• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Respirasi Sayuran Campuran Terolah Minimal

Pengukuran laju respirasi dilakukan karena laju respirasi merupakan salah satu sifat fisiologis yang sangat mempengaruhi masa simpan sayur-sayuran dan buah-buahan. Kecepatan respirasi menggambarkan cepat tidaknya perubahan komposisi yang terjadi dalam jaringan. Laju respirasi menentukan daya tahan produk yang disimpan, sehingga produk yang laju respirasinya rendah umumnya disimpan lebih lama dalam kondisi yang baik. Penurunan konsentrasi gas O2 dan peningkatan konsentrasi gas CO2 dalam chamber menandakan bahwa sayuran ataupun buah-buahan mengalami respirasi. Laju respirasi merupakan gradien kurva perubahan konsentrasi gas dalam chamber terhadap waktu.

Pengukuran laju respirasi tersebut dilakukan dengan pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan laju pengeluaran CO2 (Pantastico, 1997). Pengukuran dilakukan dalam stoples kaca dengan volume 3,3 liter yang berisi sayuran campuran terolah minimal dengan berat rata-rata 0,1 kg/sampel dan volume bebas stoples rata-rata 3,2 liter. Pengukuran konsentrasi O2 menggunakan portable

oxygen tester dan pengukuran konsentrasi CO2 menggunakan gas analyzer yang dilakukan dalam stoples berisi sayuran campuran terolah minimal (kubis, kacang panjang, dan ketimun). Data yang diperoleh adalah penurunan konsentrasi O2 dan peningkatan konsentrasi CO2. Fenomena ini membuktikan bahwa pada jaringan tanaman setelah dipanen masih terus terjadi proses metabolisme diantaranya proses respirasi (Wills et al., 1981).

Penyimpanan sayuran campuran terolah minimal pada suhu ruang menyebabkan penurunan konsentrasi O2 dari 21% menjadi 18,5% sedangkan CO2 mengalami peningkatan dari 0,03% menjadi 2,46% selama 72 jam penyimpanan. Penyimpanan sayuran campuran terolah minimal pada suhu 10 0C menyebabkan penurunan konsentrasi O2 dari 21% menjadi 18,87% sedangkan CO2 mengalami peningkatan dari 0,03% menjadi 2,36% selama 192 jam penyimpanan. Penyimpanan sayuran campuran terolah minimal pada suhu 5 0C menyebabkan penurunan konsentrasi O2 dari 21% menjadi 19,6% sedangkan CO2 mengalami

peningkatan dari 0,03% menjadi 1,45% selama 264 jam penyimpanan. Data perubahan konsentrasi O2 dan CO2 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Berdasarkan hasil pengamatan, laju respirasi sayuran campuran terolah minimal yang disimpan pada suhu yang berbeda akan menghasilkan laju yang berbeda pula. Semakin rendah suhu penyimpanan maka laju respirasi akan semakin lambat. Pada saat awal respirasi, penyimpanan pada suhu ruang menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 120,89 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 129,78 ml/kgjam. Penyimpanan pada suhu 10 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 17,78 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 44,8 ml/kgjam. Penyimpanan pada suhu 5 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 7,11 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 41,96 ml/kgjam. Perbandingan laju respirasi pada suhu ruang, suhu 10 0C, dan suhu 5 0C berdasarkan konsumsi O2 dan produksi CO2 dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Respirasi merupakan suatu reaksi enzimatis. Di atas suhu 35 0C kecepatan reaksi merupakan hasil dari pengaruh suhu terhadap reaksi kimia dan pengaruh penghambatan suhu tinggi terhadap aktivitas enzim (Muchtadi, 1992).

Laju respirasi dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu di antara 0-35 0C kecepatan reaksi akan berlangsung dua atau tiga kali lebih besar untuk tiap kenaikan suhu 10 0C (Wills et al., 1981). Penurunan suhu telah diketahui akan menurunkan kecepatan reaksi kimia. Karena itu penurunan suhu penyimpanan akan menurunkan laju respirasi sayuran campuran terolah minimal.

Laju respirasi untuk masing-masing komoditas utuh adalah sebagai berikut : pada kubis, penyimpanan pada suhu ruang menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 4,38 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 7,39 ml/kgjam. Penyimpanan pada suhu 10 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 0,76 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 0,88 ml/kgjam. Penyimpanan pada suhu 5 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 0,81 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 1,29 ml/kgjam (Subekti, 1998). Pada kacang panjang, penyimpanan pada suhu 15 ± 2 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 29,96 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 36,91 ml/kgjam (Rahayu, 1990). Sedangkan pada ketimun jepang, penyimpanan pada suhu ruang menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 49,36 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 42,13 ml/kgjam. Penyimpanan

pada suhu 10 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 3,1 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 3,37 ml/kgjam. Penyimpanan pada suhu 5 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 2,71 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 2,79 ml/kgjam (Dewanto, 1994).

Jika laju respirasi masing-masing komoditas utuh dibandingkan dengan laju respirasi sayuran campuran terolah minimal terlihat bahwa pada sayuran campuran terolah minimal menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena pada sayuran yang terolah minimal akan mengalami perubahan fisiologi karena hilangnya pelindung alami dan memperluas bidang kontak dengan udara. Keadaan ini menyebabkan terjadinya kehilangan air dan peningkatan laju respirasi (Wong et al., 1994).

-20 0 20 40 60 80 100 120 140 0 50 100 150 200 250 300

Waktu pengamatan (jam)

L a ju k o n s u m s i O 2 ( m l/k g ja m )

suhu 5 suhu 10 suhu ruang

Gambar 3 Laju respirasi sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan berdasarkan konsumsi O2

0 20 40 60 80 100 120 140 0 50 100 150 200 250 300

Waktu pengamatan (jam)

La ju pr oduk s i C O 2 ( m l/ k gj a m )

suhu 5 suhu 10 suhu ruang

Gambar 4 Laju respirasi sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan berdasarkan produksi CO2

Pola laju konsumsi O2 hampir sama dengan pola produksi CO2. Pola tersebut menunjukkan bahwa sayuran yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis sayuran non-klimakterik, dimana pada awal laju respirasi rendah kemudian sedikit naik dan laju respirasi selanjutnya konstan tanpa adanya puncak respirasi yang biasanya terjadi pada hari pertama hingga hari ke tiga pemanenan. Sayuran non-klimakterik juga tidak memperlihatkan kenaikan respirasi yang cepat selama pematangan atau penyimpanan (Pantastico, 1997).

Laju respirasi rata-rata dan nilai RQ sayuran campuran terolah minimal disajikan pada Tabel 4. Data laju respirasi pada Tabel 4 tersebut digunakan selanjutnya pada penentuan bobot sayuran yang akan dikemas pada kemasan plastik terpilih. Nilai RQ merupakan perbandingan antara gas CO2 yang diproduksi dengan gas O2 yang dikonsumsi. Nilai ini dapat digunakan untuk menentukan substrat yang digunakan dalam proses respirasi, kesempurnaan proses respirasi dan derajat proses aerob atau anaerob (Muchtadi, 1992).

Nilai RQ sayuran campuran terolah minimal pada suhu 5 0C dan 10 0C memiliki nilai lebih besar dari 1. Nilai RQ yang lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa substrat yang dioksidasi adalah asam-asam organik. Sedangkan nilai RQ pada suhu ruang mempunyai nilai lebih kecil dari 1. Menurut Muchtadi (1992), nilai RQ yang lebih kecil dari 1 mempunyai beberapa interpretasi. Berdasarkan fakta bahwa pada suhu yang lebih tinggi laju respirasi lebih tinggi, tampaknya interpretasi yang lebih besar kemungkinannya adalah pada nilai RQ lebih kecil dari 1 terjadi oksidasi tidak sempurna atau terhenti. Interpretasi lain seperti substrat yang digunakan mempunyai perbandingan antara oksigen terhadap karbon yang lebih kecil daripada heksosa contohnya lemak, kecil kemungkinannya karena sayuran yang digunakan memiliki lemak yang sedikit (Tabel 1 dan Tabel 2).

Tabel 4 Laju respirasi rata-rata (ml/kg.jam) dan RQ sayuran campuran terolah minimal

Suhu Produksi CO2 Konsumsi O2 RQ

5 0C 17,53 14,96 1,17

10 0C 25,48 22,88 1,11

Pengamatan kondisi mutu bahan secara visual selama penyimpanan dilakukan dengan mengamati bahan secara keseluruhan. Jika salah satu bahan sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan maka sayuran campuran terolah minimal tersebut dianggap telah mengalami penurunan mutu. Penyimpanan pada suhu yang berbeda menunjukkan respon yang berbeda pada bahan. Pada penyimpanan suhu ruang, yang menjadi indikator adalah kacang panjang, dimana bercak kecoklatan yang muncul pada bagian bekas pemotongan terlihat pada 42 jam penyimpanan. Pada suhu 10 0C, bercak kecoklatan pada kacang panjang terlihat setelah 96 jam penyimpanan. Pada suhu ini, ketimun berubah menjadi kekuningan setelah 144 jam penyimpanan, dan akhirnya ketimun menjadi berair setelah 192 jam penyimpanan. Sedangkan pada penyimpanan suhu 5 0C terlihat adanya bercak kecoklatan pada kacang panjang dan ketimun mulai berair setelah 240 jam penyimpanan.

Berdasarkan laju respirasi dan kondisi mutu bahan secara visual selama penyimpanan dapat ditentukan suhu untuk penyimpanan adalah 5 0C. Suhu tersebut yang selanjutnya akan digunakan dalam penentuan kondisi atmosfer dan jenis plastik kemasan yang tepat dalam penyimpanan untuk memperpanjang umur simpan.

Penentuan Komposisi Atmosfer Penyimpanan

Suhu penyimpanan yang digunakan pada penentuan komposisi atmosfer penyimpanan adalah suhu 5 0C. Penyimpanan untuk penentuan komposisi atmosfer dilakukan selama 12 hari. Penentuan komposisi gas terbaik pada penyimpanan sayuran campuran terolah minimal dilakukan dengan mengetahui pengaruh berbagai komposisi gas terhadap masing-masing parameter yang diamati. Komposisi atmosfer penyimpanan yang terpilih didasarkan pada nilai rata-rata tertinggi pengujian selama penyimpanan.

Susut Bobot

Perubahan susut bobot sayuran campuran terolah minimal diukur dengan menimbang bobot sayuran campuran setiap dua hari. Hasil pengukuran selama penyimpanan ternyata bobot sayuran campuran mengalami penurunan untuk

semua perlakuan komposisi. Susut bobot tersebut disebabkan oleh proses respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O untuk menghasilkan energi (Wills et al., 1981), serta transpirasi yang dilakukan oleh jaringan hidup tanaman hingga tercapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan.

Roys (1995) mengemukakan susut bobot dapat disebabkan dari tingginya suhu penyimpanan yang meningkatkan laju transpirasi dan respirasi. Susut bobot juga disebabkan hilangnya air dari kemasan ke lingkungan, yang disebabkan perbedaan tekanan uap air di antara film kemasan, dan kehilangan CO2 selama respirasi.

Hasil pengukuran terhadap susut bobot sayuran campuran terolah minimal dengan berbagai komposisi atmosfer dapat dilihat pada Gambar 5. Persentase susut bobot terkecil adalah pada komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) yaitu sebesar 3,82% dari berat awal bahan sebelum dilakukan penyimpanan. Susut bobot tertinggi terjadi pada komposisi atmosfer 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) yaitu sebesar 5,78%. Urutan perlakuan komposisi atmosfer yang menimbulkan susut bobot dari yang terkecil ke yang terbesar setelah hari ke-12 adalah : komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) sebesar 3,82%, komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2) sebesar 4,31%, komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) sebesar 4,54%, komposisi 3 (5-7% O2 dan 10-12 %CO2) sebesar 4,62%, dan komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) sebesar 5,78%. Data pengukuran susut bobot dapat dilihat pada Lampiran 2. 0 1 2 3 4 5 6 7 0 2 4 6 8 10 12 14

Waktu Penyimpanan (Hari)

S u s u t Bo b o t ( % )

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2 7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 5 Perubahan susut bobot sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu

Kehilangan berat sayuran yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan berat, tetapi juga dapat menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Komposisi 1-3% O2 dan 2-4% CO2 menunjukkan susut bobot terendah. Hal ini terjadi karena pada kondisi atmosfer dimana kadar oksigen rendah, proses respirasi akan terhambat dan akibatnya penguapan air akan berkurang. Penggunaan oksigen yang rendah dalam penyimpanan memiliki potensi untuk menurunkan kecepatan metabolisme produk dan perubahan biokimia yang terjadi pada produk (Kays, 1991).

Jika dilihat dari susut bobot yang terjadi selama penyimpanan, maka kondisi atmosfer termodifikasi yang dipilih untuk penyimpanan sayuran campuran terolah minimal adalah atmosfer dengan komposisi 1-3% O2 dan 2-4% CO2. Pilihan ini didasarkan pada susut bobot yang terendah dibandingkan komposisi lainnya.

Warna

Warna pada sayuran merupakan salah satu ukuran mutu dari sayuran, bila warnanya kurang baik maka nilainya juga berkurang karena kurang menarik konsumen. Menurut Rodriquez et al., (1986) warna meningkatkan daya tarik bahan mentah dan dalam kebanyakan kasus digunakan sebagai petunjuk kemasan, selain itu warna juga berhubungan dengan rasa, bau, tekstur, nilai gizi, dan keutuhan.

Pengukuran warna dilakukan dengan alat Chromameter type CR-200. Hasil pengukuran dilihat dari perubahan tingkat kecerahan (L), warna hijau (a) dan warna kuning (b). Nilai (L) menyatakan tingkat kecerahan mempunyai nilai dari 0 (hitam) – 100 (putih). Nilai (a) menyatakan warna kromatik merah-hijau, nilai (a) dari 0-100 menyatakan warna merah, sedangkan nilai (-a) dari 0-(-80) menyatakan warna hijau. Nilai (b) menunjukkan warna kuning bila bernilai positif dan warna biru jika bernilai negatif.

Perubahan nilai (L) pada sayuran campuran terolah minimal dapat dilihat pada Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8. Pada pengukuran nilai (L) rajangan kubis terlihat bahwa komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) memperoleh nilai

tertinggi yaitu 74,16, dilanjutkan sampai yang terkecil yaitu komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) sebesar 69, komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2) sebesar 68,73, komposisi 3 (5-7% O2 dan 10-12% CO2) sebesar 68,69, dan komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) sebesar 65,7. 60 65 70 75 80 85 0 2 4 6 8 10 12

Waktu Penyimpanan (hari)

N ila i ( L ) 14

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2 7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 6 Perubahan nilai (L) rajangan kubis terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

35 40 45 50

0 2 4 6 8 10 12

Waktu penyimpanan (hari)

N ila i ( L ) 14

1-3% O2, 2-4%CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2 7-9 % O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 7 Perubahan nilai (L) kacang panjang terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

Pada pengukuran nilai (L) kacang panjang terlihat bahwa komposisi 4 (7- 9% O2 dan 14-16% CO2) memperoleh nilai tertinggi yaitu 44,26, dilanjutkan sampai yang terkecil komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) sebesar 42,96, komposisi 3 (5-7% O2 dan 10-12% CO2) sebesar 42,89, komposisi 5 (21% O2 dan

0,03% CO2) sebesar 41,06, dan komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) sebesar 40,32. 50 55 60 65 70 75 0 2 4 6 8 10 12

Waktu penyimpanan (hari)

N ila i ( L ) 14

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2 7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 8 Perubahan nilai (L) pada ketimun terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

Pada pengukuran nilai (L) ketimun terlihat bahwa komposisi 3 (5-7% O2 dan 10-12% CO2) memperoleh nilai tertinggi yaitu 63,91, dilanjutkan sampai yang terkecil yaitu komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) sebesar 62,67, komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) sebesar 62,36, komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) sebesar 62,11, dan komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2), sebesar 54,58.

Pengukuran terhadap nilai (L) selama penyimpanan diketahui bahwa kubis merupakan produk yang paling banyak mengalami kerusakan. Ini didasarkan pada nilai L yang disimpan dalam komposisi kontrol. Karena itu, untuk penentuan komposisi terbaik dilihat dari perubahan nilai L pada kubis. Diperoleh komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) merupakan komposisi terbaik. Pengukuran terhadap nilai (L) selama penyimpanan diketahui semakin menurun. Hal ini menunjukkan terjadi perubahan warna menjadi semakin gelap (tua). Penurunan nilai (L) ini disebabkan munculnya bercak kecoklatan dan kehitaman pada sayuran yang diamati. Penurunan nilai (L) menunjukkan penurunan mutu sayuran terolah minimal selama penyimpanan.

Perubahan nilai (a) pada sayuran campuran terolah minimal dapat dilihat pada Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai

(a) pada kubis bernilai negatif sampai pada hari ke-12 (Gambar 9) pada komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2) dan komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) sedangkan pada komposisi lainnya bernilai positif. Nilai (a) pada kacang panjang dan ketimun selama 12 hari penyimpanan bernilai negatif, berarti kacang panjang dan ketimun mengandung warna kromatik hijau. Pada grafik (Gambar 9, 10, dan 11) terlihat bahwa nilai (a) mengalami kenaikan, yakni terjadinya perubahan warna dari hijau menjadi merah (Hunter, 1975). Hal ini dikarenakan terjadinya perubahan warna akibat oksidasi fenolik (King dan Bolin, 1989), sedangkan hilangnya warna hijau diakibatkan kerusakan dari klorofil (Bollin dan Huxsoll, 1991). -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 0 2 4 6 8 10 12

Waktu penyimpanan (hari)

N

ila

i a

14

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2

7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 9 Perubahan nilai (a) pada kubis terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

-14 -12 -10 -8 -6 -4 -2 0 0 2 4 6 8 10 12

Waktu penyimpanan (hari)

N

ila

i a

14

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2 7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 10 Perubahan nilai (a) kacang panjang terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

-12 -10 -8 -6 -4 -2 0 0 2 4 6 8 10 12

Waktu penyimpanan (hari)

N

ila

i a

14

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8%CO2 5-7% O2, 10-12% CO2 7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 11 Perubahan nilai (a) pada ketimun terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

Berdasarkan nilai (a) sayuran yang disimpan pada komposisi udara normal (21% O2 dan 0,03% CO2) diketahui bahwa produk yang paling banyak mengalami perubahan adalah kacang panjang sehingga untuk penentuan komposisi terbaik dilihat dari perubahan nilai (a) yang terjadi pada kacang panjang. Pada Gambar 10 terlihat bahwa komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) merupakan komposisi terbaik.

Nilai (b) yang diperoleh selama penyimpanan bervariasi. Perubahan nilai (b) dapat dilihat pada Gambar 12, 13, dan 14. Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) mengalami penurunan nilai (b) yang lebih rendah dibandingkan komposisi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa warna hijau kacang panjang hanya mengalami sedikit perubahan yang artinya bahwa selama penyimpanan pada komposisi tersebut dapat mempertahankan warna kacang panjang.

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 0 2 4 6 8 10 12

Waktu penyimpanan (hari)

N

ila

i b

14

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2

7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 12 Perubahan nilai (b) pada kubis terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

10 15 20 25 30 0 2 4 6 8 10 12

Waktu penyimpanan (hari)

N

ila

i b

14

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2

7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 13 Perubahan nilai (b) kacang panjang terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

15 20 25 30 35 0 2 4 6 8 10 12

Waktu penyimpanan (hari)

N

ila

i b

14

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2 7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 14 Perubahan nilai (b) pada ketimun terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

Perubahan nilai (b) memberikan pola naik-turun yang tidak beraturan. Perubahan warna kromatik kuning-biru yang tidak beraturan kemungkinan disebabkan oleh terjadinya pembentukan senyawa berwarna kuning sekaligus terjadinya perubahan senyawa berwarna kuning menjadi senyawa lain yang tidak berwarna (Kays, 1991).

Berdasarkan perubahan warna yang terjadi, baik perubahan nilai (L), nilai (a), dan nilai (b), kondisi atmosfer termodifikasi yang dipilih adalah kondisi atmosfer dengan konsentrasi 1-3% O2 dan 2-4% CO2.

Organoleptik

Pengujian dilakukan terhadap 5 parameter mutu yaitu : warna, aroma, kekerasan, kesegaran dan penilaian umum. Respon panelis ditabulasikan ke dalam skor 1 sampai 6 pada form yang telah ditentukan. Skor yang digunakan adalah sebagai berikut : skor 6 untuk penilaian sangat suka, skor 5 untuk penilaian suka, skor 4 untuk penilaian agak suka, skor 3 untuk penilaian netral, skor 2 untuk penilaian agak tidak suka, dan skor 1 untuk penilaian tidak suka.

Patokan yang diambil sebagai penerimaan konsumen adalah nilai di atas 3. Skor tersebut dinyatakan sebagai kondisi dimana produk masih dalam kondisi baik untuk konsumsi.

Warna

Warna sayuran campuran terolah minimal dapat diterima konsumen hingga hari ke-8 pada komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) dengan skor 3,6. pada hari ke-10, skor turun menjadi 2,9 sehingga dinyatakan tidak layak lagi untuk dipasarkan atau dikonsumsi. Kemudian diikuti oleh komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2), komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) dan komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2) yang masih diterima konsumen hingga hari ke-6. Sedangkan komposisi 3 (5-7% O2 dan 10-12% CO2) masih diterima konsumen hingga hari ke-4. Grafik penilaian panelis terhadap warna dapat dilihat pada Gambar 15.

0 1 2 3 4 5 6 0 2 4 6 8 10 12

Waktu penyimpanan (hari)

Sk o r W a rn a

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2 7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 15 Perubahan skor warna sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan

Perubahan warna terjadi karena adanya reaksi pencoklatan. Reaksi ini terjadi antar enzim dan oksigen dan reaksi non enzim. Pada rajangan sayuran luas permukaan bahan yang bersentuhan dengan udara cukup besar sehingga reaksi pencoklatan terjadi dengan cepat. Hal ini juga terjadi pada rajangan selada segar yang akan rusak karena pencoklatan terjadi seketika setelah rajangan selada beeaksi dengan udara. Hal ini sesuai dengan pendapat Salunkhe (1991) bahwa pencoklatan disebabkan oleh reaksi enzimatis yang membentuk senyawa melanin. Bulman dalam Roys et al., 1995 menyatakan bahwa berkurangnya oksigen selama penyimpanan dapat mempengaruhi warna dengan meningkatnya enzim penyebab browning (pencoklatan).

Aroma

Aroma sayuran campuran terolah minimal dapat diterima konsumen hingga hari ke-10 pada komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) dengan skor 3,1. Pada komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) dan komposisi 4 (7-9% O2 dan 14- 16% CO2) masih dapat diterima konsumen hingga hari ke-6 dengan skor 3,6 dan dengan skor 3,9. Sedangkan komposisi 3 (5-7 % O2 dan 10-12 % CO2) dan komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2) masih dapat diterima konsumen hingga hari ke-4 dengan skor masing-masing 3,1 dan 3,5.

Perubahan aroma disebabkan oleh senyawa-senyawa yang terkandung dalam produk, terutama pada kubis yang mengandung senyawa-senyawa yang

mudah menguap atau senyawa volatil. Grafik penilaian panelis terhadap aroma dapat dilihat pada Gambar 16.

0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 Waktu (hari) S k or A rom a

1-3% O2, 2-4%CO2 3-5 %O2, 6-8%CO2 5-7% O2, 10-12% CO2

7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 16 Perubahan skor aroma sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan

Kekerasan

Kekerasan sayuran campuran terolah minimal dapat diterima konsumen hingga hari ke-10 untuk komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) dengan skor 3,3. Diikuti oleh komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2) yang masih diterima hingga hari ke-8 penyimpanan dengan skor 3,2. Pada komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) dan komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) masih dapat diterima konsumen hingga hari ke-6 dengan skor masing-masing 4,2, dan 3,5. Sedangkan untuk komposisi 3 (5-7%O2 dan 10-12% CO2) masih diterima hingga hari ke-4 dengan skor 3,4. Grafik penilaian panelis terhadap kekerasan dapat dilihat pada Gambar 17. 0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 Waktu (hari) S ko r K e ke ra sa n

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2

7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 17 Perubahan skor kekerasan sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan

Kekerasan menurun karena selama penyimpanan terjadi reaksi metabolisme pada produk. Selama penyimpanan cairan dari sel-sel yang ada akan keluar sehingga menurunkan tekanan turgor sel. Selain cairan dalam sel, cairan antar sel juga akan keluar. Dengan menurunnya tekanan turgor sel maka kekerasan produk akan menurun.

Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981) menurunnya kekerasan yang disimpan disebabkan oleh terdegradasinya hemiselulosa dan pektin. Pektin yang tidak dapat larut (protopektin) menurun jumlahnya, dan berubah menjadi asam pektat yang mudah larut dalam air.

Kesegaran

Kesegaran sayuran campuran terolah minimal masih dapat diterima konsumen hingga hari ke-10 untuk komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) dengan skor 3,2. Komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) dan komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) masih dapat diterima hingga hari ke-6 dengan skor masing-masing 4 dan 3,8. Sedangkan untuk komposisi 3 (5-7% O2 dan 10-12% CO2) dan komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2), setelah hari ke-2 tidak diterima konsumen dengan skor masing-masing 2,8 dan 2,3 sehingga dinyatakan tidak layak dipasarkan. Grafik penilaian panelis terhadap kesegaran dapat dilihat pada Gambar 18. 0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 Waktu (hari) S k or K e s e ga ra n

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2 7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 18 Perubahan skor kesegaran sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan

Eskin et al., (1971) menyatakan bahwa pematangan buah dan pelunakan sayuran kemungkinan berhubungan dengan peningkatan pektin larut air selama penyimpanan. Perubahan ukuran sel dan kehilangan turgor merupakan faktor penting dalam kehilangan kerenyahan dan kesegaran sayuran selama penyimpanan.

Penilaian Umum

Berdasarkan penilaian umum, hingga hari ke-10 panelis masih dapat menerima sayuran campuran terolah minimal dengan perlakuan komposisi 1 (1- 3% O2 dan 2-4% CO2) dengan skor 3,2. Hingga hari ke-6 panelis masih dapar menerima sayuran campuran terolah minimal dengan perlakuan komposisi 2 (3- 5% O2 dan 6-8% CO2), komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) dan komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2) dengan skor masing-masing 3,7, 3,7 dan 3,3. Sedangkan pada komposisi 3 (5-7% O2 dan 10-12% CO2) diterima hingga hari ke- 4 dengan skor 3,3. Grafik penilaian umum panelis terhadap produk dapat dilihat pada Gambar 19. 0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 Waktu (hari) S k o r P e n ila ia n U m u m

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8% CO2 5-7% O2, 10-12% CO2 7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 19 Perubahan skor penilaian umum panelis terhadap waktu penyimpanan

Dari Gambar 19 juga dapat diketahui bahwa komposisi 1 (1-3% O2 dan 2- 4% CO2) memiliki waktu penerimaan yang lebih lama dibandingkan komposisi lain. Komposisi 1 masih diterima dalam skor penilaian netral hingga penyimpanan pada hari ke-10 dengan skor penerimaan 3,2.

Dengan mengamati keseluruhan hasil dari pengamatan terhadap parameter mutu maka ditetapkan bahwa komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) merupakan komposisi yang optimum dibandingkan komposisi lain. Komposisi optimum terpilih, selanjutnya digunakan untuk perancangan film kemasan.

Penentuan Jenis Film Kemasan

Berdasarkan uji mutu terhadap sayuran campuran terolah minimal selama penyimpanan telah dapat ditentukan komposisi optimum adalah 1-3% O2 dan 2- 4% CO2. Penentuan jenis film kemasan untuk mencapai kondisi atmosfer optimum dilakukan dengan menggunakan kurva yang dibuat oleh Gunadnya (1993). Penentuan film kemasan dapat dilihat pada Gambar 20.

Berdasarkan Gambar 20 terlihat bahwa untuk pencapaian kondisi optimum

Dokumen terkait