DAGING BUAH
KAKAO FERMENTASI DALAM RANSUM PELLET
TERHADAP KUANTITAS KARKAS KELINCI
REX JANTAN LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh:
YUNIKA TARIGAN 090306066
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SUBSTITUSI DEDAK PADI DENGAN DAGING BUAH
KAKAO FERMENTASI DALAM RANSUM PELLET
TERHADAP KUANTITAS KARKAS KELINCI
REX JANTAN LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh:
YUNIKA TARIGAN 090306066/ PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Substitusi Dedak Padi dengan Daging Buah Kakao Fermentasi dalam Ransum Pellet terhadap Kuantitas Karkas Kelinci Rex
Jantan Lepas Sapih Nama : Yunika Tarigan NIM : 090306066 Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nurzainah Ginting Ir. Iskandar Sembiring, MM
Ketua Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
YUNIKA TARIGAN, 2014 : “Substitusi Dedak Padi dengan Daging Buah Kakao Fermentasi dalam Ransum Pellet terhadap Kuantitas Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh NURZAINAH GINTING dan ISKANDAR SEMBIRING.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hasil dari subtitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pellet terhadap bobot potong, persentase bobot potong, bobot karkas dan persentase bobot karkas kelinci Rex jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci Rukun Farm) Berastagi bulan September - November 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci dengan bobot awal rata-rata 708,25 g +22,08 g. Perlakuan terdiri dari P0 : Pellet (dedak padi 20% + 80% bahan penyusun pellet), P1 : Pellet (dedak padi 15% + daging buah kakao fermentasi 5% + 80% bahan penyusun pellet), P2 : Pellet (dedak padi 10% + daging buah kakao fermentasi 10% + 80% bahan penyusun pellet), P3 : Pellet (dedak padi 5% + daging buah kakao fermentasi 15% + 80% bahan penyusun pellet), dan P4 : Pellet (daging buah kakao fermentasi 20% + 80% bahan penyusun pellet).
Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot potong P0 : 1.847,50 g, P1 : 1.847,50 g, P2 : 1.861,25 g, P3 : 1.870,00 g, dan P4 : 1.843,75 g. Rataan bobot karkas P0 : 952,50 g, P1 : 965,00 g, P2 : 955,00 g, P3 : 961,25 g, dan P4 : 963,75 g. Persentase bobot karkas P0 : 51,55%, P1 : 52,23%, P2 : 51,31%, P3 : 51,42% dan P4 : 52,27%. Hasil analisa statistik menunjukkan substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pellet kelinci tidak memberikan pengaruh nyata nyata (P>0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, dan persentase bobot karkas kelinci Rex. Kesimpulan dari penelitian ini adalah daging buah kakao fermentasi dapat menggantikan dedak padi hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pelet.
ABSTRACT
YUNIKA TARIGAN, 2014: "Substitution Rice Bran by Fermented Cocoa Fruit Meat in Rations Pellet on Carcass Quantity of Male Rex Rabbit After Wean". Guided by NURZAINAH GINTING and ISKANDAR SEMBIRING.
This research objective to examine the effect of substitution rice bran by fermented cocoa fruit meat in the pelleted ration to slaughter weight, the percentage of slaughter weight, carcass weight and carcass weight percentage of male Rex rabbit after wean. The researh was conducted at Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci Rukun Farm) Berastagi months of September 2013 until November 2013. The research methodused in this study was a completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications. This study used 20 rabbits with an average initial weight of 708.25 g + 22.08 g. Treatment consisted of P0: Pellet (20% rice bran + 80% materials were pelleted), P1: Pellet (15% rice bran + 5% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted), P2: Pellet (10% rice bran + 10% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted), P3: Pellet (5% rice bran+ 15% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted), and P4: Pellet (20% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted).
The results showed the average slaughter weight P0: 1.847.50 g, P1: 1.847.50 g, P2: 1.861.25 g, P3: 1.870.00 g, and P4: 1.843.75 g respectively.
The average percentage of slaughter weight P0 : 97.45%, P1 : 97.45%, P2 : 98.10%, P3 : 98.06% and P4 : 96,77% respectively. The average carcass
weight P0 : 952.50 g, P1: 965.00 g, P2: 955.00 g, P3: 961.25 g, and P4: 963.75 g respectively. The average percentage of carcass weight P0: 51.55%, P1: 52.23%, P2: 51.31%, P3: 51.42% and P4: 52.27% respectively. Results of statistical analysis showed substitution of rice bran by fermentated cocoa fruit meat in rabbit pellet ration no significant effect (P>0.05) to slaughter weight, percentage of slaughter weight,carcass weight, and carcass weight percentage of Rex rabbits. The conclusion of this study is fruit meat fermented cocoa buah can replace bran rice up in 100% from 20% raw material for making pellets.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 30 Juni 1990 dari ayah
alm. Kumpulan Tarigan dan ibu Atelit br Perangin-angin. Penulis merupakan putri
kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus dari MAN Kabanjahe dan pada tahun 2009
masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui ujian tertulis
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih
Program Studi Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai bendahara Ikatan
Mahasiswa Peternakan (IMAPET) periode 2011-2012, anggota Himpunan
Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP) dan terakhir penulis menjadi salah satu
finalis Big Idea Competition yang diadakan oleh SEC USU pada tahun 2013.
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pardugul
Dusun Buntu Pangaloan Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir pada tahun
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Substitusi Dedak Padi dengan Daging Buah Kakao
Fermentasi dalam Ransum Pellet terhadap Kuantitas Karkas Kelinci Rex Jantan
Lepas Sapih”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada orang tua
penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Nurzainah Ginting dan Bapak
Iskandar Sembiring selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
civitas akademika di Program Studi Peternakan serta semua rekan mahasiswa
yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi dan pemilik kandang kelinci bang Jamin Purba yang telah
membantu penulis penelitian di Peternakan Kelinci Rukun Farm Berastagi selama
10 minggu.
DAFTAR ISI
Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci ... 4Kelinci Rex ... 5
Pakan Ternak Kelinci ... 6
Teknologi Pengolahan Pakan Berbentuk Pellet ... 7
Dedak Padi ... 9
Buah Kakao dan Potensi Kakao di Indonesia ... 9
Fermentasi ... 12
Bobot Karkas dan Persentase Karkas ... 18
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
Persentase Bobot Karkas Kelinci ... 32
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 34
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35
Saran ... 35
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya ... 4
2. Perkembangan populasi ternak kelinci di Sumatera Utara ... 5
3. Produksi dan reproduksi kelinci Rex ... 6
4. Kebutuhan gizi kelinci ... 7
5. Kebutuhan bahan kering kelinci... 8
6. Kandungan nutrisi bahan pakan penyusun pellet ... 9
7. Persentase bagian-bagian di dalam cokelat ... 11
8. Kandungan nutrisi antara buah kakao fermentasi dan daging buah kakao fermentasi ... 12
9. Analisis keragaman bobot potong kelinci Rex jantan ... 29
10.Analisis keragaman persentase bobot potong kelinci Rex jantan ... 30
11.Analisis keragaman bobot karkas kelinci Rex jantan ... 32
12.Analisis keragaman persentase bobot karkas kelinci Rex jantan ... 34
13.Rataan bobot akhir kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor) ... 46
14.Rataan bobot potong kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor) ... 46
15.Rataan persentase bobot potong kelinci Rex jantan (%) ... 46
16.Rataan bobot karkas kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor) ... 47
17.Rataan persentase bobot karkas kelinci Rex jantan (%) ... 47
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1. Pembuatan inokulen cair ... 41
2. Pembuatan tepung daging buah kakao ... 42
3. Fermentasi daging buah kakao ... 43
4. Pembuatan pakan bentuk pellet ... 44
5. Formula ransum pakan kelinci ... 45
ABSTRAK
YUNIKA TARIGAN, 2014 : “Substitusi Dedak Padi dengan Daging Buah Kakao Fermentasi dalam Ransum Pellet terhadap Kuantitas Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh NURZAINAH GINTING dan ISKANDAR SEMBIRING.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hasil dari subtitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pellet terhadap bobot potong, persentase bobot potong, bobot karkas dan persentase bobot karkas kelinci Rex jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci Rukun Farm) Berastagi bulan September - November 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci dengan bobot awal rata-rata 708,25 g +22,08 g. Perlakuan terdiri dari P0 : Pellet (dedak padi 20% + 80% bahan penyusun pellet), P1 : Pellet (dedak padi 15% + daging buah kakao fermentasi 5% + 80% bahan penyusun pellet), P2 : Pellet (dedak padi 10% + daging buah kakao fermentasi 10% + 80% bahan penyusun pellet), P3 : Pellet (dedak padi 5% + daging buah kakao fermentasi 15% + 80% bahan penyusun pellet), dan P4 : Pellet (daging buah kakao fermentasi 20% + 80% bahan penyusun pellet).
Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot potong P0 : 1.847,50 g, P1 : 1.847,50 g, P2 : 1.861,25 g, P3 : 1.870,00 g, dan P4 : 1.843,75 g. Rataan bobot karkas P0 : 952,50 g, P1 : 965,00 g, P2 : 955,00 g, P3 : 961,25 g, dan P4 : 963,75 g. Persentase bobot karkas P0 : 51,55%, P1 : 52,23%, P2 : 51,31%, P3 : 51,42% dan P4 : 52,27%. Hasil analisa statistik menunjukkan substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pellet kelinci tidak memberikan pengaruh nyata nyata (P>0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, dan persentase bobot karkas kelinci Rex. Kesimpulan dari penelitian ini adalah daging buah kakao fermentasi dapat menggantikan dedak padi hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pelet.
ABSTRACT
YUNIKA TARIGAN, 2014: "Substitution Rice Bran by Fermented Cocoa Fruit Meat in Rations Pellet on Carcass Quantity of Male Rex Rabbit After Wean". Guided by NURZAINAH GINTING and ISKANDAR SEMBIRING.
This research objective to examine the effect of substitution rice bran by fermented cocoa fruit meat in the pelleted ration to slaughter weight, the percentage of slaughter weight, carcass weight and carcass weight percentage of male Rex rabbit after wean. The researh was conducted at Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci Rukun Farm) Berastagi months of September 2013 until November 2013. The research methodused in this study was a completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications. This study used 20 rabbits with an average initial weight of 708.25 g + 22.08 g. Treatment consisted of P0: Pellet (20% rice bran + 80% materials were pelleted), P1: Pellet (15% rice bran + 5% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted), P2: Pellet (10% rice bran + 10% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted), P3: Pellet (5% rice bran+ 15% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted), and P4: Pellet (20% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted).
The results showed the average slaughter weight P0: 1.847.50 g, P1: 1.847.50 g, P2: 1.861.25 g, P3: 1.870.00 g, and P4: 1.843.75 g respectively.
The average percentage of slaughter weight P0 : 97.45%, P1 : 97.45%, P2 : 98.10%, P3 : 98.06% and P4 : 96,77% respectively. The average carcass
weight P0 : 952.50 g, P1: 965.00 g, P2: 955.00 g, P3: 961.25 g, and P4: 963.75 g respectively. The average percentage of carcass weight P0: 51.55%, P1: 52.23%, P2: 51.31%, P3: 51.42% and P4: 52.27% respectively. Results of statistical analysis showed substitution of rice bran by fermentated cocoa fruit meat in rabbit pellet ration no significant effect (P>0.05) to slaughter weight, percentage of slaughter weight,carcass weight, and carcass weight percentage of Rex rabbits. The conclusion of this study is fruit meat fermented cocoa buah can replace bran rice up in 100% from 20% raw material for making pellets.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging merupakan salah satu kebutuhan dasar pangan masyarakat. Pada
umumnya konsumsi daging masyarakat Indonesia terutama golongan
berpenghasilan rendah yang merupakan bagian terbanyak, yaitu 60% dari total
jumlah penduduk Indonesia 253 juta (Statistik, 2012), masih sedikit dan jauh dari
pemenuhan kebutuhan gizi. Karena itu usaha penyediaan daging yang cukup
memadai dan terjangkau oleh seluruh masyarakat sangat penting. Untuk
menunjang usaha perbaikan gizi rakyat, perlu kiranya lebih dianekaragamkan
penyediaan jenis-jenis ternak potong. Dan salah satu ternak kecil yang patut
dipertimbangkan adalah kelinci.
Seekor kelinci bisa menghasilkan daging 50-55% setiap kilogram bobot
badan. Daging kelinci mengandung lemak dan kolesterol jauh lebih rendah
dibanding dengan daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi,
tetapi kandungan proteinnya lebih tinggi.
Beternak kelinci bertujuan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis dari
usaha tersebut dengan pemilihan pakan yang sesuai. Jenis pakan yang dipakai
tidak bersaing dengan manusia atau industri bidang peternakan seperti ayam.
Pendayagunaan pakan yang tidak berasal dari bahan makanan manusia
diutamakan dalam peternakan kelinci.
Bahan baku yang umum digunakan sebagai bahan ransum mengalami
peningkatan harga, misalnya dedak padi, kebutuhan yang terus meningkat
menyebabkan harganya juga ikut mengalami kenaikan. Memperhatikan nilai
dedak padi dengan bahan baku pakan yang lain. Sebagai bahan pengganti dedak,
bahan tersebut harus memiliki nilai nutrisi yang sama dengan dedak padi. Selain
itu, bahan tersebut harus memenuhi kriteria sebagai bahan pakan, jumlahnya dan
ketersediaannya harus terjamin sepanjang tahun, tidak membahayakan bagi
ternak, merupakan komoditas yang tidak bersaing dengan manusia.
Salah satu pakan yang tidak bersaing dengan manusia atau industri adalah
pod kakao (Theobroma cacao L,.). Pod kakao adalah kulit buah kakao yang
merupakan hasil samping dari pengolahan pasca panen kakao yang umumnya
belum dimanfaatkan. Pod kakao tidak dianjurkan sebagai bahan baku pakan
ternak karena berserat kasar tinggi dan mengandung anti nutrisi. Upaya
meningkatkan nilai gizi bahan pakan hasil ikutan perkebunan yang berkualitas
rendah merupakan upaya strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan, yaitu
dengan fermentasi. Pada umumnya, pod kakao yang dijadikan pakan ternak
langsung difermentasi tanpa ada perlakuan terlebih dahulu misalnya pengulitan.
Pada penelitian Ashadi (1988) tepung pod kakao setelah ditambah dengan air akan
terlihat adanya lendir atau gum, lendir yang ada pod kakao ini akan berpengaruh
pada kerja enzim saat hidrolisis, untuk menghilangkan lendir dilakukan proses
degumming, yakni pencucian tepung pod kakao dengan Ca(OH)2. Melihat hal ini
peneliti ingin mencoba dengan pengulitan dan pengerendaman menggunakan
tawas yang diharapkan dapat mengurangi lendir sehingga kerja bakteri saat
fermentasi bisa optimal.
Sumatera Utara merupakan sentra perkebunan, termasuk perkebunan
kakao yang sangat luas, hasil samping berupa kulit buah kakao juga melimpah.
sebagai bahan pakan ternak. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Substitusi Dedak Padi dengan Daging Buah
Kakao Fermentasi dalam Ransum Pellet terhadap Kuantitas Karkas Kelinci Rex
Jantan Lepas Sapih”.
Tujuan Penelitian
Melihat hasil dari subtitusi dedak padi dengan daging buah kakao
fermentasi dalam ransum pellet terhadap bobot potong, persentase bobot potong,
bobot karkas dan persentase bobot karkas kelinci Rex jantan lepas sapih.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi kalangan
akademis, peneliti dan masyarakat tentang pemanfaatan substitusi dedak padi
dengan daging buah kakao fermentasi.
Hipotesis Penelitian
Penggunaan daging buah kakao yang difermentasi Rhizopus sp,
Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dapat menggantikan penggunaan dedak
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci
Menurut sistem Binomial, bangsa kelinci diklasifikasikan sebagai berikut ;
Ordo : Lagomorpha, Famili : Leporidae, Sub famili : Leporine, Genus : Lepus,
Orictolagus., Spesies : Lepus spp., Orictolagus spp. Jenis yang umum diternakkan
adalah American Chinchilla, Angora, Belgian, Californian, Dutch, English Spot,
Flemish Giant, Havana, Himalayan, New Zealand Red, White dan Black, Rex
Amerika. Kelinci lokal yang ada sebenarnya berasal dari dari Eropa yang telah
bercampur dengan jenis lain hingga sulit dikenali lagi. Jenis New Zealand White
dan Californian sangat baik untuk produksi daging, sedangkan Angora baik untuk
bulu (Priyatna, 2011).
Daging kelinci memiliki kadar gizi yang tinggi yaitu protein sebesar
20,8% dan lemak yang rendah sebesar 10,2%, dibandingkan ternak lain seperti
sapi memiliki protein lebih rendah sebesar 16,3% dan lemak tinggi sebesar 22%
seperti yang tertera dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya
Jenis Ternak Protein (%) Lemak (%) Kadar Air (%) Kalori (%)
Sumber : Sarwono (2001)
Dari data Statistik Peternakan Sumatera Utara (2011), terdapat
perkembangan populasi ternak kelinci di beberapa kabupaten/ kota di Sumatera
paling banyak diikuti beberapa daerah berikutnya seperti Simalungun, Labuhan
Batu Utara, Batubara, Langkat dan kabupaten lainnya seperti yang tertera pada
Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Perkembangan populasi ternak kelinci per kabupaten/kota di Sumatera Utara (ekor)
No Kabupaten/kota Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
1. Tapanuli Selatan 0 0 171 205 210
2. Simalungun 0 0 3.353 3.588 3.664
3. Karo 17.314 28.924 30.565 11.769 12.019
4. Langkat 0 0 0 986 1.007
Jumlah 18.354 29.361 35.759 20.626 21.063
Sumber : Data Statistik Peternakan Sumatera Utara (2011)
Kelinci Rex
Berdasarkan sejarahnya, kelinci Rex pertama kali dikembangkan di
Perancis. Pada tahun 1929, Amerika Serikat turut mengembangkan kelinci ini.
Pada awalnya, kelinci Rex dikembangkan sebagai kelinci hias. Namun,
lama-kelamaan dimanfaatkan sebagai kelinci penghasil kulit bulu (fur). Kelinci Rex
memiliki bulu pendek yang halus dan tebal sehingga industri kulit Hongkong dan
Kanada mulai melirik potensi ini. Bentuk badan Rex bulat memanjang seperti
kapsul, terlihat gempal, dan memiliki tulang yang kuat. Telinganya yang panjang
memiliki ciri tegak ke atas. Umumnya, bobot tubuh Rex dewasa berkisar antara
2,7-3,6 kg. Rex memiliki warna dan corak yang beragam. Beberapa warna dan
Rex), biru (Blue Rex), ungu merah muda (Lilac Rex), cokelat emas (Nutria Rex),
merah kuning keemasan (Orange Rex), cokelat keemasan (Cinamon Rex), cokelat
kehitaman (Havana Rex), totol hitam (Dalmation Rex), kombinasi hitam oranye
(Harlequin Rex), kucing siam (Siamese Sable Rex) dan papillon (English Spot
atau Dominan Spot) (Masanto dan Agus, 2010).
Gambar 1. Kelinci Rex dengan warna kombinasi hitam oranye
Tabel 3. Produksi dan reproduksi kelinci Rex
Produksi dan reproduksi kelinci Rex Data
Lama penyapihan 6 – 8 minggu
Umur dewasa kelamin 2 bulan
Umur dewasa tubuh 4 bulan
Lama bunting 29 – 32 hari
Lama produksi 1-3 tahun
Bobot dewasa 2,7 – 3,6 kg
Sumber: Kartadisastra (1994)
Pakan Ternak Kelinci
Untuk memaksimalkan pertumbuhan dan kerja sistem tubuh kelinci, pakan
yang diberikan harus memiliki kandungan gizi yang baik dan seimbang. Hal
tersebut dapat dicapai salah satunya dengan cara pemberian pakan yang
bervariasi. Pakan yang diberikan untuk kelinci sedikitnya mengandung unsur gizi
seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, serat kasar, kadar garam, mineral dan
metabolisme tubuh kelinci. Karena itu sebaiknya pemberian air minum bagi
kelinci jangan sampai telat atau kehabisan (Masanto dan Agus, 2010).
Protein dalam ransum ternak mempunyai peranan penting diantaranya
untuk pembentukan jaringan tubuh, misalnya urat-urat, daging dan kulit. Selain
itu, protein juga berfungsi memproduksi air susu, pertumbuhan badan dan
pertumbuhan bulu. Oleh sebab itu, protein sangat dibutuhkan hewan muda yang
sedang dalam pertumbuhan dan induk yang sedang menyusui. Kekurangan protein
pada ternak kelinci dan hewan lainnya dapat menghambat pertumbuhan sehingga
ternak tumbuhnya tidak normal (Rukmana, 2011).
Kebutuhan pakan yang seimbang harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi
kelinci. dalam beternak kelinci pedaging, hal ini perlu diperhatikan agar kelinci
dapat mencapai bobot maksimal pada waktu yang telah ditentukan. Karena itu,
peternak harus mengetahui kebutuhan gizi masing-masing kelinci. Karena
kebutuhan gizi kelinci berbeda-beda sesuai dengan umur dan kondisi kelinci. pada
Tabel 4 perbandingan kebutuhan gizi pakan pada beberapa fase hidup kelinci.
Tabel 4. Kebutuhan gizi kelinci
Periode Kebutuhan gizi (%)
Protein Lemak Serat kasar
Bunting 15 – 17 3 – 6 12 – 16
Menyusui 24 – 26 3 – 6 12 – 16
Dewasa 12 – 15 2 – 4 16 – 22
Muda 16 – 18 3 – 6 12 – 16
Sumber : Muslih et al., (2005)
Selain kebutuhan gizi, kelinci pedaging juga harus terpenuhi kebutuhan
bahan keringnya. Jumlah pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan
kelinci sesuai umur dan bobotnya. Jumlah pakan yang kurang menyebabkan
berlebihan hanya menyebabkan pemberian pakan tidak efesien dan menambah
biaya produksi (Muslih et al.,2005).
Tabel 5. Kebutuhan bahan kering kelinci
Periode Bobot (kg) Bahan kering (%) Kebutuhan bahan kering (g/ekor/hari)
Muda 1,8 – 3,2 6,2 – 5,4 112 – 173 Dewasa 2,3 – 6,8 4,0 – 3,0 92 – 204 Bunting 2,3 – 6,8 5,0 – 3,7 115 – 251
Menyusui 4,5 11,5 520
Sumber : NRC (1977)
Teknologi Pengolahan Pakan Berbentuk Pellet
Pellet merupakan jenis pakan berbentuk padat yang terdiri atas campuran
dari berbagai jenis bahan pakan. Beberapa komponen penyusun pellet khusus
kelinci ini diantaranya ampas tahu, bekatul, jagung, biji-bijian atau
kacang-kacangan dan pakan hijauan. Karena kandungan gizinya yang cukup lengkap,
pellet dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gizi kelinci. Penggunaan
pakan pellet juga lebih praktis dan dapat membuat kandang tetap terjaga
kebersihannya. Pasalnya, pakan tidak akan banyak berceceran dan kering. Bagi
peternak kelinci yang berminat membeli pakan pellet dapat mencarinya di
beberapa peternakan kelinci yang memproduksi pellet. Namun, untuk menghemat
biaya, pellet bisa juga dibuat atau diolah sendiri (Priyatna, 2011).
Untuk membuat pakan bentuk crumble atau pellet dari pakan bentuk
tepung maka harus dilakukan proses lebih lanjut. Selain itu juga perlu dilakukan
pengujian kepadatan atau kerekatannya jika mau dibuat pakan bentuk pellet.
Caranya, ambil pakan yang berbentuk secukupnya lalu dijemur. Setelah kering,
kalau pellet yang dihasilkan keras dan tidak mudah pecah berarti baik. Namun jika
sintesis (white pellard) atau tepung tapioka. Penambahan bahan tersebut bertujuan
untuk membantu tingkat kekerasan pellet seperti yang diinginkan (Rasidi, 2002).
Berikut tabel bahan pakan yang digunakan sebagai penyusun pellet kelinci
beserta kandungan nutrisinya :
Tabel 6. Kandungan nutrisi bahan pakan penyusun pellet
No Nama Bahan PK
** Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak (2013) *** Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2013)
Perbedaan bentuk fisik ransum juga sangat mempengaruhi bobot potong
dan bobot karkas kelinci. Hal ini terlihat pada hasil penelitian Syahril (2013),
dimana bobot potong dan bobot karkas kelinci yang diberi pakan bentuk pellet
memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan kelinci yang diberi pakan bentuk
mash.
Dedak Padi
Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari hasil pemisahan beras
dengan kulit gabah melalui proses penggilingan dan pengayakan padi
(Parakkasi, 1995). Dedak mengandung paling tidak 65% dari zat gizi mikro penting yang terdapat pada beras dan komponen tanaman bermanfaat yang disebut
magnesium, potassium), asam amino, asam lemak esensial, dan antioksidan.
Kandungan kaya gizi itu, membuat dedak menjadi bahan pangan fungsional yang penting, yang mengurangi risiko terjangkitnya penyakit dan meningkatkan status
kesehatan tubuh. Dedak juga merupakan bahan bersifat hipoalergenik dan sumber
serat makan (dietary fiber) yang baik (Hariyadi, 2003).
Sebagai bahan pakan asal nabati, dedak mempunyai kandungan nutrinya
juga cukup baik, dimana kandungan protein dedak halus sebesar 12%, kandungan
lemak kasar 12%, serat kasar 13%, kalsium 0,1%, phospor 1,3% dan TDN 64%
(Hartadi et al,. 1997).
Pod Kakao dan Potensi Kakao di Indonesia
Kulit buah coklat adalah kulit bagian terluar yang menyelubungi biji coklat
dengan tekstur kasar, tebal dan agak keras. Kulit buah memiliki 10 alur dengan
ketebalan 1–2 cm. Pada waktu muda, biji menempel pada bagian dalam kulit
buah, tetapi saat masak biji akan terlepas dari kulit buah. Buah yang masak akan
berbunyi bila digoncang
(http://coklat-chocolate.blogspot.com/2008/03/kulit-buah-kakaopulp-buah.html, 2013).
Kulit buah cokelat atau pod kakao dapat dimanfaatkan sebagai campuran
bahan makanan ternak. Kulit buah cokelat jika dibenamkan ke dalam tanah akan
meningkatkan jumlah hara tersedia. Di samping itu, kulit buah cokelat juga dapat
digunakan sebagai sumber gas bio dan bahan pembuatan pektin. Tabel 7
Tabel 7. Persentase bagian-bagian di dalam cokelat
Komponen Kadar (%)
Segar Kering
Kulit 68,5 47,2
Plasenta 2,5 2,0
Biji 29,0 50,8
Sumber : Siregar et al. (2009)
Gambar 2. Bagian-bagian di dalam cokelat
Hasil ikutan pertanian pada umumnya mempunyai kualitas yang rendah
karena berserat kasar yang tinggi dan dapat mengandung anti nutrisi. Pod kakao
mengandung lignin dan theobromin yang sangat tinggi. Selain mengandung
serat kasar yang tinggi sekitar 40,03% dan protein yang rendah sebesar 9,71%
(Laconi, 1998), pod kakao mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan
lignin 20–27,95% (Amiroenas, 1990). Lignin yang berikatan dengan selulosa
tidak bisa dimanfaatkan oleh ternak. Upaya peningkatan kualitas dan nilai gizi
pakan serat hasil ikutan pertanian yang berkualitas rendah merupakan upaya
strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan.
Perbedaan kandungan nutrisi antara pod kakao tanpa fermentasi dan pod
kakao difermentasi, daging buah kakao tanpa fermentasi dan daging buah kakao
fermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dapat dilihat
pada Tabel 8 berikut.
Kulit luar kakao
Pod kakao
Daging buah
Tabel 8. Perbedaan kandungan nutrisi antara pod kakao fermentasi dan daging pod kakao fermentasi
Bahan pakan Kandungan
PK (%) LK (%) SK (%)
Pod kakao 6,16* 1,89* 33,90*
Pod kakao fermentasi 10,46* 1,06* 36,34*
Daging buah kakao direndam 8,20** 3,08** 34,26** Daging buah kakao direndam + direbus 8,42** 4,09** 34,04** Daging buah kakao direndam + difermentasi 10,32** 2,82** 32,09** Daging buah kakao direndam + direbus +
difermentasi
12,38** 4,18** 30,19**
Sumber : *Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2011) **Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak (2013)
Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan
anaerob (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk
respirasi anaerob tetapi terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefenisikan
fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerob dengan tanpa akseptor
elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dihasilkan dalam fermentasi.
Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat dan hidrogen.
Beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam
butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam
fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman berakohol
lainnya. Respirasi anaerob dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang
tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk
fermentasi yang menghasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya.
Akumulasi asam laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan
Inokulen Cair
Inokulan cair adalah kumpulan mikroorganisme dalam bentuk cair.
Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah 10 liter air sumur, 1,5 liter air tebu,
60 gr ragi tape, 60 gr ragi tempe, 2 sendok makan yogurt. Cara pembuatannya
adalah semuanya dimasukkan ke galon ukuran 20 liter, lubangnya ditutup dengan
kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan 3 hari. Inokulan cair menghasilkan gas
yang dapat membuat plastik itu menjadi menggelembung dan dari situ kita dapat
mengetahui apakah inokulan cair itu dapat digunakan atau tidak. Inokulan cair
yang dapat digunakan hanya inokulan yang menghasilkan gas yang
dapat membuat plastik menjadi menggelembung apabila plastik tidak
menggelembung maka inokulan cair itu tidak dapat digunakan (Ginting, 2009).
Tujuan tahapan ini adalah untuk membiakkan mikroorganisme yang
berdasarkan hasil penelitian Koji Takakura akan mampu mendegrasi sampah
organik yang berasal dari dapur rumah tangga. Mikroorganisme dasar adalah
Saccharomyses sp yang berasal dari ragi tape, Rhizopus sp dari ragi tempe dan
Lactobacillus sp yang berasal dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut : 1) sifat-sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces sp
akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat
menjadi volatile fatty acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam
amino, 2) sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus sp akan mengeluarkan
enzim proease yang akan merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi
peptida sederhana, dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air, 3) sifat
lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus sp akan menghasilkan enzim lipase
Mikroorganisme Fermentasi Rhizopus sp
Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota
ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang
membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki
hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp
yang juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa
vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak
sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh ke arah atas dan
mengandung ratusan spora. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya
oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah Rhizopus
stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan Opson, 2006).
Kapang golongan Rhizopus sp sangat berperan penting dalam proses
fermentasi tempe dan memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim
β-glukosidae. Selama proses fermentasi kedelai berlangsung menjadi tempe,
isoflavon glukosidase dikonversi menjadi isoflavon aglikon oleh enzim
β-glukosidae yang disekresikan oleh mikroorganisme. Isoflavon mempunyai
potensi yang lebih aktif sebagai antioksidan, antihemolisis, antibakteri, anti jamur
dan anti kanker, bila dibandingkan dengan senyawa asalnya yaitu isoflavon
glukosida. Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh aktivitas enzim β
-glukosidae. Enzim ini selain terdapat didalam kedelai juga diproduksi oleh
mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung dan mampu memecah
Saccharomyces sp
Saccharomyces sp merupakan genus ragi/khamir/yeast yang memiliki
kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces sp
merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok
Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 30oC dan pH 4,8. Beberapa kelebihan
Saccharomyces sp dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat
berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu
yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa
spesies Saccharomyces sp mampu memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini
lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida sp dan Trochosporon sp.
Pertumbuhan Saccharomyces sp dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi
yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan
urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk
fermentasi antara 28-30o C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini
diantaranya yaitu Saccharomyces cerevisidae, Saccharomyces boullardii dan
Saccharomyces uvarum (http://id.wikipedia.org/wiki/Saccharomyces, 2013).
Menurut Lay dan Hastowo (1992), khamir mempunyai peranan penting
dalam pembuatan industri makanan. Banyak kegiatan khamir dalam makanan
yang dikehendaki untuk dimanfaatkan dalam pembuatan bir, anggur, roti, produk
makanan terfementasi dan sebagai sumber potensial dari protein sel tunggal untuk
fortifikasi makanan ternak. Seperti galur atau strain Saccharomyces sp yang
Lactobacillus sp
Lactobacillus sp adalah genus bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif
atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok
bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat
mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri
ini umum dan tidak bahaya bagi kesehatan. Banyak spesies dari Lactobacillus sp
memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman sangat baik. Produksi asam
laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan
beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah memiliki genom
sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sp sering digunakan untuk industri
pembuatan yoghurt, keju, acar, bir, anggur (minuman), cuka, kimchi, cokelat dan
makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan hewan, seperti silase.
Laktobasili, terutama L. casei dan L. brevis, adalah dua dari sekian banyak
organisme yang membusukkan bir. Cara kerja spesies ini adalah dengan
menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat
(http://id.wikipedia.org/wiki/Lactobacillus, 2013).
Bobot potong
Bobot potong merupakan bobot hidup akhir seekor ternak sebelum
dipotong/disembelih. Semakin tinggi bobot sapih pada seekor ternak maka
semakin tinggi pula bobot potong. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan
bobot karkas yang tinggi pula. Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi
persentase bobot karkasnya. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh
yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh
Berikut ini beberapa langkah menyembelih kelinci yang baik dan benar.
Puasakan kelinci (stoving) selama 6-10 jam sebelum dipotong untuk
mengosongkan saluran pencernaan (usus). Namun demikian, air minum tetap
diberikan. Sembelih kelinci dengan cara yang benar dimana penyembelihan
dilakukan dengan memotong urat leher (vena jugularis) hingga benar-benar
terpotong menggunakan pisau yang tajam. Dalam penyembelihan, kepala tidak
sampai terputus dari tubuh. Tunggu sampai kelinci benar-benar mati, ditandai
dengan kelinci sudah tidak bergerak/ tidak bernapas lagi dan darahnya keluar
sempurna. Selain halal, metode penyembelihan ini juga akan menghasilkan daging
yang bagus untuk konsumsi manusia dan kulitnya bisa dimanfaatkan untuk bahan
berbagai produk. Pemotongan ini bisa dilakukan oleh satu atau orang, tergantung
keahlian dari pemotong. Jika dilakukan oleh dua orang maka seorang memegang
ternak pada bagian kuping dengan kepala diarahkan ke belakang serta memegang
kaki. Sementara seseorang lagi melakukan penyembelihan. Jika penyembelihan
hanya dilakukan oleh satu orang, caranya adalah dengan menjepit tubuh kelinci
diantara dua paha. Tangan kiri memegang kepala kelinci dan tangan kanan
menyembelih. Gantung kelinci yang telah disembelih dengan cara mengikat kedua
kaki belakang. Lakukan pengulitan mulai dari kaki belakang kearah kepala
dengan hati-hati agar kulit yang juga bernilai ekonomis tinggi tidak rusak atau
tersayat-sayat sehingga akan merugikan. Sayat kulit perut dari pusar menuju ekor.
Kemudian, keluarkan jeroan, seperti usus, jantung dan paru-paru. Hal yang perlu
diperhatikan adalah kantung kemih jangan sampai pecah karena dapat
Bobot Karkas dan Persentase Bobot Karkas
Karkas pada ternak kelinci diperoleh dari hasil penimbangan dari daging
bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal
leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah, ekor
dan kulit. Besarnya bobot karkas tergantung besarnya kelinci yang akan dipotong selain itu kondisi kelinci juga sangat berpengaruh diantaranya yang memiliki
bentuk badan bulat, berbadan lebar padat dan singset menunjukkan keadaan fisik
yang prima dan bertenaga kuat mencerminkan kandungan dagingnya yang banyak
dan merupakan penghasil daging yang baik (Sarwono, 2001).
Gambar 3. Bagian-bagian karkas kelinci
Menurut pembagiannya, karkas ternak kelinci dapat dipotong sesuai
dengan porsinya masing-masing menjadi delapan potongan daging, yaitu : dua
potong kaki depan (dengan melepaskan pergelangan kaki dan pangkal paha depan
pada skapula), dua potong kaki belakang (dipotong pada sendi antara tulang
lumbal terakhir dengan tulang sakral pertama), dua potong bagian dada sampai
leher (dipotong pada pangkal leher dan dipisahkan dari pinggang dengan
membuat pototngan antara tulang rusuk terakhir), dan dua potong bagian
pinggang (dipotong dari tulang rusuk terakhir hingga pada potongan pangkal paha
Menurut Kartadisastra (1997), karkas pada ternak kelinci adalah bagian
yang sudah dipisahkan dari kepala, jari-jari kaki, kulit, ekor dan jeroan. Besarnya
bobot karkas tergantung pada besar kecilnya tubuh kelinci, penanganan kelinci,
jenis kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, serta
kesehatan ternak. Berat karkas yang baik berkisar antara 50% sampai 55% dari
berat badan hidupnya.
Persentase bobot karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan
bobot hidup yang mempunyai faktor penting dalam produksi ternak potong
sebenarnya, karena dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan
organ dalam yang beratnya untuk masing-masing ternak berbeda. Persentase
karkas dipengaruhi oleh bertambahnya umur serta bobot hidup dan akan diikuti
dengan peningkatan bobot karkas yang dihasilkan, selain itu persentase karkas
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci
Rukun Farm) Berastagi selama 10 minggu di mulai dari tanggal 14 September
sampai 23 November 2013.
Bahan dan Alat Bahan
Kelinci Rex jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor dengan bobot awal
rata-rata 708,25 g + 22,08 g, pellet perlakuan terdiri atas daging buah kakao
(Theobrama cacao L.) fermentasi, tepung jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa,
dedak, ultra mineral, minyak nabati, molases, air minum, daun wortel, obat-obatan
dan vitamin seperti wormectin, B-complex, antibloat, rodalon sebagai desinfektan
kandang.
Alat
Kandang individu sebanyak 20 petak, timbangan kapasitas 10 kg dengan
kepekaan 0,1 g, tempat pakan dan tempat minum pada tiap kandang dengan total
sebanyak 20 unit, mesin giling untuk membuat tepung, mesin pencetak pellet,
termometer untuk mengetahui suhu kandang, sapu lidi sebagai alat pembersih
kandang, terpal sebagai penutup kandang dari angin malam, kardus sebagai
Metode Penelitian Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan sehingga diperoleh 20 unit
percobaan.
Adapun perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut:
P0 : Pellet (20% dedak padi + 80% bahan penyusun pellet)
P1 : Pellet (15% dedak padi + daging buah kakao fermentasi 5% + 80%
bahan penyusun pellet)
P2 : Pellet (10% dedak padi + dagung buah kakao fermentasi 10% + 80%
bahan penyusun pellet)
P3 : Pellet (5% dedak padi + daging buah kakao fermentasi 15% + 80%
bahan penyusun pellet)
P4 : Pellet (20% daging buah kakao fermentasi + 80% bahan penyusun pellet)
Sedangkan jumlah ulangan diperoleh dengan menggunakan rumus seperti berikut:
t (n – 1) > 15 5 (n – 1) > 15 5n > 20
n > 4
n = 4
Kombinasi unit perlakuan dalam kelompok sebagai berikut:
P2U1 P1U4 P4U3 P0U2
P4U3 P3U1 P0U4 P1U2
P3U2 P2U4 P1U3 P4U4
P0U4 P4U3 P2U2 P3U1
P1U4 P0U2 P3U1 P2U3
Yij = µ + σi + εij
Dimana :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke j i = 1, 2, 3, 4, 5 (perlakuan)
j = 1, 2, 3, 4 (ulangan) µ = nilai tengah umum σi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Tabulasi Data Untuk Setiap Parameter
Perlakuan Ulangan Total Perlakuan
(Yi. )
Y01+Y02+....+Y44 : Nilai hasil pengukuran dari perlakuan ke- dan ulangan ke- Yi. : Jumlah perlakuan ke i intuk semua ulangan
Y.. : Jumlah semua perlakuan dan semua ulangan
Analisis Variansi
Setelah semua perhitungan jumlah kuadrat dilakukan kemudian
dimasukkan hasilnya ke tabel analisis variansi.
Parameter Yang Diamati
a. Bobot Potong dan Persentase Bobot Potong
Bobot potong diperoleh dengan cara penimbangan bobot akhir kelinci setelah
dipuasakan selama 7 jam. Untuk persentase bobot potong diperoleh dengan
cara bobot potong dibagi penimbangan bobot akhir kelinci dikali 100%.
b. Bobot Karkas
Bobot karkas diperoleh dari hasil penimbangan dari daging bersama tulang
kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari
kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah ekor dan kulit
yang dihitung dalam gram.
c. Persentase Bobot Karkas
Persentase bobot karkas diperoleh dengan cara membagikan bobot karkas
dengan bobot potong dikali 100%.
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang individu berukuran 50 x 50 x 50 cm
sebanyak 20 petak. Kandang dipersiapkan seminggu sebelum kelinci masuk
dalam kandang agar kandang bebas dari hama penyakit. Kandang beserta
peralatan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan
dengan menggunakan rodalon.
2. Pemilihan Ternak
Penyeleksian ternak kelinci yang akan digunakan sebagai objek penelitian
melalui beberapa syarat sebagai berikut adalah ternak kelinci dalam keadaan
melengkung keatas lurus merapat ke bagian luar mengikuti tulang punggung,
telingga lurus ke atas dan telinga tidak terasa dingin, mata jernih dan bulu
mengkilat. Sebelum kelinci dimasukkan kedalam kandang, dilakukan
penimbangan (setelah pemuasaan selama 4-6 jam) untuk mengetahui bobot
badan awal dari masing-masing kelinci kemudian dilakukan random
(pengacakan) yang bertujuan untuk memperkecil nilai keragaman. Lalu kelinci
dimasukkan kedalam sebanyak 1 ekor per unit penelitian.
3. Pembuatan Inokulen Cair
Pembuatan inokulan cair menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur,
air tebu, ragi tape, ragi tempe, dan yakult. Skema pembuatan inokulen cair
dapat dilihat pada Lampiran 1.
4. Pengolahan Daging Buah Kakao Fermentasi Dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp
Pengolahan daging buah kakao dimulai dari pengambilan buah kakao,
pengupasan, pengambilan daging buah kakao, pengerendaman menggunakan
tawas selama 30 menit, pencucian, perebusan dan penjemuran hingga kering
lalu penggilingan hingga menjadi tepung daging buah kakao dan proses
terakhir difermentasi selama 7 hari. Skema pengolahan daging buah kakao
fermentasi (Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp) dapat dilihat
pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.
5. Penyusunan Pakan Dalam Bentuk Pellet
Bahan penyusun pellet yang digunakan terdiri atas daging buah kakao
(Theobrama cacao L.) fermentasi, tepung jagung, bungkil kedelai, bungkil
digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formulasi pellet yang telah
sesuai dengan level perlakuan. Untuk menghindari ketengikan, pencampuran
konsentrat dilakukan satu kali dalam dua minggu dan pencampuran dilakukan
dengan pengayakan. Pembuatan pellet dapat dilihat pada Lampiran 4.
6. Pemeliharaan Kelinci
Sebelum kelinci diberi perlakuan, dilakukan penimbangan bobot badan awal
kelinci kemudian penimbangan kelinci dilakukan seminggu sekali. Pakan
yang diberi terbagi 2 macam yaitu pellet dan daun wortel, pellet diberikan
pukul 08.00 WIB dan daun wortel diberikan pada pukul 17.00 WIB,
sementara penggantian air minum dilakukan pada pagi hari. Obat-obatan dan
vitamin diberikan sesuai dengan kebutuhan kelinci seperti Wormectin untuk
obat cacing dan mencret dengan dosis 1 cc untuk 8 ekor kelinci, pemberiannya
dengan cara menyuntikkan di bagian subkutan, B-complex sebagai vitamin
dengan dosis 0,25 cc untuk anak kelinci, disuntikkan secara intramuskuler di
bagian paha kelinci dan anti bloat untuk obat mencret dan kembung dengan
dosis 1 sendok teh untuk 1 – 3 ekor, pemberiannya melalui mulut. Kandang,
tempat pakan dan minum dibersihkan setiap hari pada pagi hari.
7. Pengumpulan Data
a. Bobot potong adalah bobot kelinci yang diperoleh dengan cara
penimbangan bobot akhir kelinci setelah dipuasakan selama 10 jam
sebelum disembelih. Sedangkan persentase bobot potong adalah
perbandingan bobot potong dengan penimbangan bobot akhir kelinci
b. Bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari hasil penimbangan dari
daging bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai
batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi
rongga perut, darah ekor dan kulit yang dihitung dalam gram.
c. Persentase karkas adalah perbandingan bobot karkas dengan bobot potong
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Potong Kelinci
Bobot potong adalah bobot yang diperoleh dengan cara penimbangan
bobot akhir kelinci setelah dipuasakan selama 6-10 jam sebelum disembelih. Ini
dilakukan untuk mengosongkan saluran pencernaan (usus).
Gambar 4. Kelinci Rex saat makan pellet perlakuan sebelum pemuasaan
Muryanto dan Prawirodigdo (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi
bobot sapih pada seekor ternak maka semakin tinggi pula bobot potongnya. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan, dimana rataan bobot akhir badan
kelinci selama penelitian adalah 1.900,10 g (Lampiran 6. Tabel 13) dan setelah
dipuasakan selama 7 jam adalah 1.854,00 g (Lampiran 6. Tabel 13). Data bobot
akhir badan kelinci Rex selama penelitian dan bobot potong kelinci Rex jantan
Grafik 1. Bobot akhir kelinci Rex jantan pada penelitian (g/ekor)
Dari grafik di atas dapat di lihat rataan bobot badan akhir tertinggi pada P3
yaitu sebesar 1.907,00 g, sedangkan rataan bobot badan akhir terendah terdapat
pada perlakuan P2 yaitu sebesar 1.894,50 g.
Dari Grafik 2 di atas juga terlihat rataan bobot potong tertinggi pada P3
adalah 1.870,00 g, sedangkan bobot potong terendah pada perlakuan P4 yaitu
sebesar 1.843,75 g.
Untuk mengetahui pengaruh dari substitusi dedak padi dengan daging
buah kakao fermentasi ini terhadap bobot potong kelinci Rex maka dilakukan
analisis keragaman seperti yang terlihat pada Tabel 9 dibawah ini :
Tabel 9. Analisis keragaman bobot potong kelinci Rex jantan
SK DB JK KT F Hitung F tabel 0,05 0,01
Perlakuan 4 1.992,50 498,13 1,74tn 3,13 5,01
Galat 15 4.287,50 285,83
Total 19 6.280,00
Keterangan: tn = tidak nyata
Berdasarkan analisis keragaman pada Tabel 8 diketahui bahwa substitusi
dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pelet kelinci Rex
jantan tidak memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap bobot potong.
Hal ini terlihat pada analisis keragaman, nilai F Hitung lebih kecil dari F Tabel.
Ini membuktikan perlakuan yang menggunakan dedak padi dapat digantikan atau
disubstitusikan dengan daging buah kakao fermentasi, dimana penggunaan daging
buah kakao fermentasi ini dalam setiap perlakuan adalah P0 0%, P1 5%, P2 10%,
P3 15% dan P4 20%. Jadi daging buah kakao fermentasi ini dapat menggantikan
dedak padi hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pellet.
Setelah pemuasaan selama 7 jam terjadi pengosongan organ bagian dalam
yang mempengaruhi bobot badan, dimana data persentase bobot potongnya dapat
Grafik 3. Persentase bobot potong kelinci Rex jantan (%)
Dari Grafik 3 di atas terlihat rataan persentase bobot potong tertinggi
terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 98,10%, sedangkan rataan persentase
terendah terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 96,77%. Total rataan persentase
bobot potong yaitu sebesar 97,58% (Lampiran 6. Tabel 15). Untuk mengetahui
pengaruh dari substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi ini
terhadap persentase bobot potong kelinci Rex maka dilakukan analisis keragaman
seperti yang terlihat pada Tabel 10 dibawah ini :
Tabel 10. Analisis keragaman persentase bobot potong kelinci Rex jantan
SK DB JK KT F Hitung F tabel
Dari analisis keragaman diatas terlihat F Hitung lebih kecil dari F Tabel
(P<0,05), dapat disimpulkan substitusi dedak padi dengan daging buah kakao
fermentasi dalam ransum pelet kelinci Rex jantan juga tidak memberikan
perbedaan yang nyata terhadap persentase bobot potong. Bobot potong dan
persentase bobot potong ini sangat dipengaruhi oleh konsumsi. Jadi, pemuasaan
pada kelinci dilakukan untuk melihat agar tidak ada pengaruh dari pakan terhadap
bobot potong.
Bobot karkas Kelinci
Menurut Kartadisastra (1997), karkas pada ternak kelinci adalah bagian
yang sudah dipisahkan dari kepala, jari-jari kaki, kulit, ekor dan jeroan. Besarnya
bobot karkas tergantung pada besar kecilnya tubuh kelinci, penanganan kelinci,
jenis kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, serta
kesehatan ternak. Sejalan dengan pernyataan Kartadisastra (1997), Muryanto dan
Prawirodigdo (1993) menyatakan bobot potong yang tinggi akan menghasilkan
bobot karkas yang tinggi pula.
Rataan bobot karkas kelinci Rex jantan selama penelitian dapat di lihat
pada Grafik 4 berikut :
Dari Grafik 4 di atas dapat di lihat rataan bobot karkas tertinggi pada P2
yaitu sebesar 965,00 g, sedangkan rataan bobot karkas terendah terdapat pada
perlakuan P1 yaitu sebesar 952,50 g. Sementara dari Tabel 16 (Lampiran 6) dapat
di lihat rataan bobot karkas yaitu sebesar 959,50 g.
Gambar 5. Karkas kelinci Rex jantan
Untuk mengetahui pengaruh dari substitusi dedak padi dengan daging
buah kakao fermentasi ini terhadap bobot karkas kelinci Rex maka dilakukan
analisis keragaman seperti yang terlihat pada Tabel 11 dibawah ini :
Tabel 11. Analisis keragaman bobot karkas kelinci Rex jantan
SK DB JK KT F Hitung F tabel
0,05 0,01
Perlakuan 4 482,50 120,63 0,35tn 3,13 5,01
Galat 15 5112,50 340,83
Total 19 5595,00
Keterangan: tn = tidak nyata
Berdasarkan analisis keragaman pada Tabel 11 di ketahui bahwa substitusi
dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pelet kelinci Rex
jantan tidak memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap bobot karkas.
Hal ini terlihat pada analisis keragaman, nilai F Hitung lebih kecil dari F Tabel.
perlakuan yang menggunakan dedak padi dapat digantikan atau disubstitusikan
dengan daging buah kakao fermentasi, dimana penggunaan daging buah kakao
fermentasi ini dalam setiap perlakuan adalah P0 0%, P1 5%, P2 10%, P3 15% dan
P4 20%. Jadi daging buah kakao fermentasi ini dapat menggantikan dedak padi
hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pellet. Menurut Kartadisastra
(1997), besarnya bobot karkas tergantung pada besar kecilnya tubuh kelinci,
penanganan kelinci, jenis kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan
kualitas pakan, serta kesehatan ternak. Pada penelitian ini jenis ternak yang
digunakan adalah kelinci Rex yang merupakan jenis kelinci penghasil bulu dan
daging yang cukup bagus. Sementara untuk pakan, susunan bahan pakan
disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi kelinci sehingga kebutuhan nutrisi untuk
pertumbuhan kelinci terpenuhi.
Persentase Bobot Karkas Kelinci
Menurut Soeparno (1994), persentase bobot karkas adalah perbandingan
antara bobot karkas dan bobot hidup yang mempunyai faktor penting dalam
produksi ternak potong sebenarnya, karena dalam bobot hidup masih terdapat
saluran pencernaan dan organ dalam yang beratnya untuk masing-masing ternak
berbeda. Persentase karkas dipengaruhi oleh bertambahnya umur serta bobot
hidup dan akan diikuti dengan peningkatan bobot karkas yang dihasilkan, selain
itu persentase karkas juga dipengaruhi oleh umur potong dan jenis kelamin.
Rataan persentaase bobot karkas kelinci Rex jantan setiap perlakuan selama
Grafik 5. Persentase bobot karkas kelinci Rex jantan (%)
Dari Grafik 5 dapat di lihat rataan persentase karkas tertinggi terdapat pada
pelakuan P4 yaitu sebesar 52,27%, sedangkan rataan persentase karkas terendah
terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 51,31%. Dari Tabel 17 (Lampiran 6)
dapat di lihat rataan persentase karkas yaitu sebesar 51,76%. Besarnya rataan
persentase ini sesuai dengan pernyataan dari Kartadisastra (1997) yang
menyatakan bahwa berat karkas yang baik berkisar antara 50% sampai 55% dari
berat badan hidupnya.
Untuk mengetahui pengaruh substitusi dedak padi dengan daging buah
kakao fermentasi terhadap persentase bobot karkas maka dilakukan analisis
keragaman seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 12. Analisis keragaman persentase bobot karkas kelinci Rex jantan
Dari tabel analisis keragaman di atas diketahui bahwa substitusi dedak
padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pelet kelinci Rex jantan
tidak memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap bobot karkas. Hal ini
terlihat pada analisis keragaman, nilai F Hitung lebih kecil dari F Tabel. Sejalan
dengan bobot karkas, substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi
ini juga tidak mempengaruhi persentase bobot karkas kelinci Rex jantan selama
penelitian. Menurut Soeparno (1994), persentase karkas dipengaruhi oleh
bertambahnya umur serta bobot hidup dan akan diikuti dengan peningkatan bobot
karkas yang dihasilkan, selain itu persentase karkas juga dipengaruhi oleh umur
potong dan jenis kelamin.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Rekapitulasi hasil penelitian dari substitusi dedak padi dengan daging
buah kakao fermentasi dalam ransum pelet terhadap bobot potong, persentase
bobot potong, karkas dan bobot karkas dapat dilihat pada Grafik 6.
Grafik 6. Rekapitulasi hasil penelitian
P0 P1 P2 P3 P4
Bobot potong (g/ekor) 1.847,50 1.847,50 1.861,25 1.870,00 1.843,75 Persentase bobot potong (%) 97,45 97,54 98,10 98,06 96,77 Bobot karkas (g/ekor) 952,50 965,00 955,00 961,25 963,75 Persentase bobot karkas (%) 51,55 52,23 51,31 51,42 52,27
Berdasarkan Grafik 6 hasil rekapitulasi di atas diperoleh bahwa sustitusi
dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi tidak memberikan perbedaan
yang nyata terhadap bobot potong, persentase bobot potong, bobot karkas dan
persentase bobot karkas. Hal ini menunjukkan substitusi dedak padi dengan
daging buah kakao fermentasi tidak mempengaruhi bobot potong, persentase
bobot potong, bobot karkas, persentase bobot karkas kelinci Rex jantan selama
penelitian, yang artinya daging buah kakao fermentasi dapat menggantikan dedak
padi hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pellet.
Tidak adanya perbedaan yang nyata antar tiap perlakuan dapat disebabkan
oleh kandungan nutrisi pakan yang berimbang, seperti terlihat pada Lampiran 5
protein pakan pada perlakuan P0 17,88%, P1 17,90%, P3 17,92%, P4 17,95 dan
P5 17,96%. Berimbangnya kandungan protein semua perlakuan dikarenakan
kandungan protein daging buah kakao fermentasi mampu mengimbangi
kandungan protein dedak padi. Terlihat pada Tabel 5 dedak padi mengandung
12% protein sementara daging buah kakao fermentasi 12,38%. Sejalan dengan
kandungan nutrisi pakan perlakuan di atas, kebutuhan protein kelinci muda sekitar
16-18% (Tabel 4) juga terpenuhi. Protein memiliki peranan penting terutama
untuk kelinci muda yang sedang mengalami pertumbuhan karena pada saat
pertumbuhan terjadi pembentukan jaringan tubuh. Apabila kebutuhan protein ini
tidak dapat terpenuhi maka pertumbuhan ternak dapat terhambat dan dapat
mengakibat pertumbuhan yang tidak nornal, seperti bobot ternak yang rendah. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Rukmana (2011) yang menyatakan bahwa protein
dalam ransum ternak mempunyai peranan penting diantaranya untuk
protein juga berfungsi memproduksi air susu, pertumbuhan badan dan
pertumbuhan bulu. Oleh sebab itu, protein sangat dibutuhkan hewan muda yang
sedang dalam pertumbuhan dan induk yang sedang menyusui. Kekurangan protein
pada ternak kelinci dan hewan lainnya dapat menghambat pertumbuhan sehingga
ternak tumbuhnya tidak normal.
Pernyataan di atas juga dipertegas oleh pernyataan Muslih et al. (2005)
yang menyatakan bahwa selain kebutuhan gizi, kelinci pedaging juga harus
terpenuhi kebutuhan bahan keringnya. Jumlah pakan yang diberikan harus sesuai
dengan kebutuhan kelinci sesuai umur dan bobotnya. Jumlah pakan yang kurang
menyebabkan kenaikan bobot tubuh kelinci akan lambat. Sementara itu, jumlah
pakan yang berlebihan hanya menyebabkan pemberian pakan tidak efesien dan
menambah biaya produksi. Selama penelitian rataan konsumsi bahan kering
kelinci adalah 112.33 (g/ekor/hari), menurut NRC (1977) kebutuhan bahan kering
kelinci muda sekitar 112-173 (g/ekor/hari). Jadi, bila dibandingkan dengan
kebutuhan bahan kering sebenarnya maka kebutuhan bahan kering untuk kelinci
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan daging buah kakao yang difermentasi Rhizopus sp,
Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dapat menggantikan penggunaan dedak
padi dalam ransum pellet kelinci Rex jantan lepas sapih hingga 100% dari 20%
bahan baku pembuatan pellet.
Saran
Disarankan dalam menggantikan dedak padi sebagai pakan ternak
sebaiknya menggunakan daging buah kakao fermentasi karena kandungan nutrisi
daging buah kakao fermentasi mampu mengimbangi kandungan nutrisi dedak
DAFTAR PUSTAKA
Amiroenas, D.E. 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet Dengan Bahan Serat Biomassa Pod Coklat (Theobrama cacao l.,) untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Utara, 2012. Statistik Peternakan 2011.
Ewan, C.V., Moor and A Seo. 1992. Isoflavon Aglycones and Volatiles Compound in Soybeans, Effect of Soaking Treatment., Journal Food Science, 57,677-682.
Ginting, N. 2010. Compost Centre. Guidelines, Training On Compost : A Takakura Method. Sumatera Utara University Campus. Medan.
Hartadi, H, Reksohardiprodjo, S, dan Tillman, A, D,. 1997. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Herman, R. M. Duldjaman dan N. Sugana., 1983. Irisan Komersil Karkas Kelinci dan Proporsi Dagingnya. Media Peternakan.
Kartadisastra, H. R., 1994. Kelinci Unggul. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Kartadisastra, H. R., 1997. Ternak Kelinci Teknologi Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta.
Lay, B.W dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers. Jakarta.
Laconi, E. B., 1998. Peningkatan Kualitas Kakao Melalui Amoniasi Dengan Urea dan Biofermentasi Dengan Phanerochaete Chrysosporium serta Penjabarannya Dalam Formula Ransum Ruminansia. Disertasi. Program Pacasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Masanto, R dan Agus., A. 2010. Beternak Kelinci Podong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Muryanto dan S. Prawirodigdo., 1993. Pengaruh Jenis Kelamin dan Bobot Potong
Terhadap Persentase Karkas dan Non-karkas Pada Kelinci Rex. Jurnal
Ilmiah Penelitian Ternak Klepu 1:33-38.
Nutrient Reseatch Council, Committeon Animal Nutrion., 1977. Nutrient Requierment of Domestic Animals. II. Nutrient Requierment of Swine.
Parrakasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart and Winston. Texas.
Priyatna, N. 2011. Beternak dan Bisnis Kelinci Pedaging. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Rasidi, 2002. 302 Formula Pakan Lokal Alternatif Untuk Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rukmana, 2011. Sukses Beternak Kelinci. Penebar Angkasa, Bandung.
Sarwono, B., 2001.Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Siregar, T.H.S., Slamet, R., dan Laeli, N.,. 2009. Budi Daya Cokelat. Penebar Swadaya. Depok.
Soeparno, 1994. Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Suriaatmadja, M. 1980. Beternak Kelinci di Pekarangan untuk Perbaikan Gizi Keluarga. Ed Sebtember 1980, No 4/Tahun I. Darmais.
http://coklat-chocolate.blogspot.com/2008/03/kulit-buah-kakaopulp-buah.html, 2013 [ diakses pada tanggal 1 April 2013 pukul 19.00 wib]. Medan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Saccharomyces [ diakses pada tanggal 1 April 2013 pukul 21.00 wib]. Medan.
Lampiran 1. Pembuatan Inokulen Cair
Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon air mineral
Dimasukkan air tebu sebanyak 1,5 liter
Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram
Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram Dimasukkan yakult sebanyak 15 ml
Diaduk seluruh bahan sampai merata
Lampiran 2. Pembuatan Tepung Daging Buah Kakao
Pengambilan buah kakao
Pengupasan buah kakao
Pengambilan daging buah kakao
Pengerendaman menggunakan tawas selama 30 menit
Perebusan selama 30 menit
Penjemuran hingga kering
Penggilingan/ di grinder
Lampiran 3. Fermentasi Daging Buah Kakao
Pembuatan inokulan cair
Pencampuran 100 kg tepung daging buah kakao dengan inokulan cair + dedak padi 5%
dari bahan
Campuran tersebut ditutup dengan selimut sabuk kelapa selama 7 hari
Diukur suhunya dengan termometer
Daging buah kakao fermentasi di jemur angin sampai kering
Lampiran 4. Pembuatan Pakan Bentuk Pellet
Bahan baku digiling hingga menjadi tepung dengan mesin grinder Bahan baku
Ditimbang menurut formula yang sudah ditetapkan
Diaduk hingga merata ditempat pengadukan
Ditambahkan air kedalam molasses dengan perbandingan air dengan molasses 1 : 5 kemudian aduk hingga merata
Diaduk kembali hingga bahan cair tercampur rata dalam bahan
Bahan baku berbentuk adonan dengan kebasahan 60%
Adonan dimasukkan kealat pencetak pellet
Dihasilkan pellet ukuran 5-7 mm
Lampiran 5. Formula Konsentrat Pakan Kelinci
No Bahan Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
1. Dedak padi 20 15 10 5 0
2. DPKF 0 5 10 15 20
3. T. Jagung 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5
4. B. Kedelai 18 18 18 18 18
5. B. Kelapa 25 25 25 25 25
6. Ultra
Mineral 1 1 1 1 1
7. M. Nabati 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
8. Molases 4 4 4 4 4
TOTAL 100 100 100 100 100
Kandungan Nutrisi
1. PK (%) 17,88 17,90 17,92 17,94 17,96
2. EM
(kkal/mg) 2.483,95 2.489,85 2.495,75 2.501,65 2.507,55
3. SK (%) 8,08 8,93 9,79 10,75 11,51
4. LK (%) 4,47 4,35 3,96 3,57 3,18
5. Ca (%) 0,66 0,65 0,65 0,65 0,65
6. P (%) 0,82 0,73 0,65 0,56 0,48
Lampiran 6. Tabulasi data parameter penelitian