TINJAUAN PUSTAKA
Karekteristik dan Potensi Ternak Kelinci
Menurut sistem binomial, bangsa kelinci diklasifikasikan sebagai berikut:
Ordo : Lagomorpha
Family : Leporidae
Subfamily : Laporine
Genus : Lepus, Orictolagus sp (Rans, 2004).
Seekor kelinci bisa menghasilkan anak dengan kisaran 48-74 ekor dalam
setahun, lebih banyak dibandingkan dengan sapi (0,9), domba (1,5), dan kambing
(1,5) seperti yang tertera dalam tabel 1. Kelinci mempunyai konversi daging yang
cukup tingggi dibandingkan ternak lain yaitu 29%.
Tabel 1. Perbandingan Hasil Daging beberapa Hewan Ternak
Jenis ternak Bobot induk
Kelinci memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan ternak yang
sangat penting didunia. Budidayanya cocok dilakukan oleh masyarakat karena
tidak membutuhkan tanah yang luas dan modal yang besar serta mampu tumbuh
dan berkembang dengan cepat (Sitorus et al, 1982).
Tujuan pemeliharaan kelinci di Indonesia cukup beragam, mulai dari
hias adalah jenis kelinci yang dipelihara sebagai hewan kesayangan (pet) yang
didasarkan pada bentuk dan ukuran tubuh kecil, lucu serta berbulu indah, tebal
dan lembut. Contohnya antara lain angora, loop, jersey, woolies, lions, fuzzy dan
mini rex. Tujuan pemeliharaan kelinci kedua adalah penghasil bulu yang bernilai
ekonomi tinggi sehingga podensi untuk di eksport. Contoh kelinci penghasil kulit
bulu adalah rex dan satin. Sementara kelinci pedaging memiliki kriteria persentase
karkas 50-60%, bobot badan mencapai 2 kg pada umur 8 minggu dan memiliki
laju pertumbuhan tinggi yaitu sekitar 40 g/ekor/hari. Beberapa jenis kelinci
pedaging antara lain Flemish Giant, new Zealand white, Vlameusreus, satin, rex,
rexa, persilangan antara Flemish dengan kelinci lokal (Masanto dan Agus, 2010).
Kelinci Rex
Menurut Masanto dan Agus (2010), bangsa kelinci Rex di temukan
pertama kali oleh seorang peternak di Prancis pada tahun 1919. Kemudian satu
tahun berikutnya (tahun 1920) bangsa kelinci ini terlihat pada beberapa pameran
hewan di benua Eropa, setelah peristiwa tersebut popularitasnya meningkat
dengan cepat sehingga pada tahun 1929 kelinci Rex di ekspor ke Amerika,
awalnya bangsa kelinci ini dikembangkan untuk menjadikan hewan peliharaan
karena bulunya yang istimewa, halus seperti beledu. Disamping itu kelinci bangsa
ini juga diambil daging kulit-bulunya. Beberapa tahun kemudian mulai terdapat
usaha-usaha untuk mengembangkan sebagai penghasil bahan baku pada industri
garmen, mahalnya ongkos tenaga kerja menjadi kendala utama bagi negeri
Tabel 2. Produksi dan reproduksi kelinci Rex
Kelinci Rex pertama kali masuk ke Indonesia secara import melalui Balai
Penelitian Ternak Ciawi pada bulan Februari 1988, dengan tujuan untuk mengkaji
pertumbuhan badan dan pemanfaatan kulit-bulu. Bobot dewasa kelinci bekisar
2,7-3,6 kg (Sarwono, 2001).
Pakan Ternak Kelinci
Pakan bagi ternak sangat besar peranannya. Pemberian pakan yang
seimbang diharapkan dapat memberikan produksi yang tinggi. Pakan yang
diberikan hendaknya memiliki persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti
protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna
(Anggorodi, 1990).
Faktor makanan merupakan salah satu faktor utama dalam mengendalikan
ternak kelinci. Oleh arena itu berhasilnya usaha ternak kelinci (daging,kulit, bulu)
juga sangat tergantung pada perhatian peternak pada penyajian mutu makanan
beserta volumenya. Makanan harus mencukupi jumlah zat gizi yang dibutuhkan
kelinci sesuai fase pertumbuhannya. Ada pun zat-zat yang harus dipenuhi adalah
vitamin, mineral, hidrat arang, protein, lemak dan air (AAK, 1996).
Bahan makanan yang sering diberikan kepada ternak kelinci adalah:
rumput, daun-daun, sayur-sayuran kaya vitamin, mineral dan protein. Adapun
daun-daun sayuran yang dapat diberikan seperti kol, sawi, kangkung, daun turi,
daun kacang tanah, kacang panjang, demikian pula rumput yang relatif lunak dan
batangnya halus, umbian dalam keadaan segar mengandung air sekitar 60-90%,
dan bahan kering sekitar 5-40%. Contohnya wortel, ubi jalar, ubi kayu. Biji yang
bisa diberikan kepada kelinci adalah biji padi dan legeum. Keduanya disebut
konsentrat, karena masing-masing berkonsentrasi gizi tinggi. Hay diberikan hanya
sebagai pelengkap karena kadar proteinnya tinggal 50% dari hijauan tersebut
dalam keadaan segar (Sumoprastowo, 1989).
Potensi Pod Kakao
Pod kakao merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman
kakao. Buah coklat yang terdiri dari 74% kulit, 2% plasenta dan 24% biji. Hasil
analisa proksimat mengandung 22% protein dan 3-9% lemak
(Nasrullah dan A. Ella, 1993).
Pod kakao merupakan kulit bagian terluar yang menyelubungi biji kakao
dengan tekstur kasar, tebal dan agak keras. Pod kakao segar mengandung kadar
air sekitar 85% sehingga mudah menjadi busuk. Pemanfaatan pod kakao menjadi
mulsa yang ditebarkan disekitar tanaman dapat menjadi inang bagi pertumbuhan
cendawan (Phytophthora palmivora) yang dapat menggangu perkembangan
tanaman kakao (Tequia et al., 2004).
Hasil ikutan pertanian dan perkebunan pada umumnya mempunyai
kualitas yang rendah karena berserat kasar yang tnggi dan dapat mengandung anti
nutrisi. Pod kakao mengandung lignin dan theobromin yang sangat tinggi
protein yang rendah sebesar 9,71% (Laconi, 1998), pod kakao mengandung
selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20-27,95%
(Ammirroenas, 1990). Lignin yang berkatan dengan selulosa tidak bisa
dimanfatkan oleh ternak. Upaya peningkatan kualitas dan nilai gizi pakan serat
hasil ikutan perkebunan yang berkualitas rendah merupakan upaya strategis dalam
meningkatkan ketersediaan pakan.
Aspergillus niger Sebagai Bahan Fermentasi
Fermentasi adalah aktifitas mikroba untuk memperoleh energi melelui
substrat yang berguna untuk keperluan metabolisme dan pertumbuhannya
(Ranchman, 1989). Fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat pangan
sebagai akibat dari pemecahan kandungan substrat bahan pangan tersebut. Hasil
fermentasi terutama tergantung pada jenis substrat, jenis mikroba dan kondisi
sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba tersebut
(Winarno et al, 1990).
Proses fermentasi tidak akan berlangsung tanpa adanya enzim katalis
spesifik yang hanya dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses
mirkroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya dengan
jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat hara atau mineral bagi
mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin dan lain-lain (Fardiaz,
1988). Selanjutnya Cowan (1984) menyatakan bahwa pemeliharaan media
fermentasi merupakan faktor yang sangat penting dalam memproduksi enzim dari
mikroba, disamping faktor kondisi fermentasi, spesies mikroba yang digunakan
pertumbuhan mikroba dapat berupa media cair dan media padat ataupun semi
padat.
Aspergillus niger adalah kapang anggota genus aspergillus, family
Eurotiaceae, ordo Eutiales, subclass Plectomycetetidae, kelas ascomycetes, sub
divisi Ascomycotina, dan divisi Amastigmycota. Aspergillus niger dalam
pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam
medium. Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti
amylase, amiloglukosidase, pektinase, selulase, katalase dan glukosidase
(hardjo et al, 1998). Lehninger (1991) menambahkan Aspergillus niger
menghasilkan enzim urease yang memecahkan urea menjadi asam amino dan CO2
yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino.
Aspergillus niger bersifat aerob, sehingga membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya. Temperature optimum bagi pertumbuhannya adalah antara
350C-370C. kisaran pH antara 2,0-8,5 dengan pH optimum antara 5,0-7,0 dan
membutuhkan kadar air media antara 65-70%. Aspergillus niger mempunyai ciri
yaitu berupa benang tunggal yang disebut hifa berupa kumpulan
benang-benang padat menjadi suatu bahan yang disebut miselium, tidak mempunyai
klorofil dan hidupnya heterotrof serta berkembang biak secara vegetatif dan
generatif (Fardiaz, 1989).
Teknologi pengolahan Pakan Berbentuk Pellet
Berbagai tehnik prosesing pakan digunakan dalam penyiapan bahan
makanan ternak. Perlakuan terhadap bahan pakan dapat secara nyata mengubah
nilai gizi dari bahan-bahan tersebut. Panas akan merubah beberapa kandungan
Pembentukan “pellet” dapat meningkatkan konsumsi sedangkan penggilingan
dapat mempengaruhi daya cerna dari protein dan karbohidrat. Sangatlah penting
bagi pemberi makan untuk berhati-hati terhadap bahan pakan yang mengalami
perlakuan baik untuk pengawetan, pemurnian, pengkonsentrasian atau untuk
menaikkan nilai gizinya. Jadi, diperlukan penjelasan-penjelasan dari hasil bahan
pakan, metode prosesing, seperti: pengawetan, pemisahan, pengurangan ukuran
dan perlakuan-perlakuan panas (Hartadi, 2005).
Untuk membuat pakan bentuk crumble atau pellet dari pakan bentuk
tepung maka harus dilakukan proses lebih lanjut. Selain itu juga perlu dilakukan
pengujian kepadatan atau kerekatannya jika mau dibuat pakan bentuk pellet.
Caranya, ambil pakan yang berbentuk secukupnya lalu dijemur. Setelah kering,
kalau pellet yang dihasilkan keras dan tidak mudah pecah berarti baik. Namun
jika pellet kurang keras dan mudah pecah maka dapat diberikan tambahan perekat
sintesis (white pellard) atau tepung tapioka. Penambahan bahan tersebut bertujuan
untuk membantu tingkat kekerasan pellet seperti yang diinginkan (Rasidi 2002).
Bobot Potong
Bobot potong merupakan bobot hidup akhir seekor ternak sebelum
dipotong/disembelih. Semakin tinggi bobot sapih pada seekor ternak maka
semakin tinggi pula bobot potong. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan
bobot karkas yang tinggi pula. Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi
persentase bobot karkasnya. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh
yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh
(Muryanto dan Prawirodigdo 1993). Potongan komersial kelinci juga sangat
Sebelum penyembelihan dilakukan, sebaiknya dilakukan Starving yaitu
perlakuan terhadap kelinci, dimana kelinci tersebut tidak diberi pakan selama 6-10
jam. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mengosongkan usus yang akan
menentukan besarnya persentase karkas. Perlu diperhatikan bahwa untuk
mencegah terjadinya dehidrasi dan penurunan berat badan khususnya pada daerah
tropis, maka selama perlakuan ini kelinci harus mendapatkan air minum yang
cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Penyemblihan pada kelinci pada
prinsipnya adalah sama dengan ternak lainnya yakni memutuskan saluran darah
balik (Vena Jugularis) pada bagian atara kepala dan leher untuk menghasilkan
daging dan kulit yang berkualitas tinggi. Penyembelihan dapat dilakukan oleh dua
orang, seorang memegang ternak dan seorang lagi menyembelihnya, tetapi orang
yang sudah berpengalaman melakukannya sendiri. Penyembelihan dilakukan
dengan pisau yang cukup tajam dan diarahkan pada leher untuk memutuskan vena
jugularis. Kemudian setelah selesai disembelih, kelinci segera digantung dengan
kaki belakang ke arah atas, untuk mempercepat pengeluaran darah (Kartadisastra,
1997). Glukosa adalah gula yang penting untuk mengontrol metabolisme energy
ternak pedaging, termasuk dalam pembentukan gliogen. Secara persentase urat
daging tidak banyak glikogen (hanya 1 persen) dibandingkan dengan hati (2-8
persen). Namun total massa daging dalam tubuh sangat besar sehingga jumlah
glikogen yang disiman dalam urat daging cukup besar (Parakkasi, 1995). Stres
sebelum pemotongan seperti iklim, tingkah laku yang agresif diantara ternak atau
gerakan yang berlebihan dan pemuasaan yang terlalu lama mempunyai pengaruh
yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menurunkan
Bobot Karkas dan Persentase Bobot Karkas
Karkas pada ternak kelinci diperoleh dari hasil penimbangan dari daging
bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal
leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah, ekor
dan kulit. Besarnya bobot karkas tergantung besarnya kelinci yang akan dipotong
selain itu kondisi kelinci juga sangat berpengaruh diantaranya yang memiliki
bentuk badan bulat, berbadan lebar padat dan singset menunjukkan keadaan fisik
yang prima dan bertenaga kuat mencerminkan kandungan dagingnya yang banyak
dan merupakan penghasil daging yang baik (Sarwono, 2001).
Karkas pada ternak kelinci adalah bagian tubuh yang sudah disembelih
dipisahkan kepala, jari sampai pergelangan kaki, kulit, ekor, jeroan (usus, jantung,
hati dan ginjal). Menurut pembagiannya, karkas ternak kelinci dapat dipotong
sesuai dengan porsinya masing-masing menjadi delapan potong daging yaitu:
- Dua potong kaki depan
- Dua potong bagian dada sampai leher
- Dua potong pinggang
- Dua potong kaki belakang (Kartadisastra, 1998).
Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan bobot hidup
yang mempunyai faktor penting dalam produksi ternak potong sebenarnya,
karena dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan organ dalam
yang beratnya untuk masing-masing ternak berbeda. Persentase karkas
dipengaruhi oleh bertambahnya umur serta bobot hidup dan akan diikuti dengan
peningkatan bobot karkas yang dihasilkan, selain itu persentase karkas juga
Faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah umur potong dan jenis
kelamin. Kelinci jantan umur 5 bulan menghasilkan karkas sebesar 46 % dan
betina 44 %. Kelinci jantan umur 8 bulan menghasilkan karkas sebesar 50 % dan
betina 55 %. Seekor kelinci jantan dapat menghasilkan karkas sebanyak 43-52 %