• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik pengemasan atmosfer termodifikasi untuk mempertahankan mutu sayuran campuran terolah minimal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknik pengemasan atmosfer termodifikasi untuk mempertahankan mutu sayuran campuran terolah minimal"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

MUTU SAYURAN CAMPURAN TEROLAH MINIMAL

TESSY MARYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : ”Teknik Pengemasan Atmosfer Termodifikasi untuk Mempertahankan Mutu Sayuran Campuran Terolah Minimal” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2007

(3)

TESSY MARYANTI. Teknik Pengemasan Atmosfer Termodifikasi untuk Mempertahankan Mutu Sayuran Campuran Terolah Minimal. Dibimbing oleh I WAYAN BUDIASTRA dan SUGIYONO.

Campuran sayuran segar banyak digunakan dalam berbagai masakan Indonesia seperti karedok dan asinan. Perkembangan kualitas hidup manusia yang ditandai dengan meningkatnya rutinitas dan aktifitas menyebabkan konsumen hanya memiliki sedikit waktu untuk mengolah makanan sendiri. Oleh karena itu, kecenderungan yang terjadi adalah konsumen memilih produk terolah minimal yang masih segar yang siap dimasak, mudah dan cepat untuk diolah. Sampai saat ini, sayuran campuran yang diolah dan dikemas siap pakai masih terbatas jumlahnya di pasaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari komposisi atmosfer, suhu penyimpanan dan jenis film kemasan, dan masa simpan untuk sayuran campuran terolah minimal (kubis, kacang panjang, dan ketimun) dengan mutu yang masih tetap diterima oleh konsumen.

Sayuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah kubis, kacang panjang, dan ketimun. Produk disimpan pada suhu 5 0C dengan 5 taraf komposisi atmosfer yaitu 1) 1-3 % O2 dan 2-4 % CO2, 2) 3-5 % O2 dan 6-8 % CO2, 3) 5-7 % O2 dan 10-12 % CO2, 4) 7-9 % O2 dan 14-16 % CO2, 5) 21 % O2 dan 0,03 % CO2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju respirasi sayuran campuran terolah minimal yang disimpan pada suhu yang berbeda akan menghasilkan laju yang berbeda pula. Semakin rendah suhu penyimpanan maka laju respirasi akan semakin lambat. Penyimpanan pada suhu ruang menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 105,84 ml/kg.jam dan laju produksi CO2 sebesar 94,60 ml/kg.jam. Penyimpanan pada suhu 10 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 22,88 ml/kg.jam dan laju produksi CO2 sebesar 25,48 ml/kg.jam. Penyimpanan pada suhu 5 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 14,96 ml/kg.jam dan laju produksi CO2 sebesar 17,53 ml/kg.jam.

Komposisi optimum untuk penyimpanan sayuran campuran terolah minimal adalah 1-3 % O2 dan 2-4 % CO2 dan dikemas dengan Low density

(4)

TESSY MARYANTI. Modified Atmosphere Packaging to Maintain Quality of Minimally Processed Mix Vegetables. Under the supervision of I WAYAN BUDIASTRA and SUGIYONO.

The mix vegetables are commonly used in Indonesian foods. The activity of consumers has increased so that they have limited time to process their foods. The objective of this research was to determine appropriate modified atmosphere packaging conditions that could maintain quality of minimally processed mix vegetables. The mix vegetables used in this study were cabbage, cow pea, and cucumber. The results indicated that appropriate atmosphere compositions for storing minimally processed mix vegetables were 1-3% O2 and 2-4% CO2 at 5 0C and packaged in a low density polyethylene film. The modified atmosphere packaging with the above conditions was able to extend the shelf life of minimally processed mix vegetables up to six days.

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk

(6)

MUTU SAYURAN CAMPURAN TEROLAH MINIMAL

TESSY MARYANTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

NRP : F 051040011 Program Studi : Teknologi Pascapanen

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen

Dr. Ir. I. Wayan Budiastra, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(8)

AlhamdulillahiRabbil’alamin, Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala karunia, taufiq, hidayah dan kekuatan yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penyusunan tesis dengan judul “Teknik Pengemasan Atmosfer Termodifikasi untuk Mempertahankan Mutu Sayuran Campuran Terolah Minimal” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Terwujudnya tesis ini dan selesainya pendidikan S-2 yang telah ditempuh penulis selama ini, tentunya tidak terlepas dari dukungan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya, semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda. Amin.

Terima kasih yang tak hingga kepada orang tua tercinta, Papa Ir. Tarmizi, MM dan Mama Asnawati atas semua pengorbanan, kesabaran, doa dan kasih sayang yang tak pernah putus dalam hidupku; yang tercinta, terkasih, dan tersayang, suamiku Muhaimin dan putri cantikku Dinda Afifah yang menjadi motivasi bagiku untuk segera menyelesaikan tesis ini; adik-adikku, Nova Veronica, ST, MT., Untung Saputra, Tia Gustiani, dan Agung Dzaky Harits Tarmizi, yang senantiasa berdoa dan memotivasiku, juga bersedia ikut menjaga dan mengasuh keponakan mungil mereka; Bapak dan Ibu mertuaku, Teguh dan Siti Khoiriyah; adik iparku Ahmad, serta kepada semua keluarga yang telah memberikan doanya.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr dan Bapak Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc, yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan penulis sejak awal penelitian hingga tesis ini selesai; dan Bapak Dr.Ir. Usman Ahmad, M.Agr yang telah bersedia menguji dan memberi masukan untuk perbaikan tesis; Bapak Sulyaden yang telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium; Ibu Rubiah, Pak Mul, dan Mas Edi atas bantuannya.

(9)

Terima kasih kepada Anisa Fitri, S.Hut. yang rela mengantarkan dan menemani penulis untuk mengambil bahan penelitian serta untuk persahabatan selama ini; Wiyana L Siregar yang telah membantu menyiapkan bahan dan menemani penulis begadang di laboratorium; Muhdarsyah, Nunik, dan Faidah; teman-teman TPP 2003-2005, TEP 2004-2005 serta semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan tesis ini. Harapan penulis, semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2007

(10)

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 01 Maret 1980 dari ayah Ir. Tarmizi, MM., dan ibu Asnawati, merupakan putri pertama dari 5 bersaudara. Pada tahun 2005 penulis menikah dengan Muhaimin dan telah dikaruniai seorang putri yang diberi nama Dinda Afifah.

Penulis lulus dari SMU N 2 Bengkulu tahun 1998 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Bengkulu melalui jalur Penelusuran Potensi Akademik (PPA). Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2002 penulis lulus dari Universitas Bengkulu dengan predikat Cum Laude.

(11)

MUTU SAYURAN CAMPURAN TEROLAH MINIMAL

TESSY MARYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : ”Teknik Pengemasan Atmosfer Termodifikasi untuk Mempertahankan Mutu Sayuran Campuran Terolah Minimal” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2007

(13)

TESSY MARYANTI. Teknik Pengemasan Atmosfer Termodifikasi untuk Mempertahankan Mutu Sayuran Campuran Terolah Minimal. Dibimbing oleh I WAYAN BUDIASTRA dan SUGIYONO.

Campuran sayuran segar banyak digunakan dalam berbagai masakan Indonesia seperti karedok dan asinan. Perkembangan kualitas hidup manusia yang ditandai dengan meningkatnya rutinitas dan aktifitas menyebabkan konsumen hanya memiliki sedikit waktu untuk mengolah makanan sendiri. Oleh karena itu, kecenderungan yang terjadi adalah konsumen memilih produk terolah minimal yang masih segar yang siap dimasak, mudah dan cepat untuk diolah. Sampai saat ini, sayuran campuran yang diolah dan dikemas siap pakai masih terbatas jumlahnya di pasaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari komposisi atmosfer, suhu penyimpanan dan jenis film kemasan, dan masa simpan untuk sayuran campuran terolah minimal (kubis, kacang panjang, dan ketimun) dengan mutu yang masih tetap diterima oleh konsumen.

Sayuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah kubis, kacang panjang, dan ketimun. Produk disimpan pada suhu 5 0C dengan 5 taraf komposisi atmosfer yaitu 1) 1-3 % O2 dan 2-4 % CO2, 2) 3-5 % O2 dan 6-8 % CO2, 3) 5-7 % O2 dan 10-12 % CO2, 4) 7-9 % O2 dan 14-16 % CO2, 5) 21 % O2 dan 0,03 % CO2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju respirasi sayuran campuran terolah minimal yang disimpan pada suhu yang berbeda akan menghasilkan laju yang berbeda pula. Semakin rendah suhu penyimpanan maka laju respirasi akan semakin lambat. Penyimpanan pada suhu ruang menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 105,84 ml/kg.jam dan laju produksi CO2 sebesar 94,60 ml/kg.jam. Penyimpanan pada suhu 10 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 22,88 ml/kg.jam dan laju produksi CO2 sebesar 25,48 ml/kg.jam. Penyimpanan pada suhu 5 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 14,96 ml/kg.jam dan laju produksi CO2 sebesar 17,53 ml/kg.jam.

Komposisi optimum untuk penyimpanan sayuran campuran terolah minimal adalah 1-3 % O2 dan 2-4 % CO2 dan dikemas dengan Low density

(14)

TESSY MARYANTI. Modified Atmosphere Packaging to Maintain Quality of Minimally Processed Mix Vegetables. Under the supervision of I WAYAN BUDIASTRA and SUGIYONO.

The mix vegetables are commonly used in Indonesian foods. The activity of consumers has increased so that they have limited time to process their foods. The objective of this research was to determine appropriate modified atmosphere packaging conditions that could maintain quality of minimally processed mix vegetables. The mix vegetables used in this study were cabbage, cow pea, and cucumber. The results indicated that appropriate atmosphere compositions for storing minimally processed mix vegetables were 1-3% O2 and 2-4% CO2 at 5 0C and packaged in a low density polyethylene film. The modified atmosphere packaging with the above conditions was able to extend the shelf life of minimally processed mix vegetables up to six days.

(15)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk

(16)

MUTU SAYURAN CAMPURAN TEROLAH MINIMAL

TESSY MARYANTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

NRP : F 051040011 Program Studi : Teknologi Pascapanen

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen

Dr. Ir. I. Wayan Budiastra, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(18)

AlhamdulillahiRabbil’alamin, Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala karunia, taufiq, hidayah dan kekuatan yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penyusunan tesis dengan judul “Teknik Pengemasan Atmosfer Termodifikasi untuk Mempertahankan Mutu Sayuran Campuran Terolah Minimal” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Terwujudnya tesis ini dan selesainya pendidikan S-2 yang telah ditempuh penulis selama ini, tentunya tidak terlepas dari dukungan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya, semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda. Amin.

Terima kasih yang tak hingga kepada orang tua tercinta, Papa Ir. Tarmizi, MM dan Mama Asnawati atas semua pengorbanan, kesabaran, doa dan kasih sayang yang tak pernah putus dalam hidupku; yang tercinta, terkasih, dan tersayang, suamiku Muhaimin dan putri cantikku Dinda Afifah yang menjadi motivasi bagiku untuk segera menyelesaikan tesis ini; adik-adikku, Nova Veronica, ST, MT., Untung Saputra, Tia Gustiani, dan Agung Dzaky Harits Tarmizi, yang senantiasa berdoa dan memotivasiku, juga bersedia ikut menjaga dan mengasuh keponakan mungil mereka; Bapak dan Ibu mertuaku, Teguh dan Siti Khoiriyah; adik iparku Ahmad, serta kepada semua keluarga yang telah memberikan doanya.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr dan Bapak Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc, yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan penulis sejak awal penelitian hingga tesis ini selesai; dan Bapak Dr.Ir. Usman Ahmad, M.Agr yang telah bersedia menguji dan memberi masukan untuk perbaikan tesis; Bapak Sulyaden yang telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium; Ibu Rubiah, Pak Mul, dan Mas Edi atas bantuannya.

(19)

Terima kasih kepada Anisa Fitri, S.Hut. yang rela mengantarkan dan menemani penulis untuk mengambil bahan penelitian serta untuk persahabatan selama ini; Wiyana L Siregar yang telah membantu menyiapkan bahan dan menemani penulis begadang di laboratorium; Muhdarsyah, Nunik, dan Faidah; teman-teman TPP 2003-2005, TEP 2004-2005 serta semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan tesis ini. Harapan penulis, semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2007

(20)

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 01 Maret 1980 dari ayah Ir. Tarmizi, MM., dan ibu Asnawati, merupakan putri pertama dari 5 bersaudara. Pada tahun 2005 penulis menikah dengan Muhaimin dan telah dikaruniai seorang putri yang diberi nama Dinda Afifah.

Penulis lulus dari SMU N 2 Bengkulu tahun 1998 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Bengkulu melalui jalur Penelusuran Potensi Akademik (PPA). Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2002 penulis lulus dari Universitas Bengkulu dengan predikat Cum Laude.

(21)

RINGKASAN... ii

Fisiologi Pascapanen………. 7

Pendinginan Pendahuluan………. 7

Teknologi Pengolahan Minimal (Minimal Processing)……… 7

Penyimpanan dengan Atmosfer Termodifikasi………. 9

Pemilihan Kemasan………... 10

BAHAN DAN METODE……… 12

Tempat dan Waktu Penelitian………... 12

Bahan dan Alat……….. 12

Tahapan Penelitian……… 12

Pengamatan………... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 18

Laju Respirasi Sayuran Campuran Terolah Minimal……… 18

Penentuan Komposisi Atmosfer Penyimpanan………. Susut Bobot……… 22

Warna………. 24

Organoleptik……….. 30

Penentuan Jenis Film Kemasan………. 36

(22)

Minimal dalam Kemasan Film……….. 39 Perubahan Warna Sayuran Campuran Terolah Minimal

dalam Kemasan Film………. 40 Jumlah Total Mikroba……… 44 Hasil Uji Organoleptik………... 46

SIMPULAN DAN SARAN………. 51

Simpulan……… 51 Saran……….. 51

DAFTAR PUSTAKA……….. 52

(23)

Halaman 1 Tahapan pengolahan minimal sayuran campuran..……….. 13

2 Bagan alir penentuan komposisi O2 dan CO2 pada suhu terpilih……… 15 3 Laju respirasi sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu

penyimpanan berdasarkan konsumsi O2.………. 20 4 Laju respirasi sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu

penyimpanan berdasarkan produksi CO2………. 20 5 Perubahan susut bobot sayuran campuran terolah minimal terhadap

waktu………. 23 6 Perubahan nilai (L) rajangan kubis terhadap waktu penyimpanan pada

tahap penentuan komposisi atmosfer………... 25 7 Perubahan nilai (L) kacang panjang terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer………...………. 25 8 Perubahan nilai (L) ketimun terhadap waktu penyimpanan pada tahap

penentuan komposisi atmosfer………... 26 9 Perubahan nilai (a) kubis terhadap waktu penyimpanan pada tahap

penentuan komposisi atmosfer………... 27 10 Perubahan nilai (a) kacang panjang terhadap waktu penyimpanan

pada tahap penentuan komposisi atmosfer……… 27 11 Perubahan nilai (a) ketimun terhadap waktu penyimpanan pada tahap

penentuan komposisi atmosfer……… 28 12 Perubahan nilai (b) kubis terhadap waktu penyimpanan pada tahap

penentuan komposisi atmosfer……… 29 13 Perubahan nilai (b) kacang panjang terhadap waktu penyimpanan

pada tahap penentuan komposisi atmosfer……… 29 14 Perubahan nilai (b) ketimun terhadap waktu penyimpanan pada tahap

(24)

17 Perubahan skor kekerasan sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan…………..……… 32 18 Perubahan skor kesegaran sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan……….. 33 19 Perubahan skor penilaian umum panelis terhadap waktu penyimpanan….. 34 20 Kurva film kemasan dengan daerah atmosfer termodifikasi untuk sayuran

campuran terolah minimal……… 36 21 Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 pada kemasan LDPE……….. 38 22 Perubahan susut bobot sayuran campuran terolah minimal

terhadap waktu penyimpanan pada kemasan LDPE……….... 39 23 Nilai (L) pada sayuran campuran terolah minimal………. 40 24 Perubahan nilai (a) sayuran campuran terolah minimal…………... 40 25 Perubahan nilai (b) sayuran campuran terolah minimal…………... 41 26 Nilai (a) dan (b) rajangan kubis dalam kemasan LDPE selama

penyimpanan……… 41

27 Nilai (a) dan (b) irisan kacang panjang dalam kemasan LDPE selama

penyimpanan……… 42

28 Nilai (a) dan (b) irisan ketimun dalam kemasan LDPE selama

penyimpanan……… 43

(25)

Halaman 1 Komposisi kubis segar tiap 100 gram bahan………. 4

2 Komposisi kandungan gizi ketimun per 100 gram……… 6 3 Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan.. 11 4 Laju respirasi rata-rata (ml/kg.jam) dan RQ sayuran campuran

(26)

Halaman 1 Data perubahan konsentrasi O2 dan CO2 selama pengukuran respirasi…. 57 2 Data susut bobot selama penentuan komposisi………. 60 3 Data perubahan nilai (L), (a), dan (b) selama penentuan komposisi

atmosfer optimum……….. 61 4 Data perubahan skor penerimaan panelis pada pengujian organoleptik… 64 5 Penentuan berat optimum……….. 66 6 Data perubahan konsentrasi O2 dan CO2 selama penyimpanan dalam

kemasan terpilih……… 67 7 Data susut bobot selama penyimpanan dalam kemasan terpilih……….. 67 8 Data perubahan nilai (L), (a), dan (b) selama penyimpanan dalam

kemasan terpilih……… 68 9 Data total mikroba……… 69 10 Data perubahan skor penerimaan panelis pada penyimpanan dalam

(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah dan sayuran merupakan sumber utama vitamin, mineral dan serat gizi sehingga buah dan sayuran dibutuhkan dalam menu sehari-hari. Kebutuhan buah dan sayuran akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya pendapatan perkapita.

Campuran sayuran segar banyak digunakan dalam berbagai masakan Indonesia seperti karedok dan asinan. Makanan tradisional tersebut memenuhi syarat untuk mencukupi kebutuhan mineral, vitamin, antioksidan, dan serat yang menjadi kebutuhan tubuh manusia supaya tetap sehat. Jenis sayuran yang banyak digunakan antara lain terdiri dari kubis, kacang panjang, ketimun, taoge, wortel, daun selada, daun kemangi.

Perkembangan kualitas hidup manusia yang ditandai dengan meningkatnya rutinitas dan aktifitas menyebabkan konsumen hanya memiliki sedikit waktu untuk mengolah makanan sendiri. Oleh karena itu, kecenderungan yang terjadi adalah konsumen memilih produk yang masih segar yang siap dimasak, mudah dan cepat untuk diolah, meskipun dengan harga beli yang lebih mahal dibandingkan dengan harga di pasar.

Untuk memenuhi kebutuhan sayuran yang siap pakai ini, perlu dilakukan pengolahan minimal yang antara lain meliputi kegiatan seleksi, pencucian, pengupasan dan pengirisan/pemotongan. Proses pengupasan dan pengirisan/pemotongan menyebabkan pelapis alami hilang dan memperluas bidang kontak dengan udara bebas sehingga berakibat meningkatnya laju respirasi, transpirasi, produksi etilen, dan kontaminasi mikroba. Pemotongan menyebabkan meningkatnya laju respirasi, sintesis DNA dan RNA, serta degradasi membran. Proses-proses tersebut menyebabkan kehilangan cairan, zat gizi yang dikandung serta mempercepat kerusakan sehingga umur simpannya menjadi pendek.

(28)

dalam memperpanjang umur simpan sehingga efek samping dari pengolahan minimal tersebut dapat diatasi.

Sampai saat ini, sayuran campuran yang diolah dan dikemas siap pakai belum beredar di pasaran. Penelitian tentang sayuran campuran belum dilakukan. Tersedianya produk sayuran campuran di pasaran memudahkan konsumen dalam menyediakan bahan-bahan masakan sehingga menjadi praktis dan siap saji. Permasalahannya adalah sayuran yang telah diolah minimal atau yang telah mengalami pemotongan atau pengirisan, mudah rusak sehingga memperpendek umur simpan.

Salah satu solusi permasalahan tersebut yang banyak dikembangkan adalah dengan membungkus sayuran dengan kemasan film plastik dalam atmosfer termodifikasi dan disimpan pada suhu rendah. Prinsip dasar teknik ini adalah menekan laju respirasi, dengan cara menurunkan konsentrasi O2 yang dibutuhkan, meningkatkan konsentrasi CO2 dan dikombinasi dengan penyimpanan suhu rendah, hingga dicapai umur simpan yang panjang.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari komposisi atmosfer, suhu penyimpanan dan jenis film kemasan, dan masa simpan untuk sayuran campuran terolah minimal (kubis, kacang panjang, dan ketimun) dengan mutu yang masih tetap diterima oleh konsumen.

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mempelajari laju respirasi sayuran campuran terolah minimal

2. Memilih komposisi atmosfer dan jenis film kemasan yang tepat untuk sayuran campuran terolah minimal.

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Kubis

Kubis banyak ditanam di dataran tinggi dengan sentra terdapat di Dieng, Wonosobo, Tawangmangu, Kopeng, Salatiga, Bobot Sari, Purbalingga, Malang, Brastagi, Argalingga, Tosari, Cipanas, Lembang, Garut, Pengalengan dan beberapa daerah lain di Bali, Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya. Beberapa varietas dapat ditanam di dataran rendah.

Berdasarkan klasifikasinya, tanaman kubis termasuk dalam: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Klas : Dicotyledonae Famili : Cruciferae Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleracea

Di Indonesia, luas panen untuk tanaman kubis pada tahun 2004 adalah 105,44 hektar dengan jumlah produksi mencapai 210,62 ton/ha (BPS, 2004). Varietas kubis yang terkenal adalah kubis telur (cole crop) yang merupakan tanaman dataran tinggi, tumbuh dengan baik pada ketinggian lebih dari 750 m di atas permukaan laut, iklim sejuk dan lembab, tanah remah, subur, drainase baik, dengan pH 6-6,8 (Ashari, 1995).

Sistem perakaran tanaman kubis relatif dangkal, yakni menembus pada kedalaman tanah antara 20-30 cm. batang umumnya pendek dan banyak mengandung air. Daun berbentuk bulat telur sampai lonjong dan lebar, berwarna hijau (untuk kubis putih) atau hijau kemerahan (untuk kubis merah). Bentuk bulatan kubis sangat bervariasi antara bulat telur, gepeng, dan berbentuk kerucut (Rukmana, 1994).

(30)

glutation, suatu enzim yang bekerja dengan cara menguraikan dan membuang zat-zat beracun yang beredar di dalam tubuh. Tingginya kandungan vitamin C dalam kubis dapat mencegah timbulnya skorbut (scurvy). Adanya zat anthocyanin menyebabkan warna kubis dapat berubah menjadi merah. Kandungan zat aktifnya, sulforafan dan histidine dapat menghambat pertumbuhan tumor, mencegah kanker kolon, dan rektum, detoksikasi senyawa kimia berbahaya, seperti kobalt, nikel dan tembaga yang berlebihan di dalam tubuh, serta meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan kanker. Kandungan asam amino dalam sulfurnya, juga berkhasiat menurunkan kadar kolesterol yang tinggi, penenang saraf, dan membangkitkan semangat. Komposisi kubis segar tiap 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kubis segar tiap 100 gram bahan

Komposisi Kandungan Gizi Satuan

Air 92.40 g

Protein 1.30 g

Lemak 0.20 g

Karbohidrat 5.40 g

Energi 24.00 Kalori

Kalsium 49.00 mg

Phospor 29.00 mg

Zat Besi 0.40 mg

Sodium 20.00 mg

Potassium 233.00 mg

Magnesium 13.00 mg

Tiamin 130.00 mg

Riboflavin 0.05 mg

Niacin 0.05 mg

Vitamin A 0.30 SI

Vitamin B1 0.30 mg

Vitamin C 47.00 mg

(31)

Kacang Panjang

Menurut Kristyono (1983), kacang panjang diduga berasal dari Afrika, dan banyak dibudidayakan di daerah tropika. Di Indonesia jenis tanaman ini sudah lama dikenal dan biasanya menjadi tanaman sampingan di pematang sawah atau tanaman selingan di antara tanaman jagung dan palawija. Luas panen untuk tanaman kacang panjang pada tahun 2004 adalah 102,13 hektar dengan jumlah produksi mencapai 53,36 ton/ha (BPS, 2004).

Kacang panjang mudah ditanam di dataran rendah maupun di dataran tinggi pada setiap saat. Akan tetapi umumnya tanaman ini ditanam di dataran rendah. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) juga dikenal dengan nama “Cow pea”.

Departemen Pertanian Republik Indonesia membedakan tanaman kacang panjang menjadi dua golongan, yaitu golongan kacang lanjaran (yang membelit) dan golongan kacang bukan lanjaran (tidak membelit). Yang termasuk kacang lanjaran adalah kacang lanjaran biasa dan kacang usus, sedangkan yang termasuk kacang panjang bukan lanjaran adalah kacang tolo (Vigna unguiculata) atau kacang tunggak, kacang uci (endel), dan kacang hibrida (bushy tao) (Sunaryono dan Rismunandar, 1981).

Menurut Platt (1962) dalam Rahayu (1990), kacang panjang mengandung cukup banyak vitamin A, B, C, dan protein. Kandungan protein kacang panjang dapat mencapai 22-23 %, sedangkan kandungan karbohidratnya memiliki nilai sampai 60 %, lemak 1.5 %, dan kalori sebesar 340 kalori/100 gram bahan. Zahara (1977) menambahkan bahwa polong muda dan daun kacang panjang (Vigna sinensis) banyak mengandung vitamin A, sedangkan bijinya mengandung kadar protein cukup tinggi (17-23 %).

Ketimun

(32)

Inggris. Di Indonesia, luas panen untuk tanaman ketimun pada tahun 2004 adalah 96,61 hektar dengan jumlah produksi mencapai 94,88 ton/ha (BPS, 2004).

Ketimun merupakan salah satu jenis sayuran yang sering dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar sebagai lalapan maupun dalam bentuk olahan seperti acar ketimun atau asinan ketimun. Ketimun juga mengandung vitamin A, B dan vitamin C. Adapun komposisi kandungan gizi ketimun per 100 gram terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kandungan gizi ketimun per 100 gram

Kandungan Jumlah

Air 96.01 g

Energi 13 kcal

Protein 0.69 g

Total lemak 0.13 g

Karbohidrat 2.76 g

Serat 0.8 g

Ampas 0.41 g

Vitamin C, asam ascorbic 5.3 mg

Vitamin B-6 0.042 mg

Vitamin A 215 IU

Vitamin E 0.079 mg

Sumber : http://www.asiamaya.com/nutrients/ketimun.htm

Fisiologi Pascapanen

Penanganan pascapanen merupakan semua kegiatan yang dilakukan terhadap komoditi setelah selesai panen yang bertujuan untuk menjaga kondisi produk agar tetap segar hingga tiba ke tangan konsumen. Ada beberapa urutan kegiatan pascapanen, meliputi : pembersihan, pemilihan, pencegahan penyakit pascapanen, pengkelasan, pengemasan, transportasi, dan penyimpanan.

(33)

biokimiawi (Eskin et al., 1971). Reaksi ini penting untuk mempertahankan organisasi sel, transportasi metabolit ke seluruh jaringan dan mempertahankan permeabilitas membran (Wills et al., 1981). Semua faktor itu mempunyai andil dalam kemunduran mutu secara gradual setelah pemanenan (Hardenburg, 1971). Luka ataupun memar selama pemanenan akan memberi pengaruh buruk terhadap komoditas hingga menjadi rusak dan tidak menarik (Pantastico, 1997).

Pendinginan Pendahuluan

Pendinginan pendahuluan (pre-cooling) merupakan salah satu usaha untuk menghilangkan panas lapang segera setelah panen guna memperlambat respirasi, memperkecil kerentanan terhadap serangan mikroorganisme, mengurangi kehilangan air, dan meringankan beban sistem pendinginan pada kendaraan pengangkutan (Pantastico, 1997). Pra-pendinginan didefinisikan sebagai proses menghilangkan panas lapang (field heat). Pra-pendinginan dapat mempertahankan mutu maksimum sayuran atau buah yang telah dipanen melalui : pengurangan panas laten, penurunan laju respirasi, penghambatan laju pematangan akibat penurunan laju etilen, mencegah pengkerutan dan pelayuan akibat kehilangan kadar air yang berlebihan serta mencegah proses pembusukan.

Ada beberapa cara pendinginan pendahuluan yang dapat dilakukan, yaitu dengan menggunakan air, udara, dan pendinginan hampa. Pendinginan pendahuluan dengan menggunakan air dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pencelupan ataupun dengan air yang mengalir.

Teknologi Pengolahan Minimal (Minimal Processing)

(34)

segar dengan kondisi utuh tertutup kulit, karena pada sayuran segar terolah minimal konsumen dapat secara langsung melihat kondisi bagian dalam.

Buah dan sayuran yang terolah minimal akan mengalami perubahan fisiologi karena hilangnya pelindung alami. Keadaan ini menyebabkan terjadinya induksi sintesis etilen, degradasi membran lipid, reaksi pencoklatan, pembentukan metabolit sekunder, kehilangan air dan peningkatan laju respirasi. Perubahan-perubahan fisiologis tersebut menyebabkan umur simpan sayuran menjadi pendek sehingga membutuhkan teknik yang berkaitan dengan teknologi pengolahan minimal (Wong et al., 1994). Cara yang dapat diupayakan untuk mengantisipasi pendeknya umur simpan produk hortikultura yang diolah secara minimal adalah dengan penyimpanan pada suhu rendah, modifikasi komposisi atmosfer, dan penggunaan film kemasan setelah pengolahan minimal. Perlakuan tersebut secara sendiri-sendiri sudah dapat memperpanjang umur simpan, tetapi hasil yang diperoleh akan optimal jika dilakukan penggabungan keduanya (Thompson, 1998). Menurut Schewfelt (1987) masa simpan itu sendiri adalah batas waktu suatu produk untuk dapat mempertahankan kualitas penerimaannya di bawah kondisi penyimpanan tertentu.

(35)

Penyimpanan dengan Atmosfer Termodifikasi

Penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi merupakan suatu cara penyimpanan dimana tingkat konsentrasi O2 lebih rendah dan tingkat konsentrasi CO2 lebih tinggi, bila dibandingkan dengan udara normal (Syarief dan Hariyadi,1992) dimana kandungan O2 di dalam kemasan dikurangi dan kandungan CO2 ditambah. Hal ini dapat dicapai dengan pengaturan melalui pengemasan. Pengaturan pengemasan akan menghasilkan kondisi tertentu melalui interaksi beberapa penyerapan dan pernafasan buah dan sayuran yang disimpan di dalam kemasan (Do dan Salunkhe, 1986).

Dalam penerapannya, ada dua cara penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi yaitu cara aktif dan cara pasif. Pada penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi cara pasif, kesetimbangan antara gas CO2 dan O2 didapat melalui perembesan udara ke dalam dan ke luar ruang kemasan. Untuk mendapatkan dan mempertahankan komposisi udara yang sesuai dalam kemasan maka digunakan film plastik pengemas yang mempunyai permeabilitas yang memungkinkan O2 dari luar memasuki plastik pengemas dengan laju yang sesuai dengan konsumsi O2 dari komoditas yang disimpan. Sedangkan pada penyimpanan atmosfer termodifikasi cara aktif, kesetimbangan antara gas CO2 dan O2 didapat dengan cara mengatur komposisi gas CO2 dan O2 pada awal pengemasan dengan komposisi yang sesuai dengan komoditas yang akan disimpan. Bahan pengemasan pada cara ini adalah bahan pengemas yang impermeabel terhadap perembesan gas, dan tidak dilakukan kontrol terhadap komposisi gas selama penyimpanan.

Penyimpanan pada atmosfer termodifikasi biasa dipadukan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Penyimpanan pada suhu rendah merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu karena mengurangi kelayuan akibat kekurangan air, penurunan laju reaksi kimia (termasuk respirasi), penurunan laju pertumbuhan mikroba, mengurangi laju produksi etilen dan reaksi jaringan terhadap etilen sehingga dapat memperlambat proses pemasakan.

(36)

Pemilihan Kemasan

Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi yang tepat bagi bahan pangan, untuk menunda proses kimia dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et al., 1987). Penggunaaan film plastik sebagai bahan kemasan buah-buahan dan sayuran yang mudah rusak, akan dapat memperpanjang daya simpannya (Smock, 1979). Film kemasan memberikan lingkungan yang berbeda pada produk yang disimpan karena laju perembesan O2 ke dalam kemasan dan CO2 luar kemasan sebagai akibat proses respirasi, berbeda-beda tergantung dari jenis dan sifat kemasan yang digunakan. Film plastik juga memberikan perlindungan terhadap kehilangan air pada produk sehingga sampai waktu yang lama produk akan tetap kelihatan segar. Laju dari penyerapan gas tergantung dari struktur film permeabel, ketebalan, luas permukaan, suhu, dan perbedaan kandungan gas antar bagian dalam dan luar kemasan.

Pada kemasan dalam plastik film yang tertutup rapat, hasil-hasil pertanian dapat disimpan lebih lama, karena termodifikasinya udara di sekitar bahan. Namun demikian bau dan rasa yang tidak diinginkan dapat muncul apabila akumulasi CO2 dan penurunan O2 akibat respirasi bahan yang disimpan, telah melebihi ambang batas hingga respirasi berubah dari aerobik menjadi anaerobik.

Terdapat berbagai jenis film plastik yang digunakan untuk pengemasan, namun hanya beberapa jenis saja yang dapat digunakan untuk pengemasan buah dan sayuran segar. Pengemasan buah dan sayuran segar dengan film plastik yang impermeabel menyebabkan konsentrasi O2 menurun dari kondisi normal (21 %) menjadi sekitar 2-5 % dan konsentrasi CO2 akan meningkat dari kondisi udara normal (0,03 %) menjadi 16-19 % hal ini berakibat tidak baik bagi produk yang disimpan.

Film plastik yang ideal bagi pengemasan buah dan sayuran segar adalah film plastik yang mempunyai permeabilitas CO2 3-5 kali lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas O2 (Zagory et al., 1981). Film kemasan seperti ini akan menyebabkan laju akumulasi CO2 hasil dari kegiatan respirasi akan lebih lambat dibandingkan dengan laju penyusutan O2.

(37)

Polypropilen (PP). Disamping itu jenis Polystyrene (PS) dapat juga digunakan, tetapi jenis Saran dan Polyester mempunyai permeabilitas gas yang sangat rendah, hingga hanya cocok untuk produk segar yang mempunyai laju respirasi sangat rendah (Zagory dan Kader, 1988). Koefisien permeabilitas film kemasan berdasarkan penelitian Gunadnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan (ml mil/m2 jam atm) (Gunadnya, 1993)

10 0C a) 15 0C a) 25 0C b) No. Jenis Film Kemasan

O2 CO2 O2 CO2 O2 CO2

1 Polietilen densitas rendah - - - - 1002 3600 2 Polipropilen 265 364 294 430 229 656

3 Stretch Film 342 888 473 748 4143 6226

4 White Stretch Film 226 422 291 412 1464 1470

a)

: hasil perhitungan b)

(38)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada bulan November 2006 sampai dengan Maret 2007.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah kubis, kacang panjang, dan ketimun varietas lokal yang diperoleh dari kelompok tani “Pacet Segar” di desa Cipanas, Kab. Cianjur. Kubis yang digunakan dipanen tiga bulan sejak tanam. Sedangkan kacang panjang yang digunakan adalah jenis kacang lanjaran biasa (Vigna sinensis) dan dipanen dua bulan sejak tanam. Ketimun dipanen satu bulan setelah tanam.

Alat-alat yang diperlukan adalah pencampur gas, Continuous Gas Analyzer Shimadzu untuk mengatur komposisi gas CO2, Portable Oxygen Tester Shimadzu untuk menentukan komposisi gas O2, dan Chromameter Minolta CR-200 untuk mengukur warna. Sebagai Respiration Chamber digunakan stoples gelas, ruang pendingin, thermometer, timbangan digital untuk menimbang, dan alat untuk memotong bahan.

Tahapan Penelitian

(39)

Pengangkutan kubis, kacang panjang, ketimun dengan dibungkus plastik

pada suhu ruang

Pencucian dengan larutan air dan cairan pencuci sayur/buah

Kubis dan ketimun diiris dengan ketebalan 0,5 cm

Kacang panjang dipotong dengan ketebalan 1,5 cm Pemotongan/pengirisan

Gambar 1. Tahapan pengolahan minimal sayuran campuran

Penelitian dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama dilakukan pengukuran laju respirasi, tahap kedua penentuan daerah penyimpanan atmosfer termodifikasi, dan tahap ketiga pemilihan jenis kemasan dan volume kemasan.

Pengukuran Laju Respirasi

Menurut Deily dan Rizvi (1981), pengukuran laju respirasi dilakukan di dalam wadah tertutup. Adapun prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

a. Irisan/potongan bahan masing-masing sebanyak 50 gram kubis, 25 gram kacang panjang, dan 25 gram ketimun dimasukkan ke dalam stoples yang diberi lubang untuk memasukkan pipa plastik ¼ inchi untuk pengukuran konsentrasi O2 dan CO2 kemudian ditutup rapat. Untuk menjaga agar tidak terjadi kebocoran gas, tutup stoples dilapisi dengan lilin.

b. Stoples disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5 0C dan 10 0C, dan pada suhu ruang.

(40)

selanjutnya setiap 24 jam sampai konsentrasi O2 dan CO2 dalam stoples konstan.

Data yang diperoleh pada pengukuran laju respirasi berupa perubahan konsentrasi gas O2 dan CO2 selama pengamatan. Laju respirasi dihitung menggunakan persamaan :

Penentuan Komposisi Gas O2 dan CO2 serta Perlakuan Penyimpanan

Terbaik

Pemilihan konsentrasi O2 dan CO2 optimum dilakukan terhadap 5 taraf konsentrasi, yaitu : (1) 1-3 % O2 dan 2-4 % CO2, (2) 3-5 % O2 dan 6-8 % CO2, (3) 5-7 % O2 dan 10-12 % CO2, (4) 7-9 % O2 dan 14-16 % CO2, (5) 21 % O2 dan 0.03 % CO2 yang berfungsi sebagai kontrol.

Mula-mula stoples diisi dengan 100 gram irisan kubis, kacang panjang dan ketimun dengan perbandingan 50 gram kubis : 25 gram kacang panjang : 25 gram ketimun. Kekurangan konsentrasi gas CO2 diatasi dengan penambahan melalui selang dari tabung gas CO2, sedangkan kelebihan konsentrasi gas O2 dalam stoples yang telah dilapisi lilin dikurangi dengan cara menambahkan gas nitrogen (N2) melalui selang plastik. Setelah konsentrasi mencapai taraf yang ditentukan, bagian ujung selang kemudian dilipat dan dijepit untuk mencegah berubahnya kondisi atmosfer dalam stoples.

(41)

memberikan umur simpan yang paling panjang dibandingkan dengan konsentrasi yang lain. Batas-batas tersebut diplotkan ke dalam grafik, hubungan antara O2 dan CO2 membentuk daerah yang termodifikasi.

Irisan kubis, kacang panjang, dan ketimun (100 gram)

Stoples kaca

Pengaturan gas atmosfer pada

suhu penyimpanan terpilih 1) 1-3 % OKomposisi gas O2 dan CO2

Gambar 2. Bagan alir penentuan komposisi O2 dan CO2 pada suhu terpilih

Pemilihan Jenis Kemasan dan Volume Kemasan

Pemilihan jenis kemasan dilakukan setelah konsentrasi gas optimum diketahui. Nilai permeabilitas bahan kemasan yang diperlukan selanjutnya dihitung berdasarkan konsentrasi dari gas O2 dan CO2 optimum yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. Kemudian diplotkan pada kurva permiabilitas beberapa film kemasan terhadap gas O2 dan CO2, sehingga diperoleh jenis kemasan yang sesuai dengan komposisi atmosfer optimum yang terpilih (Gunandnya, 1993).

(42)

W = berat bahan (kg) A = luas kemasan (m2)

P = permeabilitas film kemasan (ml.mm/jam.m2.atm)

F = selisih konsentrasi oksigen pada konsentrasi normal dengan konsentrasi yang diharapkan (%)

R = laju respirasi (ml/kg jam) b = ketebalan kemasan (mm)

Pengamatan

Pengamatan dan pengujian mutu bahan yang disimpan pada beberapa perlakuan diatas meliputi : susut bobot, warna, jumlah total bakteri dan organoleptik.

Susut Bobot

Pengukuran terhadap susut bobot dilakukan pada hari ke 0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 dengan menggunakan timbangan digital. Pengukuran dilakukan berdasarkan persentase penurunan bobot (berat basah) bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan selama periode pengamatan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut :

Susut bobot (%) =

(

)

x100%

W Wa

W

Dimana W = bobot bahan pada awal penyimpanan (gram) Wa = bobot bahan pada akhir penyimpanan (gram)

Warna

Pengukuran perubahan warna menggunakan Chromameter tipe CR-200. Data yang diperoleh berupa nilai L (nilai kecerahan), nilai a (perubahan warna pada sumbu X), nilai b (perubahan warna pada sumbu Y). pengukuran dilakukan pada hari ke 0, 3, 6, 9, dan 12.

Jumlah Total Bakteri (Fardiaz, 1988)

Penghitungan jumlah total bakteri digunakan metode Total Plate Count (TPC). Proses pengukuran sebagai berikut :

(43)

Agar (NA). Ambil bahan secara aseptic sebanyak 1 gram dan setiap pengenceran dilakukan pengocokan sebanyak 25 kali untuk memisahkan sel-sel mikroba yang bergabung.

- Sejumlah 1 ml larutan tersebut dipipet ke dalam cawan petri. Kemudian ke dalam cawan petri tersebut dimasukkan agar cair steril yang telah didinginkan sampai suhu 50 0C sebanyak 15 ml. selama penuangan medium tutup cawan tidak boleh terbuka terlalu lebar untuk menghindari kontaminasi dari luar. Setelah dituangkan, cawan petri digerakkan secara hati-hati untuk menyebarkan sel mikroba secara merata. Kemudian cawan petri tersebut didiamkan sampai padat dan diinkubasi dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu ruang.

- Setelah masa inkubasi, koloni terbentuk dihitung. Setiap koloni dianggap berasal dari satu sel yang membelah menjadi banyak sel.

- Perhitungan jumlah koloni, misalnya pengenceran awal 1 : 10 (10-1) dibuat dengan cara mengencerkan 1 ml bahan ke dalam 9 ml larutan pengencer, dilanjutkan dengan pengenceran lebih tinggi sampai 10-5 atau 10-6. semakin tinggi jumlah mikroba yang terdapat dalam sel semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan. Perhitungannya :

Faktor Pengenceran = Pengenceran x jumlah yang ditumbuhkan = 10-4 x 1.0 ml

= 10-4

Jumlah Koloni = jumlah koloni per cawan x 1/faktor pengenceran

Organoleptik

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Respirasi Sayuran Campuran Terolah Minimal

Pengukuran laju respirasi dilakukan karena laju respirasi merupakan salah satu sifat fisiologis yang sangat mempengaruhi masa simpan sayur-sayuran dan buah-buahan. Kecepatan respirasi menggambarkan cepat tidaknya perubahan komposisi yang terjadi dalam jaringan. Laju respirasi menentukan daya tahan produk yang disimpan, sehingga produk yang laju respirasinya rendah umumnya disimpan lebih lama dalam kondisi yang baik. Penurunan konsentrasi gas O2 dan peningkatan konsentrasi gas CO2 dalam chamber menandakan bahwa sayuran ataupun buah-buahan mengalami respirasi. Laju respirasi merupakan gradien kurva perubahan konsentrasi gas dalam chamber terhadap waktu.

Pengukuran laju respirasi tersebut dilakukan dengan pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan laju pengeluaran CO2 (Pantastico, 1997). Pengukuran dilakukan dalam stoples kaca dengan volume 3,3 liter yang berisi sayuran campuran terolah minimal dengan berat rata-rata 0,1 kg/sampel dan volume bebas stoples rata-rata 3,2 liter. Pengukuran konsentrasi O2 menggunakan portable

oxygen tester dan pengukuran konsentrasi CO2 menggunakan gas analyzer yang dilakukan dalam stoples berisi sayuran campuran terolah minimal (kubis, kacang panjang, dan ketimun). Data yang diperoleh adalah penurunan konsentrasi O2 dan peningkatan konsentrasi CO2. Fenomena ini membuktikan bahwa pada jaringan tanaman setelah dipanen masih terus terjadi proses metabolisme diantaranya proses respirasi (Wills et al., 1981).

(45)

peningkatan dari 0,03% menjadi 1,45% selama 264 jam penyimpanan. Data perubahan konsentrasi O2 dan CO2 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Berdasarkan hasil pengamatan, laju respirasi sayuran campuran terolah minimal yang disimpan pada suhu yang berbeda akan menghasilkan laju yang berbeda pula. Semakin rendah suhu penyimpanan maka laju respirasi akan semakin lambat. Pada saat awal respirasi, penyimpanan pada suhu ruang menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 120,89 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 129,78 ml/kgjam. Penyimpanan pada suhu 10 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 17,78 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 44,8 ml/kgjam. Penyimpanan pada suhu 5 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 7,11 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 41,96 ml/kgjam. Perbandingan laju respirasi pada suhu ruang, suhu 10 0C, dan suhu 5 0C berdasarkan konsumsi O2 dan produksi CO2 dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Respirasi merupakan suatu reaksi enzimatis. Di atas suhu 35 0C kecepatan reaksi merupakan hasil dari pengaruh suhu terhadap reaksi kimia dan pengaruh penghambatan suhu tinggi terhadap aktivitas enzim (Muchtadi, 1992).

Laju respirasi dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu di antara 0-35 0C kecepatan reaksi akan berlangsung dua atau tiga kali lebih besar untuk tiap kenaikan suhu 10 0C (Wills et al., 1981). Penurunan suhu telah diketahui akan menurunkan kecepatan reaksi kimia. Karena itu penurunan suhu penyimpanan akan menurunkan laju respirasi sayuran campuran terolah minimal.

(46)

pada suhu 10 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 3,1 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 3,37 ml/kgjam. Penyimpanan pada suhu 5 0C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 2,71 ml/kgjam dan laju produksi CO2 sebesar 2,79 ml/kgjam (Dewanto, 1994).

Jika laju respirasi masing-masing komoditas utuh dibandingkan dengan laju respirasi sayuran campuran terolah minimal terlihat bahwa pada sayuran campuran terolah minimal menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena pada sayuran yang terolah minimal akan mengalami perubahan fisiologi karena hilangnya pelindung alami dan memperluas bidang kontak dengan udara. Keadaan ini menyebabkan terjadinya kehilangan air dan peningkatan laju respirasi (Wong et al., 1994).

-20

suhu 5 suhu 10 suhu ruang

Gambar 3 Laju respirasi sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan berdasarkan konsumsi O2

0

suhu 5 suhu 10 suhu ruang

(47)

Pola laju konsumsi O2 hampir sama dengan pola produksi CO2. Pola tersebut menunjukkan bahwa sayuran yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis sayuran non-klimakterik, dimana pada awal laju respirasi rendah kemudian sedikit naik dan laju respirasi selanjutnya konstan tanpa adanya puncak respirasi yang biasanya terjadi pada hari pertama hingga hari ke tiga pemanenan. Sayuran non-klimakterik juga tidak memperlihatkan kenaikan respirasi yang cepat selama pematangan atau penyimpanan (Pantastico, 1997).

Laju respirasi rata-rata dan nilai RQ sayuran campuran terolah minimal disajikan pada Tabel 4. Data laju respirasi pada Tabel 4 tersebut digunakan selanjutnya pada penentuan bobot sayuran yang akan dikemas pada kemasan plastik terpilih. Nilai RQ merupakan perbandingan antara gas CO2 yang diproduksi dengan gas O2 yang dikonsumsi. Nilai ini dapat digunakan untuk menentukan substrat yang digunakan dalam proses respirasi, kesempurnaan proses respirasi dan derajat proses aerob atau anaerob (Muchtadi, 1992).

Nilai RQ sayuran campuran terolah minimal pada suhu 5 0C dan 10 0C memiliki nilai lebih besar dari 1. Nilai RQ yang lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa substrat yang dioksidasi adalah asam-asam organik. Sedangkan nilai RQ pada suhu ruang mempunyai nilai lebih kecil dari 1. Menurut Muchtadi (1992), nilai RQ yang lebih kecil dari 1 mempunyai beberapa interpretasi. Berdasarkan fakta bahwa pada suhu yang lebih tinggi laju respirasi lebih tinggi, tampaknya interpretasi yang lebih besar kemungkinannya adalah pada nilai RQ lebih kecil dari 1 terjadi oksidasi tidak sempurna atau terhenti. Interpretasi lain seperti substrat yang digunakan mempunyai perbandingan antara oksigen terhadap karbon yang lebih kecil daripada heksosa contohnya lemak, kecil kemungkinannya karena sayuran yang digunakan memiliki lemak yang sedikit (Tabel 1 dan Tabel 2).

Tabel 4 Laju respirasi rata-rata (ml/kg.jam) dan RQ sayuran campuran terolah minimal

Suhu Produksi CO2 Konsumsi O2 RQ

5 0C 17,53 14,96 1,17

10 0C 25,48 22,88 1,11

(48)

Pengamatan kondisi mutu bahan secara visual selama penyimpanan dilakukan dengan mengamati bahan secara keseluruhan. Jika salah satu bahan sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan maka sayuran campuran terolah minimal tersebut dianggap telah mengalami penurunan mutu. Penyimpanan pada suhu yang berbeda menunjukkan respon yang berbeda pada bahan. Pada penyimpanan suhu ruang, yang menjadi indikator adalah kacang panjang, dimana bercak kecoklatan yang muncul pada bagian bekas pemotongan terlihat pada 42 jam penyimpanan. Pada suhu 10 0C, bercak kecoklatan pada kacang panjang terlihat setelah 96 jam penyimpanan. Pada suhu ini, ketimun berubah menjadi kekuningan setelah 144 jam penyimpanan, dan akhirnya ketimun menjadi berair setelah 192 jam penyimpanan. Sedangkan pada penyimpanan suhu 5 0C terlihat adanya bercak kecoklatan pada kacang panjang dan ketimun mulai berair setelah 240 jam penyimpanan.

Berdasarkan laju respirasi dan kondisi mutu bahan secara visual selama penyimpanan dapat ditentukan suhu untuk penyimpanan adalah 5 0C. Suhu tersebut yang selanjutnya akan digunakan dalam penentuan kondisi atmosfer dan jenis plastik kemasan yang tepat dalam penyimpanan untuk memperpanjang umur simpan.

Penentuan Komposisi Atmosfer Penyimpanan

Suhu penyimpanan yang digunakan pada penentuan komposisi atmosfer penyimpanan adalah suhu 5 0C. Penyimpanan untuk penentuan komposisi atmosfer dilakukan selama 12 hari. Penentuan komposisi gas terbaik pada penyimpanan sayuran campuran terolah minimal dilakukan dengan mengetahui pengaruh berbagai komposisi gas terhadap masing-masing parameter yang diamati. Komposisi atmosfer penyimpanan yang terpilih didasarkan pada nilai rata-rata tertinggi pengujian selama penyimpanan.

Susut Bobot

(49)

semua perlakuan komposisi. Susut bobot tersebut disebabkan oleh proses respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O untuk menghasilkan energi (Wills et al., 1981), serta transpirasi yang dilakukan oleh jaringan hidup tanaman hingga tercapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan.

Roys (1995) mengemukakan susut bobot dapat disebabkan dari tingginya suhu penyimpanan yang meningkatkan laju transpirasi dan respirasi. Susut bobot juga disebabkan hilangnya air dari kemasan ke lingkungan, yang disebabkan perbedaan tekanan uap air di antara film kemasan, dan kehilangan CO2 selama respirasi.

Hasil pengukuran terhadap susut bobot sayuran campuran terolah minimal dengan berbagai komposisi atmosfer dapat dilihat pada Gambar 5. Persentase susut bobot terkecil adalah pada komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) yaitu sebesar 3,82% dari berat awal bahan sebelum dilakukan penyimpanan. Susut bobot tertinggi terjadi pada komposisi atmosfer 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) yaitu sebesar 5,78%. Urutan perlakuan komposisi atmosfer yang menimbulkan susut bobot dari yang terkecil ke yang terbesar setelah hari ke-12 adalah : komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) sebesar 3,82%, komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2) sebesar 4,31%, komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) sebesar 4,54%, komposisi 3 (5-7% O2 dan 10-12 %CO2) sebesar 4,62%, dan komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) sebesar 5,78%. Data pengukuran susut bobot dapat dilihat pada Lampiran 2.

(50)

Kehilangan berat sayuran yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan berat, tetapi juga dapat menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Komposisi 1-3% O2 dan 2-4% CO2 menunjukkan susut bobot terendah. Hal ini terjadi karena pada kondisi atmosfer dimana kadar oksigen rendah, proses respirasi akan terhambat dan akibatnya penguapan air akan berkurang. Penggunaan oksigen yang rendah dalam penyimpanan memiliki potensi untuk menurunkan kecepatan metabolisme produk dan perubahan biokimia yang terjadi pada produk (Kays, 1991).

Jika dilihat dari susut bobot yang terjadi selama penyimpanan, maka kondisi atmosfer termodifikasi yang dipilih untuk penyimpanan sayuran campuran terolah minimal adalah atmosfer dengan komposisi 1-3% O2 dan 2-4% CO2. Pilihan ini didasarkan pada susut bobot yang terendah dibandingkan komposisi lainnya.

Warna

Warna pada sayuran merupakan salah satu ukuran mutu dari sayuran, bila warnanya kurang baik maka nilainya juga berkurang karena kurang menarik konsumen. Menurut Rodriquez et al., (1986) warna meningkatkan daya tarik bahan mentah dan dalam kebanyakan kasus digunakan sebagai petunjuk kemasan, selain itu warna juga berhubungan dengan rasa, bau, tekstur, nilai gizi, dan keutuhan.

Pengukuran warna dilakukan dengan alat Chromameter type CR-200. Hasil pengukuran dilihat dari perubahan tingkat kecerahan (L), warna hijau (a) dan warna kuning (b). Nilai (L) menyatakan tingkat kecerahan mempunyai nilai dari 0 (hitam) – 100 (putih). Nilai (a) menyatakan warna kromatik merah-hijau, nilai (a) dari 0-100 menyatakan warna merah, sedangkan nilai (-a) dari 0-(-80) menyatakan warna hijau. Nilai (b) menunjukkan warna kuning bila bernilai positif dan warna biru jika bernilai negatif.

(51)

tertinggi yaitu 74,16, dilanjutkan sampai yang terkecil yaitu komposisi 4 (7-9%

Gambar 6 Perubahan nilai (L) rajangan kubis terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

35

Gambar 7 Perubahan nilai (L) kacang panjang terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

(52)

0,03% CO2) sebesar 41,06, dan komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) sebesar

Gambar 8 Perubahan nilai (L) pada ketimun terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

Pada pengukuran nilai (L) ketimun terlihat bahwa komposisi 3 (5-7% O2 dan 10-12% CO2) memperoleh nilai tertinggi yaitu 63,91, dilanjutkan sampai yang terkecil yaitu komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) sebesar 62,67, komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) sebesar 62,36, komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) sebesar 62,11, dan komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2), sebesar 54,58.

Pengukuran terhadap nilai (L) selama penyimpanan diketahui bahwa kubis merupakan produk yang paling banyak mengalami kerusakan. Ini didasarkan pada nilai L yang disimpan dalam komposisi kontrol. Karena itu, untuk penentuan komposisi terbaik dilihat dari perubahan nilai L pada kubis. Diperoleh komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) merupakan komposisi terbaik. Pengukuran terhadap nilai (L) selama penyimpanan diketahui semakin menurun. Hal ini menunjukkan terjadi perubahan warna menjadi semakin gelap (tua). Penurunan nilai (L) ini disebabkan munculnya bercak kecoklatan dan kehitaman pada sayuran yang diamati. Penurunan nilai (L) menunjukkan penurunan mutu sayuran terolah minimal selama penyimpanan.

(53)

(a) pada kubis bernilai negatif sampai pada hari ke-12 (Gambar 9) pada komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2) dan komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) sedangkan pada komposisi lainnya bernilai positif. Nilai (a) pada kacang panjang dan ketimun selama 12 hari penyimpanan bernilai negatif, berarti kacang panjang dan ketimun mengandung warna kromatik hijau. Pada grafik (Gambar 9, 10, dan 11) terlihat bahwa nilai (a) mengalami kenaikan, yakni terjadinya perubahan warna dari hijau menjadi merah (Hunter, 1975). Hal ini dikarenakan terjadinya perubahan warna akibat oksidasi fenolik (King dan Bolin, 1989), sedangkan hilangnya warna hijau diakibatkan kerusakan dari klorofil (Bollin dan Huxsoll, 1991).

Gambar 9 Perubahan nilai (a) pada kubis terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

-14

(54)

-12 -10 -8 -6 -4 -2 0

0 2 4 6 8 10 12

Waktu penyimpanan (hari)

N

ila

i a

14

1-3% O2, 2-4% CO2 3-5% O2, 6-8%CO2 5-7% O2, 10-12% CO2

7-9% O2, 14-16% CO2 21% O2, 0,03% CO2

Gambar 11 Perubahan nilai (a) pada ketimun terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

Berdasarkan nilai (a) sayuran yang disimpan pada komposisi udara normal (21% O2 dan 0,03% CO2) diketahui bahwa produk yang paling banyak mengalami perubahan adalah kacang panjang sehingga untuk penentuan komposisi terbaik dilihat dari perubahan nilai (a) yang terjadi pada kacang panjang. Pada Gambar 10 terlihat bahwa komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) merupakan komposisi terbaik.

(55)

8

Gambar 12 Perubahan nilai (b) pada kubis terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

10

Gambar 13 Perubahan nilai (b) kacang panjang terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer

15

(56)

Perubahan nilai (b) memberikan pola naik-turun yang tidak beraturan. Perubahan warna kromatik kuning-biru yang tidak beraturan kemungkinan disebabkan oleh terjadinya pembentukan senyawa berwarna kuning sekaligus terjadinya perubahan senyawa berwarna kuning menjadi senyawa lain yang tidak berwarna (Kays, 1991).

Berdasarkan perubahan warna yang terjadi, baik perubahan nilai (L), nilai (a), dan nilai (b), kondisi atmosfer termodifikasi yang dipilih adalah kondisi atmosfer dengan konsentrasi 1-3% O2 dan 2-4% CO2.

Organoleptik

Pengujian dilakukan terhadap 5 parameter mutu yaitu : warna, aroma, kekerasan, kesegaran dan penilaian umum. Respon panelis ditabulasikan ke dalam skor 1 sampai 6 pada form yang telah ditentukan. Skor yang digunakan adalah sebagai berikut : skor 6 untuk penilaian sangat suka, skor 5 untuk penilaian suka, skor 4 untuk penilaian agak suka, skor 3 untuk penilaian netral, skor 2 untuk penilaian agak tidak suka, dan skor 1 untuk penilaian tidak suka.

Patokan yang diambil sebagai penerimaan konsumen adalah nilai di atas 3. Skor tersebut dinyatakan sebagai kondisi dimana produk masih dalam kondisi baik untuk konsumsi.

Warna

(57)

0

Gambar 15 Perubahan skor warna sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan

Perubahan warna terjadi karena adanya reaksi pencoklatan. Reaksi ini terjadi antar enzim dan oksigen dan reaksi non enzim. Pada rajangan sayuran luas permukaan bahan yang bersentuhan dengan udara cukup besar sehingga reaksi pencoklatan terjadi dengan cepat. Hal ini juga terjadi pada rajangan selada segar yang akan rusak karena pencoklatan terjadi seketika setelah rajangan selada beeaksi dengan udara. Hal ini sesuai dengan pendapat Salunkhe (1991) bahwa pencoklatan disebabkan oleh reaksi enzimatis yang membentuk senyawa melanin. Bulman dalam Roys et al., 1995 menyatakan bahwa berkurangnya oksigen selama penyimpanan dapat mempengaruhi warna dengan meningkatnya enzim penyebab browning (pencoklatan).

Aroma

Aroma sayuran campuran terolah minimal dapat diterima konsumen hingga hari ke-10 pada komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) dengan skor 3,1. Pada komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) dan komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) masih dapat diterima konsumen hingga hari ke-6 dengan skor 3,6 dan dengan skor 3,9. Sedangkan komposisi 3 (5-7 % O2 dan 10-12 % CO2) dan komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2) masih dapat diterima konsumen hingga hari ke-4 dengan skor masing-masing 3,1 dan 3,5.

(58)

mudah menguap atau senyawa volatil. Grafik penilaian panelis terhadap aroma dapat dilihat pada Gambar 16.

0

Gambar 16 Perubahan skor aroma sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan

Kekerasan

Kekerasan sayuran campuran terolah minimal dapat diterima konsumen hingga hari ke-10 untuk komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) dengan skor 3,3. Diikuti oleh komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2) yang masih diterima hingga hari ke-8 penyimpanan dengan skor 3,2. Pada komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) dan komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) masih dapat diterima konsumen hingga hari ke-6 dengan skor masing-masing 4,2, dan 3,5. Sedangkan untuk komposisi 3 (5-7%O2 dan 10-12% CO2) masih diterima hingga hari ke-4 dengan skor 3,4. Grafik penilaian panelis terhadap kekerasan dapat dilihat pada Gambar 17.

(59)

Kekerasan menurun karena selama penyimpanan terjadi reaksi metabolisme pada produk. Selama penyimpanan cairan dari sel-sel yang ada akan keluar sehingga menurunkan tekanan turgor sel. Selain cairan dalam sel, cairan antar sel juga akan keluar. Dengan menurunnya tekanan turgor sel maka kekerasan produk akan menurun.

Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981) menurunnya kekerasan yang disimpan disebabkan oleh terdegradasinya hemiselulosa dan pektin. Pektin yang tidak dapat larut (protopektin) menurun jumlahnya, dan berubah menjadi asam pektat yang mudah larut dalam air.

Kesegaran

Kesegaran sayuran campuran terolah minimal masih dapat diterima konsumen hingga hari ke-10 untuk komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) dengan skor 3,2. Komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2) dan komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) masih dapat diterima hingga hari ke-6 dengan skor masing-masing 4 dan 3,8. Sedangkan untuk komposisi 3 (5-7% O2 dan 10-12% CO2) dan komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2), setelah hari ke-2 tidak diterima konsumen dengan skor masing-masing 2,8 dan 2,3 sehingga dinyatakan tidak layak dipasarkan. Grafik penilaian panelis terhadap kesegaran dapat dilihat pada Gambar 18.

(60)

Eskin et al., (1971) menyatakan bahwa pematangan buah dan pelunakan sayuran kemungkinan berhubungan dengan peningkatan pektin larut air selama penyimpanan. Perubahan ukuran sel dan kehilangan turgor merupakan faktor penting dalam kehilangan kerenyahan dan kesegaran sayuran selama penyimpanan.

Penilaian Umum

Berdasarkan penilaian umum, hingga hari ke-10 panelis masih dapat menerima sayuran campuran terolah minimal dengan perlakuan komposisi 1 (1-3% O2 dan 2-4% CO2) dengan skor 3,2. Hingga hari ke-6 panelis masih dapar menerima sayuran campuran terolah minimal dengan perlakuan komposisi 2 (3-5% O2 dan 6-8% CO2), komposisi 4 (7-9% O2 dan 14-16% CO2) dan komposisi 5 (21% O2 dan 0,03% CO2) dengan skor masing-masing 3,7, 3,7 dan 3,3. Sedangkan pada komposisi 3 (5-7% O2 dan 10-12% CO2) diterima hingga hari ke-4 dengan skor 3,3. Grafik penilaian umum panelis terhadap produk dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Perubahan skor penilaian umum panelis terhadap waktu penyimpanan

(61)
(62)

Penentuan Jenis Film Kemasan

Berdasarkan uji mutu terhadap sayuran campuran terolah minimal selama penyimpanan telah dapat ditentukan komposisi optimum adalah 1-3% O2 dan 2-4% CO2. Penentuan jenis film kemasan untuk mencapai kondisi atmosfer optimum dilakukan dengan menggunakan kurva yang dibuat oleh Gunadnya (1993). Penentuan film kemasan dapat dilihat pada Gambar 20.

Berdasarkan Gambar 20 terlihat bahwa untuk pencapaian kondisi optimum pada tahap selanjutnya digunakan kemasan polietilen densitas rendah (Low density polyethylene = LDPE).

21

Udara 18

Konsentrasi Karbondioksida (%)

15 White stretch film Daerah MAP

sayuran campuran

terolah minimal

12

Stretch film

9

Polipropilen 6

3

Polietilen densitas rendah

0 3 6 9 12 15 18 21 Konsentrasi Oksigen (%)

(63)

Penentuan berat optimum pada kemasan atmosfer termodifikasi untuk sayuran campuran terolah minimal menggunakan persamaan Mannapperuma et al., (1989). Hasil penetapan permeabilitas O2 dan CO2 untuk kemasan LDPE pada suhu 25 0C berturut-turut adalah 1002 dan 3600 ml.mil/m2.jam.atm. Berat sayuran secara teoritis untuk kemasan LDPE diperoleh 67,645 gram. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5. Dengan didasarkan pada perbandingan isi kemasan dengan luas kemasan maka ditetapkan berat yang akan digunakan pada tahap validasi adalah sebesar dua kali dari berat hasil perhitungan secara teoritis sehingga diperoleh 135,29 gram.

Penyimpanan Sayuran Campuran Terolah Minimal dalam Kemasan Film

Sayuran campuran terolah minimal dengan berat 135,29 gram dikemas dalam LDPE. Pada tahap ini dilakukan pengukuran terhadap konsentrasi CO2 dan O2, perubahan susut bobot, perubahan warna (berdasarkan nilai L, a, dan nilai b), jumlah mikroba, serta uji organoleptik.

Perubahan Konsentrasi Gas CO2 dan O2 dalam Atmosfer Kemasan

Perubahan konsentrasi gas CO2 dan O2 sayuran campuran terolah minimal selama penyimpanan dalam kemasan plastik terpilih pada suhu 5 0C ditampilkan pada Gambar 21 serta Lampiran 6. Gambar tersebut menunjukkan bahwa kondisi atmosfer termodifikasi yang diharapkan yaitu 1-3% O2 dan 2-4% CO2 tidak tercapai. Ditunjukkan bahwa konsentrasi O2 pada kemasan LDPE lebih tinggi dari yang diharapkan. Hal ini diduga karena penurunan konsentrasi gas O2 yang diharapkan cukup ekstrem, sedangkan laju respirasi irisan sayuran campuran termasuk kategori lambat hingga komposisi gas yang diinginkan kemungkinan akan tercapai dalam waktu yang lebih lama lagi. Laju respirasi berdasarkan konsumsi O2 sebesar 3,09 ml/kg.jam sedangkan laju respirasi berdasarkan produksi CO2 sebesar 2,94 ml/kg.jam setelah 216 jam penyimpanan.

(64)

sistem terbuka yaitu setelah pengukuran dilakukan, tutup stoples dibuka dan dihembuskan udara menggunakan kipas angin untuk mempercepat komposisi udara dalam stoples kembali normal. Selanjutnya stoples ditutup rapat dan ulir stoples dilapisi dengan lilin serta selang plastik dilipat kembali. Sedangkan pada tahap ini, pengukuran dilakukan dengan sistem tertutup.

0

Gambar 21 Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 pada kemasan LDPE

Seperti diketahui sebelumnya bahwa yang mempengaruhi kesetimbangan adalah berat bahan yang dikemas, laju respirasi, luas kemasan, ketebalan kemasan dan permeabilitas film (Persamaan Mannapperuma). Kemungkinan lain sebagai penyebab tidak tercapainya keseimbangan komposisi adalah permeabilitas film. Koefisien permeabilitas yang digunakan pada saat penentuan berat produk adalah hasil penetapan permeabilitas O2 dan CO2 untuk kemasan LDPE pada suhu 25 0C, sedangkan suhu yang digunakan pada saat penyimpanan adalah suhu 5 0C.

Menurut Al-Ati dan Hotchkiss (2003) kondisi atmosfer termodifikasi yang tidak tercapai umumnya terjadi pada produk terolah minimal dan beberapa sayuran. Hal tersebut terjadi karena kegagalan film komersial untuk menyediakan pertukaran gas CO2 dan O2 secara berkelanjutan.

(65)

tercapainya kondisi atmosfer yang telah ditentukan. Menurut Hardenburg (1971) penggunaan film yang ditutup rapat pada suhu rendah pun tidak diseyogyakan, mengingat adanya variasi kegiatan hasil pertanian yang berbeda-beda.

Perubahan Susut Bobot Sayuran Campuran Terolah Minimal dalam

Kemasan Film

Hasil pengukuran terhadap susut bobot produk selama 8 hari penyimpanan sebesar 0,49 %. Data susut bobot sayuran campuran terolah minimal selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 7. Grafik perubahan susut bobot dapat dilihat pada Gambar 22.

0.00

Gambar 22 Perubahan susut bobot sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan pada kemasan LDPE

Besar kecilnya susut bobot ditentukan oleh banyak tidaknya air yang hilang. Jumlah air yang hilang tersebut berasal dari air yang berada di antara sel dan yang berada di dalam sel.

Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan susut bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Kehilangan air yang banyak akan menyebabkan pelayuan dan pengkeriputan (Muchtadi, 1992).

Penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat, akibatnya ketahanan simpannya cukup panjang dengan susut bobot minimal, mutu baik dan pasaran tetap tinggi (Soedibyo, 1979).

(66)

respirasi dan transpirasi sehingga susut bobot yang dihasilkan dapat dikurangi. Menurut Syarief dan Hariyadi (1992), di udara terbuka proses penuaan berlangsung dengan cepat dan kerusakan dari komoditi dapat segera terjadi. Pada suhu rendah proses tersebut dihambat, sehingga umur simpan komoditi menjadi lebih panjang.

Perubahan Warna Sayuran Campuran Terolah Minimal dalam Kemasan

Film

Parameter yang diamati dalam uji warna adalah tingkat kecerahan (L), tingkat warna hijau (a) dan nilai (b). Data hasil uji warna dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari pengukuran nilai (L) diketahui bahwa dengan bertambahnya hari nilai (L) semakin turun yang berarti warna menjadi semakin gelap. Perubahan nilai (L) dapat dilihat pada Gambar 23.

40

Gambar 23 Perubahan nilai (L) pada sayuran campuran terolah minimal

Data pengukuran nilai (a) dan (b) dapat dilihat pada Lampiran 10 sedangkan grafik perubahan nilai (a) dan (b) terlihat pada Gambar 24 dan Gambar 25.

Gambar

Tabel 1 Komposisi kubis segar tiap 100 gram bahan
Tabel 2 Komposisi kandungan gizi ketimun per 100 gram
Gambar 1. Tahapan pengolahan minimal sayuran campuran
Gambar 2. Bagan alir penentuan komposisi O2 dan CO2 pada suhu terpilih
+7

Referensi

Dokumen terkait

(RUANG TAMU DI RUMAH KELUARGA BI ATANG DI KAMPUNG JELAMBAR. PINTU DEPANNYA DI SEBELAH KANAN, JENDELA SEBELAH KIRI, DI SEBELAH KIRI PENTAS INI, ADA SEPERANGKAT KURSI ROTAN, DI

Pengujian alat dilakukan untuk mengetahui apakah fungsi – fungsi yang telah direncanakan bekerja dengan baik atau tidak. Pengujian alat juga berguna untuk mengetahui tingkat

Nilai-nilai kebangsaan tersebut mewujud dalam realita kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk (pluralistik) yang menjadi kesepakatan dalam membangun

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

Tujuan penelitian ini adalah merancang alat pengukur suhu dengan menggunakan mikrokontroler ATMega328, sensor LM35 sebagai sensor suhu dan Modul Micro SD Card Adapter

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan intralingual dengan teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu (PUP), teknik baca markah dan teknik

Terkait dengan latar belakang tersebut diatas, ada beberapa teori yang dapat dipergunakan sebagai landasan konsep ukur terkait pentingnya perlindungan hukum bagi

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Pengembangan kemampuan perilaku mulia dapat dilakukan melalui metode bercerita dengan media boneka tangan.. Kata kunci :