• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Asam Lemak dalam Plasma

5 PEMBAHASAN UMUM

Asam lemak nonesensial merupakan asam lemak hasil sintesa de novo dalam jaringan mamari dapat dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan konsentrat kadar protein kasar 14%, TDN 64% dan serat kasar 12% dengan atau tanpa campuran garam karboksilat kering (CGKK) atau campuran metil ester kering (CMEK), walaupun konsentrasi VFA total hasil fermentasi karbohidrat oleh mikroba rendah dalam cairan rumen (60,4mM-61,7mM atau 60,4mM-61,6mM vs 80-160mM). Fenomena ini berindikasi kontribusi asetat hasil fermentasi karbohidrat konsentrat dengan kadar serat kasar 12% terhadap ketersediaan asetat untuk sintesa de novo asam lemak, akibat proporsi konsentrat rendah dalam ransum (sumber serat:konsentrat 80:20).

Indikasi lain, rataan konsentrasi VFA total 61,5 mM dan 61,2 mM in vitro yang dihasilkan oleh konsentrat dengan kadar protein kasar 14% dan TDN 64% dapat mendukung produksi susu sapi 8-10 Lhr-1 pada pertengahan laktasi. Menurut NRC (2001), produksi susu harian yang dapat dihasilkan oleh sapi dengan asupan konsentrat 16 kgBKhr-1 dengan kadar PK 14% dan TDN < 68% adalah 20 Lhr-1. Jadi jumlah pemberian konsentrat dengan kadar PK 14% dan TDN 64% perlu ditingkatkan (1,8 kgKhr-1 vs 16 kgBKhr-1) untuk meningkatkan produksi susu harian. Menurut Tasse (1999), pemberian konsentrat dengan kadar protein kasar rendah (PK 12%) dan kadar total nutrien tercerna rendah (TDN 64%) dapat mendukung produksi susu 12-15 Lhr-1

Karbohidrat non struktural (KNS; non structural carbohydrate, NSC) dalam konsentrat tidak semua difermentasi dalam rumen tetapi dapat berpindah lokasi pada waktu rumen berkontraksi. Menurut Harmon (2006), perubahan lokasi pencernaan karbohidrat non struktural dalam saluran pencernaan ternak ruminansia mempengaruhi efisiensi penggunaan energi pakan untuk produksi, yang meningkat bila lebih dari 75% karbohidrat non struktural dicerna dalam intestinal. Perubahan lokasi pencernaan karbohidrat non struktural juga

pada awal laktasi, yang ditunjukkan oleh konsentrasi asam lemak hasil mobilisasi atau perombakan cadangan lemak (nonesterified fatty acid, NEFA) dalam plasma lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi NEFA normal (0,17 mEq vs 0,52 mEq).

mengakibatkan konsentrasi VFA total hasil fermentasi karbohidrat ransum dalam rumen lebih rendah dari konsentrasi VFA total normal.

Absorbsi asam oleat (C18:1) ransum sangat tinggi (353 kali) dalam plasma sapi laktasi dengan ransum tanpa CGKK dan CMEK (kontrol). Fenomena ini berindikasi asam stearat (18:0) didehidrogenasi oleh enzim stearoyl-CoA

desaturase (SCD) yang dihasilkan oleh mikroba rumen, lalu C18:1 terinkoporasi dalam fosfolipid mikroba rumen. Selanjutnya mikroba rumen berpindah lokasi bersamaan dengan kontraksi rumen ke abomasal. Fosfolipid terhidrolisis dari biomassa mikrobial, lalu fosfolipid dihidrolisis oleh lipase pancreas di lumen intestinal, dan menghasilkan asam lemak bebas dan lisofosfolipid. Asam oleat (C18:1

Kadar lemak total dan konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo tidak berkurang dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan produk pengolahan minyak ikan lemuru, CGKK dan CMEK sebagai sumber EPA dan DHA. Fenomena ini berindikasi enzim acyltranferse-1 lebih sensitif terhadap asam lemak dengan jumlah karbon 8-16 dalam sel mamari sehingga asam lemak ini dapat terinkorporasi pada Sn-1 dari asam fosfatidat dan triasilgliserol. Kadar lemak total sama dengan konsentrasi asam lemak dengan jumlah karbon 18 tidak berubah dalam susu sapi dengan pemberian ransum tanpa atau dengan CGKK dan CMEK (RKM-0, RK-45, dan RM-45). Indikasi ini berimplikasi kadar lemak total susu sapi bersinergi positif dengan konsentrasi asam lemak sintesa de novo dan konsentrasi asam lemak ransum (asam lemak essensial: essential fatty acids,

preformed fatty acids).

) dan lisofosfolipid diabsorbsi oleh sel intestinal dan diesterifikasi menjadi fosfolipid. Selajutnya fosfolipid bergabung dengan khilomikron dan atau lipoprotein VLDL (very low density lipoprotein) dan dibawa bersama dengan aliran darah ke target jaringan. Menurut Or Rasyid at al. (2007), bakteri dan protozoa dalam rumen dapat meningkatkan ketersediaan asam lemak tak jenuh hasil dehidrogenasi dalam rumen, yang dapat diabsorbsi oleh ternak ruminansia. Selanjutnya asam lemak ini dapat terinkorporasi dalam fosfolipid di sel intestinal.

Konsentrasi EPA (20:5) dan DHA (22:6) tertinggi dalam plasma yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK. Begitu juga absorbsi EPA dan DHA ransum dalam plasma. Fenomena ini mununjukkan EPA

dan DHA yang berasal dari ransum dengan CGKK lebih banyak diabsorbsi dan diinkorporasi dalam lemak yang disintesa dalam sel intestinal dan terbawa dalam darah. Indikasi ini berimplikasi CGKK lebih efektif sebagai sumber asam lemak omega 3 seperti EPA dan DHA dalam ransum, yang dapat dibawa oleh darah ke target jaringan ternak. Konsentrasi EPA dan DHA dalam susu yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK sama dengan pemberian ransum dengan CMEK, walaupun inkorporasi EPA dan DHA plasma dalam susu yang dihasilkan oleh sapi pemberian ransum dengan CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CGKK. Fenomena ini berindikasi posisi spesifik EPA dan DHA dalam susu sapi dengan pemberian CGKK tidak sama dengan pemberian ransum dengan CMEK dalam susu sapi.

Inkorporasi asam linoleat (C18:2), EPA (C20:5) , dan DHA (C22:6) plasma dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK lebih rendah dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK, walaupun konsentrasi C20:5, dan C22:6

Konsentrasi asam lemak essensial lainnya seperti asam stearat (C dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK sama dengan ransum dengan CMEK. Begitu juga, kadar lemak total susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK adalah sama. Fenomena ini berindikasi status meningkat atau tidaknya konsentrasi asam lemak tak jenuh ganda dalam susu sapi ditunjukkan oleh status meningkat atau tidaknya kadar lemak total dalam susu sapi.

18:0), asam oleat (C18:1), dan asam linoleat (C18:3) dalam susu sapi dengan pemberian ransum tanpa atau dengan CGKK atau CMEK adalah sama. Begitu juga inkorporasi C18:0, C18:1, C18:2, dan C18:3 plasma dalam susu sapi, walaupun inkoporasi asam linoleat (C18:2

Inkorporasi EPA dan DHA plasma dalam lemak susu sapi dengan pemberian ransum dengan CMEK lebih tinggi padahal konsentrasi EPA dan

) plasma dalam susu sapi dengan pemberian konsentrat dengan CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CGKK. Fenomena ini berindikasi posisi spesifik asam stearat tidak sama dengan asam oleat dan atau asam linoleat dalam lemak susu yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK pada periode pertengahan laktasi.

DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45). Fenomena ini berindikasi inkoporasi EPA dan DHA dalam lemak susu tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan EPA dan DHA dalam plasma tetapi banyak faktor diduga mempengaruhi inkorporasi asam lemak plasma dalam lemak susu sapi. Daya sensitifitas enzim lipase lipoprotein terhadap asam lemak dalam lemak yang dibawa oleh lipoprotein dalam kapiler darah jaringan mamari dan sensitifitas enzim acyltransferase terhadap asam lemak dalam sel epitelial alveolar jaringan mamari, begitu juga pool asam lemak CoA (fatty acid-CoA) dalam sel mamari diduga mempengaruhi inkorporasi asam lemak dalam lemak susu sapi. Walaupun demikian, peranan ketiga faktor ini terhadap inkorporasi asam lemak belum dikaji pada penelitian ini.

Konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo seperti asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristat dan asam palmitat tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK. Fenomena ini berindikasi ketersediaan asam asetat dan butirat hasil fermentasi karbohidrat dalam rumen, sebagai bahan dasar untuk sintesa de novo asam lemak dalam sel mamari susu sapi dengan pemberian ransum tanpa atau dengan CGKK atau CMEK adalah sama. Hasil penelitian ini memperkuat simpulan Carriquiry et al. (2009), konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo dalam sel mamari tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian konsentrat dengan Alifet sebagai sumber EPA dan DHA pada awal laktasi. Persamaan hasil-hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo dalam sel mamari dalam susu sapi tidak dapat ditingkatkan oleh pemberian ransum dengan hasil pengolahan minyak ikan sebagai sumber EPA dan DHA pada periode awal laktasi, dan pertengahan laktasi (bulan laktasi ke-1 sampai ke-4).

Tingginya inkorporasi asam stearat (C18:0), asam oleat (C18:1), dan asam linolenat (C18:2) plasma dalam susu sapi pada periode pertengahan laktasi, walaupun konsentrasinya tidak signifikan meningkat dalam susu sapi berindikasi sensifitas enzim lipase lipoprotein tinggi terhadap C18:0, C18:1, dan C18:2 dalam sehingga absorbsinya oleh sel mamari dan inkorporasinya tinggi dalam lemak susu sapi periode pertengahan laktasi. Indikasi lain, status inkorporasi asam lemak

dalam susu sapi tidak menunjukkan status konsentrasinya dalam susu sapi. Menurut Moate et al. (2007) dan Glasser et al. (2007), konsentrasi asam lemak dalam susu sapi ditentukan oleh kadar lemak total susu dan produksi susu.

Inkorporasi EPA dan DHA plasma sangat rendah sedangkan inkorporasi asam stearat, asam oleat dan asam linolenat plasma sangat tinggi dalam susu sapi berindikasi akumulasi stearyl-CoA, oleyl-CoA dan linolenyl-CoA menghambat akumulasi eicosapentanoyl-CoA dan docosahexaenoyl-CoA dalam pool fatty

acyl-CoA dalam sel mamari sapi pertengahan laktasi. Indikasi lain, sensitifitas enzim acyltransferase-2 dan acyltransferase-3 rendah terhadap eicosapentaenoyl-CoA

dan docosahexaenoyl-CoA dalam sel sel mamari sapi pada pertengahan laktasi. Absorbsi asam lemak plasma oleh sel mamari melalui membran sel, yang dimediasi oleh protein. Protein ini mengikat asam lemak pada membran (membrane-associated fatty acid binding protein, FABP) atau sebagai transporter asam lemak (fatty acid transporter, FATP). transpoter ini tidak hanya mempercepat tetapi juga mengatur uptake asam lemak ke dalam sel, dengan cara mempercepat perpindahan asam lemak dari pool asam lemak pada intraseluler ke intraseluler. Transporter yang berfungsi sebagai protein pembawa asam lemak dari plasma ke membram sel yang teridentifikasi yaitu CD 36, FABPpm (membrane-associated fatty acid binding protein) dan FATP1-6

(Konsentrasi EPA dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK dan CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan Moate et al. (2007), rataan konsentrasi EPA dalam susu sapi Holstein Amerika, Australia dan Selandia Baru dengan pemberian ransum dengan minyak ikan (219 mgkg

fatty acid transporter) (Schwenk et al.2010).

-1

, 143 mgkg-1 vs 32 mgkg-1). Padahal produksi susu sapi dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan produksi susu sapi Amerika, Australia, dan Selandia Baru ( 8-10 kghr-1 vs 30 kghr-1

Hasil penelitian mendukung simpulan Carriquiry et al. (2009), konsentrasi asam lemak non esensial atau asam lemak sintesa de novo seperti asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristrat, dan asam palmitat tidak meningkat ). Hal ini berindikasi sapi perah Indonesia lebih efektif menghasilkan susu dengan kandungan EPA alami dibandingkan sapi Amerika, Australia dan Selandia Baru.

dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan Alifet sebagai sumber EPA dan DHA pada awal laktasi. Begitu juga, simpulan AbuGhazaleh et al. (2009), konsentrasi asam lemak non esensial atau asam lemak sintesa de novo tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian konsentrat dengan campuran minyak kedelai dengan minyak ikan (2/3 FO), dan campuran minyak kedelai dengan mikroalgae (ALG) sebagai sumber EPA dan DHA pada pertengahan laktasi.

Persamaan hasil-hasil penelitian menunjukkan konsentrasi asam lemak nonessensial atau asam lemak sintesa de novo tidak bergantung pada periode laktasi (awal sampai petengahan laktasi, bulan laktasi ke-1 sampai ke-4). Hal ini berimplikasi (1) ketersediaan asetat sebagai bahan dasar untuk sintesa asam lemak dalam jaringan mamari sapi laktasi (2) ketersediaan enzim pencerna karbohidrat dalam rumen sapi laktasi, dan (3) ketersediaan enzim acyltransferase-1 dalam jaringan mamari sapi laktasi tidak bergantung pada periode laktasi.

Hasil penelitian mendukung simpulan Nelson dan Martini (2009), Carriquiry et al (2009), dan AbuGhazaleh et al. (2009), konsentrasi asam lemak esensial jenuh (asam stearat), asam lemak tak jenuh tunggal (monosaturated fatty

acid, MUFA, 18:1), dan asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acids,

PUFAs, 18:2 dan 18:3) tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan garam kalsium (Nelson & Martini, 2009), atau dengan Alifet pada awal laktasi, atau dengan campuran minyak kedelai dengan minyak ikan, atau dengan campuran minyak kedelai dengan mikroalgae (AbuGhazaleh et al. 2009) pada pertengahan laktasi. Begitu juga simpulan AbuGhazaleh et al. (2009), konsentrasi EPA dan DHA sebagai PUFA n-3 tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan campuran minyak kedelai dengan minyak ikan atau mikroalgae. Sebaliknya simpulan Nelson dan Martini (2009), konsentrasi EPA dan DHA meningkat dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan garam kalsium dibandingkan dengan kontrol.

Persamaan diantara hasil-hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi asam lemak esensial dengan jumlah karbon 18 tidak dapat ditingkatkan dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan sumber asam lemak alami (minyak dan mikroalgae) dan hasil pengolahan minyak ikan (Alifet, garam kalsium,

CGKK, CMEK) pada awal dan petengahan laktasi. Sebaliknya konsentrasi asam lemak omega-3 (PUFA n-3) konsentrasi EPA dan DHA dapat ditingkatkan dalam susu sapi dengan pemberian produk pengolahan minyak ikan seperti garam kalsium, CGKK, dan CMEK.

Berdasarkan persamaan dan perbedaan antara hasil penelitian dengan simpulan Nelson dan Martini (2009) dan Carriqury et al. (2009, konsentrasi asam lemak non esensial tidak bergantung pada sumber asam lemak esensial dalam ransum dan periode laktasi. Sebaliknya konsentrasi asam lemak esensial khususnya asam lemak omega-3 (PUFA n-3) dalam susu sapi bergantung pada sumber EPA dan DHA, dan periode laktasi. Pemberian ransum dengan hasil pengolahan minyak ikan seperti Alifet menurunkan konsentrasi EPA dalam susu sapi sedangkan pemberian ransum dengan campuran garam karboksilat kering, campuran metil ester kering garam kalsium meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA dalam susu sapi.

dengan pemberian ransum dengan konsentrat mengandung kadar protein kasar 14% dan total nutrien tercerna 64%, dan campuran garam karboksilat kering (CGKK) atau campuran metil ester kering (CMEK) dapat menghasilkan susu dengan EPA dan DHA tanpa menurunkan kadar lemak total dan konsentrasi asam lemak essensial lainnya serta konsentrasi asam lemak non essensial dan hasil penelitian disarankan ditindaklanjuti untuk mengkaji mekanisme inkorporasi asam lemak ransum dalam lemak susu sapi pada periode awal laktasi.

Analisis asam lemak minyak ikan lemuru

... Hidrolisis asam dari minyak

ikan (katalisis kalor) Metanolisis dari minyak ikan (katalisis kalor)

Campuran garam karboksilat kering (CGKK)

Campuran metil ester kering (CMEK)

Konsentrat sumber energi (PK 14 %, TDN 64%)

Uji in vitro (amonia, VFA, degradasi BK)

Konsentrat dengan CGKK untuk ruminansia

Konsentrat dengan CMEK untuk ruminansia

Uji in vivo, sapi laktasi periode pertengahan laktasi

Analisis asam lemak plasma dan susu sapi

Susu dengan kandungan EPA dan DHA

Mekanisme inkorporasi asam lemak ransum dalam susu sapi

Keluaran

Keluaran Tahap I

Komposisi Kadar (%)

Air 9,41

Abu 9,30

Lemak kasar 3,57

Protein Kasar 14.41

Bahan ekstrak tanpa nitrogen 63,21

Serat kasar 11,71

Total nutrien tercerna 69,77

1Berdasarkan bahan kering

Lampiran 3 Ekstraksi lemak dari ampas tahu

Ampas tahu 100 gram dicampur dengan 300 ml larutan methanol-khloroform (2/1,v/v) lalu dikocok selama 2 menit. Selanjutnya homogenat disaring lalu ekstrak dicampur dengan 300 ml larutan methanol-kloroform (2/1,v/v) dan dikocok. Homogenat disaring dan ekstrak dicampur dengan 150 ml larutan methanol-kloroform (2/1,v/v) dan dikocok kemudian disaring. Filtrat hasil ekstraksi dicampur dengan 200 ml kloroform, lalu disimpan sampai terbentuk endapan. Minyak yang dihasilkan dicampur dengan 25 ml khloroform, lalu disentifugasi. Bagian atas dari hasil sentrifugasi merupakan lemak dicampur dengan methanol-khloroform (2/1,v/v) lalu disimpan pada suhu 0-150C.

Lampiran 4 Pemisahan plasma dari sampel darah

Sampel darah disentrifugasi 1300 kali selama 30 menit. Selanjutnya plasma yang dihasilkan dipisahkan dengan pipet lalu disimpan dalam evendorf pada suhu -200C sampai dianalisis asan lemaknya.

Lampiran 5 Ekstraksi lipid dari sampel susu

Sampel susu 1 gram dicampur dengan 5 ml isopropanol, lalu dicampur dengan 30 ml heksan lalu disaring. Selanjutnya ekstrak dipindahkan dalam separatory funnel dan dicuci dengan larutan NaCl. Berikutnya hasil pemisahan dicampur dengan natrium sulfat anhydrous, lalu disaring dan dievaporasi dalam vakum pada suhu 450C. Ekstrak lemak yang diperoleh disimpan pada suhu -180C.

Sampel ekstrak lemak 1 g dicampur dengan 2 ml heksan lalu dicampur dengan 0,5 ml larutan natrium metoksida 0,4 N dan dikocok. Campuran ini dicampur dengan pellet kalsium khlorida (CaCl2) anhydrous lalu disentifugasi 2600 kali putaran pada suhu 50C selama 5 menit. Metil asam lemak (fatty acid methyl-ester, FAME) yang dihasilkan, ditempatkan dalam vial berisi N2

Lampiran 7 Analisis asam lemak dengan khromatografi gas

dan disimpan dalam refrigerator pada suhu -200C atau diinjeksi ke kolom khromatografi gas.

Analisis asam lemak dengan khomatografi gas merupakan analisis metil asam lemak total. Kolom kapiler 60 m 0,25mm, 0,25 µm film thickness dan dihubungkan dengan termostate. Injeksi dan deteksi diawali pada suhu 2500C. Isotermal yang digunakan untuk analisis asam lemak dalam lemak susu, plasma dan ampas tahu yaitu 600C selama 1 menit. Lalu ditingkatkan sampai 1700C pada 200C/menit dan dipertahankan selama 40 menit. Gas pembaur yang digunakan yaitu Hidrogen. Puncak area asam lemak diidentifikasi menggunakan standar metil ester. Konsentrasi asam lemak (%) = ((puncak area sampel/puncak area standar) x (konsentrasi standar/bobot standar bobot sampel (g)) x 100.

Lampiran 8 Preparasi medium untuk in vitro (metode Tilley & Terry 1983)

Tabung fermentasi berisi sampel ditambah dengan 2 g trypticase, 400 ml aquades dan 0,1 ml larutan mineral mikro, lalu diaduk sampai seluruh bahan larut. Selanjutnya larutan ditambah dengan 200 ml larutan penyangga cairan rumen, 200 ml larutan mineral mikro, 1 ml larutan resasurin dan 40 ml larutan pereduksi , lalu medium diletakkan dalam

waterbath pada suhu 390C sambil dialiri CO2 dan diaduk dengan magnetis stirrer. Kondisi reduksi medium melalui perubahan warna dari biru menjadi pink, lalu pink menjadi tidak berwarna (medium tereduksi dengan sempurna) sehingga kondisi asam dalam cairan rumen pH 6,8-7,0.

Tabung fermentasi diisi dengan 0,5 g sampel, lalu ditambahkan dengan 40 ml larutan penyangga dan 10 ml cairan rumen segar atau dengan perbandingan 4:1. Setelah itu isi tabung dialiri dengan gas CO2

Lampiran 10 Pengukuran konsentrasi amonia (metode Conway)

dan ditutup dengan karet berventilasi untuk kondisi anaerob. Tabung fermentasi dimasukkan ke dalam shaker waterbath pada suhu 390C dan diinkubasi salama 4 jam untuk dianalisis amonia dan VFA total, dan 48 jam untuk dianalisis tingkat degradasi bahan. Setelah fermentasi berakhir, sumbat karet tabung dibuka, lalu disentrifugasi . Supernatan dipisahkan untuk dianalisis amonia dan VFA.

Supernatan hasil fermentasi sampel 1 ml, ditempatkan pada salah satu bagian dari cawan Conway. Pada bagian lain ditempatkan 1 ml natrium karbonat jenuh, dan 1 ml asam borat jenuh, lalu ditutup sambil cawan digoyang perlahan-lahan. Selanjutnya campuran diinkubasi selama 24 jam dalam suhu ruangan. Setelah itu hasil inkubasi dititrasi dengan asam sulfat 0,05N.

Konsentrasi N-amonia (mM) = ml H2SO4 x NH2SO4

Lampiran 11 Pengukuran konsentrasi VFA total (metode destilasi uap) x (1000/ml sampel)

Lima mililiter hasil fermentasi dimasukkan dalam tabung destilasi, lalu ditambah dengan 1 ml asam sulfat 5%. Dinding tabung dibilas dengan aquades dan ditutup dengan sumbat karet yang telah dihubungkan dengan pipa destilasi berdiameter 0,5 cm. Ujung pipa yang lain dihubungkan dengan alat pendingin Leibig.

Tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu didih yang telah berisi air mendidih tanpa menyentuh permukaan air. Hasil destilasi ditampung dengan labu erlemeyer 500 ml yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N. Proses destilasi selesai pada saat jumlah mencapai 300 ml, lalu destilat ditambahi dengan indikator phenolphtalein (PP) 2-3 tetes. Selanjutnya destilasi ditritasi dengan asam klorida 0,5 N sampai terjadi perubahan warna dari merah menjadi tidak berwarna (bening)

Supernatan yang diperoleh dari hasil sentrifugasi bahan yang tellah di inkubasi selama 48 jam dibuang. Filtrat penyaringan dengan kertas saring Whatman 41 dikeringkan dalam oven pada susu 1050C selama 24 jam sehingga diperoleh bahan kering. Cairan rumen segar digunakan untuk pengukuran bahan kering blanko. Tekhnik fermentasi blanko sama dengan bahan. Tingkat degredasi bahan kering dihitung sebagai berikut:

Degredasi bahan kering (%) = (bahan kering asal – ((bahan kering residu – bahan kering blanko ))/bahan kering asal x 100

Lampiran 13 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK SK DB JK KT Fhit F0,05 Perlakuan 4 22,055 5,514 204,213* 6,388 Kelompok 1 0,002 0,002 0,074 7,709 Galat 4 0,006 0,027 Total terkoreksi 9 22,163 *Berbeda nyata (p<0,05)

Perlakuan Beda Nilai Tengah D(5,4; 0,05) Nilai Kritis Signifikan

K-15 8,1 a

K-0 7,9 0,1 3,828 0,444 a

K-30 6,2 1,9 1,8 3,743 0,440 b

K-45 5,3 2,8 2,7 0,8 3,741 0,424 c

konsentrat dengan CMEK SK DB JK KT Fhit F0,05 Perlakuan 4 32,120 8,030 200,750* 6,388 Kelompok 1 0,001 0,001 0,025 7,704 Galat 4 0,158 0,040 Total terkoreksi 9 32,279 *Berbeda nyata (p<0,05)

Perlakuan Beda Nilai Tengah D(5,4; 0,05) Nilai Kritis Signifikan

M-15 9,6 a

M-0 8,9 0,7 3,838 0,084 b

M-30 8,0 1,6 0,4 3,793 0,083 c

M-45 5,7 3,9 3,2 0,3 3,741 0,082 d

M-60 5,0 4,6 3,9 3,0 0,7 3,638 0,081 e

Lampiran 15 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK

SK Db JK KT Fhit F0,05 Perlakuan 4 2,099 0,525 9,211* 6,388 Kelompok 1 0,206 0,206 5,624 7,709 Galat 4 0,227 0,057 Total terkoreksi 9 *Berbeda nyata (p<0,05)

Perlakuan Beda Nilai Tengah D(5,4; 0,05) Nilai Kritis Signifikan

K-60 61,7 a

K-45 61,5 0,2 3,838 0,540 a

K-30 61,2 0,5 0,2 3,793 0,534 b

K-15 61,0 0,4 0,5 0,3 3,741 0,527 b

oleh konsentrat dengan CMEK SK DB JK KT Fhit F0,05 Perlakuan 4 1,632 0,408 68,000* 6,388 Kelompok 1 0,142 0,142 23,667 7,709 Galat 4 0,024 0,006 Total terkoreksi 9 1,798 *Berbeda nyata (p<0,05)

Perlakuan Beda Nilai Tengah D(5,4; 0,05) Nilai Kritis Signifikan

M-30 61,5 a

M-45 61,3 0,2 3,828 0,211 b

M-15 61,3 0,3 0,1 3,793 0,209 b

M-60 61,2 0,4 0,2 0,1 3,741 0,206 b

M-0 60,4 1,1 0,9 0,9 0,7 3,638 0,200 c

Lampiran 17 Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK (berdasarkan hasil transformasi data akar)

SK DB JK KT Fhit F0,05 Perlakuan 4 0,806 0,202 404,000* 6,388 Kelompok 1 0,000 0,000 0,0 7,709 Galat 4 0,002 0,005 Total terkoreksi 9 0,808 *Berbeda nyata (p<0,05)

Perlakuan Beda Nilai Tengah D(5,4; 0,05) Nilai Kritis Signifikan

K-0 8,0 a

K-15 7,8 0,2 3,828 0,647 a

K-30 7,8 0,2 0,0 3,743 0,641 a

K-45 7,8 0,2 0,0 0,0 3,741 0,632 a

konsentrat dengan CMEK (berdasarkan hasil transformasi data akar) SK DB JK KT Fhit F0,05 Perlakuan 4 0,635 0,154 530,000* 6,388 Kelompok 1 0,000 0,000 0,000 7,709 Galat 4 0,001 0,0003 Total terkoreksi 9 0,636 *Berbeda nyata (p<0,05)

Perlakuan Beda Nilai Tengah D(5,4; 0,05) Nilai Kritis Signifikan

M-0 8,0 A

M-15 7,8 0,2 3,828 0,046 B

M-30 7,5 0,4 0,3 3,743 0,046 C

M-45 7,4 0,6 0,4 0,1 3,741 0,045 D

M-60 7,4 0, 0,4 0,1 0,1 3,638 0,044 e

Lampiran 19 Hasil sidik ragam kontras ortogonal konsentrasi asam kaprilat (8:0) dalam susu sapi SK DB JK KT Fhit F0,05 Perlakuan 2 0,780 0,390 0,492 5,14 P1 vs P2, P3 1 0,045 0,045 0,057 5,99 P2 vs P3 1 0,735 0,735 0,927 5,99 Galat 6 4,760 0,793 Total terkoreksi 8 5,540

Lampiran 20 Hasil sidik ragam kontras ortogonal konsentrasi asam kaprat (10:0) dalam susu sapi SK DB JK KT Fhit F0,05 Perlakuan 2 13,847 6,423 1,070 5,14 P1 vs P2, P3 1 9,680 9,680 1,503 5,99 P2 vs P3 1 4,167 4,167 0,647 5,99 Galat 6 38,633 6,438 Total terkoreksi 8 52,480

susu sapi SK DB JK KT Fhit F0,05 Perlakuan 2 10,007 5,008 1,126 5,14 P1 vs P2, P3 1 9,680 9,680 2,176 5,99 P2 vs P3 1 0,327 0,327 0,073 5,99 Galat 6 26,693 4,449 Total terkoreksi 8 961,000

Lampiran 22 Hasil sidik ragam kontras ortogonal konsentrasi asam miristat (14:0) dalam susu sapi

SK DB JK KT Fhit F0,05 Perlakuan 2 46,349 23,175 0,572 5,14 P1 vs P2, P3 1 42,014 42,014 1,037 5,99 P2 vs P3 1 4,335 4,335 0,107 5,99 Galat 6 143,147 40,525 Total terkoreksi 8 289,496

Lampiran 23 Hasil sidik ragam kontras ortogonal konsentrasi asam palmitat (16:0) dalam susu sapi

SK DB JK KT Fhit F0,05 Perlakuan 2 343,335 171,668 0,556 5,14 P1 vs P2, P3 1 49,336 49,336 0,144 5,99 P2 vs P3 1 294,000 294,000 0,952 5,99 Galat 6 1852,667 308,778 Total terkoreksi 8 2196,002

susu sapi SK DB JK KT Fhit F0,05

Dokumen terkait