• Tidak ada hasil yang ditemukan

Substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pellet terhadap kuantitas karkas kelinci Rex jantan lepas sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pellet terhadap kuantitas karkas kelinci Rex jantan lepas sapih"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

SUBSTITUSI DEDAK PADI DENGAN DAGING BUAH

KAKAO FERMENTASI DALAM RANSUM PELLET

TERHADAP KUANTITAS KARKAS KELINCI

REX JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

YUNIKA TARIGAN 090306066

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SUBSTITUSI DEDAK PADI DENGAN DAGING BUAH

KAKAO FERMENTASI DALAM RANSUM PELLET

TERHADAP KUANTITAS KARKAS KELINCI

REX JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

YUNIKA TARIGAN 090306066/ PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul : Substitusi Dedak Padi dengan Daging Buah Kakao Fermentasi dalam Ransum Pellet terhadap Kuantitas Karkas Kelinci Rex

Jantan Lepas Sapih Nama : Yunika Tarigan NIM : 090306066 Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurzainah Ginting Ir. Iskandar Sembiring, MM

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

(4)

ABSTRAK

YUNIKA TARIGAN, 2014 : “Substitusi Dedak Padi dengan Daging Buah Kakao Fermentasi dalam Ransum Pellet terhadap Kuantitas Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh NURZAINAH GINTING dan ISKANDAR SEMBIRING.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hasil dari subtitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pellet terhadap bobot potong, persentase bobot potong, bobot karkas dan persentase bobot karkas kelinci Rex jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci Rukun Farm) Berastagi bulan September - November 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci dengan bobot awal rata-rata 708,25 g +22,08 g. Perlakuan terdiri dari P0 : Pellet (dedak padi 20% + 80% bahan penyusun pellet), P1 : Pellet (dedak padi 15% + daging buah kakao fermentasi 5% + 80% bahan penyusun pellet), P2 : Pellet (dedak padi 10% + daging buah kakao fermentasi 10% + 80% bahan penyusun pellet), P3 : Pellet (dedak padi 5% + daging buah kakao fermentasi 15% + 80% bahan penyusun pellet), dan P4 : Pellet (daging buah kakao fermentasi 20% + 80% bahan penyusun pellet).

Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot potong P0 : 1.847,50 g, P1 : 1.847,50 g, P2 : 1.861,25 g, P3 : 1.870,00 g, dan P4 : 1.843,75 g. Rataan bobot karkas P0 : 952,50 g, P1 : 965,00 g, P2 : 955,00 g, P3 : 961,25 g, dan P4 : 963,75 g. Persentase bobot karkas P0 : 51,55%, P1 : 52,23%, P2 : 51,31%, P3 : 51,42% dan P4 : 52,27%. Hasil analisa statistik menunjukkan substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pellet kelinci tidak memberikan pengaruh nyata nyata (P>0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, dan persentase bobot karkas kelinci Rex. Kesimpulan dari penelitian ini adalah daging buah kakao fermentasi dapat menggantikan dedak padi hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pelet.

(5)

ABSTRACT

YUNIKA TARIGAN, 2014: "Substitution Rice Bran by Fermented Cocoa Fruit Meat in Rations Pellet on Carcass Quantity of Male Rex Rabbit After Wean". Guided by NURZAINAH GINTING and ISKANDAR SEMBIRING.

This research objective to examine the effect of substitution rice bran by fermented cocoa fruit meat in the pelleted ration to slaughter weight, the percentage of slaughter weight, carcass weight and carcass weight percentage of male Rex rabbit after wean. The researh was conducted at Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci Rukun Farm) Berastagi months of September 2013 until November 2013. The research methodused in this study was a completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications. This study used 20 rabbits with an average initial weight of 708.25 g + 22.08 g. Treatment consisted of P0: Pellet (20% rice bran + 80% materials were pelleted), P1: Pellet (15% rice bran + 5% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted), P2: Pellet (10% rice bran + 10% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted), P3: Pellet (5% rice bran+ 15% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted), and P4: Pellet (20% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted).

The results showed the average slaughter weight P0: 1.847.50 g, P1: 1.847.50 g, P2: 1.861.25 g, P3: 1.870.00 g, and P4: 1.843.75 g respectively.

The average percentage of slaughter weight P0 : 97.45%, P1 : 97.45%, P2 : 98.10%, P3 : 98.06% and P4 : 96,77% respectively. The average carcass

weight P0 : 952.50 g, P1: 965.00 g, P2: 955.00 g, P3: 961.25 g, and P4: 963.75 g respectively. The average percentage of carcass weight P0: 51.55%, P1: 52.23%, P2: 51.31%, P3: 51.42% and P4: 52.27% respectively. Results of statistical analysis showed substitution of rice bran by fermentated cocoa fruit meat in rabbit pellet ration no significant effect (P>0.05) to slaughter weight, percentage of slaughter weight,carcass weight, and carcass weight percentage of Rex rabbits. The conclusion of this study is fruit meat fermented cocoa buah can replace bran rice up in 100% from 20% raw material for making pellets.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 30 Juni 1990 dari ayah

alm. Kumpulan Tarigan dan ibu Atelit br Perangin-angin. Penulis merupakan putri

kedua dari dua bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari MAN Kabanjahe dan pada tahun 2009

masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui ujian tertulis

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih

Program Studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai bendahara Ikatan

Mahasiswa Peternakan (IMAPET) periode 2011-2012, anggota Himpunan

Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP) dan terakhir penulis menjadi salah satu

finalis Big Idea Competition yang diadakan oleh SEC USU pada tahun 2013.

Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pardugul

Dusun Buntu Pangaloan Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir pada tahun

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Substitusi Dedak Padi dengan Daging Buah Kakao

Fermentasi dalam Ransum Pellet terhadap Kuantitas Karkas Kelinci Rex Jantan

Lepas Sapih”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada orang tua

penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis juga

menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Nurzainah Ginting dan Bapak

Iskandar Sembiring selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua

civitas akademika di Program Studi Peternakan serta semua rekan mahasiswa

yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi dan pemilik kandang kelinci bang Jamin Purba yang telah

membantu penulis penelitian di Peternakan Kelinci Rukun Farm Berastagi selama

10 minggu.

(8)

DAFTAR ISI

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci ... 4

Kelinci Rex ... 5

Pakan Ternak Kelinci ... 6

Teknologi Pengolahan Pakan Berbentuk Pellet ... 7

Dedak Padi ... 9

Buah Kakao dan Potensi Kakao di Indonesia ... 9

Fermentasi ... 12

Bobot Karkas dan Persentase Karkas ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

Persentase Bobot Karkas Kelinci ... 32

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

(9)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya ... 4

2. Perkembangan populasi ternak kelinci di Sumatera Utara ... 5

3. Produksi dan reproduksi kelinci Rex ... 6

4. Kebutuhan gizi kelinci ... 7

5. Kebutuhan bahan kering kelinci... 8

6. Kandungan nutrisi bahan pakan penyusun pellet ... 9

7. Persentase bagian-bagian di dalam cokelat ... 11

8. Kandungan nutrisi antara buah kakao fermentasi dan daging buah kakao fermentasi ... 12

9. Analisis keragaman bobot potong kelinci Rex jantan ... 29

10.Analisis keragaman persentase bobot potong kelinci Rex jantan ... 30

11.Analisis keragaman bobot karkas kelinci Rex jantan ... 32

12.Analisis keragaman persentase bobot karkas kelinci Rex jantan ... 34

13.Rataan bobot akhir kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor) ... 46

14.Rataan bobot potong kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor) ... 46

15.Rataan persentase bobot potong kelinci Rex jantan (%) ... 46

16.Rataan bobot karkas kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor) ... 47

17.Rataan persentase bobot karkas kelinci Rex jantan (%) ... 47

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Pembuatan inokulen cair ... 41

2. Pembuatan tepung daging buah kakao ... 42

3. Fermentasi daging buah kakao ... 43

4. Pembuatan pakan bentuk pellet ... 44

5. Formula ransum pakan kelinci ... 45

(11)

ABSTRAK

YUNIKA TARIGAN, 2014 : “Substitusi Dedak Padi dengan Daging Buah Kakao Fermentasi dalam Ransum Pellet terhadap Kuantitas Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh NURZAINAH GINTING dan ISKANDAR SEMBIRING.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hasil dari subtitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pellet terhadap bobot potong, persentase bobot potong, bobot karkas dan persentase bobot karkas kelinci Rex jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci Rukun Farm) Berastagi bulan September - November 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci dengan bobot awal rata-rata 708,25 g +22,08 g. Perlakuan terdiri dari P0 : Pellet (dedak padi 20% + 80% bahan penyusun pellet), P1 : Pellet (dedak padi 15% + daging buah kakao fermentasi 5% + 80% bahan penyusun pellet), P2 : Pellet (dedak padi 10% + daging buah kakao fermentasi 10% + 80% bahan penyusun pellet), P3 : Pellet (dedak padi 5% + daging buah kakao fermentasi 15% + 80% bahan penyusun pellet), dan P4 : Pellet (daging buah kakao fermentasi 20% + 80% bahan penyusun pellet).

Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot potong P0 : 1.847,50 g, P1 : 1.847,50 g, P2 : 1.861,25 g, P3 : 1.870,00 g, dan P4 : 1.843,75 g. Rataan bobot karkas P0 : 952,50 g, P1 : 965,00 g, P2 : 955,00 g, P3 : 961,25 g, dan P4 : 963,75 g. Persentase bobot karkas P0 : 51,55%, P1 : 52,23%, P2 : 51,31%, P3 : 51,42% dan P4 : 52,27%. Hasil analisa statistik menunjukkan substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pellet kelinci tidak memberikan pengaruh nyata nyata (P>0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, dan persentase bobot karkas kelinci Rex. Kesimpulan dari penelitian ini adalah daging buah kakao fermentasi dapat menggantikan dedak padi hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pelet.

(12)

ABSTRACT

YUNIKA TARIGAN, 2014: "Substitution Rice Bran by Fermented Cocoa Fruit Meat in Rations Pellet on Carcass Quantity of Male Rex Rabbit After Wean". Guided by NURZAINAH GINTING and ISKANDAR SEMBIRING.

This research objective to examine the effect of substitution rice bran by fermented cocoa fruit meat in the pelleted ration to slaughter weight, the percentage of slaughter weight, carcass weight and carcass weight percentage of male Rex rabbit after wean. The researh was conducted at Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci Rukun Farm) Berastagi months of September 2013 until November 2013. The research methodused in this study was a completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications. This study used 20 rabbits with an average initial weight of 708.25 g + 22.08 g. Treatment consisted of P0: Pellet (20% rice bran + 80% materials were pelleted), P1: Pellet (15% rice bran + 5% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted), P2: Pellet (10% rice bran + 10% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted), P3: Pellet (5% rice bran+ 15% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted), and P4: Pellet (20% fermented cocoa fruit meat + 80% materials were pelleted).

The results showed the average slaughter weight P0: 1.847.50 g, P1: 1.847.50 g, P2: 1.861.25 g, P3: 1.870.00 g, and P4: 1.843.75 g respectively.

The average percentage of slaughter weight P0 : 97.45%, P1 : 97.45%, P2 : 98.10%, P3 : 98.06% and P4 : 96,77% respectively. The average carcass

weight P0 : 952.50 g, P1: 965.00 g, P2: 955.00 g, P3: 961.25 g, and P4: 963.75 g respectively. The average percentage of carcass weight P0: 51.55%, P1: 52.23%, P2: 51.31%, P3: 51.42% and P4: 52.27% respectively. Results of statistical analysis showed substitution of rice bran by fermentated cocoa fruit meat in rabbit pellet ration no significant effect (P>0.05) to slaughter weight, percentage of slaughter weight,carcass weight, and carcass weight percentage of Rex rabbits. The conclusion of this study is fruit meat fermented cocoa buah can replace bran rice up in 100% from 20% raw material for making pellets.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging merupakan salah satu kebutuhan dasar pangan masyarakat. Pada

umumnya konsumsi daging masyarakat Indonesia terutama golongan

berpenghasilan rendah yang merupakan bagian terbanyak, yaitu 60% dari total

jumlah penduduk Indonesia 253 juta (Statistik, 2012), masih sedikit dan jauh dari

pemenuhan kebutuhan gizi. Karena itu usaha penyediaan daging yang cukup

memadai dan terjangkau oleh seluruh masyarakat sangat penting. Untuk

menunjang usaha perbaikan gizi rakyat, perlu kiranya lebih dianekaragamkan

penyediaan jenis-jenis ternak potong. Dan salah satu ternak kecil yang patut

dipertimbangkan adalah kelinci.

Seekor kelinci bisa menghasilkan daging 50-55% setiap kilogram bobot

badan. Daging kelinci mengandung lemak dan kolesterol jauh lebih rendah

dibanding dengan daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi,

tetapi kandungan proteinnya lebih tinggi.

Beternak kelinci bertujuan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis dari

usaha tersebut dengan pemilihan pakan yang sesuai. Jenis pakan yang dipakai

tidak bersaing dengan manusia atau industri bidang peternakan seperti ayam.

Pendayagunaan pakan yang tidak berasal dari bahan makanan manusia

diutamakan dalam peternakan kelinci.

Bahan baku yang umum digunakan sebagai bahan ransum mengalami

peningkatan harga, misalnya dedak padi, kebutuhan yang terus meningkat

menyebabkan harganya juga ikut mengalami kenaikan. Memperhatikan nilai

(14)

dedak padi dengan bahan baku pakan yang lain. Sebagai bahan pengganti dedak,

bahan tersebut harus memiliki nilai nutrisi yang sama dengan dedak padi. Selain

itu, bahan tersebut harus memenuhi kriteria sebagai bahan pakan, jumlahnya dan

ketersediaannya harus terjamin sepanjang tahun, tidak membahayakan bagi

ternak, merupakan komoditas yang tidak bersaing dengan manusia.

Salah satu pakan yang tidak bersaing dengan manusia atau industri adalah

pod kakao (Theobroma cacao L,.). Pod kakao adalah kulit buah kakao yang

merupakan hasil samping dari pengolahan pasca panen kakao yang umumnya

belum dimanfaatkan. Pod kakao tidak dianjurkan sebagai bahan baku pakan

ternak karena berserat kasar tinggi dan mengandung anti nutrisi. Upaya

meningkatkan nilai gizi bahan pakan hasil ikutan perkebunan yang berkualitas

rendah merupakan upaya strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan, yaitu

dengan fermentasi. Pada umumnya, pod kakao yang dijadikan pakan ternak

langsung difermentasi tanpa ada perlakuan terlebih dahulu misalnya pengulitan.

Pada penelitian Ashadi (1988) tepung pod kakao setelah ditambah dengan air akan

terlihat adanya lendir atau gum, lendir yang ada pod kakao ini akan berpengaruh

pada kerja enzim saat hidrolisis, untuk menghilangkan lendir dilakukan proses

degumming, yakni pencucian tepung pod kakao dengan Ca(OH)2. Melihat hal ini

peneliti ingin mencoba dengan pengulitan dan pengerendaman menggunakan

tawas yang diharapkan dapat mengurangi lendir sehingga kerja bakteri saat

fermentasi bisa optimal.

Sumatera Utara merupakan sentra perkebunan, termasuk perkebunan

kakao yang sangat luas, hasil samping berupa kulit buah kakao juga melimpah.

(15)

sebagai bahan pakan ternak. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Substitusi Dedak Padi dengan Daging Buah

Kakao Fermentasi dalam Ransum Pellet terhadap Kuantitas Karkas Kelinci Rex

Jantan Lepas Sapih”.

Tujuan Penelitian

Melihat hasil dari subtitusi dedak padi dengan daging buah kakao

fermentasi dalam ransum pellet terhadap bobot potong, persentase bobot potong,

bobot karkas dan persentase bobot karkas kelinci Rex jantan lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi kalangan

akademis, peneliti dan masyarakat tentang pemanfaatan substitusi dedak padi

dengan daging buah kakao fermentasi.

Hipotesis Penelitian

Penggunaan daging buah kakao yang difermentasi Rhizopus sp,

Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dapat menggantikan penggunaan dedak

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci

Menurut sistem Binomial, bangsa kelinci diklasifikasikan sebagai berikut ;

Ordo : Lagomorpha, Famili : Leporidae, Sub famili : Leporine, Genus : Lepus,

Orictolagus., Spesies : Lepus spp., Orictolagus spp. Jenis yang umum diternakkan

adalah American Chinchilla, Angora, Belgian, Californian, Dutch, English Spot,

Flemish Giant, Havana, Himalayan, New Zealand Red, White dan Black, Rex

Amerika. Kelinci lokal yang ada sebenarnya berasal dari dari Eropa yang telah

bercampur dengan jenis lain hingga sulit dikenali lagi. Jenis New Zealand White

dan Californian sangat baik untuk produksi daging, sedangkan Angora baik untuk

bulu (Priyatna, 2011).

Daging kelinci memiliki kadar gizi yang tinggi yaitu protein sebesar

20,8% dan lemak yang rendah sebesar 10,2%, dibandingkan ternak lain seperti

sapi memiliki protein lebih rendah sebesar 16,3% dan lemak tinggi sebesar 22%

seperti yang tertera dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya

Jenis Ternak Protein (%) Lemak (%) Kadar Air (%) Kalori (%)

Sumber : Sarwono (2001)

Dari data Statistik Peternakan Sumatera Utara (2011), terdapat

perkembangan populasi ternak kelinci di beberapa kabupaten/ kota di Sumatera

(17)

paling banyak diikuti beberapa daerah berikutnya seperti Simalungun, Labuhan

Batu Utara, Batubara, Langkat dan kabupaten lainnya seperti yang tertera pada

Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Perkembangan populasi ternak kelinci per kabupaten/kota di Sumatera Utara (ekor)

No Kabupaten/kota Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1. Tapanuli Selatan 0 0 171 205 210

2. Simalungun 0 0 3.353 3.588 3.664

3. Karo 17.314 28.924 30.565 11.769 12.019

4. Langkat 0 0 0 986 1.007

Jumlah 18.354 29.361 35.759 20.626 21.063

Sumber : Data Statistik Peternakan Sumatera Utara (2011)

Kelinci Rex

Berdasarkan sejarahnya, kelinci Rex pertama kali dikembangkan di

Perancis. Pada tahun 1929, Amerika Serikat turut mengembangkan kelinci ini.

Pada awalnya, kelinci Rex dikembangkan sebagai kelinci hias. Namun,

lama-kelamaan dimanfaatkan sebagai kelinci penghasil kulit bulu (fur). Kelinci Rex

memiliki bulu pendek yang halus dan tebal sehingga industri kulit Hongkong dan

Kanada mulai melirik potensi ini. Bentuk badan Rex bulat memanjang seperti

kapsul, terlihat gempal, dan memiliki tulang yang kuat. Telinganya yang panjang

memiliki ciri tegak ke atas. Umumnya, bobot tubuh Rex dewasa berkisar antara

2,7-3,6 kg. Rex memiliki warna dan corak yang beragam. Beberapa warna dan

(18)

Rex), biru (Blue Rex), ungu merah muda (Lilac Rex), cokelat emas (Nutria Rex),

merah kuning keemasan (Orange Rex), cokelat keemasan (Cinamon Rex), cokelat

kehitaman (Havana Rex), totol hitam (Dalmation Rex), kombinasi hitam oranye

(Harlequin Rex), kucing siam (Siamese Sable Rex) dan papillon (English Spot

atau Dominan Spot) (Masanto dan Agus, 2010).

Gambar 1. Kelinci Rex dengan warna kombinasi hitam oranye

Tabel 3. Produksi dan reproduksi kelinci Rex

Produksi dan reproduksi kelinci Rex Data

Lama penyapihan 6 – 8 minggu

Umur dewasa kelamin 2 bulan

Umur dewasa tubuh 4 bulan

Lama bunting 29 – 32 hari

Lama produksi 1-3 tahun

Bobot dewasa 2,7 – 3,6 kg

Sumber: Kartadisastra (1994)

Pakan Ternak Kelinci

Untuk memaksimalkan pertumbuhan dan kerja sistem tubuh kelinci, pakan

yang diberikan harus memiliki kandungan gizi yang baik dan seimbang. Hal

tersebut dapat dicapai salah satunya dengan cara pemberian pakan yang

bervariasi. Pakan yang diberikan untuk kelinci sedikitnya mengandung unsur gizi

seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, serat kasar, kadar garam, mineral dan

(19)

metabolisme tubuh kelinci. Karena itu sebaiknya pemberian air minum bagi

kelinci jangan sampai telat atau kehabisan (Masanto dan Agus, 2010).

Protein dalam ransum ternak mempunyai peranan penting diantaranya

untuk pembentukan jaringan tubuh, misalnya urat-urat, daging dan kulit. Selain

itu, protein juga berfungsi memproduksi air susu, pertumbuhan badan dan

pertumbuhan bulu. Oleh sebab itu, protein sangat dibutuhkan hewan muda yang

sedang dalam pertumbuhan dan induk yang sedang menyusui. Kekurangan protein

pada ternak kelinci dan hewan lainnya dapat menghambat pertumbuhan sehingga

ternak tumbuhnya tidak normal (Rukmana, 2011).

Kebutuhan pakan yang seimbang harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi

kelinci. dalam beternak kelinci pedaging, hal ini perlu diperhatikan agar kelinci

dapat mencapai bobot maksimal pada waktu yang telah ditentukan. Karena itu,

peternak harus mengetahui kebutuhan gizi masing-masing kelinci. Karena

kebutuhan gizi kelinci berbeda-beda sesuai dengan umur dan kondisi kelinci. pada

Tabel 4 perbandingan kebutuhan gizi pakan pada beberapa fase hidup kelinci.

Tabel 4. Kebutuhan gizi kelinci

Periode Kebutuhan gizi (%)

Protein Lemak Serat kasar

Bunting 15 – 17 3 – 6 12 – 16

Menyusui 24 – 26 3 – 6 12 – 16

Dewasa 12 – 15 2 – 4 16 – 22

Muda 16 – 18 3 – 6 12 – 16

Sumber : Muslih et al., (2005)

Selain kebutuhan gizi, kelinci pedaging juga harus terpenuhi kebutuhan

bahan keringnya. Jumlah pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan

kelinci sesuai umur dan bobotnya. Jumlah pakan yang kurang menyebabkan

(20)

berlebihan hanya menyebabkan pemberian pakan tidak efesien dan menambah

biaya produksi (Muslih et al.,2005).

Tabel 5. Kebutuhan bahan kering kelinci

Periode Bobot (kg) Bahan kering (%) Kebutuhan bahan kering (g/ekor/hari)

Muda 1,8 – 3,2 6,2 – 5,4 112 – 173 Dewasa 2,3 – 6,8 4,0 – 3,0 92 – 204 Bunting 2,3 – 6,8 5,0 – 3,7 115 – 251

Menyusui 4,5 11,5 520

Sumber : NRC (1977)

Teknologi Pengolahan Pakan Berbentuk Pellet

Pellet merupakan jenis pakan berbentuk padat yang terdiri atas campuran

dari berbagai jenis bahan pakan. Beberapa komponen penyusun pellet khusus

kelinci ini diantaranya ampas tahu, bekatul, jagung, biji-bijian atau

kacang-kacangan dan pakan hijauan. Karena kandungan gizinya yang cukup lengkap,

pellet dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gizi kelinci. Penggunaan

pakan pellet juga lebih praktis dan dapat membuat kandang tetap terjaga

kebersihannya. Pasalnya, pakan tidak akan banyak berceceran dan kering. Bagi

peternak kelinci yang berminat membeli pakan pellet dapat mencarinya di

beberapa peternakan kelinci yang memproduksi pellet. Namun, untuk menghemat

biaya, pellet bisa juga dibuat atau diolah sendiri (Priyatna, 2011).

Untuk membuat pakan bentuk crumble atau pellet dari pakan bentuk

tepung maka harus dilakukan proses lebih lanjut. Selain itu juga perlu dilakukan

pengujian kepadatan atau kerekatannya jika mau dibuat pakan bentuk pellet.

Caranya, ambil pakan yang berbentuk secukupnya lalu dijemur. Setelah kering,

kalau pellet yang dihasilkan keras dan tidak mudah pecah berarti baik. Namun jika

(21)

sintesis (white pellard) atau tepung tapioka. Penambahan bahan tersebut bertujuan

untuk membantu tingkat kekerasan pellet seperti yang diinginkan (Rasidi, 2002).

Berikut tabel bahan pakan yang digunakan sebagai penyusun pellet kelinci

beserta kandungan nutrisinya :

Tabel 6. Kandungan nutrisi bahan pakan penyusun pellet

No Nama Bahan PK

** Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak (2013) *** Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2013)

Perbedaan bentuk fisik ransum juga sangat mempengaruhi bobot potong

dan bobot karkas kelinci. Hal ini terlihat pada hasil penelitian Syahril (2013),

dimana bobot potong dan bobot karkas kelinci yang diberi pakan bentuk pellet

memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan kelinci yang diberi pakan bentuk

mash.

Dedak Padi

Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari hasil pemisahan beras

dengan kulit gabah melalui proses penggilingan dan pengayakan padi

(Parakkasi, 1995). Dedak mengandung paling tidak 65% dari zat gizi mikro penting yang terdapat pada beras dan komponen tanaman bermanfaat yang disebut

(22)

magnesium, potassium), asam amino, asam lemak esensial, dan antioksidan.

Kandungan kaya gizi itu, membuat dedak menjadi bahan pangan fungsional yang penting, yang mengurangi risiko terjangkitnya penyakit dan meningkatkan status

kesehatan tubuh. Dedak juga merupakan bahan bersifat hipoalergenik dan sumber

serat makan (dietary fiber) yang baik (Hariyadi, 2003).

Sebagai bahan pakan asal nabati, dedak mempunyai kandungan nutrinya

juga cukup baik, dimana kandungan protein dedak halus sebesar 12%, kandungan

lemak kasar 12%, serat kasar 13%, kalsium 0,1%, phospor 1,3% dan TDN 64%

(Hartadi et al,. 1997).

Pod Kakao dan Potensi Kakao di Indonesia

Kulit buah coklat adalah kulit bagian terluar yang menyelubungi biji coklat

dengan tekstur kasar, tebal dan agak keras. Kulit buah memiliki 10 alur dengan

ketebalan 1–2 cm. Pada waktu muda, biji menempel pada bagian dalam kulit

buah, tetapi saat masak biji akan terlepas dari kulit buah. Buah yang masak akan

berbunyi bila digoncang

(http://coklat-chocolate.blogspot.com/2008/03/kulit-buah-kakaopulp-buah.html, 2013).

Kulit buah cokelat atau pod kakao dapat dimanfaatkan sebagai campuran

bahan makanan ternak. Kulit buah cokelat jika dibenamkan ke dalam tanah akan

meningkatkan jumlah hara tersedia. Di samping itu, kulit buah cokelat juga dapat

digunakan sebagai sumber gas bio dan bahan pembuatan pektin. Tabel 7

(23)

Tabel 7. Persentase bagian-bagian di dalam cokelat

Komponen Kadar (%)

Segar Kering

Kulit 68,5 47,2

Plasenta 2,5 2,0

Biji 29,0 50,8

Sumber : Siregar et al. (2009)

Gambar 2. Bagian-bagian di dalam cokelat

Hasil ikutan pertanian pada umumnya mempunyai kualitas yang rendah

karena berserat kasar yang tinggi dan dapat mengandung anti nutrisi. Pod kakao

mengandung lignin dan theobromin yang sangat tinggi. Selain mengandung

serat kasar yang tinggi sekitar 40,03% dan protein yang rendah sebesar 9,71%

(Laconi, 1998), pod kakao mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan

lignin 20–27,95% (Amiroenas, 1990). Lignin yang berikatan dengan selulosa

tidak bisa dimanfaatkan oleh ternak. Upaya peningkatan kualitas dan nilai gizi

pakan serat hasil ikutan pertanian yang berkualitas rendah merupakan upaya

strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan.

Perbedaan kandungan nutrisi antara pod kakao tanpa fermentasi dan pod

kakao difermentasi, daging buah kakao tanpa fermentasi dan daging buah kakao

fermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dapat dilihat

pada Tabel 8 berikut.

Kulit luar kakao

Pod kakao

Daging buah

(24)

Tabel 8. Perbedaan kandungan nutrisi antara pod kakao fermentasi dan daging pod kakao fermentasi

Bahan pakan Kandungan

PK (%) LK (%) SK (%)

Pod kakao 6,16* 1,89* 33,90*

Pod kakao fermentasi 10,46* 1,06* 36,34*

Daging buah kakao direndam 8,20** 3,08** 34,26** Daging buah kakao direndam + direbus 8,42** 4,09** 34,04** Daging buah kakao direndam + difermentasi 10,32** 2,82** 32,09** Daging buah kakao direndam + direbus +

difermentasi

12,38** 4,18** 30,19**

Sumber : *Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2011) **Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak (2013)

Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan

anaerob (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk

respirasi anaerob tetapi terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefenisikan

fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerob dengan tanpa akseptor

elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dihasilkan dalam fermentasi.

Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat dan hidrogen.

Beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam

butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam

fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman berakohol

lainnya. Respirasi anaerob dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang

tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk

fermentasi yang menghasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya.

Akumulasi asam laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan

(25)

Inokulen Cair

Inokulan cair adalah kumpulan mikroorganisme dalam bentuk cair.

Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah 10 liter air sumur, 1,5 liter air tebu,

60 gr ragi tape, 60 gr ragi tempe, 2 sendok makan yogurt. Cara pembuatannya

adalah semuanya dimasukkan ke galon ukuran 20 liter, lubangnya ditutup dengan

kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan 3 hari. Inokulan cair menghasilkan gas

yang dapat membuat plastik itu menjadi menggelembung dan dari situ kita dapat

mengetahui apakah inokulan cair itu dapat digunakan atau tidak. Inokulan cair

yang dapat digunakan hanya inokulan yang menghasilkan gas yang

dapat membuat plastik menjadi menggelembung apabila plastik tidak

menggelembung maka inokulan cair itu tidak dapat digunakan (Ginting, 2009).

Tujuan tahapan ini adalah untuk membiakkan mikroorganisme yang

berdasarkan hasil penelitian Koji Takakura akan mampu mendegrasi sampah

organik yang berasal dari dapur rumah tangga. Mikroorganisme dasar adalah

Saccharomyses sp yang berasal dari ragi tape, Rhizopus sp dari ragi tempe dan

Lactobacillus sp yang berasal dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai

sifat-sifat sebagai berikut : 1) sifat-sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces sp

akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat

menjadi volatile fatty acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam

amino, 2) sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus sp akan mengeluarkan

enzim proease yang akan merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi

peptida sederhana, dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air, 3) sifat

lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus sp akan menghasilkan enzim lipase

(26)

Mikroorganisme Fermentasi Rhizopus sp

Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota

ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang

membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki

hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp

yang juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa

vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak

sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh ke arah atas dan

mengandung ratusan spora. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya

oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah Rhizopus

stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan Opson, 2006).

Kapang golongan Rhizopus sp sangat berperan penting dalam proses

fermentasi tempe dan memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim

β-glukosidae. Selama proses fermentasi kedelai berlangsung menjadi tempe,

isoflavon glukosidase dikonversi menjadi isoflavon aglikon oleh enzim

β-glukosidae yang disekresikan oleh mikroorganisme. Isoflavon mempunyai

potensi yang lebih aktif sebagai antioksidan, antihemolisis, antibakteri, anti jamur

dan anti kanker, bila dibandingkan dengan senyawa asalnya yaitu isoflavon

glukosida. Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh aktivitas enzim β

-glukosidae. Enzim ini selain terdapat didalam kedelai juga diproduksi oleh

mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung dan mampu memecah

(27)

Saccharomyces sp

Saccharomyces sp merupakan genus ragi/khamir/yeast yang memiliki

kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces sp

merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok

Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 30oC dan pH 4,8. Beberapa kelebihan

Saccharomyces sp dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat

berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu

yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa

spesies Saccharomyces sp mampu memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini

lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida sp dan Trochosporon sp.

Pertumbuhan Saccharomyces sp dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi

yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan

urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk

fermentasi antara 28-30o C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini

diantaranya yaitu Saccharomyces cerevisidae, Saccharomyces boullardii dan

Saccharomyces uvarum (http://id.wikipedia.org/wiki/Saccharomyces, 2013).

Menurut Lay dan Hastowo (1992), khamir mempunyai peranan penting

dalam pembuatan industri makanan. Banyak kegiatan khamir dalam makanan

yang dikehendaki untuk dimanfaatkan dalam pembuatan bir, anggur, roti, produk

makanan terfementasi dan sebagai sumber potensial dari protein sel tunggal untuk

fortifikasi makanan ternak. Seperti galur atau strain Saccharomyces sp yang

(28)

Lactobacillus sp

Lactobacillus sp adalah genus bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif

atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok

bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat

mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri

ini umum dan tidak bahaya bagi kesehatan. Banyak spesies dari Lactobacillus sp

memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman sangat baik. Produksi asam

laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan

beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah memiliki genom

sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sp sering digunakan untuk industri

pembuatan yoghurt, keju, acar, bir, anggur (minuman), cuka, kimchi, cokelat dan

makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan hewan, seperti silase.

Laktobasili, terutama L. casei dan L. brevis, adalah dua dari sekian banyak

organisme yang membusukkan bir. Cara kerja spesies ini adalah dengan

menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat

(http://id.wikipedia.org/wiki/Lactobacillus, 2013).

Bobot potong

Bobot potong merupakan bobot hidup akhir seekor ternak sebelum

dipotong/disembelih. Semakin tinggi bobot sapih pada seekor ternak maka

semakin tinggi pula bobot potong. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan

bobot karkas yang tinggi pula. Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi

persentase bobot karkasnya. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh

yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh

(29)

Berikut ini beberapa langkah menyembelih kelinci yang baik dan benar.

Puasakan kelinci (stoving) selama 6-10 jam sebelum dipotong untuk

mengosongkan saluran pencernaan (usus). Namun demikian, air minum tetap

diberikan. Sembelih kelinci dengan cara yang benar dimana penyembelihan

dilakukan dengan memotong urat leher (vena jugularis) hingga benar-benar

terpotong menggunakan pisau yang tajam. Dalam penyembelihan, kepala tidak

sampai terputus dari tubuh. Tunggu sampai kelinci benar-benar mati, ditandai

dengan kelinci sudah tidak bergerak/ tidak bernapas lagi dan darahnya keluar

sempurna. Selain halal, metode penyembelihan ini juga akan menghasilkan daging

yang bagus untuk konsumsi manusia dan kulitnya bisa dimanfaatkan untuk bahan

berbagai produk. Pemotongan ini bisa dilakukan oleh satu atau orang, tergantung

keahlian dari pemotong. Jika dilakukan oleh dua orang maka seorang memegang

ternak pada bagian kuping dengan kepala diarahkan ke belakang serta memegang

kaki. Sementara seseorang lagi melakukan penyembelihan. Jika penyembelihan

hanya dilakukan oleh satu orang, caranya adalah dengan menjepit tubuh kelinci

diantara dua paha. Tangan kiri memegang kepala kelinci dan tangan kanan

menyembelih. Gantung kelinci yang telah disembelih dengan cara mengikat kedua

kaki belakang. Lakukan pengulitan mulai dari kaki belakang kearah kepala

dengan hati-hati agar kulit yang juga bernilai ekonomis tinggi tidak rusak atau

tersayat-sayat sehingga akan merugikan. Sayat kulit perut dari pusar menuju ekor.

Kemudian, keluarkan jeroan, seperti usus, jantung dan paru-paru. Hal yang perlu

diperhatikan adalah kantung kemih jangan sampai pecah karena dapat

(30)

Bobot Karkas dan Persentase Bobot Karkas

Karkas pada ternak kelinci diperoleh dari hasil penimbangan dari daging

bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal

leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah, ekor

dan kulit. Besarnya bobot karkas tergantung besarnya kelinci yang akan dipotong selain itu kondisi kelinci juga sangat berpengaruh diantaranya yang memiliki

bentuk badan bulat, berbadan lebar padat dan singset menunjukkan keadaan fisik

yang prima dan bertenaga kuat mencerminkan kandungan dagingnya yang banyak

dan merupakan penghasil daging yang baik (Sarwono, 2001).

Gambar 3. Bagian-bagian karkas kelinci

Menurut pembagiannya, karkas ternak kelinci dapat dipotong sesuai

dengan porsinya masing-masing menjadi delapan potongan daging, yaitu : dua

potong kaki depan (dengan melepaskan pergelangan kaki dan pangkal paha depan

pada skapula), dua potong kaki belakang (dipotong pada sendi antara tulang

lumbal terakhir dengan tulang sakral pertama), dua potong bagian dada sampai

leher (dipotong pada pangkal leher dan dipisahkan dari pinggang dengan

membuat pototngan antara tulang rusuk terakhir), dan dua potong bagian

pinggang (dipotong dari tulang rusuk terakhir hingga pada potongan pangkal paha

(31)

Menurut Kartadisastra (1997), karkas pada ternak kelinci adalah bagian

yang sudah dipisahkan dari kepala, jari-jari kaki, kulit, ekor dan jeroan. Besarnya

bobot karkas tergantung pada besar kecilnya tubuh kelinci, penanganan kelinci,

jenis kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, serta

kesehatan ternak. Berat karkas yang baik berkisar antara 50% sampai 55% dari

berat badan hidupnya.

Persentase bobot karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan

bobot hidup yang mempunyai faktor penting dalam produksi ternak potong

sebenarnya, karena dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan

organ dalam yang beratnya untuk masing-masing ternak berbeda. Persentase

karkas dipengaruhi oleh bertambahnya umur serta bobot hidup dan akan diikuti

dengan peningkatan bobot karkas yang dihasilkan, selain itu persentase karkas

(32)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci

Rukun Farm) Berastagi selama 10 minggu di mulai dari tanggal 14 September

sampai 23 November 2013.

Bahan dan Alat Bahan

Kelinci Rex jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor dengan bobot awal

rata-rata 708,25 g + 22,08 g, pellet perlakuan terdiri atas daging buah kakao

(Theobrama cacao L.) fermentasi, tepung jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa,

dedak, ultra mineral, minyak nabati, molases, air minum, daun wortel, obat-obatan

dan vitamin seperti wormectin, B-complex, antibloat, rodalon sebagai desinfektan

kandang.

Alat

Kandang individu sebanyak 20 petak, timbangan kapasitas 10 kg dengan

kepekaan 0,1 g, tempat pakan dan tempat minum pada tiap kandang dengan total

sebanyak 20 unit, mesin giling untuk membuat tepung, mesin pencetak pellet,

termometer untuk mengetahui suhu kandang, sapu lidi sebagai alat pembersih

kandang, terpal sebagai penutup kandang dari angin malam, kardus sebagai

(33)

Metode Penelitian Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok

(RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan sehingga diperoleh 20 unit

percobaan.

Adapun perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut:

P0 : Pellet (20% dedak padi + 80% bahan penyusun pellet)

P1 : Pellet (15% dedak padi + daging buah kakao fermentasi 5% + 80%

bahan penyusun pellet)

P2 : Pellet (10% dedak padi + dagung buah kakao fermentasi 10% + 80%

bahan penyusun pellet)

P3 : Pellet (5% dedak padi + daging buah kakao fermentasi 15% + 80%

bahan penyusun pellet)

P4 : Pellet (20% daging buah kakao fermentasi + 80% bahan penyusun pellet)

Sedangkan jumlah ulangan diperoleh dengan menggunakan rumus seperti berikut:

t (n – 1) > 15 5 (n – 1) > 15 5n > 20

n > 4

n = 4

Kombinasi unit perlakuan dalam kelompok sebagai berikut:

P2U1 P1U4 P4U3 P0U2

P4U3 P3U1 P0U4 P1U2

P3U2 P2U4 P1U3 P4U4

P0U4 P4U3 P2U2 P3U1

P1U4 P0U2 P3U1 P2U3

(34)

Yij = µ + σi + εij

Dimana :

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke j i = 1, 2, 3, 4, 5 (perlakuan)

j = 1, 2, 3, 4 (ulangan) µ = nilai tengah umum σi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Tabulasi Data Untuk Setiap Parameter

Perlakuan Ulangan Total Perlakuan

(Yi. )

Y01+Y02+....+Y44 : Nilai hasil pengukuran dari perlakuan ke- dan ulangan ke- Yi. : Jumlah perlakuan ke i intuk semua ulangan

Y.. : Jumlah semua perlakuan dan semua ulangan

Analisis Variansi

Setelah semua perhitungan jumlah kuadrat dilakukan kemudian

dimasukkan hasilnya ke tabel analisis variansi.

(35)

Parameter Yang Diamati

a. Bobot Potong dan Persentase Bobot Potong

Bobot potong diperoleh dengan cara penimbangan bobot akhir kelinci setelah

dipuasakan selama 7 jam. Untuk persentase bobot potong diperoleh dengan

cara bobot potong dibagi penimbangan bobot akhir kelinci dikali 100%.

b. Bobot Karkas

Bobot karkas diperoleh dari hasil penimbangan dari daging bersama tulang

kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari

kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah ekor dan kulit

yang dihitung dalam gram.

c. Persentase Bobot Karkas

Persentase bobot karkas diperoleh dengan cara membagikan bobot karkas

dengan bobot potong dikali 100%.

Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individu berukuran 50 x 50 x 50 cm

sebanyak 20 petak. Kandang dipersiapkan seminggu sebelum kelinci masuk

dalam kandang agar kandang bebas dari hama penyakit. Kandang beserta

peralatan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan

dengan menggunakan rodalon.

2. Pemilihan Ternak

Penyeleksian ternak kelinci yang akan digunakan sebagai objek penelitian

melalui beberapa syarat sebagai berikut adalah ternak kelinci dalam keadaan

(36)

melengkung keatas lurus merapat ke bagian luar mengikuti tulang punggung,

telingga lurus ke atas dan telinga tidak terasa dingin, mata jernih dan bulu

mengkilat. Sebelum kelinci dimasukkan kedalam kandang, dilakukan

penimbangan (setelah pemuasaan selama 4-6 jam) untuk mengetahui bobot

badan awal dari masing-masing kelinci kemudian dilakukan random

(pengacakan) yang bertujuan untuk memperkecil nilai keragaman. Lalu kelinci

dimasukkan kedalam sebanyak 1 ekor per unit penelitian.

3. Pembuatan Inokulen Cair

Pembuatan inokulan cair menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur,

air tebu, ragi tape, ragi tempe, dan yakult. Skema pembuatan inokulen cair

dapat dilihat pada Lampiran 1.

4. Pengolahan Daging Buah Kakao Fermentasi Dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp

Pengolahan daging buah kakao dimulai dari pengambilan buah kakao,

pengupasan, pengambilan daging buah kakao, pengerendaman menggunakan

tawas selama 30 menit, pencucian, perebusan dan penjemuran hingga kering

lalu penggilingan hingga menjadi tepung daging buah kakao dan proses

terakhir difermentasi selama 7 hari. Skema pengolahan daging buah kakao

fermentasi (Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp) dapat dilihat

pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

5. Penyusunan Pakan Dalam Bentuk Pellet

Bahan penyusun pellet yang digunakan terdiri atas daging buah kakao

(Theobrama cacao L.) fermentasi, tepung jagung, bungkil kedelai, bungkil

(37)

digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formulasi pellet yang telah

sesuai dengan level perlakuan. Untuk menghindari ketengikan, pencampuran

konsentrat dilakukan satu kali dalam dua minggu dan pencampuran dilakukan

dengan pengayakan. Pembuatan pellet dapat dilihat pada Lampiran 4.

6. Pemeliharaan Kelinci

Sebelum kelinci diberi perlakuan, dilakukan penimbangan bobot badan awal

kelinci kemudian penimbangan kelinci dilakukan seminggu sekali. Pakan

yang diberi terbagi 2 macam yaitu pellet dan daun wortel, pellet diberikan

pukul 08.00 WIB dan daun wortel diberikan pada pukul 17.00 WIB,

sementara penggantian air minum dilakukan pada pagi hari. Obat-obatan dan

vitamin diberikan sesuai dengan kebutuhan kelinci seperti Wormectin untuk

obat cacing dan mencret dengan dosis 1 cc untuk 8 ekor kelinci, pemberiannya

dengan cara menyuntikkan di bagian subkutan, B-complex sebagai vitamin

dengan dosis 0,25 cc untuk anak kelinci, disuntikkan secara intramuskuler di

bagian paha kelinci dan anti bloat untuk obat mencret dan kembung dengan

dosis 1 sendok teh untuk 1 – 3 ekor, pemberiannya melalui mulut. Kandang,

tempat pakan dan minum dibersihkan setiap hari pada pagi hari.

7. Pengumpulan Data

a. Bobot potong adalah bobot kelinci yang diperoleh dengan cara

penimbangan bobot akhir kelinci setelah dipuasakan selama 10 jam

sebelum disembelih. Sedangkan persentase bobot potong adalah

perbandingan bobot potong dengan penimbangan bobot akhir kelinci

(38)

b. Bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari hasil penimbangan dari

daging bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai

batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi

rongga perut, darah ekor dan kulit yang dihitung dalam gram.

c. Persentase karkas adalah perbandingan bobot karkas dengan bobot potong

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Potong Kelinci

Bobot potong adalah bobot yang diperoleh dengan cara penimbangan

bobot akhir kelinci setelah dipuasakan selama 6-10 jam sebelum disembelih. Ini

dilakukan untuk mengosongkan saluran pencernaan (usus).

Gambar 4. Kelinci Rex saat makan pellet perlakuan sebelum pemuasaan

Muryanto dan Prawirodigdo (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi

bobot sapih pada seekor ternak maka semakin tinggi pula bobot potongnya. Hal

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan, dimana rataan bobot akhir badan

kelinci selama penelitian adalah 1.900,10 g (Lampiran 6. Tabel 13) dan setelah

dipuasakan selama 7 jam adalah 1.854,00 g (Lampiran 6. Tabel 13). Data bobot

akhir badan kelinci Rex selama penelitian dan bobot potong kelinci Rex jantan

(40)

Grafik 1. Bobot akhir kelinci Rex jantan pada penelitian (g/ekor)

Dari grafik di atas dapat di lihat rataan bobot badan akhir tertinggi pada P3

yaitu sebesar 1.907,00 g, sedangkan rataan bobot badan akhir terendah terdapat

pada perlakuan P2 yaitu sebesar 1.894,50 g.

(41)

Dari Grafik 2 di atas juga terlihat rataan bobot potong tertinggi pada P3

adalah 1.870,00 g, sedangkan bobot potong terendah pada perlakuan P4 yaitu

sebesar 1.843,75 g.

Untuk mengetahui pengaruh dari substitusi dedak padi dengan daging

buah kakao fermentasi ini terhadap bobot potong kelinci Rex maka dilakukan

analisis keragaman seperti yang terlihat pada Tabel 9 dibawah ini :

Tabel 9. Analisis keragaman bobot potong kelinci Rex jantan

SK DB JK KT F Hitung F tabel 0,05 0,01

Perlakuan 4 1.992,50 498,13 1,74tn 3,13 5,01

Galat 15 4.287,50 285,83

Total 19 6.280,00

Keterangan: tn = tidak nyata

Berdasarkan analisis keragaman pada Tabel 8 diketahui bahwa substitusi

dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pelet kelinci Rex

jantan tidak memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap bobot potong.

Hal ini terlihat pada analisis keragaman, nilai F Hitung lebih kecil dari F Tabel.

Ini membuktikan perlakuan yang menggunakan dedak padi dapat digantikan atau

disubstitusikan dengan daging buah kakao fermentasi, dimana penggunaan daging

buah kakao fermentasi ini dalam setiap perlakuan adalah P0 0%, P1 5%, P2 10%,

P3 15% dan P4 20%. Jadi daging buah kakao fermentasi ini dapat menggantikan

dedak padi hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pellet.

Setelah pemuasaan selama 7 jam terjadi pengosongan organ bagian dalam

yang mempengaruhi bobot badan, dimana data persentase bobot potongnya dapat

(42)

Grafik 3. Persentase bobot potong kelinci Rex jantan (%)

Dari Grafik 3 di atas terlihat rataan persentase bobot potong tertinggi

terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 98,10%, sedangkan rataan persentase

terendah terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 96,77%. Total rataan persentase

bobot potong yaitu sebesar 97,58% (Lampiran 6. Tabel 15). Untuk mengetahui

pengaruh dari substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi ini

terhadap persentase bobot potong kelinci Rex maka dilakukan analisis keragaman

seperti yang terlihat pada Tabel 10 dibawah ini :

Tabel 10. Analisis keragaman persentase bobot potong kelinci Rex jantan

SK DB JK KT F Hitung F tabel

Dari analisis keragaman diatas terlihat F Hitung lebih kecil dari F Tabel

(P<0,05), dapat disimpulkan substitusi dedak padi dengan daging buah kakao

fermentasi dalam ransum pelet kelinci Rex jantan juga tidak memberikan

(43)

perbedaan yang nyata terhadap persentase bobot potong. Bobot potong dan

persentase bobot potong ini sangat dipengaruhi oleh konsumsi. Jadi, pemuasaan

pada kelinci dilakukan untuk melihat agar tidak ada pengaruh dari pakan terhadap

bobot potong.

Bobot karkas Kelinci

Menurut Kartadisastra (1997), karkas pada ternak kelinci adalah bagian

yang sudah dipisahkan dari kepala, jari-jari kaki, kulit, ekor dan jeroan. Besarnya

bobot karkas tergantung pada besar kecilnya tubuh kelinci, penanganan kelinci,

jenis kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, serta

kesehatan ternak. Sejalan dengan pernyataan Kartadisastra (1997), Muryanto dan

Prawirodigdo (1993) menyatakan bobot potong yang tinggi akan menghasilkan

bobot karkas yang tinggi pula.

Rataan bobot karkas kelinci Rex jantan selama penelitian dapat di lihat

pada Grafik 4 berikut :

(44)

Dari Grafik 4 di atas dapat di lihat rataan bobot karkas tertinggi pada P2

yaitu sebesar 965,00 g, sedangkan rataan bobot karkas terendah terdapat pada

perlakuan P1 yaitu sebesar 952,50 g. Sementara dari Tabel 16 (Lampiran 6) dapat

di lihat rataan bobot karkas yaitu sebesar 959,50 g.

Gambar 5. Karkas kelinci Rex jantan

Untuk mengetahui pengaruh dari substitusi dedak padi dengan daging

buah kakao fermentasi ini terhadap bobot karkas kelinci Rex maka dilakukan

analisis keragaman seperti yang terlihat pada Tabel 11 dibawah ini :

Tabel 11. Analisis keragaman bobot karkas kelinci Rex jantan

SK DB JK KT F Hitung F tabel

0,05 0,01

Perlakuan 4 482,50 120,63 0,35tn 3,13 5,01

Galat 15 5112,50 340,83

Total 19 5595,00

Keterangan: tn = tidak nyata

Berdasarkan analisis keragaman pada Tabel 11 di ketahui bahwa substitusi

dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pelet kelinci Rex

jantan tidak memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap bobot karkas.

Hal ini terlihat pada analisis keragaman, nilai F Hitung lebih kecil dari F Tabel.

(45)

perlakuan yang menggunakan dedak padi dapat digantikan atau disubstitusikan

dengan daging buah kakao fermentasi, dimana penggunaan daging buah kakao

fermentasi ini dalam setiap perlakuan adalah P0 0%, P1 5%, P2 10%, P3 15% dan

P4 20%. Jadi daging buah kakao fermentasi ini dapat menggantikan dedak padi

hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pellet. Menurut Kartadisastra

(1997), besarnya bobot karkas tergantung pada besar kecilnya tubuh kelinci,

penanganan kelinci, jenis kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan

kualitas pakan, serta kesehatan ternak. Pada penelitian ini jenis ternak yang

digunakan adalah kelinci Rex yang merupakan jenis kelinci penghasil bulu dan

daging yang cukup bagus. Sementara untuk pakan, susunan bahan pakan

disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi kelinci sehingga kebutuhan nutrisi untuk

pertumbuhan kelinci terpenuhi.

Persentase Bobot Karkas Kelinci

Menurut Soeparno (1994), persentase bobot karkas adalah perbandingan

antara bobot karkas dan bobot hidup yang mempunyai faktor penting dalam

produksi ternak potong sebenarnya, karena dalam bobot hidup masih terdapat

saluran pencernaan dan organ dalam yang beratnya untuk masing-masing ternak

berbeda. Persentase karkas dipengaruhi oleh bertambahnya umur serta bobot

hidup dan akan diikuti dengan peningkatan bobot karkas yang dihasilkan, selain

itu persentase karkas juga dipengaruhi oleh umur potong dan jenis kelamin.

Rataan persentaase bobot karkas kelinci Rex jantan setiap perlakuan selama

(46)

Grafik 5. Persentase bobot karkas kelinci Rex jantan (%)

Dari Grafik 5 dapat di lihat rataan persentase karkas tertinggi terdapat pada

pelakuan P4 yaitu sebesar 52,27%, sedangkan rataan persentase karkas terendah

terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 51,31%. Dari Tabel 17 (Lampiran 6)

dapat di lihat rataan persentase karkas yaitu sebesar 51,76%. Besarnya rataan

persentase ini sesuai dengan pernyataan dari Kartadisastra (1997) yang

menyatakan bahwa berat karkas yang baik berkisar antara 50% sampai 55% dari

berat badan hidupnya.

Untuk mengetahui pengaruh substitusi dedak padi dengan daging buah

kakao fermentasi terhadap persentase bobot karkas maka dilakukan analisis

keragaman seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 12. Analisis keragaman persentase bobot karkas kelinci Rex jantan

(47)

Dari tabel analisis keragaman di atas diketahui bahwa substitusi dedak

padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pelet kelinci Rex jantan

tidak memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap bobot karkas. Hal ini

terlihat pada analisis keragaman, nilai F Hitung lebih kecil dari F Tabel. Sejalan

dengan bobot karkas, substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi

ini juga tidak mempengaruhi persentase bobot karkas kelinci Rex jantan selama

penelitian. Menurut Soeparno (1994), persentase karkas dipengaruhi oleh

bertambahnya umur serta bobot hidup dan akan diikuti dengan peningkatan bobot

karkas yang dihasilkan, selain itu persentase karkas juga dipengaruhi oleh umur

potong dan jenis kelamin.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Rekapitulasi hasil penelitian dari substitusi dedak padi dengan daging

buah kakao fermentasi dalam ransum pelet terhadap bobot potong, persentase

bobot potong, karkas dan bobot karkas dapat dilihat pada Grafik 6.

Grafik 6. Rekapitulasi hasil penelitian

P0 P1 P2 P3 P4

Bobot potong (g/ekor) 1.847,50 1.847,50 1.861,25 1.870,00 1.843,75 Persentase bobot potong (%) 97,45 97,54 98,10 98,06 96,77 Bobot karkas (g/ekor) 952,50 965,00 955,00 961,25 963,75 Persentase bobot karkas (%) 51,55 52,23 51,31 51,42 52,27

(48)

Berdasarkan Grafik 6 hasil rekapitulasi di atas diperoleh bahwa sustitusi

dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi tidak memberikan perbedaan

yang nyata terhadap bobot potong, persentase bobot potong, bobot karkas dan

persentase bobot karkas. Hal ini menunjukkan substitusi dedak padi dengan

daging buah kakao fermentasi tidak mempengaruhi bobot potong, persentase

bobot potong, bobot karkas, persentase bobot karkas kelinci Rex jantan selama

penelitian, yang artinya daging buah kakao fermentasi dapat menggantikan dedak

padi hingga 100% dari 20% bahan baku pembuatan pellet.

Tidak adanya perbedaan yang nyata antar tiap perlakuan dapat disebabkan

oleh kandungan nutrisi pakan yang berimbang, seperti terlihat pada Lampiran 5

protein pakan pada perlakuan P0 17,88%, P1 17,90%, P3 17,92%, P4 17,95 dan

P5 17,96%. Berimbangnya kandungan protein semua perlakuan dikarenakan

kandungan protein daging buah kakao fermentasi mampu mengimbangi

kandungan protein dedak padi. Terlihat pada Tabel 5 dedak padi mengandung

12% protein sementara daging buah kakao fermentasi 12,38%. Sejalan dengan

kandungan nutrisi pakan perlakuan di atas, kebutuhan protein kelinci muda sekitar

16-18% (Tabel 4) juga terpenuhi. Protein memiliki peranan penting terutama

untuk kelinci muda yang sedang mengalami pertumbuhan karena pada saat

pertumbuhan terjadi pembentukan jaringan tubuh. Apabila kebutuhan protein ini

tidak dapat terpenuhi maka pertumbuhan ternak dapat terhambat dan dapat

mengakibat pertumbuhan yang tidak nornal, seperti bobot ternak yang rendah. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Rukmana (2011) yang menyatakan bahwa protein

dalam ransum ternak mempunyai peranan penting diantaranya untuk

(49)

protein juga berfungsi memproduksi air susu, pertumbuhan badan dan

pertumbuhan bulu. Oleh sebab itu, protein sangat dibutuhkan hewan muda yang

sedang dalam pertumbuhan dan induk yang sedang menyusui. Kekurangan protein

pada ternak kelinci dan hewan lainnya dapat menghambat pertumbuhan sehingga

ternak tumbuhnya tidak normal.

Pernyataan di atas juga dipertegas oleh pernyataan Muslih et al. (2005)

yang menyatakan bahwa selain kebutuhan gizi, kelinci pedaging juga harus

terpenuhi kebutuhan bahan keringnya. Jumlah pakan yang diberikan harus sesuai

dengan kebutuhan kelinci sesuai umur dan bobotnya. Jumlah pakan yang kurang

menyebabkan kenaikan bobot tubuh kelinci akan lambat. Sementara itu, jumlah

pakan yang berlebihan hanya menyebabkan pemberian pakan tidak efesien dan

menambah biaya produksi. Selama penelitian rataan konsumsi bahan kering

kelinci adalah 112.33 (g/ekor/hari), menurut NRC (1977) kebutuhan bahan kering

kelinci muda sekitar 112-173 (g/ekor/hari). Jadi, bila dibandingkan dengan

kebutuhan bahan kering sebenarnya maka kebutuhan bahan kering untuk kelinci

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan daging buah kakao yang difermentasi Rhizopus sp,

Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dapat menggantikan penggunaan dedak

padi dalam ransum pellet kelinci Rex jantan lepas sapih hingga 100% dari 20%

bahan baku pembuatan pellet.

Saran

Disarankan dalam menggantikan dedak padi sebagai pakan ternak

sebaiknya menggunakan daging buah kakao fermentasi karena kandungan nutrisi

daging buah kakao fermentasi mampu mengimbangi kandungan nutrisi dedak

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Amiroenas, D.E. 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet Dengan Bahan Serat Biomassa Pod Coklat (Theobrama cacao l.,) untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Utara, 2012. Statistik Peternakan 2011.

Ewan, C.V., Moor and A Seo. 1992. Isoflavon Aglycones and Volatiles Compound in Soybeans, Effect of Soaking Treatment., Journal Food Science, 57,677-682.

Ginting, N. 2010. Compost Centre. Guidelines, Training On Compost : A Takakura Method. Sumatera Utara University Campus. Medan.

Hartadi, H, Reksohardiprodjo, S, dan Tillman, A, D,. 1997. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Herman, R. M. Duldjaman dan N. Sugana., 1983. Irisan Komersil Karkas Kelinci dan Proporsi Dagingnya. Media Peternakan.

Kartadisastra, H. R., 1994. Kelinci Unggul. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Kartadisastra, H. R., 1997. Ternak Kelinci Teknologi Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta.

Lay, B.W dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers. Jakarta.

Laconi, E. B., 1998. Peningkatan Kualitas Kakao Melalui Amoniasi Dengan Urea dan Biofermentasi Dengan Phanerochaete Chrysosporium serta Penjabarannya Dalam Formula Ransum Ruminansia. Disertasi. Program Pacasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Masanto, R dan Agus., A. 2010. Beternak Kelinci Podong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Muryanto dan S. Prawirodigdo., 1993. Pengaruh Jenis Kelamin dan Bobot Potong

Terhadap Persentase Karkas dan Non-karkas Pada Kelinci Rex. Jurnal

Ilmiah Penelitian Ternak Klepu 1:33-38.

(52)

Nutrient Reseatch Council, Committeon Animal Nutrion., 1977. Nutrient Requierment of Domestic Animals. II. Nutrient Requierment of Swine.

Parrakasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart and Winston. Texas.

Priyatna, N. 2011. Beternak dan Bisnis Kelinci Pedaging. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Rasidi, 2002. 302 Formula Pakan Lokal Alternatif Untuk Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rukmana, 2011. Sukses Beternak Kelinci. Penebar Angkasa, Bandung.

Sarwono, B., 2001.Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Siregar, T.H.S., Slamet, R., dan Laeli, N.,. 2009. Budi Daya Cokelat. Penebar Swadaya. Depok.

Soeparno, 1994. Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Suriaatmadja, M. 1980. Beternak Kelinci di Pekarangan untuk Perbaikan Gizi Keluarga. Ed Sebtember 1980, No 4/Tahun I. Darmais.

http://coklat-chocolate.blogspot.com/2008/03/kulit-buah-kakaopulp-buah.html, 2013 [ diakses pada tanggal 1 April 2013 pukul 19.00 wib]. Medan.

http://id.wikipedia.org/wiki/Saccharomyces [ diakses pada tanggal 1 April 2013 pukul 21.00 wib]. Medan.

(53)

Lampiran 1. Pembuatan Inokulen Cair

Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon air mineral

Dimasukkan air tebu sebanyak 1,5 liter

Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram

Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram Dimasukkan yakult sebanyak 15 ml

Diaduk seluruh bahan sampai merata

(54)

Lampiran 2. Pembuatan Tepung Daging Buah Kakao

Pengambilan buah kakao

Pengupasan buah kakao

Pengambilan daging buah kakao

Pengerendaman menggunakan tawas selama 30 menit

Perebusan selama 30 menit

Penjemuran hingga kering

Penggilingan/ di grinder

(55)

Lampiran 3. Fermentasi Daging Buah Kakao

Pembuatan inokulan cair

Pencampuran 100 kg tepung daging buah kakao dengan inokulan cair + dedak padi 5%

dari bahan

Campuran tersebut ditutup dengan selimut sabuk kelapa selama 7 hari

Diukur suhunya dengan termometer

Daging buah kakao fermentasi di jemur angin sampai kering

(56)

Lampiran 4. Pembuatan Pakan Bentuk Pellet

Bahan baku digiling hingga menjadi tepung dengan mesin grinder Bahan baku

Ditimbang menurut formula yang sudah ditetapkan

Diaduk hingga merata ditempat pengadukan

Ditambahkan air kedalam molasses dengan perbandingan air dengan molasses 1 : 5 kemudian aduk hingga merata

Diaduk kembali hingga bahan cair tercampur rata dalam bahan

Bahan baku berbentuk adonan dengan kebasahan 60%

Adonan dimasukkan kealat pencetak pellet

Dihasilkan pellet ukuran 5-7 mm

(57)

Lampiran 5. Formula Konsentrat Pakan Kelinci

No Bahan Perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4

1. Dedak padi 20 15 10 5 0

2. DPKF 0 5 10 15 20

3. T. Jagung 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5

4. B. Kedelai 18 18 18 18 18

5. B. Kelapa 25 25 25 25 25

6. Ultra

Mineral 1 1 1 1 1

7. M. Nabati 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

8. Molases 4 4 4 4 4

TOTAL 100 100 100 100 100

Kandungan Nutrisi

1. PK (%) 17,88 17,90 17,92 17,94 17,96

2. EM

(kkal/mg) 2.483,95 2.489,85 2.495,75 2.501,65 2.507,55

3. SK (%) 8,08 8,93 9,79 10,75 11,51

4. LK (%) 4,47 4,35 3,96 3,57 3,18

5. Ca (%) 0,66 0,65 0,65 0,65 0,65

6. P (%) 0,82 0,73 0,65 0,56 0,48

Lampiran 6. Tabulasi data parameter penelitian

Gambar

Tabel 1. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya
Tabel 2. Perkembangan populasi ternak kelinci per kabupaten/kota di Sumatera    Utara (ekor)
Gambar 1. Kelinci Rex dengan warna kombinasi hitam oranye
Tabel 4. Kebutuhan gizi kelinci
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur nilai keefektifan bentuk fisik ransum yan mengandung pod kakao (Theobroma cacao L,.) fermentasi ( Aspergillus niger)

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL sebagai ransum dalam bentuk pelet terhadap kelinci peranakan rex jantan lepas

Hal ini dikarenakan kandungan protein yang cukup tinggi dan pakan yang baik akan meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, persentase daging dan tidak

Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot potong kelinci New Zealand White jantan dapatmeningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, persentase daging dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat subtitusi dedak padi oleh pod kakao memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap penurunan bobot potong, bobot

Faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah umur potong dan

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL sebagai ransum dalam bentuk pelet terhadap kelinci peranakan rex jantan lepas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat subtitusi dedak padi oleh pod kakao memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap penurunan bobot potong, bobot