• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAMPILAN ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI HASIL PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT ATAU METIL ESTER KERING ANDI MURLINA TASSE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TAMPILAN ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI HASIL PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT ATAU METIL ESTER KERING ANDI MURLINA TASSE"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

ANDI MURLINA TASSE

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Tampilan Asam Lemak dalam Susu Sapi Hasil Pemberian Ransum Mengandung Campuran Garam Karboksilat atau Metil Ester Kering adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2010

Andi Murlina Tasse

(3)

ANDI MURLINA TASSE. Fatty Acids Profile in Milk Cow’s fed Containing Mixed Dry Carboxylate Salt or Methyl Ester. Advisor: JAJAT JACHJA, LATIFAH K.DARUSMAN, and MUHAMMAD WINUGROHO.

Dry carboxylate salt mixed (DCM) and dry methyl ester mixed (DMM) are product of fish oil processing. It’s a source of essential fatty acid as EPA (eicosapentaenoic acid, C20:5(n-3)) and DHA(docosahexaenoic acid, C22:6(n-3)) for lactating dairy cows. The aim of experiments were to evaluate: (1) the effect of the concentrate with DCM or DMM in ruminal fermentation, (2) the effect of the dietary with DCM or DMM on the profile of fatty acids in cows milk, and (3) the mechanism of incorporation fatty acids in cows milk . The ruminal fermentation experiment used concentrate’s 14% crude protein, and 64% total digestible nutrient with 0, 15, 30, 45, dan 60 g kg-1 DCM or DMM. The result of experiment showed concentrate with in consentrate with with 0, 15, 30, 45, dan 60 g kg-1 DCM or DMM can be used to the ruminant dietary. The effect of offered of dietary with DCM or DM on fatty acids profile in cows milk, and mechanism of incorporation of fatty acids experiment used concentrate with 45 gkg-1 DCM (DCM given at 1% of kg-1 DM of dietary) or 45 gkg-1 DMM (DMM given at 1% of kg-1 DM of dietary). The treatments were allotted in nine lactating dairy cows in mid lactation, and body weight 320-350 kg and daily milk yield 8-10 Ld-1

Keywords: dry carboxylate salt mixed (DCM), dry methyl ester mixed (DMM), fatty acid, cows milk.

. Stearic acid (18:0), oleic acid (18:1), linoleic acid (18:2), and linoleic acid (18:3) in cows milk no increased after 3 weeks of treatment. The EPA’s and DHA’s concentrates can be absorpted by intestinal cells and circulated in blood plasma (0.010 and 0.003 fold, or 0.064 and 0.017 fold). So, blood plasma EPA’s and DHA’s were incorporated in dairy cows milk fat (0.484 and 1.604 fold or 0.005 and 0.019 fold). Nonessential fatty acids caprilic acid (8:0), capric acid (10:0), lauric acid (12:0), miristic acid (14:0), and palmitic acid (16:0) concentrations no descreased in cows milk. The dietary with DCM or DMM no changed the profile of fatty acids, except EPA (20:5) and DHA (22:6) in cow’s milk. The EPA’s and DHA’s in cows milk can be resulted by DCM’s and DMM’s concentrates in diet (219.0 ppm EPA and 4.5 ppm DHA or 143.8 ppm EPA and 4.1 ppm DHA). These results showed that DCM’s and DMM’s diets no changed profile and fatty acids concentration except EPA and DHA and total fat in cow’s milk.

(4)

ANDI MURLINA TASSE. Tampilan Asam Lemak dalam Susu Sapi Hasil Pemberian Ransum dengan Konsentrat Mengandung Campuran Garam Karboksilat Kering atau Campuran Metil Ester Kering. Dibimbing oleh: JAJAT JACHJA, LATIFAH K. DARUSMAN, dan MUHAMMAD WINUGROHO.

Penggunaan produk pengolahan minyak ikan seperti campuran garam karboksilat kering (CGKK), dan campuran metil ester kering (CMEK) sebagai sumber asam lemak essensial seperti EPA dan DHA untuk sapi perah belum ada di Indonesia. Seperti halnya mekanisme inkorporasi asam lemak ransum dalam susu sapi belum ada dalam jurnal ilmiah nasional. CGKK merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan garam karboksilat sedangkan CMEK merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan metil ester. Garam karboksilat merupakan hasil hidrolisis asam dari minyak ikan sedangkan metil ester merupakan hasil metanolisis dari minyak ikan. Garam kaboksilat dan metil ester diharapkan sebagai sumber asam lemak essensial seperti EPA dan DHA dalam ransum yang dapat dideposisi dalam lemak susu.

Serangkaian penelitian telah dilakukan, dimulai dari penelitian pendahuluan untuk menentukan kelayakan penggunaan konsentrat CGKK dan CMEK untuk ternak ruminansia yang ditunjukkan oleh konsentrasi hasil fermentasi dalam rumen, dalam kisaran normal konsentrasi amonia, konsentrasi VFA total serta degradasi bahan kering. Penelitian menggunakan rancangan kelompok dengan 5 perlakuan dan 2 ulangan. Konsentrat perlakuan disusun terdiri atas: K-0 = konsentrat dengan PK 14 % dan TDN 64%, K-15 = K-0 + 15 gkg-1 CGKK, K-30 = K-0 + 30 gkg-1 CGKK, K-45 = K-0 + 45 gkg-1 CGKK, dan K-60 = K-0 + 60 gkg-1 CGKK; 0 = konsentrat dengan PK 14 % dan TDN 64 %, M-15 = M-0 + M-15 gkg-1 CMEK, M-30 = M-0 + 30 gkg-1 CMEK, M-45 = M-0 + 45 gkg-1 CMEK, M-60 = M-0 + 60 gkg-1 CMEK. Hasil penelitian menunjukkkan 15 gkg-1, 30 gkg-1, 45 gkg-1, dan 60 gkg-1

Guna mengkaji mekanisme inkorporasi asam lemak dalam ransum dalam susu sapi melalui pemberian ransum dengan CGKK(RK-45), dan ransum dengan CMEK(RM-45), dilakukan uji in vivo pada 9 ekor sapi perah laktasi dalam periode pertengahan laktasi dan produksi susu harian 8-10 Lhr

CGKK atau CMEK dapat digunakan untuk ransum ternak ruminansia seperti sapi perah.

-1

. Penelitian menggunakan rancangan lengkap dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Ransum perlakuan terdiri atas: RKM-0 = kulit jagung, ampas tahu dan konsentrat dengan kadar PK 14 % dan TDN 64%, H:K 80:20 RK-45 = RKM-0 +45 gkg -1 CGKK, dan RM-45 = RKM-0 + 45 gkg-1 CMEK. Hasil penelitian menunjukkan EPA dan DHA dalam susu dapat dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan konsentrat mengandung CGKK(RK-45) atau CMEK(RM-45)(219,0 ppm EPA dan 4,5 ppm DHA atau 143,8 ppm EPA dan 4,1 ppm DHA). Seperti halnya asam lemak lainnya seperti asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam susu dapat dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK. Konsentrasi asam lemak non essensial yang merupakan hasil sintesa asam lemak de novo seperti asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristat, dan asam palmitat juga dapat dihasilkan oleh sapi dengan pemberian

(5)

ppm asam laurat, 30000 ppm asam miristat, 83000 ppm asam palmitat), tanpa menurunkan kadar lemak total (4,1% vs 4,3%, 4,4%) dalam susu sapi.

Absorbsi asam lemak kecuali EPA dan DHA ransum dalam plasma yang menunjukkan konsentrasi asam lemak ransum yang dapat dibawa dalam darah ke jarigan mamari berkurang pada sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK(RK-45) atau CMEK(RM-45). Hal ini menunjukkan absorbsi EPA (20:5) dan DHA (22:6) menghambat absorbsi asam stearat (18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat(18:2), dan asam linolenat (18:3) oleh sel intestinal. Fenomena ini berindikasi posisi spesifik EPA (20:5) dan DHA (22:6) sama dengan asam lemak essensial lainnya seperti asam stearat(18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat (18:2) dan asam linolenat (18:3) dalam lipid yang diresintesa dalam sel intestinal.

Inkorporasi EPA dan DHA plasma tidak menghambat inkorporasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat plasma dalam lemak susu. Konsentrasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat tidak berubah dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK. Begitu juga, konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo seperti, asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat , asam miristat dan asam palmitat tidak berubah dalam susu sapi. Fenomena ini berindikasi posisi spesifik 20:5 dan 22:6 tidak sama dengan 18:0, 18:1, 18:2, 18:3, dan asam lemak de novo 8:0, 10:0,12:0, 14:0 dan 16:0 dalam susu sapi.

Seluruh rangkaian penelitian ini menghasilkan simpulan sebagai berikut: ransum dengan konsentrat dengan kadar protein kasar 14% dan total nutrien tercerna 64% mengandung campuran garam karboksilat kering 45 gkg-1 atau campuran metil ester kering 45 gkg-1 dapat menghasilkan susu sapi dengan EPA dan DHA tanpa menghambat sintesa dan inkorporasi asam lemak hasil sintesa de

novo asam lemak dalam susu sapi. Absorbsi dan inkorporasi asam lemak dalam

lemak yang disintesa dalam sel intestinal, dan inkorporasi asam lemak dalam lemak yang disintesa dalam jaringan mamari bergantung pada posisi spesifik asam lemak dalam lemak (triasil gliserol). Kadar lemak total tidak menurun dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK(RK-45) atau ME (RM-45) (4,1 vs 4,7 vs 4,4 %) pada pertengahan laktasi.

Kata Kunci: campuran garam karboksilat kering, campuran metil ester kering, asam lemak, susu sapi

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

ANDI MURLINA TASSE

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(8)

Penguji Pada Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr

(Staf Pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor)

2. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS

(Staf Pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor)

Penguji Pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Budi Haryanto, M.Sc

(Staf Peneliti Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor) 2. Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc

(Staf Pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor)

(9)

Nama : Andi Murlina Tasse NRP : P04600009

Program Studi : Ilmu Ternak (PTK)

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Jajat Jachja, M. Agr.

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S.

Anggota Anggota

Prof. Dr. Ir. M. Winugroho, M.Sc., APU

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

Penulis dilahirkan di Pangkep, Sulawesi Selatan pada tanggal 30 November 1962 dari ayahanda Andi Tasse dan ibunda Andi Makka. Penulis merupakan putri kedelapan dari delapan bersaudara.

Tamat sekolah dasar pada tahun 1974 dari SDN I Sengkang, sekolah menengah pertama tahun 1977 dari SMPN I Sengkang dan sekolah menengah atas tahun 1981 dari SMAN I Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Tahun 1981 penulis melanjutkan pendidikan tingkat sarjana di Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1987. Tahun 1987 sampai tahun 1991, penulis sebagai koordinator petugas lapangan pada Proyek Pengembangan Petani Ternak Kecil (P3TK) IFAD Dirjen Peternakan Departemen Pertanian di Sulawesi Selatan. Pendidikan master penulis mulai di Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 1996 dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya, pada tahun 2000, penulis kembali melanjutkan pendidikan program doktor juga di Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2010. Sejak tahun 1991, penulis menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara.

(11)

Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga Disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Maret sampai November 2005 ini ialah Tampilan Asam Lemak dalam Susu Sapi Hasil Pemberian Ransum dengan Konsentrat Mengandung Campuran Garam Karboksilat Kering atau Campuran Metil Ester Kering. Pembuatan campuran garam karboksilat kering (CGKK) dan campuran metil ester kering (CMEK) di Laboratorium Kimia Analitik, FMIPA, IPB. Uji in vitro di Laboratorium Ruminansia Besar , Balitnak. Uji in vivo pada sapi laktasi dilakukan di peternakan sapi perah rakyat. Analisa komposisi kimia konsentrat di Laboratorium Pengolahan Pakan, Fapet, IPB. Analisa asam lemak ampas tahu dan plasma di Laboratorium Kimia Pangan, PAU, IPB, dan analisa asam lemak susu sapi di Laboratorium Kimia Terpadu, FMIPA, IPB.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Jajat Jachja, M.Agr., Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M. Si., dan Prof. Dr. Ir. M. Winugroho, M.Sc., APU selaku komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dirjen DIKTI berserta jajarannya, rektor UNHALU berserta jajarannya, rektor IPB beserta jajarannya serta seluruh pihak yang telah memberi kesempatan dan bantuan kepada saya, mulai dari masa kuliah sampai selesainya disertasi ini.

Kepada yang mulia almarhum Pappi dan almarhumah Mammi, yang tercinta kakak-kakak serta seluruh keluarga besar saya, saya haturkan terima kasih yang tulus atas kasih sayangnya, teladan, dukungan dan semangat yang senantiasa saya rasakan. Kepada rekan-rekan mahasiswa pascasarjana PTK yang tidak dapat ditulis satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya. Terima kasih juga buat kak Indah, kak Cia, Lala, Tri, Ridho, Agung, deVentri, deNik, deDinok serta banyak lagi yang tak dapat disebutkan.

Keterbatasan kemampuan penulis menjadikan disertasi ini terbuka untuk saran dan kritik membangun. Semoga tulisan ini bermanfaat. Akhir kata semoga harapan untuk hanya mencari ridho Allah SWT dapat tercapai, Amiiiin

Billahittaufik wal hidayah, Wassalam.

Bogor, Oktober 2010

Andi Murlina Tasse

(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1 PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

2 FERMENTABILITAS DAN DEGRADASI KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING Pendahuluan ... 5

Materi dan Metode ... 6

Hasil dan Pembahasan ... 10

Simpulan ... 19

3 EFEK KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING DALAM RANSUM TERHADAP KONSENTRASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI Pendahuluan ... 21

Materi dan Metode ... 22

Hasil dan Pembahasan ... 26

Simpulan ... 36

4 MEKANISME INKORPORASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI Pendahuluan ... 37

Materi dan Metode ... 39

Hasil dan Pembahasan ... 42

Simpulan ... 48

5 PEMBAHASAN UMUM ... 49

6 SIMPULAN DAN SARAN ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(13)

Halaman 1 Komposisi kimia konsentrat ... 5 2 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap

konsentrasi amonia ... 11 3 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap

konsentrasi amonia ... 11 4 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap VFA

total ... 13 5 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap VFA

total ... 14 6 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap

degradasi bahan kering ... 15 7 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap

degradasi bahan kering ... 16 8 Komposisi ransum penelitian ... 20 9 Pengaruh ransum dengan CGKK atau CMEK terhadap

konsentrasi asam lemak essensial dalam susu sapi ... 25 10 Pengaruh ransum dengan CGKK atau CMEK terhadap

konsentrasi asam lemak nonessensial dalam plasma ... 28 11 Komposisi ransum total ... 37 12 Pengaruh ransum dengan CGKKdan CMEK terrhadap

konsentrasi asam lemak dalam plasma ... 40 13 Absorbsi asam lemak esensial ransum ke dalam plasma ... 42 14 Inkorporasi asam lemak plasma dalam susu sapi ... 44

(14)

Halaman 1 Tahapan penelitian ... 8 2 Campuran garam karboksilat kering (a) dan campuran metil ester

(15)

Halaman

1 Bagan alir tahapan penelitian ... 58

2 Komposisi kimia konsentrat ... 59

3 Ekstraksi lemak dari ampas tahu ... 59

4 Pemisahan plasma dari sampel darah ... 59

5 Ekstraksi lemak dari sampel susu ... 59

6 Metilasi asam lemak dalam lemak sampel ... 60

7 Analisis asam lemak dengan khromatografi gas ... 60

8 Preparasi medium untuk invitro ... 60

9 Teknik fermentasi invitro ... 61

10 Pengukuran konsentrasi ammonia (metode Conway) ... 61

11 Pengukuran konsentrasi VFA total (metode destilasi uap) ... 61

12 Pengukuran degradasi konsentrat ... 62

13 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi ammonia yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK ... 62

14 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi ammonia yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CMEK ... 63

15 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK ... 63

16 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CMEK ... 64

17 Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK ... 64

18 Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi VFA total yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CMEK ... 65

(16)

(10:0) dalam susu sapi ... 65 21 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam laurat

(12:0) dalam susu sapi ... 66 22 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam

miristat (14:0) dalam susu sapi ... 66 23 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam

palmitat (16:0) dalam susu sapi ... 66 24 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam stearat

(18:0) dalam susu sapi ... 67 25 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam oleat

(18:1) dalam susu sapi ... 67 26 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam

linoleat (18:2) dalam susu sapi ... 67 27 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam

linolenat (18:3) dalam susu sapi ... 67 28 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi EPA (20:5)

dalam susu sapi ... 68 29 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi DHA (22:6)

dalam susu sapi ... 68 30 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal kadar lemak total dalam

susu sapi ... 68 31 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam stearat

(18:0) dalam plasma ... 68 32 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam oleat

(18:1) dalam plasma ... 69 33 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam

linoleat (18:2) dalam plasma ... 69 34 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam

linolenat (18:3) dalam plasma ... 69 35 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi EPA (20:5)

(17)

(18:0) ransum dalam plasma ... 70 38 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam oleat

(18:1) ransum dalam plasma ... 70 39 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam linoleat

(18:2) ransum dalam plasma ... 71 40 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam linolenat

(18:3) ransum dalam plasma ... 71 41 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi EPA (20:5)

ransum dalam plasma ... 71 42 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam DHA

(22:6) ransum dalam plasma ... 72 43 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi asam stearat

(18:0) plasma dalam susu sapi ... 72 44 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi asam oleat

(18:1) plasma dalam susu sapi ... 72 45 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi asam

linoleat (18:2) plasma dalam susu sapi ... 73 46 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi asam

linolenat (18:3) plasma dalam susu sapi ... 73 47 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi EPA (20:5)

plasma dalam susu sapi ... 73 48 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi DHA (22:6)

(18)

Sapi perah mempunyai kemampuan dalam menghasilkan susu dengan kandungan asam-asam lemak sebagai sumber energi mudah tersedia seperti asam kaprilat(C8:0), asam kaprat(C10:0), asam laurat(C12:0), asam miristat(C14:0), dan asam palmitat(C16:0). Sapi juga dapat menghasilkan asam lemak yang dapat dideposit sebagai cadangan lemak seperti asam stearat (C18:0), asam oleat (C18:1), asam linoleat (C18:2), dan asam linolenat (C18:3

Asam lemak omega 3 seperti EPA(eicosapentaenoic acid, C

) dalam jaringan adiposa melalui ransum yang mengandung asam-asam lemak ini.

20:5(n-3))dan DHA(docosahexaenoic acid,C22:6(n-3)

EPA berperan untuk melancarkan aliran darah. EPA berfungsi sebagai penghasil prostaglandin E

) berperan dalam pemeliharaan kesehatan dan perkembangan janin serta kemampuan belajar anak. Defisiensi DHA pada periode awal kehamilan berdampak pada perkembangan plasenta yang terhambat, dan gangguan perkembangan janin. Selanjutnya pada usia dibawah lima tahun berdampak pada penundaan perkembangan refleks, kemampuan belajar rendah, dan daya ingat rendah (Uauy et al. 2003).

3

Minyak ikan sering digunakan untuk sumber EPA dan DHA dalam ransum.Simpulan Baer et al. (2001), minyak ikan sebagai komponen dalam ransum berdampak pada penurunan kadar lemak susu padahal kadar lemak sebagai salah satu kriteria mutu susu sapi segar yang dapat didistribusikan ke pelanggan. Di samping itu minyak ikan sulit dicampur dengan pakan lain dalam ransum. Karena itu pengolahan minyak ikan diperlukan sebelum digunakan untuk ransum ternak.

dan penghambat perbanyakan platelet sehingga aliran darah lancar. Di samping itu, EPA bukan substrat enzim protein kinase C yang berperan sebagai pemicu penggandaan sel kanker (Yang et al. 2002). Walaupun demikian, penelitian mengenai EPA dan DHA dalam susu sapi belum banyak dilakukan di Indonesia.

Campuran garam karboksilat kering (CGKK) dan campuran metil ester kering (CMEK) merupakan produk pengolahan minyak ikan, diharapkan sebagai sumber asam lemak. CGKK merupakan hasil pengeringan campuran onggok dan

(19)

garam karboksilat sedangkan CMEK merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan metil ester. Garam karboksilat merupakan hasil penyampuran kalium hidroksida dalam air dengan hasil hidrolisis minyak ikan dengan asam khlorida. Metil ester merupakan hasil penyampuran minyak ikan dengan metoksida dalam air.

Campuran garam karboksilat kering CGKK terpisah menjadi onggok dan garam karboksilat sedangkan CMEK terpisah menjadi onggok dan metil ester dalam rumen. Garam karboksilat terionisasi menjadi karboksilat dan kalium, sedangkan metil ester terionisasi ion menjadi karboksilat dan metil dalam rumen dan atau abomasal. Karboksilat diabsorbsi oleh sel intestinal dan diesterifikasi menjadi lipid. dan bergabung dengan khilomikron dan VLDL(very low density

lipoprotein). Karboksilat dapat terinkorporasi dalam fosfolipid bakterial, alu

fosfolipid dihidrolisis oleh enzim lipase pancreas dan diabsorbsi serta diesterifikasi dalam fosfolipid di intestinal. Selanjutnya fosfolipid pada lipoprotein dibawa ke jaringan mamari. Asam lemak akan dilepaskan dari lemak pada lipoprotein oleh lipase lipoprotein dalam kapiler darah lalu asam lemak diabsorbsi oleh sel mamari dan diesterifikasi menjadi lemak susu. CGKK dan CMEK diharapkan sebagai sumber asam lemak EPA dan DHA dapat terinkorporasi dalam lemak susu.

Pencernaan dalam rumen merupakan ciri khas ternak ruminansia seperti sapi. Kondisi normal dalam rumen sangat diperlukan untuk proses pencernaan yang normal dalam rumen, yang ditunjukkan oleh konsentrasi ammonia(ammonia, NH3

Pertengahan laktasi (periode lewat puncak produksi susu, sapi diperah lebih dari 8 minggu, bulan laktasi ke-3 sampai ke-4), kadar lemak mulai meningkat bersamaan dengan turunnya produksi susu harian. Di samping itu konsentrat dengan kadar protein rendah (PK 12% vs 18%) dapat mencukupi ) dan VFA total (total volatile fatty acid, tVFA) dan degradasi bahan dalam kisaran konsentrasi normalnya. Hasil pencernaan pascarumen menunjukkan ketersediaan nutrisi seperti asam lemak yang dapat diabsorbsi oleh sel intestinal. Ketersediaan asam lemak dalam fosfolipid yang dihasilkan oleh sel intestinal dan dibawa oleh lipoprotein menggambarkan ketersediaan asam lemak yang dapat diabsorbsi lalu disintesa disintesa menjadi lemak dalam sel mamari.

(20)

kebutuhan sapi awal laktasi dengan produksi susu harian kurang dari 20 Lhr-1

Karena itu penelitian dibagi dua tahap. Tahap I bertujuan untuk memperoleh konsentrat berkadar protein kasar rendah dan serat kasar rendah dan level CGKK dan CMEK yang layak diberikan ke ternak melalui uji in vitro. Selanjutnya tahap II bertujuan untuk melihat tampilan asam lemak dalam susu sapi dan mengkaji mekanisme inkorporasi asam lemak ransum dalam susu sapi melalui uji in vivo. Penelitian ini bermanfaat sebagai penganekaragaman pangan sumber asam lemak esensial asal ternak dan kajian awal mekanisme inkorporasi asam lemak ransum dalam susu sapi.

dan bobot badan 320-375 kg (Tasse 1999).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengevaluasi efek penambahan campuran garam karboksilat kering (CGKK) atau campuran metal ester kering (CMEK) dalam konsentrat terhadap fermentabilitas dan degradasi bahan kering secara in vitro, (2) melihat tampilan asam lemak dalam susu sapi dari hasil pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK, dan (3) mengkaji mekanisme inkorporasi asam lemak ransum dalam lemak susu sapi.

(21)

2 FERMENTABILITAS DAN DEGRADASI KONSENTRAT

DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING

ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING

PENDAHULUAN

Campuran garam karboksilat kering merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan garam karboksilat, sedangkan campuran metil ester kering merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan metil ester. Kemungkinan onggok terpisah dari garam karboksilat dan metil ester dalam cairan rumen sehingga onggok dapat difermentasi oleh mikroba rumen. Selanjutnya garam karboksilat, dan metil ester tidak terionisasi dalam rumen. Sebaliknya garam karboksilat dan metil ester sebagai elektrolit diduga terionisasi sempurna dalam kondisi asam dalam abomasal.

In vitro merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menentukan

fermentabilitas dan degradasi bahan dalam cairan rumen. Cara ini sebagai tiruan proses pencernaan ternak ruminansia. Fermentabilitas ditunjukkan oleh konsentrasi amonia (NH3

Pencernaan yang normal dalam rumen ditunjukkan oleh konsentrasi NH ) dan konsentrasi asam lemak volatile (volatile fatty

acid, VFA) total. Degradasi juga dapat diukur dengan cara in vitro dan biasanya

dinyatakan dalam persentase degradasi bahan kering (McDonald et al. 2002). Keunggulan metode in vitro diantaranya waktu yang dibutuhkan lebih singkat dan pelaksanaannya lebih mudah dibandingkan dengan metode lain seperti in vivo dan

in situ.

3 dan VFA total dalam kisaran normal yaitu konsentrasi NH3 8-21 mM dan VFA 80-160 mM dalam kisaran optimum untuk kelangsungan hidup mikroba dan ternak (McDonald et al. 2002). Kisaran normal untuk degradasi bahan kering dalam cairan rumen 50-70%. Karena itu, tujuan penelitian untuk mengevaluasi efek penambahan campuran garam karboksilat kering dan campuran metil ester kering dalam konsentrat terhadap fermentabilitas dan degradasi bahan kering dalam cairan rumen.

(22)

MATERI DAN METODE Potensi minyak ikan sumber asam lemak

Analisis asam lemak

Gambar 1 Tahapan Penelitian

Materi Penelitian

Konsentrat yang diuji berbahan dasar onggok, dedak padi, bungkil kelapa sawit, bungkil kedelai, campuran mineral dan vitamin. Konsentrat mengandung protein kasar rendah 14% (PK 14%) dan total nutrien tercerna 64% (TDN 64%). Komposisi kimia konsentrat (Tabel 1). Cairan rumen untuk media fermentasi berasal dari dua ekor sapi diperoleh dari rumah potong hewan.

Hidrolisis asam dari minyak ikan (katalisis kalor)

Metanolisis dari minyak ikan (katalisis kalor)

Campuran garam karboksilat kering (CGKK)

Campuran metil ester kering (CMEK)

Konsentrat sumber energi (PK 14 %, SK 12%)

Uji in vitro (konsentrasi amonia, VFA total, degradasi bahan)

Konsentrat dengan CGKK untuk ruminansia

Konsentrat dengan CMEK untukruminansia

(23)

Tabel 1 Komposisi kimia konsentrat Komposisi Kadar (%) Air 9,41 Abu 9,30 Lemak kasar 3,57 Protein Kasar 14.41 BETN 63,21 Serat kasar 11,71

Total nutrien tercerna 64,31 Hasil analisis di laboratorium Teknologi Pakan FAPET, IPB.

TDN = 47,93-0,7452 SKc + 0,4758 PKc + 0,9990 LKc + 0,3591 BETNc

Perlakuan

Level CGKK dan CMEK yang ditambahkan dalam konsentrat 15 gkg-1, 30 gkg-1, 45 gkg-1, dan 60 gkg-1

K-0 = konsentrat

. Konsentrat yang diuji sebagai berikut:

K-15 = K-0 + 15 gkg-1 K-30 = K-0 + 30 gkg CGKK -1 K-45 = K-0 + 45 gkg CGKK -1 K-60 = K-0 + 60 gkg CGKK -1 M-0 = konsentrat CGKK M-15 = M-0 + 15 gkg-1 M-30 = M-0 + 30 gkg CMEK -1 M-45 = M-0 + 45 gkg CMEK -1 M-60 = M-0 + 60 gkg CMEK -1 CMEK . Metode Penelitian

Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering(CGKK)

Pengolahan minyak ikan dilakukan untuk memudahkan penyampuran dengan pakan lain dalam konsentrat. Prinsip pembuatan CGKK yaitu hidrolisis minyak ikan dengan larutan asam.

Minyak ikan dicampur dengan larutan HCl lalu dikocok. Selanjutnya campuran ditambah aquades dan dipanaskan pada suhu 60oC selama 30 menit. Asam lemak bebas atau asam karboksilat yang dihasilkan dari hidrolisis asam

(24)

minyak ikan ditambah dengan larutan KOH berlebih dan diaduk, lalu disimpan pada suhu ruangan sehingga garam karboksilat terbentuk ke permukaan.

Air yang berada di bagian bawah dibuang, lalu garam karboksilat yang dihasilkan dicampur dengan onggok dengan perbandingan minyak ikan dengan onggok 1:5 b/b. Campuran onggok dan garam karboksilat (COGK) dikeringkan dalam oven pada suhu 32o

Penambahan garam karboksilat dengan onggok untuk memudahkan penyampuran dengan konsentrat. Pengeringan untuk menghindari kontaminasi COGK dengan mikroba karena COGK mengandung air.

C. Hasil pengeringan COGK merupakan campuran garam karboksilat kering (CGKK) dapat dicampur dengan konsentrat.

Pembuatan Campuran Metil Ester Kering (CMEK)

Tujuan pengolahan minyak ikan untuk mempermudah penyampuran dengan konsentrat. Prinsip pembuatan CMEK yaitu metanolisis minyak ikan dengan larutan metoksida.

Minyak ikan dilarutkan dalam heksan lalu dipanaskan pada suhu 60oC selama 15 menit. Setelah itu larutan minyak ikan dalam heksan dicampur dengan larutan metoksida, lalu disimpan pada suhu ruangan sampai cairan di bagian bawah berwarna bening. Air yang berlebih dibuang, lalu metil ester dicampur dengan onggok dengan perbandingan minyak ikan dengan onggok 1:10 b/b. Setelah itu campuran onggok metil ester (COME) dikeringkan dalam oven pada suhu 32o

Penambahan metil ester dengan onggok untuk memudahkan penyampuran dengan konsentrat. Pengeringan untuk menghindari kontaminasi COME dengan mikroba karena COME mengandung air dan untuk memudahkan penyimpanan.

C. Hasil pengeringan COME merupakan campuran metil ester kering (CMEK), disimpan dalam kantong polietilen berwarna gelap untuk menghindari kontak dengan udara dan cahaya. CMEK dapat dicampur dengan konsentrat.

Tahapan Penelitian

Penelitian diawali dengan analisa asam lemak dalam minyak ikan untuk mengetahui profil dan konsentrasi asam lemak yang terkandung dalam minyak ikan. Dilanjutkan dengan pembuatan campuran garam karboksilat dan pembuatan campuran metil ester kering sebagai pengolahan minyak ikan.

(25)

Uji in vitro dilakukan untuk menghasilkan konsentrat dengan campuran garam karboksilat kering, dan konsentrat dengan campuran metil ester kering untuk ternak ruminansia. Tahapan-tahapan penelitian (Gambar 1).

Rancangan Penelitian

Rancangan kelompok dengan 5 perlakuan dan 2 kelompok digunakan untuk penelitian. Unit percobaan yang digunakan tidak seragam seperti cairan rumen sehingga pengelompokan berdasarkan asal cairan rumen sapi.

Peubah

Peubah fermentabilitas yang diamati: (1) konsentrasi amonia (metode Conway, AOAC 1991), (2) konsentrasi VFA total (metode destilasi uap, AOAC 1991). Peubah kecernaan dalam rumen yang diamati adalah degradasi bahan kering (Tilley dan Terry 1963).

Model

Model tetap dari model linier aditif Yij = μ + Ti + βj + εij , Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j, µ = rataan umum, Ti = pengaruh perlakuan ke-i, βj = pengaruh kelompok ke-j dan εij =

Analisis Data dan Cara Penafsiran Data

pengaruh galat dari perlakuan dan kelompok.

Analisis varian digunakan untuk mengevaluasi efek level CGKK dan level CMEK dalam konsentrat. Berikutnya uji Duncan digunakan untuk membandingkan efek 1 level CGKK atau 1 level CMEK dengan level yang lain. Selanjutnya nilai peubah yang dihasilkan oleh level CGKK dan level CMEK dalam ransum dirujuk ke kisaran normalnya. Jika nilai konsentrasi amonia, VFA total dan degradasi konsentrat dalam kisaran normal konsentrasi amonia, VFA total dan degradasi konsentrat pada umumnya disimpulkan konsentrat dengan level CGKK, dan level CMEK layak diberikan ke ternak ruminansia.

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) dan Campuran Metil Ester Kering (CMEK)

Minyak ikan lemuru dengan konsentrasi EPA (%b/b dari lemak) tertinggi dibandingkan dengan konsentrasi asam lemak essensialnya (EPA 7,8%b/b vs asam sterat 0,9 %b/b, asam oleat 2,1%b/b, asam linoleatr 0,3%b/b, asam linolenat 0,2 %b/b, dan DHA 3,1 %b/b) digunakan untuk pembuatan CGKK dan CMEK. Hidrolisis asam digunakan untuk pengolahan minyak ikan karena cara ini lebih cepat dibandingkan dengan hidrolisis basa sehingga asam lemak bebas tidak banyak teroksidasi. Minyak ikan sebagai lemak terhidrolisis oleh larutan HCL (1:2,5 b/v). Hidrolisis asam terhadap minyak ikan bertujuan untuk memperoleh asam lemak bebas, padahal asam lemak tak jenuh bebas dapat teroksidasi. Karena itu hasil hidrolisis asam minyak ikan ditambah dengan larutan KOH berlebih untuk memperoleh garam karboksilat. Konsentrasi larutan KOH berdasarkan angka asam. Campuran garam karboksilat dicampur dengan onggok (COGK). Jumlah onggok yang digunakan berdasarkan perbandingan antara minyak ikan dengan onggok 1:5 b/b. Suhu dalam oven 320C digunakan untuk mengeringkan COGK karena suhu dalam ruangan 300

Minyak ikan dimetanolisis dengan larutan kalium metoksida. Metanolisis minyak ikan dengan larutan kalium metoksida yang digunakan untuk pengolahan minyak ikan. Kalium metoksida yang dihasilkan oleh larutan kalium hidroksida dalam metanol tidak terionisasi. Jumlah metoksida yang digunakan untuk metanolisis sama dengan jumlah KOH pada pembuatan CGKK. Jumlah onggok yang ditambahkan berdasarkan perbandingan antara minyak ikan dengan onggok 1:10 b/b. Suhu dalam oven 32

C untuk memperoleh campuran garam karboksilat kering (CGKK) dengan kadar air 15 persen.

0

C digunakan untuk mengeringkan COME karena suhu dalam ruangan 300C. Lama pengeringan 7 hari dibutuhkan untuk memperoleh campuran metil ester kering (CMEK) dengan kadar air 15 persen.

(27)

(a) (b)

Gambar 2 Campuran garam karboksilat kering (1) dan Campuran metil ester kering (2)

Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) atau Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Konsentrasi Amonia

Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-15 tidak berbeda dengan K-0 sedangkan konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30, K-45, dan K-60 lebih rendah dibandingkan dengan K-0. Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30 dan K-45 lebih tinggi dibandingkan K-60. Seperti halnya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30 lebih tinggi dibandingkan dengan K-45 (Tabel 2). Fenomena ini menunjukkan penambahan CGKK dalam konsentrat sapi perah menurunkan konsentrasi amonia.

Hingga level 15 gkg-1 (K-0 dan K-15) konsentrasi amonia tidak berubah (K-0 7,9 mM vs K-15 8,1 mM). Namun mulai penambahan CGKK 30 gkg-1

Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-15 dan M-30 lebih tinggi dibandingkan dengan M-0. Sebaliknya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-45 dan M-60 lebih rendah dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-45 lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi M-60 (Tabel 3). Fenomena ini menunjukkan penambahan CMEK konsentrasi amonia lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (K-30, K-45, dan K-60 vs K-0). Semakin tinggi level CGKK dalam konsentrat, konsentrasi amonia dalam cairan rumen semakin menurun. Walaupun demikian, konsentrasi amonia masih dalam kisaran normal untuk mendukung pertumbuhan mikroba dalam rumen (4,3-8,1mM vs 8-21mM).

(28)

dalam konsentrat sapi perah signifikan mempengaruhi konsentrasi amonia. Hingga level 30 gkg-1

Tabel 2 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap konsentrasi CMEK (M-15 dan M-30) konsentrasi amonia meningkat (M-15 9,6 mM dan M-30 8,9 mM vs M-0 8,0 mM). amonia Perlakuan Amonia (mM) K-0 7.9a K-15 8.1a K-30 6.2b K-45 5.3c K-60 4.3b

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan) Keterangan : K-0 = konsentrat, K-15 = K-0 + 15 gkg-1 CGKK, K-30 = K-0 + 30 gkg-1 K-45 = K-0 + 45 gkg CGKK, -1 CGKK, K-60 = K-0 + 60 gkg-1 CGKK Mulai penambahan 45 gkg-1

Tabel 3 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap konsentrasi CMEK konsentrasi amonia lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (M-45 dan M-60 vs M-0). Semakin tinggi level CMEK dalam konsentrat, konsentrasi amonia semakin menurun. Walaupun demikian, konsentrasi amonia tersebut masih dalam kisaran normal untuk mendukung kehidupan mikroba dalam rumen.

amonia Perlakuan Amonia (mM) M-0 8.0c M-15 9.6a M-30 8.9b M-45 M-60 5.7 5.0 d e

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan)

Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M-0 + 15 gkg-1 CMEK, M-30 = M-0 + 30 gkg-1 M-45 = M-0 + 45 gkg

CMEK, -1 CMEK, M-60 = M-0 + 60 gkg-1 CMEK

Fenomena di atas berindikasi mikroba pencerna protein (proteolitik) dalam rumen mampu bertoleransi dengan level CGKK dan CMEK sehingga penetrasi mikroba pada partikel pakan tidak terganggu. Batas toleransi mikroba

(29)

proteolitik terhadap dosis CGKK lebih rendah dibandingkan dengan CMEK yang berdampak pada penurunan konsentrasi amonia (K-30 vs M-45).

Penurunan konsentrasi amonia oleh peningkatan level CGKK dan CMEK dalam konsentrat diduga disebabkan oleh peningkatan populasi bakteri amilolitik. Kebutuhan amonia untuk sintesa protein pada bakteri amilolitik lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri lainnya. Dominasi populasi amilolitik dengan kebutuhan amonia yang tinggi untuk sintesa protein berdampak pada penurunan konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK lebih tinggi atau sama dengan 30 gkg-1 dan konsentrat dengan CMEK lebih tinggi atau sama dengan 45 gkg-1

Perbedaan batas toleransi mikroba proteolitik terhadap level CGKK dan level CMEK disebabkan oleh perbedaan teksturnya. Kemampuan penetrasi oleh mikroba rumen pada partikel pakan sangat tergantung pada zona pakan dalam cairan rumen. CMEK dalam zone slurry berada dibagian atas sedangkan CGKK dalam zona padat berada di bawah zona slurry dalam cairan rumen. Berdasarkan perbedaan zona ini diduga posisi populasi mikroba proteolitik dalam cairan rumen berada di zona slurry. Karena itu, batas toleransi terhadap level CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan level CGKK.

.

Konsentrat dengan kadar pati tinggi (BETN 50% vs 25%) dengan minyak safflower dengan kandungan asam linoleat tinggi atau asam oleat tinggi tidak menurunkan konsentrasi amonia cairan rumen (Hristov et al. 2005). Sebaliknya hasil penelitian, konsentrat dengan kadar BETN tinggi (57% vs 25%) dengan CGKK atau CMEK menurunkan konsentrasi amonia dalam cairan rumen. Perbedaan hasil-hasil penelitian ini berindikasi konsentrasi amonia dalam cairan rumen dipengaruhi oleh sumber dan konsentrasi asam lemak dalam pakan.

Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) atau Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Konsentrasi VFA Total

Konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh K-15, K-30, K-45, dan K-60 lebih tinggi dibandingkan dengan K-0. Seperti halnya konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh K-45 dan K-60 lebih tinggi dibandingkan dengan K-15 dan K-30 (Tabel 4). Mulai penambahan CGKK 15 gkg-1 konsentrasi VFA total lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (K-15, K-30, K-45, dan K-60 vs K-0). Semakin

(30)

tinggi level CGKK dalam konsentrat, konsentrasi VFA total semakin meningkat dalam cairan rumen. Walaupun demikian konsentrasi VFA total dibawah kisaran normal untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen.

Peningkatan konsentrasi VFA total menunjukkan peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam konsentrat tidak menghambat aktifitas mikroba pencerna karbohidrat. Hal ini berindikasi cairan aktivitas mikroba pencerna karbohidrat tidak bergantung pada zona dalam rumen. Hal ini berbeda dengan yang ditunjukkan oleh konsentrasi amonia, aktifitas mikroba proteolitik bergantung pada zona dalam cairan rumen Perbedaan ini berindikasi bahwa penyebaran mikroba pencerna karbohidrat seperti mikroba amilolitik lebih luas dibandingkan dengan populasi mikroba proteolitik dalam cairan rumen, sehingga toleransi bakteri pencerna karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri pencerna protein terhadap peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam ransum.

Tabel 4 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap konsentrasi VFA total

Perlakuan VFA Total (mM)

K-0 60.4c K-15 61.0 K-30 b 61.2 K-45 ab 61.5 K-60 a 61.7a

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan)

Keterangan : K-0 = konsentrat, K-15 = K-0 + 15 gkg-1 CGKK, K-30 = K-0 + 30 gkg-1 K-45 = K-0 + 45 gkg

CGKK, -1 CGKK, K-60 = K-0 + 60 gkg-1 CGKK

Konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh M-15, M-30, M-45, dan M-60 lebih tinggi dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh M-30 lebih tinggi dibandingkan dengan M-15, M-45 dan M-60 (Tabel 5). Mulai level 15 gkg-1 CMEK konsentrasi VFA total meningkat (M-15 61,3 mM, M-30 61,6 mM, M-45 61,3 mM dan M-60 61,2 mM). Walaupun demikian, konsentrasi VFA total tersebut dibawah kisaran normal untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen. Menurut McDonal et al. (2002), kisaran normal konsentrasi VFA total 80-160mM.

(31)

Tabel 5 Pengaruh level penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap konsentrasi VFA total

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan)

Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M-0 + 15 gkg-1 CMEK, M-30 = M-0 + 30 gkg-1 M-45 = M-0 + 45 gkg

CMEK, -1 CMEK, M-60 = M-0 + 60 gkg-1 CMEK

Walaupun konsentrasi VFA total meningkat oleh peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam konsentrat, konsentrasi VFA total lebih rendah dibandingkan dengan kisaran normal konsentrasi VFA total. Rendahnya konsentrasi VFA total akibat rendahnya kadar serat kasar dalam konsentrat. Onggok yang terkandung dalam konsentrat dapat difermentasi menjadi VFA tetapi tidak semuanya difermentasi dalam cairan rumen. Sebagian pati dicerna di lokasi lain dalam alat pencernaan ruminansia. Di samping itu, waktu fermentasi yang digunakan untuk fermentasi konsentrat 4 jam pada penelitian ini, padahal Sahrir (2009), persentase gula tereduksi pati menurun pada waktu fermentasi 4 jam. Hal itu diduga sebagai penyebab konsentrasi VFA total rendah dalam cairan rumen, hasil fermentasi konsentrat dengan atau tanpa CGKK atau CMEK oleh bakteri rumen.

Hasil penelitian memperkuat simpulan Sirohi et al. (2001), produk pengolahan minyak seperti sabun kalsium berbahan dasar minyak kedelai dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total. Hasil penelitian ini menunjukkan level 15 gkg-1

Konsentrat yang digunakan untuk penelitian termasuk konsentrat dengan kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen tinggi (BETN 57% vs 25%). Menurut Rotger

et al. (2006) dan Douglas et al. (2007), BETN termasuk karbohidarat non

struktural (nonstructural carbohydrate, NSC) atau karbohidrat non serat (nonfiber hasil pengolahan minyak ikan seperti CGKK dan CMEK dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total. Persamaan hasil-hasil penelitian ini menunjukkan efek penambahan hasil pengolahan minyak dengan metode hidrolisis dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total.

Perlakuan VFA Total (mM)

M-0 60.4c M-15 61,3 M-30 b 61.6 M-45 a 61.3 M-60 b 61.2b

(32)

carbohydrate, NFC), atau pati (Mach et al. 2006). Konsentrat dengan kadar

protein kasar 18% dan pati tinggi dengan minyak biji kapuk tidak menurunkan tetapi meningkatkan konsentrasi VFA total ( Cooke et al. 2007).

Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) dan Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Degradasi Konsentrat

Degradasi konsentrat K-0, K-15, K-30, dan K-45 lebih tinggi dibandingkan dengan K-60. Degradasi konsentrat K-15 sama dengan K-60. Seperti halnya degradasi K-0 sama dengan K-15, K-30 dan K-45, K-15 sama dengan K-30 dan K-45, dan K-30 sama dengan K-45 (Tabel 6). Hingga level 45 gkg-1

Tabel 6 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap degradasi (panambahan CGKK) degradasi konsentrat tidak berubah (K-15 60,72%, M-30 61,23%, K-45 61,02% vs K-0 64,36%. Level 60 gkg-1 CGKK pada konsentrat (K-60) degradasi konsentrat mulai menurun.

bahan kering Perlakuan Degradasi (%) K-0 64.36a K-15 60.72ab K-30 61.23a K-45 61.01a K-60 51.60b

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji duncan)

Keterangan : K-0 = konsentrat, K-15 = K-0 + 15 gkg-1 CGKK, K-30 = K-0 + 30 gkg-1 K-45 = K-0 + 45 gkg

CGKK, -1 CGKK, K-60 = K-0 + 60 gkg-1 CGKK

Hasil penelitian tidak memperkuat simpulan Sirohi et al. (2001), hasil pengolahan minyak dengan cara hidrolisis menurunkan kecernaan ransum. Perbedaan ini menunjukkan efek produk hidrolisis minyak kedelai berbeda dengan efek produk hidrolisis minyak ikan terhadap kecernaan atau degradasi bahan kering in vitro.

Degradasi yang dihasilkan oleh M-15, M-30, M-45, dan M-60 lebih rendah dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya degradasi konsentrat yang dihasilkan oleh M-15 lebih rendah dibandingkan dengan M-45, dan M-30 lebih rendah dibandingkan M-0, M-15, M-45 dan M-60 (Tabel 6). Fenomena ini berarti penambahan CMEK dalam konsentrat menurunkan degradasi dalam

(33)

cairan rumen. Mulai dosis 15 gkg-1

Tabel 7 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap degradasi (M-15, M-30, M-45) degradasi konsentrasi konsentrat langsung menurun (15 55,77%, 30 54,7% , 45 61,13% dan M-60 54,90%). Walaupun demikian, degradasi bahan kering yang dihasilkan oleh konsentrat dalam kisaran dalam degradasi konsentrat yang layak diberikan kepada ternak (kisaran normal 50-70%).

bahan kering

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji duncan)

Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M-0 + 15 gkg-1 CMEK, M-30 = M-0 + 30 gkg-1 M-45 = M-0 + 45 gkg

CMEK, -1 CMEK, M-60 = M-0 + 60 gkg-1 CMEK

Hasil penelitian ini memperkuat simpulan Alexander et al.(2002), efek produk pengolahan minyak biji bunga matahari dengan metode hidrolisis dalam ransum menurunkan kecernaan ransum in vivo. Persamaan ini menunjukkan bahwa efek penambahan hasil pengolahan minyak kedelai dengan cara hidrolisis dalam ransum sama dengan efek hasil pengolahan minyak ikan dengan cara hidrolisis, dan metanolisis konsentrat menurunkan degradasi bahan kering dalam cairan rumen. Selanjutnya hal ini menunjukkan sabun kalsium minyak biji bunga matahari, campuran garam karboksilat kering, dan campuran metil ester kering menurunkan kemampuan mikroba untuk mendegradasi partikel pakan dalam cairan rumen. Hal ini bermanfaat untuk pakan dengan kandungan protein mudah terdegradasi, memungkinkan proporsi protein mudah terdegradasi, memungkinkan proporsi protein by pass lebih banyak yang lolos ke pasca rumen.

Indikasi ini berimplikasi hasil pengolahan minyak ikan dan minyak sayur berefek defaunasi yaitu menghambat atau mengurangi populasi protozoa dalam rumen. Penambahan garam kalsium, sabun kalsium, CGKK, dan CMEK dalam konsentrat berarti peningkatan konsentrasi asam lemak tak jenuh (unsaturated

fatty acids, USFAs) dalam konsentrat. Menurut Hristov et al. (2004), USFA

toksik terhadap protozoa dalam rumen. Tingkat kemampuan antiprotozoa dari

Perlakuan Degradasi (%) M-0 64.36a M-15 55.77c M-30 54.72e M-45 61.13b M-60 54.90d

(34)

USFA bergantung pada tingkat ketidak jenuhan dari asam lemak (jumlah ikatan rangkap dalam asam lemak). Semakin banyak ikatan rangkap dalam asam lemak semakin tingg kemampuan anti protozoanya.

Peningkatan level CGKK atau CMEK dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total hasil fermentasi karbohidrat oleh bakteri dalam rumen. Sebaliknya peningktan level CGKK atau CMEK dalam konsentrat menurunkan konsentrasi ammonia hasil fermentasi oleh bakteri rumen. Hal ini berindikasi protozoa yang terdefaunasi oleh USFA adalah protozoa pemangsa bakteri

proteolitik dalam cairan rumen sehingga konsentrasi amonia menurun seiring

(35)

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan konsentrat dengan kadar protein kasar 14% (PK 14%) dan total nutrien tercerna 64% (TDN 64%) menurunkan fermentabilitas protein dan degradasi bahan kering dan meningkatkan fermentabilitas karbohidrat. Walaupun fermentabilitas karbohidrat kurang dari kisaran normal dan fermentabilitas protein dan degradasi bahan kering menurun tetapi masih dalam kisaran normal, tetapi konsentrat K-0 – K-60 dan M-0 – M-60 layak digunakan untuk ransum ternak ruminansia.

(36)

3 EFEK KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM

KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL

ESTER KERING DALAM RANSUM TERHADAP

KONSENTRASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI

PENDAHULUAN

Asam lemak yang terkandung dalam susu sapi terdiri atas asam lemak essensial dan nonessensial. Asam lemak essensial merupakan asam lemak yang tidak dapat disintesa oleh ternak seperti asam stearat (18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat (18:2), asam linolenat (18:3), EPA (20:5) dan DHA (22:6). Sebaliknya asam lemak nonessensial seperti asam kaprilat (8:0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), miristat (14:0), dan palmitat (16:0). dalam susu sapi merupakan asam lemak hasil sintesa de novo dalam sel mamari sapi laktasi.

Asam lemak atau karboksilat hasil perombakan garam karboksilat atau metil ester diabsorbsi oleh sel intestial melalui mikrovilli lalu diesterifikasi kembali menjadi lipid dan bergabung dengan khilomikron dan VLDL. Selanjutnya kedua lipoprotein ini masuk ke aliran darah, untuk membawa lemak ke jaringan lain. Setelah lipid dihidrolisis oleh lipase lipoprotein dalam kapiler darah, asam lemak diabsorbsi dan diesterifikasi menjadi lemak dalam sel mamari.

Komposisi dan konsentrasi asam lemak essensial dengan jumlah karbon 18 atau lebih dalam susu dapat dimodifikasi oleh asam lemak essensial dalam ransum (Baer et al. 2001). Campuran garam karboksilat kering (CGKK) dan campuran metil ester kering (CMEK) mengandung asam lemak essensial seperti EPA dan DHA diharapkan dapat terinkorporasi dalam lemak susu sapi. Hasil evaluasi in vitro menunjukkan konsentrat dengan CGKK atau CMEK (level CGKK 45gkg-1 atau CMEK 45gkg-1) layak diberikan ke ternak ruminansia berdasarkan persentase degradasi. Karena itu, penelitian dilanjutkan untuk membuktikan asam lemak essensial yang terkandung dalam konsentrat dapat diinkorporasi dalam susu sapi dan tidak menurunkan konsentrasi asam lemak de

(37)

MATERI DAN METODE

Materi Penelitian

Sembilan ekor sapi laktasi dengan produksi susu 8 sampai 10 Lhr-1

Menurut Lake et al. (2007), asam lemak yang berasal dari perombakan cadangan lemak di jaringan adiposa dapat terkandung dalam susu sapi berlangsung dari awal laktasi (hari ke-1 postpartum) sampai pertengahan laktasi (hari ke-65 postpartum). Asam lemak essensial dalam susu sapi diharapkan berasal dari asam lemak essensial ransum, sehingga sapi laktasi yang digunakan adalah sapi laktasi periode pertengahan laktasi.

dalam periode lewat puncak produksi atau pertengahan laktasi (bulan laktasi ke-3 sampai ke-4) dan bobot badan 320 sampai 350 kg. Kadar lemak total mulai meningkat dalam susu sapi pada pertengahan laktasi. Peningkatan kadar lemak total berindikasi biosintesa lemak meningkat dalam sel mamari. CGKK dan CMEK diharapkan sebagai sumber asam lemak yang dapat teerinkorporasi dalam lemak susu.

Konsentrat dengan kadar protein kasar PK 14% dan TDN 64% termasuk kategori konsentrat sumber energi. Perbandingan antara hijauan dengan konsentrat 80:20 dalam ransum yang digunakan untuk penelitian. Komposisi ransum komplit yang digunakan untuk ransum penelitian terdiri atas ampas tahu, konsentrat dengan CGKK atau CMEK (Tabel 8).

Tabel 8 Komposisi ransum

Pakan /Nutrien RKM-0 RK-45 RM-45

Pakan % Bahan Kering

Kulit jagung 64,90 64,92 64,92 Ampas tahu 6,50 6,50 6,50 K-0,M-0 28,51 - - K-45 - 28,48 - M-45 - - 28,58 Nutrien Air 9,60 9,60 9,60 Protein kasar 9,30 8,93 8,93 Lemak kasar 5,33 5,33 5,33 Serat kasar 22,71 22,69 22,69

(38)

Metode Penelitian

Cara Perhitungan Konsentrasi Asam Lemak dalam Susu Sapi

Data yang diperlukan untuk menentukan konsentrasi asam lemak dalam susu sapi: kadar lemak total dalam susu, produksi susu harian, dan konsentrasi asam lemak berdasarkan bobot asam lemak total. Tahapan perhitungan konsentrasi asam lemak dalam susu sapi sebagai berikut:

1. Perhitungan produksi lemak total harian (PLT, ghr-1

o Kadar lemak total dalam susu sapi (%) = A

), data yang diperlukan:

o Produksi susu sapi harian (kghr-1,Lhr-1

Berat jenis susu sapi pada umumnya 1,02 sehingga produksi susu harian dalam bobot sama dengan volume (kghr

) = B -1 = Lhr-1 PLT (ghr ) -1

2. Menurut Glasser et al .(2007), kandungan asam lemak total dalam susu ) = A X B X 10

susu sapi 93,3% atau 0,933 kali dari kandungan lemak total susu sapi. C = 0,933

3. Perhitungan produksi asam lemak total harian (PALT, ghr-1 PALT (ghr

)

-1

4. Konsentrasi asam lemak individu dalam 100 g asam lemak total

berdasarkan hasil analisis konsentrasi asam lemak (KALi, mg/100g asam lemak total)

) = PLT X 0,933

5. Perhitungan produksi asam lemak individu harian (PALi, mghr-1 PALi (mghr

)

-1

6. Perhitungan konsentrasi asam lemak individu (KALi, mgkg ) = PALT X (KALi X 100) -1 KALi (mgkg ) -1 ) = PALi/B Peubah

Peubah yang diukur yaitu kadar lemak total dalam susu (metode Gerber), konsentrasi asam-asam lemak dalam asam lemak total susu sapi (metode khromatografi gas), dan produksi susu harian (metode volumetri).

(39)

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan untuk penelitian ini adalah rancangan lengkap terdiri atas 3 jenis ransum dan 3 ulangan. Penggunaan rancangan ini karena unit percobaan relatif sama seperti sapi diperah lebih dari 8 minggu (bulan laktasi ke-3 sampai ke-4) dan bobot badan 320-350 kg.

Model

Model yang digunakan untuk penelitian yaitu model tetap Yij = μ + Ti + εij ,Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, µ = rataan umum, Ti = pengaruh perlakuan ke-i, dan εij =

Teknik Pemberian Makanan

pengaruh galat dari perlakuan.

Pemberian makanan dilakukan 2 kali setiap hari 3,9 kg BK ransum pada pagi hari dan 3,9 kg BK ransum pada sore hari. RKM-0= 0,9 kg BK konsentrat dicampur dengan 0,8 kg BK ampas tahu, diikuti dengan 2,2 kg BK kulit jagung, RK-45=0,9 kg BK konsentrat dicampur dengan 45 g CGKK dan 0,8 kg BK ampas tahu, diikuti dengan 2,2 kg BK kulit jagung. dan RM-45=0,9 kg BK konsentrat dicampur dengan 45 g CMEK dan 0,8 kg BK ampas tahu, diikuti dengan 2,2 kg BK kulit jagung. Kulit jagung diberikan setelah konsentrat dan ampas tahu habis dimakan oleh sapi. Air minum tersedia sepanjang hari dan diberikan setelah konsentrat habis dimakan oleh sapi.

Jumlah konsentrat yang diberikan mengikuti cara pemberian makanan pada peternakan sapi perah rakyat. Di samping itu, hasil penelitian pendahuluan selama 7 hari, pemberian 0,9 kg BK konsentrat dengan protein kasar 14% dan TDN 64% dengan 0,8 kg BK ampas tahu, dan 45 g BK CGKK atau 45 g BK CMEK, habis dimakan oleh sapi.

Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data serta Cara Penafsiran Data Sampel susu berasal dari susu hasil pemerahan sapi pada pagi dan sore hari, yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum RKM-0, RK-45, RM-45 selama 21 hari. Sembilan sampel susu terdiri atas 3 berasal dari sapi dengan RKM-0, 3 berasal dari sapi dengan RK-45, dan 3 berasal dari sapi dengan RM-45 masing-masing 100 mL dimasukkan ke dalam kantong polietilen lalu disimpan dalam termos susu. Selanjutnya sampel susu dibawa ke laboratorium lalu disimpan dalam refrigerator dengan suhu 40C sampai dianalisis konsentrasi asam

(40)

lemaknya. Pengumpulan sampel susu bersamaan dengan pencatatan produksi susu sapi pagi dan sore.

Sidik ragam digunakan untuk mengevaluasi efek ransum terhadap konsentrasi asam lemak dalam susu sapi. Uji kontras ortogonal digunakan untuk membandingkan efek antara perlakuan RKM-0 vs RK-45, RM-45, dan RK-45 vs RM-45. Selanjutnya hasil uji kontras ortogonal dipaparkan sesuai dengan tujuan penelitian.

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsentrasi Asam Lemak Essensial dalam Susu Sapi

Asam lemak essensial dalam susu sapi berasal dari asam lemak dalam ransum, yang diabsorbsi oleh sel intestinal dan diesterifikasi menjadi lipid. Fosfolipid bergabung dengan khilomikron dan VLDL. Selanjutnya lipoprotein ini bersama dengan apolipoprotein, membawa lipid hasil sintesa dalam sel intestinal ke target jaringan seperti jaringan mamari. Setelah lipoprotein sampai di kapiler darah, asam lemak dilepaskan dari lipid oleh lipase lipoprotein. Selanjutnya asam lemak bebas diabsorbsi oleh sel epithelial alveolar jaringan mamari dan diesterifikasi menjadi triasilgliserol. Lemak ini bergabung dengan air susu dalam saluran susu alveolar jaringan mamari sehingga diperoleh lemak susu.

Konsentrasi asam lemak essensial dengan jumlah karbon 18 seperti asam stearat (18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat (18:2), dan asam linolenat (18:3) dalam susu tidak signifikan dipengaruhi oleh pemberian RKM-0, RK-45, dan RM-45. Sebaliknya konsentrasi asam lemak essensial dengan jumlah karbon lebih dari 18 seperti EPA (20:5) dan DHA (22:6) signifikan (P<0,05) dipengaruhi oleh pemberian RKM-0, RK-45, dan RM-45 (Tabel 9). Hal ini menunjukkan konsentrasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam susu sapi dengan pemberian ransum tanpa campuran CGKK dan CMEK sama dengan pemberian ransum dengan CGKK, dan ransum dengan CMEK. Seperti halnya EPA dan DHA dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) sama dengan ransum dengan CMEK (RM-(RK-45).

Fenomena ini menunjukkan penambahan asam lemak essensial seperti asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam ransum tidak signifikan meningkatkan konsentrasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam susu sapi pada pertengahan laktasi. Hal ini berimplikasi enzim acyltransferase kurang sensitif terhadap asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam alveolar jaringan mamari sapi periode pertengahan laktasi sehingga konsentrasi asam-asam lemak ini tidak meningkat dalam susu sapi.

Konsentrasi DHA lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi EPA dalam susu sapi dengan pemberian RK-45 atau RM-45. Fenomena ini sebagai

(42)

akibat dari posisi spesifik dominan DHA diduga sama dengan EPA dalam susu sapi sehingga terjadi persaingan untuk menempati posisi spesifik tersebut. Di samping itu, konsentrasi EPA dan DHA lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi asam lemak essensial lainnya dalam susu sapi. Hal ini berindikasi posisi spesifik dominan EPA dan DHA sama dengan asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam lemak susu sapi.

Tabel 9 Pengaruh ransum dengan CGKK atau CMEK terhadap konsentrasi asam lemak essensial dalam susu sapi

Asam lemak RKM-0 RK-45 RM-45 ………mg kg-1……….. Stearat (18:0) 36,6 38,9 45,4 Oleat (18:1) 55,3 64,2 78,2 Linoleat (18:2) 10,1 12,8 11,3 Linolenat (18:3) 0,0 2,7 0,9 EPA (20:5) 0,0b 219,1a 143,8a DHA (22:6) 0,0b 4,5a 4,1a

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji kontras ortogonal)

Keterangan: RKM-0 = Kulit Jagung + Konsentrat, RK-45= Kulit Jagung + K-45, RM- 45 = kulit jagung + M-45

Rendahnya konsentrasi DHA dalam susu sapi berindikasi pertama konsentrasi DHA rendah yang dapat diabsorbsi dan diinkorporasi lipid dalam sel intestinal sehingga konsentrasi DHA rendah yang dapat dibawa oleh lipoprotein ke jaringan mamari. Kedua, sensitifitas enzim lipase lipoprotein rendah terhadap DHA sehingga ketersediaan DHA rendah untuk diabsorbsi oleh sel mamari. Ketiga, sensitifitas enzim acyltransferase rendah terhadap DHA dalam sel mamari sehingga konsentrasi DHA rendah yang terinkorporasi dalam lemak susu sapi.

DHA diduga digunakan untuk sintesa lipid struktural membran sel epithelial alveolar jaringan mamari sapi periode pertengahan laktasi (bulan laktasi ke-3 sampai ke-4). Indikasi ini berimplikasi pemulihan kondisi jaringan mamari dimulai pada pertengahan laktasi, tidak hanya pada periode akhir laktasi atau periode kering pada saat sapi tidak diperah.

(43)

Hasil penelitian ini tidak memperkuat simpulan AbuGhazaleh dan Holmes (2007), konsentrasiasam lemak dengan jumlah karbon 18 atau lebih dalam susu sapi tidak nyata dipengaruhi oleh ransum. Perbedaan ini mengindikasikan pertama, ransum dengan CGKK dan ransum dengan CMEK dapat meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA dalam susu sapi. Kedua, kadar protein kasar tinggi dalam ransum (PK 23%) tidak meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA dalam susu sapi (Abu Ghazaleh & Holmes, 2007).

Konsentrasi asam lemak essensial dalam susu sapi dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya, komposisi asam lemak ransum (Loor et al. 2003), ketersediaan energi atau balans energi, ketersediaan asam lemak yang dihasilkan oleh perombakan cadangan lemak (Eknaes et al. 2006). Periode laktasi atau hari laktasi, juga mempengaruhi konsentrasi asam lemak essensial dalam susu sapi (Lake et al. 2007).

Hasil penelitian tidak memperkuat Moate et al. (2007), pemberian ransum dengan minyak ikan meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA tetapi menurunkan konsentrasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat dalam susu sapi. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA dan tidak menghambat konsentrasi asam lemak lainnya dalam susu sapi. Fenomena ini berindikasi metabolisme asam lemak dalam minyak ikan berbeda dengan asam lemak dalam hasil pengolahan minyak ikan pada sapi laktasi. Hal ini diduga akibat konsentrasi asam lemak berasal dari minyak ikan berbeda dengan kosentrasi asam lemak berasal dari hasil pengolahan minyak ikan yang dapat diabsorbsi oleh sel mamari.

Dugaan lain, sensitifitas lipase pancreas terhadap asam lemak dengan jumlah karbon 18 lebih rendah dibandingkan dengan jumlah karbon lebih dari 18 dalam lipid mikroba rumen. Dugaan ini berimplikasi absorbsii asam lemak yang berasal dari ransum oleh sel intestinal bergantung pada posisi spesifik asam lemak dalam lipid mikroba ruminal dan sensitifitas lipase pancreas terhadap asam lemak tersebut. Sebaliknya perombakan garam karboksilat (GK) dan metil ester (ME) tidak bergantung pada lipase pancreas, tetapi bergantung pada kondisi asam dalam rumen dan abomasal. Karena itu ketersediaan asam-asam lemak yang

(44)

berasal dari kedua sumber asam lemak ini berbeda dalam plasma yang dapat diabsorbsi oleh sel mamari.

Hasil penelitian memperkuat simpulan Nelson dan Martini (2009), konsentrasi EPA dan DHA dapat ditingkatkan dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan hasil pengolahan minyak ikan seperti garam kalsium. Sebaliknya konsentrasi asam lemak essensial lainnya tidak dapat ditingkatkan dalam susu sapi.

Persamaan hasil-hasil penelitian berindikasi pertama, ransum dengan penambahan minyak ikan dan hasil pengolahan minyak ikan dapat menghasilkan susu sapi dengan kandungan EPA dan DHA lebih tinggi dibandingkan dengan ransum kontrol. Kedua, ransum dengan kadar protein kasar PK 23% (Abu Ghazaleh & Holmes. 2007), kadar protein sedang PK 17,7% (Nelson & Martini. 2009), dan kadar protein rendah PK 14% dengan penambahan minyak ikan atau produk pengolahannya dapat menghasilkan susu dengan kandungan EPA dan DHA. Ketiga, perbandingan antara sumber serat dengan konsentrat 60%:40% (AbuGhazaleh & Holmes. 2007), 57%:43% (Nelson dan Martini. 2009), dan 80:20 dalam ransum dengan minyak ikan atau hasil pengolahannya dapat menghasilkan susu dengan kandungan EPA dan DHA.

Efek Ransum terhadap Konsentrasi Asam Lemak Nonessensial dalam Susu Sapi

Asam lemak non essensial dalam susu sapi merupakan asam lemak hasil sintesa de novo yang dihasilkan oleh sel mamari. Konsentrasi asam lemak nonessensial seperti asam kaprilat (8:0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), asam miristat (14:0), asam palmitat (16:0) dalam susu tidak dipengaruhi oleh sapi dengan pemberian ransum RKM-0, RK-45, RM-45 (Tabel 10). Artinya konsentrasi asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristat, dan asam palmitat dalam susu yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum tanpa CGKK dan CMEK sama dengan ransum dengan CGKK, dan ransum dengan CMEK. Seperti halnya konsentrasi asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristat, dan asam palmitat dalam susu yang dihasilkan oleh ransum dengan CGKK sama dengan ransum dengan CMEK. Fenomena ini menunjukkan inkorporasi EPA dan DHA tidak menghambat sintesa de novo asam lemak dan inkorporasinya dalam susu sapi pada pertengahan laktasi.

(45)

Tabel 10 Pengaruh ransum dengan CGKK dan CMEK terhadap konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu sapi

Keterangan: RKM-0 = Kulit Jagung + Konsentrat, RK-45= Kulit Jagung + K-45, RM- 45 = kulit jagung + M-45

Fenomena ini berarti penambahan asam lemak dari CGKK dan CMEK tidak signifikan mempengaruhi sintesa de novo asam lemak dalam sel epitelial alveolar jaringan mamari. Hal ini berindikasi ketersediaan asetat hasil fermentasi karbohidrat dalam rumen sapi dengan pemberian ransum dengan campuran garam karboksilat kering sama dengan tanpa campuran garam karboksilat kering dan campuran metil ester kering untuk sintesa asam lemak dalam sel mamari. Walaupun konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh ransum dengan CGKK dan CMEK lebih rendah dibandingkan dengan kosentrasi VFA pada umumnya. Indikasi ini berimplikasi kontribusi konsentrat terhadap konsentrasi VFA yang dibutuhkan untuk produksi susu 8-10 Lhr-1

Asetat merupakan bahan dasar atau substrat awal untuk sintesa de novo asam lemak nonessensial. Asetat berasal dari fermentasi karbohidrat dalam rumen, yang dilepaskan melalui dinding rumen, lalu diabsorbsi oleh sel hepatik. Asetat dioksidasi untuk menghasilkan energi. Sebagian asetat akan dibawa ke jaringan mamari untuk sintesa asam lemak.

sapi dalam periode pertengahan laktasi lebih rendah dibandingkan dengan kisaran normal konsentrasi VFA .

Asetat diaktifkan menjadi asetil-KoA oleh enzim CoA synthetase. Asetil-KoA dikonversi menjadi malonil-Asetil-KoA oleh enzim acetyl-CoA carboxylase, dan atau dikonfersi menjadi asetil-FAS (FAS, fatty acid synthase). Selanjutnya malonil-KoA bergabung dengan asetil-FAS, dan dikonversi menjadi asetoasetil-FAS oleh enzim β-ketoacyl synthase. Asetoasetil-FAS dikonversi menjadi

D(-)-β-Asam lemak RKM-0 RK-45 RM-45

Kadar Lemak Total% 4,1 4,7 4,4

Asam kaprilat (8:0) gkg-1 9,7 6,6 8,3 Asam kaprat (10:0) gkg-1 4,4 4,9 4,2 Asam laurat (12:0) gkg-1 11,8 9,8 9,0 Asam miristat (14:0) gkg-1 35,4 31,7 30,0 Asam palmitat (16:0) gkg-1 95,0 97,0 93,0

(46)

hidroksiasil-FAS oleh enzim β-ketoacyl reductase, lalu dikonversi menjadi trans-α, β-asil tak jenuh-FAS oleh enzim hydratase. Trans-trans-α, β-asil tak jenuh-FAS dikonversi menjadi butiril-FAS oleh enzim α, β-unsaturated acyl reductase (Beitz, 1993).

Tahapan reaksi ini berulang dua kali untuk menghasilkan asam kaprilat (8:0), tiga kali untuk asam kaprat (10:0), empat kali untuk asam laurat (12:0), lima kali untuk asam miristat (14:0), dan enam kali untuk asam palmitat (16:0). Substrat terakhir untuk sintesa de novo, kaprilil-FAS untuk asam kaprilat, kapril-FAS untuk asam kaprat, lauril-kapril-FAS untuk asam laurat, miristil-kapril-FAS untuk asam miristat, dan palmitil-FAS untuk asam palmitat.

Konsentrasi asam lemak de novo dalam susu sapi bergantung pada sensitifitas enzim caprylyl-transferase untuk inkorporasi asam kaprilat, capryl

transferase untuk inkorporasi asam kaprat dalam lemak susu. Selanjutnya

sensitifitas enzim lauryl transferase untuk inkorporasi asam laurat, dan miristyl

transferase untuk inkorporasi asam miristat, dan palmityl transferase untuk

inkorporasi asam palmitat dalam lemak yang dihasilkan oleh sel mamari.

Hasil penelitian tidak memperkuat simpulan Abu Ghazaleh dan Holmes (2007), ransum dengan campuran minyak ikan dan minyak biji bunga matahari dengan protein kasar 23% menurunkan konsentrasi asam kaprilat (8: 0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), asam miristat (14:0), asam palmitat (16:0) dalam susu sapi. Seperti halnya Baer et al (2001), ransum dengan minyak ikan, dan rasio hijauan dan konsentrat 50:50 menurunkan konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu sapi. Hasil penelitian menunjukkan ransum dengan CGKK atau CMEK serta rasio hijauan dengan konsentrat 80:20 (kategori ransum berdasarkan kadar serat kasar) tidak menurunkan konsentrasi konsentrasi asam kaprilat (8:0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), asam miristat (14:0), asam palmitat (16:0) dalam susu sapi.

Perbedaan ini berindikasi pertama, ransum dengan CGKK atau CMEK tidak menurunkan konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu sapi dibandingkan dengan ransum dengan campuran minyak ikan dan minyak biji bunga matahari. Kedua, kadar protein kasar tinggi dalam ransum PK 23% menurunkan konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu. Sebaliknya kadar

Gambar

Gambar 1  Tahapan Penelitian
Gambar 2  Campuran garam karboksilat kering (1) dan Campuran metil ester                     kering (2)

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi dan peran POPT dalam sistem penyuluhan pertanian, yaitu: (1) memfasilitasi proses pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha, (2) mengupayakan kemudahan

Pada uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa nilai dari F hitung lebih besar dari pada 2 yaitu sebesar 40,600 dengan signifikansi 0,000 &lt; 0,05 maka Ho

Keberadaan modul interaktif ini diharapkan tidak hanya dapat memenuhi tuntutan kemajuan teknologi komputer tapi juga dapat menjawab keinginan para mahasiswa terhadap suatu

cooperatif learning tipe jigsaw sebagai berikut: 1) Kondisi Awal, adalah keadaan dimana siswa belum mendapat perlakuan proses pembelajaran efektif, artinya proses

Gopher Perangkat yang memungkinkan pemakai untuk menemukan informasi yang terdapat pada server gopher melalui menu yangh bersifat hierarkis Archie Perangkat yang dapat digunakan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan dari peneliti adalah dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan model

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang diajukan peneliti mengenai permasalahan yang muncul dalam lingkungan dan berdasarkan rumusan masalah hipotesis

Penilitian ini akan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Propinsi Jawa Tengah dengan menggunakan model regresi probit