• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) dan Campuran Metil Ester Kering (CMEK)

Minyak ikan lemuru dengan konsentrasi EPA (%b/b dari lemak) tertinggi dibandingkan dengan konsentrasi asam lemak essensialnya (EPA 7,8%b/b vs asam sterat 0,9 %b/b, asam oleat 2,1%b/b, asam linoleatr 0,3%b/b, asam linolenat 0,2 %b/b, dan DHA 3,1 %b/b) digunakan untuk pembuatan CGKK dan CMEK. Hidrolisis asam digunakan untuk pengolahan minyak ikan karena cara ini lebih cepat dibandingkan dengan hidrolisis basa sehingga asam lemak bebas tidak banyak teroksidasi. Minyak ikan sebagai lemak terhidrolisis oleh larutan HCL (1:2,5 b/v). Hidrolisis asam terhadap minyak ikan bertujuan untuk memperoleh asam lemak bebas, padahal asam lemak tak jenuh bebas dapat teroksidasi. Karena itu hasil hidrolisis asam minyak ikan ditambah dengan larutan KOH berlebih untuk memperoleh garam karboksilat. Konsentrasi larutan KOH berdasarkan angka asam. Campuran garam karboksilat dicampur dengan onggok (COGK). Jumlah onggok yang digunakan berdasarkan perbandingan antara minyak ikan dengan onggok 1:5 b/b. Suhu dalam oven 320C digunakan untuk mengeringkan COGK karena suhu dalam ruangan 300

Minyak ikan dimetanolisis dengan larutan kalium metoksida. Metanolisis minyak ikan dengan larutan kalium metoksida yang digunakan untuk pengolahan minyak ikan. Kalium metoksida yang dihasilkan oleh larutan kalium hidroksida dalam metanol tidak terionisasi. Jumlah metoksida yang digunakan untuk metanolisis sama dengan jumlah KOH pada pembuatan CGKK. Jumlah onggok yang ditambahkan berdasarkan perbandingan antara minyak ikan dengan onggok 1:10 b/b. Suhu dalam oven 32

C untuk memperoleh campuran garam karboksilat kering (CGKK) dengan kadar air 15 persen.

0

C digunakan untuk mengeringkan COME karena suhu dalam ruangan 300C. Lama pengeringan 7 hari dibutuhkan untuk memperoleh campuran metil ester kering (CMEK) dengan kadar air 15 persen.

(a) (b)

Gambar 2 Campuran garam karboksilat kering (1) dan Campuran metil ester kering (2)

Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) atau Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Konsentrasi Amonia

Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-15 tidak berbeda dengan K-0 sedangkan konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30, K-45, dan K-60 lebih rendah dibandingkan dengan K-0. Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30 dan K-45 lebih tinggi dibandingkan K-60. Seperti halnya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30 lebih tinggi dibandingkan dengan K-45 (Tabel 2). Fenomena ini menunjukkan penambahan CGKK dalam konsentrat sapi perah menurunkan konsentrasi amonia.

Hingga level 15 gkg-1 (K-0 dan K-15) konsentrasi amonia tidak berubah (K-0 7,9 mM vs K-15 8,1 mM). Namun mulai penambahan CGKK 30 gkg-1

Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-15 dan M-30 lebih tinggi dibandingkan dengan M-0. Sebaliknya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-45 dan M-60 lebih rendah dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-45 lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi M-60 (Tabel 3). Fenomena ini menunjukkan penambahan CMEK konsentrasi amonia lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (K-30, K-45, dan K-60 vs K-0). Semakin tinggi level CGKK dalam konsentrat, konsentrasi amonia dalam cairan rumen semakin menurun. Walaupun demikian, konsentrasi amonia masih dalam kisaran normal untuk mendukung pertumbuhan mikroba dalam rumen (4,3-8,1mM vs 8-21mM).

dalam konsentrat sapi perah signifikan mempengaruhi konsentrasi amonia. Hingga level 30 gkg-1

Tabel 2 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap konsentrasi CMEK (M-15 dan M-30) konsentrasi amonia meningkat (M-15 9,6 mM dan M-30 8,9 mM vs M-0 8,0 mM). amonia Perlakuan Amonia (mM) K-0 7.9a K-15 8.1a K-30 6.2b K-45 5.3c K-60 4.3b

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan) Keterangan : K-0 = konsentrat, K-15 = K-0 + 15 gkg-1 CGKK, K-30 = K-0 + 30 gkg-1 K-45 = K-0 + 45 gkg CGKK, -1 CGKK, K-60 = K-0 + 60 gkg-1 CGKK Mulai penambahan 45 gkg-1

Tabel 3 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap konsentrasi CMEK konsentrasi amonia lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (M-45 dan M-60 vs M-0). Semakin tinggi level CMEK dalam konsentrat, konsentrasi amonia semakin menurun. Walaupun demikian, konsentrasi amonia tersebut masih dalam kisaran normal untuk mendukung kehidupan mikroba dalam rumen.

amonia Perlakuan Amonia (mM) M-0 8.0c M-15 9.6a M-30 8.9b M-45 M-60 5.7 5.0 d e

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan)

Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M-0 + 15 gkg-1 CMEK, M-30 = M-0 + 30 gkg-1 M-45 = M-0 + 45 gkg

CMEK, -1 CMEK, M-60 = M-0 + 60 gkg-1 CMEK

Fenomena di atas berindikasi mikroba pencerna protein (proteolitik) dalam rumen mampu bertoleransi dengan level CGKK dan CMEK sehingga penetrasi mikroba pada partikel pakan tidak terganggu. Batas toleransi mikroba

proteolitik terhadap dosis CGKK lebih rendah dibandingkan dengan CMEK yang berdampak pada penurunan konsentrasi amonia (K-30 vs M-45).

Penurunan konsentrasi amonia oleh peningkatan level CGKK dan CMEK dalam konsentrat diduga disebabkan oleh peningkatan populasi bakteri amilolitik. Kebutuhan amonia untuk sintesa protein pada bakteri amilolitik lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri lainnya. Dominasi populasi amilolitik dengan kebutuhan amonia yang tinggi untuk sintesa protein berdampak pada penurunan konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK lebih tinggi atau sama dengan 30 gkg-1 dan konsentrat dengan CMEK lebih tinggi atau sama dengan 45 gkg-1

Perbedaan batas toleransi mikroba proteolitik terhadap level CGKK dan level CMEK disebabkan oleh perbedaan teksturnya. Kemampuan penetrasi oleh mikroba rumen pada partikel pakan sangat tergantung pada zona pakan dalam cairan rumen. CMEK dalam zone slurry berada dibagian atas sedangkan CGKK dalam zona padat berada di bawah zona slurry dalam cairan rumen. Berdasarkan perbedaan zona ini diduga posisi populasi mikroba proteolitik dalam cairan rumen berada di zona slurry. Karena itu, batas toleransi terhadap level CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan level CGKK.

.

Konsentrat dengan kadar pati tinggi (BETN 50% vs 25%) dengan minyak safflower dengan kandungan asam linoleat tinggi atau asam oleat tinggi tidak menurunkan konsentrasi amonia cairan rumen (Hristov et al. 2005). Sebaliknya hasil penelitian, konsentrat dengan kadar BETN tinggi (57% vs 25%) dengan CGKK atau CMEK menurunkan konsentrasi amonia dalam cairan rumen. Perbedaan hasil-hasil penelitian ini berindikasi konsentrasi amonia dalam cairan rumen dipengaruhi oleh sumber dan konsentrasi asam lemak dalam pakan.

Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) atau Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Konsentrasi VFA Total

Konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh K-15, K-30, K-45, dan K-60 lebih tinggi dibandingkan dengan K-0. Seperti halnya konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh K-45 dan K-60 lebih tinggi dibandingkan dengan K-15 dan K-30 (Tabel 4). Mulai penambahan CGKK 15 gkg-1 konsentrasi VFA total lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (K-15, K-30, K-45, dan K-60 vs K-0). Semakin

tinggi level CGKK dalam konsentrat, konsentrasi VFA total semakin meningkat dalam cairan rumen. Walaupun demikian konsentrasi VFA total dibawah kisaran normal untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen.

Peningkatan konsentrasi VFA total menunjukkan peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam konsentrat tidak menghambat aktifitas mikroba pencerna karbohidrat. Hal ini berindikasi cairan aktivitas mikroba pencerna karbohidrat tidak bergantung pada zona dalam rumen. Hal ini berbeda dengan yang ditunjukkan oleh konsentrasi amonia, aktifitas mikroba proteolitik bergantung pada zona dalam cairan rumen Perbedaan ini berindikasi bahwa penyebaran mikroba pencerna karbohidrat seperti mikroba amilolitik lebih luas dibandingkan dengan populasi mikroba proteolitik dalam cairan rumen, sehingga toleransi bakteri pencerna karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri pencerna protein terhadap peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam ransum.

Tabel 4 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap konsentrasi VFA total

Perlakuan VFA Total (mM)

K-0 60.4c K-15 61.0 K-30 b 61.2 K-45 ab 61.5 K-60 a 61.7a

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan)

Keterangan : K-0 = konsentrat, K-15 = K-0 + 15 gkg-1 CGKK, K-30 = K-0 + 30 gkg-1 K-45 = K-0 + 45 gkg

CGKK, -1 CGKK, K-60 = K-0 + 60 gkg-1 CGKK

Konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh M-15, M-30, M-45, dan M-60 lebih tinggi dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh M-30 lebih tinggi dibandingkan dengan M-15, M-45 dan M-60 (Tabel 5). Mulai level 15 gkg-1 CMEK konsentrasi VFA total meningkat (M-15 61,3 mM, M-30 61,6 mM, M-45 61,3 mM dan M-60 61,2 mM). Walaupun demikian, konsentrasi VFA total tersebut dibawah kisaran normal untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen. Menurut McDonal et al. (2002), kisaran normal konsentrasi VFA total 80-160mM.

Tabel 5 Pengaruh level penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap konsentrasi VFA total

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan)

Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M-0 + 15 gkg-1 CMEK, M-30 = M-0 + 30 gkg-1 M-45 = M-0 + 45 gkg

CMEK, -1 CMEK, M-60 = M-0 + 60 gkg-1 CMEK

Walaupun konsentrasi VFA total meningkat oleh peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam konsentrat, konsentrasi VFA total lebih rendah dibandingkan dengan kisaran normal konsentrasi VFA total. Rendahnya konsentrasi VFA total akibat rendahnya kadar serat kasar dalam konsentrat. Onggok yang terkandung dalam konsentrat dapat difermentasi menjadi VFA tetapi tidak semuanya difermentasi dalam cairan rumen. Sebagian pati dicerna di lokasi lain dalam alat pencernaan ruminansia. Di samping itu, waktu fermentasi yang digunakan untuk fermentasi konsentrat 4 jam pada penelitian ini, padahal Sahrir (2009), persentase gula tereduksi pati menurun pada waktu fermentasi 4 jam. Hal itu diduga sebagai penyebab konsentrasi VFA total rendah dalam cairan rumen, hasil fermentasi konsentrat dengan atau tanpa CGKK atau CMEK oleh bakteri rumen.

Hasil penelitian memperkuat simpulan Sirohi et al. (2001), produk pengolahan minyak seperti sabun kalsium berbahan dasar minyak kedelai dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total. Hasil penelitian ini menunjukkan level 15 gkg-1

Konsentrat yang digunakan untuk penelitian termasuk konsentrat dengan kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen tinggi (BETN 57% vs 25%). Menurut Rotger

et al. (2006) dan Douglas et al. (2007), BETN termasuk karbohidarat non

struktural (nonstructural carbohydrate, NSC) atau karbohidrat non serat (nonfiber hasil pengolahan minyak ikan seperti CGKK dan CMEK dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total. Persamaan hasil-hasil penelitian ini menunjukkan efek penambahan hasil pengolahan minyak dengan metode hidrolisis dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total.

Perlakuan VFA Total (mM)

M-0 60.4c M-15 61,3 M-30 b 61.6 M-45 a 61.3 M-60 b 61.2b

carbohydrate, NFC), atau pati (Mach et al. 2006). Konsentrat dengan kadar

protein kasar 18% dan pati tinggi dengan minyak biji kapuk tidak menurunkan tetapi meningkatkan konsentrasi VFA total ( Cooke et al. 2007).

Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) dan Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Degradasi Konsentrat

Degradasi konsentrat K-0, K-15, K-30, dan K-45 lebih tinggi dibandingkan dengan K-60. Degradasi konsentrat K-15 sama dengan K-60. Seperti halnya degradasi K-0 sama dengan K-15, K-30 dan K-45, K-15 sama dengan K-30 dan K-45, dan K-30 sama dengan K-45 (Tabel 6). Hingga level 45 gkg-1

Tabel 6 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap degradasi (panambahan CGKK) degradasi konsentrat tidak berubah (K-15 60,72%, M-30 61,23%, K-45 61,02% vs K-0 64,36%. Level 60 gkg-1 CGKK pada konsentrat (K-60) degradasi konsentrat mulai menurun.

bahan kering Perlakuan Degradasi (%) K-0 64.36a K-15 60.72ab K-30 61.23a K-45 61.01a K-60 51.60b

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji duncan)

Keterangan : K-0 = konsentrat, K-15 = K-0 + 15 gkg-1 CGKK, K-30 = K-0 + 30 gkg-1 K-45 = K-0 + 45 gkg

CGKK, -1 CGKK, K-60 = K-0 + 60 gkg-1 CGKK

Hasil penelitian tidak memperkuat simpulan Sirohi et al. (2001), hasil pengolahan minyak dengan cara hidrolisis menurunkan kecernaan ransum. Perbedaan ini menunjukkan efek produk hidrolisis minyak kedelai berbeda dengan efek produk hidrolisis minyak ikan terhadap kecernaan atau degradasi bahan kering in vitro.

Degradasi yang dihasilkan oleh M-15, M-30, M-45, dan M-60 lebih rendah dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya degradasi konsentrat yang dihasilkan oleh M-15 lebih rendah dibandingkan dengan M-45, dan M-30 lebih rendah dibandingkan M-0, M-15, M-45 dan M-60 (Tabel 6). Fenomena ini berarti penambahan CMEK dalam konsentrat menurunkan degradasi dalam

cairan rumen. Mulai dosis 15 gkg-1

Tabel 7 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap degradasi (M-15, M-30, M-45) degradasi konsentrasi konsentrat langsung menurun (15 55,77%, 30 54,7% , 45 61,13% dan M-60 54,90%). Walaupun demikian, degradasi bahan kering yang dihasilkan oleh konsentrat dalam kisaran dalam degradasi konsentrat yang layak diberikan kepada ternak (kisaran normal 50-70%).

bahan kering

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji duncan)

Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M-0 + 15 gkg-1 CMEK, M-30 = M-0 + 30 gkg-1 M-45 = M-0 + 45 gkg

CMEK, -1 CMEK, M-60 = M-0 + 60 gkg-1 CMEK

Hasil penelitian ini memperkuat simpulan Alexander et al.(2002), efek produk pengolahan minyak biji bunga matahari dengan metode hidrolisis dalam ransum menurunkan kecernaan ransum in vivo. Persamaan ini menunjukkan bahwa efek penambahan hasil pengolahan minyak kedelai dengan cara hidrolisis dalam ransum sama dengan efek hasil pengolahan minyak ikan dengan cara hidrolisis, dan metanolisis konsentrat menurunkan degradasi bahan kering dalam cairan rumen. Selanjutnya hal ini menunjukkan sabun kalsium minyak biji bunga matahari, campuran garam karboksilat kering, dan campuran metil ester kering menurunkan kemampuan mikroba untuk mendegradasi partikel pakan dalam cairan rumen. Hal ini bermanfaat untuk pakan dengan kandungan protein mudah terdegradasi, memungkinkan proporsi protein mudah terdegradasi, memungkinkan proporsi protein by pass lebih banyak yang lolos ke pasca rumen.

Indikasi ini berimplikasi hasil pengolahan minyak ikan dan minyak sayur berefek defaunasi yaitu menghambat atau mengurangi populasi protozoa dalam rumen. Penambahan garam kalsium, sabun kalsium, CGKK, dan CMEK dalam konsentrat berarti peningkatan konsentrasi asam lemak tak jenuh (unsaturated

fatty acids, USFAs) dalam konsentrat. Menurut Hristov et al. (2004), USFA

toksik terhadap protozoa dalam rumen. Tingkat kemampuan antiprotozoa dari

Perlakuan Degradasi (%) M-0 64.36a M-15 55.77c M-30 54.72e M-45 61.13b M-60 54.90d

USFA bergantung pada tingkat ketidak jenuhan dari asam lemak (jumlah ikatan rangkap dalam asam lemak). Semakin banyak ikatan rangkap dalam asam lemak semakin tingg kemampuan anti protozoanya.

Peningkatan level CGKK atau CMEK dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total hasil fermentasi karbohidrat oleh bakteri dalam rumen. Sebaliknya peningktan level CGKK atau CMEK dalam konsentrat menurunkan konsentrasi ammonia hasil fermentasi oleh bakteri rumen. Hal ini berindikasi protozoa yang terdefaunasi oleh USFA adalah protozoa pemangsa bakteri

proteolitik dalam cairan rumen sehingga konsentrasi amonia menurun seiring

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan konsentrat dengan kadar protein kasar 14% (PK 14%) dan total nutrien tercerna 64% (TDN 64%) menurunkan fermentabilitas protein dan degradasi bahan kering dan meningkatkan fermentabilitas karbohidrat. Walaupun fermentabilitas karbohidrat kurang dari kisaran normal dan fermentabilitas protein dan degradasi bahan kering menurun tetapi masih dalam kisaran normal, tetapi konsentrat K-0 – K-60 dan M-0 – M-60 layak digunakan untuk ransum ternak ruminansia.

3 EFEK KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM

KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL

ESTER KERING DALAM RANSUM TERHADAP

KONSENTRASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI

PENDAHULUAN

Asam lemak yang terkandung dalam susu sapi terdiri atas asam lemak essensial dan nonessensial. Asam lemak essensial merupakan asam lemak yang tidak dapat disintesa oleh ternak seperti asam stearat (18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat (18:2), asam linolenat (18:3), EPA (20:5) dan DHA (22:6). Sebaliknya asam lemak nonessensial seperti asam kaprilat (8:0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), miristat (14:0), dan palmitat (16:0). dalam susu sapi merupakan asam lemak hasil sintesa de novo dalam sel mamari sapi laktasi.

Asam lemak atau karboksilat hasil perombakan garam karboksilat atau metil ester diabsorbsi oleh sel intestial melalui mikrovilli lalu diesterifikasi kembali menjadi lipid dan bergabung dengan khilomikron dan VLDL. Selanjutnya kedua lipoprotein ini masuk ke aliran darah, untuk membawa lemak ke jaringan lain. Setelah lipid dihidrolisis oleh lipase lipoprotein dalam kapiler darah, asam lemak diabsorbsi dan diesterifikasi menjadi lemak dalam sel mamari.

Komposisi dan konsentrasi asam lemak essensial dengan jumlah karbon 18 atau lebih dalam susu dapat dimodifikasi oleh asam lemak essensial dalam ransum (Baer et al. 2001). Campuran garam karboksilat kering (CGKK) dan campuran metil ester kering (CMEK) mengandung asam lemak essensial seperti EPA dan DHA diharapkan dapat terinkorporasi dalam lemak susu sapi. Hasil evaluasi in vitro menunjukkan konsentrat dengan CGKK atau CMEK (level CGKK 45gkg-1 atau CMEK 45gkg-1) layak diberikan ke ternak ruminansia berdasarkan persentase degradasi. Karena itu, penelitian dilanjutkan untuk membuktikan asam lemak essensial yang terkandung dalam konsentrat dapat diinkorporasi dalam susu sapi dan tidak menurunkan konsentrasi asam lemak de

MATERI DAN METODE

Dokumen terkait