• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Yang Merupakan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Kasus Mary Jane).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Yang Merupakan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Kasus Mary Jane)."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

RINGKASAN ……….... 1

JUDUL PENELITIAN……… 2

BAB I PENDAHULUAN………... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 4

1. Konsep Negara Hukum……… 4

2. Perlindungan Pelaku dan Korban Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana……….. 7

3. Perkembangan Kejahatan Narkotika ………... 9

4. Perdagangan Perempuan………. 14

BAB III METODE PENELITIAN………. 15

1. Jenis Penelitian………. 15

2. Spesifikasi Penelitian………... 15

3. Lokasi Penelitian………. 16

4. Sumber Bahan Hukum……… 16

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum………... 17

6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data………... 17

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN………... 18

(4)

2. Analisis Kasus Mary Jane……….. 19 3. Perlindungan Hukum Bagi Mary Jane Menurut Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia……… 25 4. Kajian Perbandingan Terhadap Beberapa Negara……….. 33 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 40 DAFTAR PUSTAKA

(5)

RINGKASAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

NARKOTIKA YANG MERUPAKAN KORBAN TINDAK PIDANA

PERDAGANGAN ORANG

(STUDI KASUS MARY JANE)

PENELITI

I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti, SH. MH Made Diah Sekar Mayang Sari, SH. MH

Kasus Mary Jane cukup mencengangkan dunia. Mary Jane terselamatkan dari hukuman mati yang seyogyanya ia jalani sebagai pelaku tindak pidana narkotika. Pengakuan Maria Kristina tentang perdagangan orang yang menjadikan Mary Jane sebagai korban telah merubah nasib Mary Jane untuk sementara waktu ini. Hukuman mati terhadap Mary Jane dinyatakan ditunda sampai terbukti bahwa Mary Jane hanyalah korban dari sindikat-sindikat kejahatan transnasional seperti sindikat narkotika dan perdagangan orang.

Apa yang terjadi pada Mary Jane merupakan suatu fenomena dalam penegakan hukum pidana bahwa keberadaan bukti baru bisa menunda pelaksanaan pidana mati. Penundaan tersebut memberi konsekuensi bahwa hukum di Indonesia masih harus menunggu kebenaran-kebenaran materiil yang akan terungkap nantinya di Filipina. Selama masa penantian tersebut, hukum di Indonesia tidak bisa menutup mata akan arti pentingnya seorang saksi korban kejahatan transnasional. Oleh karena itu pemberian perlindungan hukum yang menyeluruh terhadap Mary Jane perlu dilakukan. Selain untuk menghormati hak-hak asasi manusia juga untuk menjaga kewibawaan Indonesia di mata dunia tentang arti pentingnya hak-hak tersangka dan korban serta saksi untuk mendapat perlindungan hukum.

Penelitian ini mencoba untuk menganalisis perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pelaku sekaligus korban kejahatan. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normative atau pendekatan terhadap perundang-undangan dengan tidak meninggalkan pendekatan konsep dan analisis serta pendekatan kasus dan pendekatan perbandingan.

(6)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

NARKOTIKA YANG MERUPAKAN KORBAN TINDAK PIDANA

PERDAGANGAN ORANG (STUDI KASUS MARY JANE)

BAB I PENDAHULUAN

Permasalahan perlindungan hukum terhadap korban kejahatan transnasional perlu mendapat perhatian serius karena memiliki implikasi yang cukup luas baik secara nasional maupun global. Kejahatan transnasional melibatkan kepentingan dua negara atau lebih di dalamnya. Hal ini dikarenakan dalam kejahatan transnasional terkandung unsur-unsur asing yang bergerak melampaui batas-batas negara. Sepertinya misalnya dalam kasus Mary Jane yang terlibat dalam peredaran dan perdagangan gelap narkotika.

Sebagaimana diketahui, Mary Jane bukanlah Warga Negara Indonesia melainkan Warga Negara Filipina yang tertangkap lantaran membawa narkotika dalam kopernya. Terhadap Mary Jane, peradilan Indonesia telah menetapkan hukuman mati namun saat pelaksanaan hukuman mati tersebut Mary Jane diselamatkan oleh kabar bahwa ia sejatinya adalah korban perdagangan orang. Hal ini menyebabkan penundaan pelaksanaan hukuman mati terhadap Mary Jane sampai terdapat kebenaran-kebenaran materiil baru dalam persidangan Maria Kristina yang mengaku memperdagangkan Mary Jane ke Malaysia.

(7)

sebagai pelaku tindak pidana sekaligus korban kejahatan demi kepentingan hukum.

Sehubungan dengan itu Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa pengertian perlindungan korban dapat dilihat dari dua makna, yaitu:

a. dapat diartikan sebagai “perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban tindak pidana”, (berarti perlindungan HAM atau kepentingan hukum seseorang).

b. dapat diartikan sebagai “perlindungan untuk memperoleh jaminan/santunan hukum atas penderitaan/ kerugian orang yang telah menjadi korban tindak pidana”, (jadi identik dengan “penyantunan korban”). Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan nama baik (rehabilitasi), pemulihan keseimbangan batin (antara lain dengan pemaafan), pemberian ganti rugi (restitusi, kompensasi, jaminan/santunan kesejahteraan sosial), dan sebagainya.1

Berbicara mengenai korban kejahatan dipahami bahwa korban kejahatan merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana. Korban kejahatan seringkali tidak mendapat perlindungan hukum sebanyak yang diberikan oleh Undang-Undang kepada pelaku kejahatan sebagaimana dikemukakan oleh Andi Hamzah bahwa dalam membahas hukum acara pidana khususnya yang berkaitan dengan hak- hak asasi manusia, ada kecenderungan untuk mengupas hal-hal yang berkaitan dengan hak- hak tersangka tanpa memperhatikan pula hak-hak korban.”2 Dalam hal ini Andi Hamzah mencoba menguraikan bahwa antara hak-hak korban dan tersangka tidak ada perbedaannya. Dengan kata lain lain harus diperlakukan sama.

Dalam kasus Mary Jane ini sudah terlihat adanya upaya negara Indonesia untuk memberikan perlindungan hukum terhadap statusnya sebagai korban

1

Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 61

2

(8)

kejahatan. Salah satunya dengan melakukan penundaan terhadap pelaksanaan pidana mati setidaknya hukum di Indonesia harus memberikan kesempatan penemuan kebenaran akan status Mary Jane sebagai korban atau memang anggota sindikat peredaran narkotika internasional. Jika benar Mary Jane adalah korban kejahatan transnasional maka sebagai negara yang sudah turut serta meratifikasi Konvensi tentang kejahatan transnasional maka Indonesia memiliki kewajiban-kewajiban untuk melakukan tindakan-tindakan baik itu berupa pencegahan terjadinya tindak pidana ataupun perlindungan hukum terhadap korban. Dalam konteks ini kepentingan hukumlah yang harus diutamakan sehingga Mary Jane perlu untuk mendapat perlindungan hukum.

Berdasarkan latar belakang tersebut dan dalam kaitannya dengan kasus Mary Jane dapat dijumpai permasalahan yang hendak diteliti yaitu :

1. Adakah instrument hukum nasional yang dapat diberlakukan dalam memberikan perlindungan hukum bagi pelaku tindak pidana yang juga merupakan korban tindak pidana?

2. Bagaimana konkritasi perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pelaku tindak pidana sekaligus korban tindak pidana lainnya?

II. TINJAUAN PUSTAKA

Terkait dengan latar belakang tersebut diatas, ada beberapa teori yang dapat dipergunakan sebagai landasan konsep ukur terkait pentingnya perlindungan hukum bagi pelaku tindak pidana narkotika yang juga merupakan korban tindak pidana khususnya tindak pidana transnasional seperti perdagangan orang.

1. Teori Negara Hukum

(9)

jelas.3 Menurut Emmanuel Kant dan Julius Stahl negara hukum mengandung 4 (empat) unsur, yaitu : (1) adanya pengakuan HAM,(2) adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut; (3) pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur), (4) adanya peradilan tata usaha negara.4

Apabila diseksamai maka dipahami bahwa konsep negara hukum yang dikemukakan oleh Dicey lebih mengarah pada konsep negara hukum yang berkembang di negara-negara Anglo Saxon sedang konsep yang dikembangkan Emmanuel Kant dan Stahl lebih mengarah konsep negara hukum di negara-negara Eropa Kontinental.

Dalam konsep negara hukum, pengakuan diberikan terhadap hak-hak negara sebagai pengatur tata kehidupan sosial. Dalam konteks ini negara berhak mengatur restriksi dan limitasi kekuasaan, untuk menjaga agar pengaturan tersebut tetap dalam keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara kepentingan negara, kepentingan masyarakat dan kepentingan pribadi. Dalam negara hukum, rambu-rambu pengaturan ini terbentuk dalam asas-asas hukum.

Asas-asas hukum mempunyai karakteristik antara lain :

(a) Merupakan kecenderungan-kecenderungan yang dituntut oleh rasa susila dan berasal dari kesadaran hukum atau keyakinan kesusilaan yang bersifat langsung dan menonjol;

(b)Merupakan ungkapan-ungkapan yang sifatnya sangat umum, yang bertumpu pada perasaan yang hidup pada setiap orang;

(c) Merupakan pikiran-pikiran yang memberikan arah/pimpinan menajdi dasar kepada tata hukumyang ada;

(d)Dapat diketemukan dengan menunjukkan hal-hal yang sama dari peraturan yang berjauhan satu sama lain;

(e) Merupakan sesuatu yang diyakini oleh setiap orang, apabila mereka ikut serta bekerja mewujudkan undang-undang;

3

Dicey dalam Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, hal. 11

4

(10)

(f) Dipositifkan baik dalam bentuk perundang-undangan maupun yurisprudensi;

(g)Tidak bersifat transdental atau melampaui alam kenyataan dan dapat ditangkap oleh panca indera;

(h)Artikulasi dan penjabaran asas-asas hukum tergantung dari kondisi-kondisi sosial, sehingga open-ended, multi-interpretable dan dipengaruhi oleh perkembangan sosial dan bukannya bersifat absolute;

(i) Berkedudukan relative otonom, melandasi fungsi pengendalian masyarakat dan penyelenggara ketertiban;

(j) Legitimitas dalam prosedur, pembentukan, penemuan, dan pelaksanaan hukum;

(k)Berkedudukan lebih tinggi dari undang-undang dan pejabat-pejabat resmi (penguasa), sehingga tidak merupakan keharusan untuk mengaturnya dalam hukum positif.5

Sudikno Mertokusumo dan A Pitlo mengatakan bahwa hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberikan manfaat atau kegunaan bagi masyarakat.6 Lanjutnya masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan diperhatikan.7

Dalam penegakan hukum pidana ada 4 (empat) aspek dari perlindungan masyarakat yang harus mendapat perhatian, yaitu :

a. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap perbuatan anti sosial yang merugikan dan membahayakan masyarakat. Bertolak dari aspek ini maka wajar apabila penegakan hukum bertujuan untuk penanggulangan kejahatan.

5

Ibid., hal 12

6

Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 2

(11)

b. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap sifat berbahayanya seseorang. Wajar pula apabila penegakan hukum pidana bertujuan memperbaiki si pelaku kejahatan atau berusaha mengubah dan mempengaruhi tingkah lakunya agar kembali patuh pada hukum dan menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna.

c. Masyarakat memerlukan pula perlindungan terhadap penyalahgunaan sanksi atau reaksi dari penegak hukum maupun dari warga masyarakat pada umumnya. Wajar pula apabila penegakan hukum pidana masayrakat harus mencegah terjadinya perlakuan atau tindakan yang sewenang-wenang di luar hukum.

d. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap keseimbangan ata keselarasan berbagai kepentingan dan nilai yang terganggu sebagai akibat dari adanya kejahatan. Wajar pula apabila penegakan hukum pidana harus daapat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, dapat memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.8

Dalam konteks negara hukum, adanya perlindungan hukum merupakan salah satu esensi yang cukup penting sebab perlindungan hukum ini menggambarkan adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.

2. Teori Keadilan

Penggunaan hukum sebagai sarana memberikan perlindungan haruslah memperhatikan prinsip-prinsip universal yang berlaku dalam hukum. Sehubungan dengan ini Paul Scholten menyebutkan ada 5 (lima) asas, yaitu :

1. Asas kepribadian 2. Asas kemasyarakatan 3. Asas persamaan 4. Asas kewibawaan 8

(12)

5. Asas pemisahan antara baik dan buruk.

Dalam asas persamaan menurut Sudikno Mertokusumo dikehendaki adanya keadilan dalam arti bahwa setiap orang adalah sama di dalam hukum (equality before law). Adil dan keadilan merupakan prinsip yang utama dalam mencapai kemanfaatan dan kepastian. Hukum dan keadilan adalah tidak dapat dipisahkan. Isi dari hukum adalah keadilan itu sendiri. Oleh karena itu eksistensi hukum tidak dapat dilepaskan dari tujuan hukum itu sendiri.

Menurut konsepsi Bentham, keadilan bukan untuk perorangan, keadilan diukur dari seberapa besar dampaknya pada kesejahteraan masyarakat. Pendapat Bentham ini kemudian menjadi pijakan dari pendapat John Rawls. Ia tidak setuju jika konsep keadilan hanya memikirkan manfaat. Rawls berpendapat perlu ada keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama, dalam arti konsep keadilan harus bersandar pada hak dan kewajiban.9

Teori Rawls tentang 2 (dua) konsep “prinsip keadilan” yaitu :10

1. Di dalam masyarakat yang berkeadilan, setiap orang memiliki kemerdekaan dan kebebasan yang sangat besar yang setara dengan kemerdekaan atau kebebasan yang dimiliki oleh orang lain, dan

2. Ketimpangan sosial dan ekonomi adalah dapat dibenarkan sejauh jika ketimpangan tersebut dapat memberikan keuntungan atau manfaat yang sebesar-besarnya bagi kelompok yang paling tidak diuntungkan, yang ada dalam masyarakat.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa paham keadilan Rawls mengandung tiga tuntutan moral yaitu pertama, tuntutan kebebasan untuk menentukan diri sendiri dan sekaligus juga independensi terhadap pihak lain; kedua, tuntutan atas pentingnya distribusi yang adil atas semua kesempatan, peranan, kedudukan, serta berbagai manfaat atau nilai-nilai

9

Andre Ata Ujan, 2001, Keadilan dan Demokrasi, Telaah Filsafat John Rawls, Penerbit Kanisius, Jakarta, hal. 39

10

(13)

sosial dasar yang tersedia dalam masyarakat; ketiga, tuntutan distribusi beban kewajiban secara adil.

3. Konsep Perlindungan Hukum

Pemikiran untuk memberikan perlindungan terhadap korban sebenarnya telah ada sejak lama. Berawal dari pemahaaman bahwa persoalan keadilan adalah persoalan HAM, maka apabila ada pihak yang lemah dalam masyarakat mereka perlu mendapat perlindungan hukum.

Berbicara mengenai perlindungan terhadap korban kejahatan atau tindak pidana diketahui dapat dilakukan dalam beberapa cara, seperti misalnya memberikan kesempatan kepada korban untuk berpartisipasi dalam sistem peradilan pidana.

Upaya untuk memberikan perlindungan terhadap korban pada dasarnya tidak terlepas dari perkembangan dalam hukum pidana yang mulai memperhatikan pola restorative justice.

Restorative justice merupakan suatu model baru yang berusaha menyelesaikan persoalan antara pelaku dan korban serta masyarakat tentunya dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan mereka. Restorative justice berupaya untuk memberikan perdamaian kepada para pihak sehingga dapat menghindarkan mereka dari perilaku-perilaku yang justru menimbulkan korban baru atau kejahatan baru.

III. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

(14)

perundang-undangan.11 Khususnya yang berkaitan dengan UU Perlindungan Saksi dan Saksi Korban kemudian UU Perdagangan Orang, KUHP, KUHAp dan masih banyak lagi.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis.12 Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini peneliti bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana khususnya tindak pidana perdagangan orang. Sedangkan analitis berarti mengelompokkan, menghubungkan, membandingkan data-data yang diperoleh dari teori-teori dan norma-norma yang ada dalam perundang-undangan.

Penelitian ini tidak hanya bertujuan memberikan gambaran tentang fakta-fakta yang ada yang diperoleh di lapangan maupun dari studi kepustakaan. Tetapi setelah dipelajari ketentuan hukumnya dan diteliti di lapangan, diadakan analisa untuk memperoleh faktor pendukung dan hambatannya. 3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana. Untuk menambah wawasaan dan pengetahuan penelitian juga akan dilaksanakan di Perpustakaan FH UNUD dan Laboratorium FH UNUD.

4. Sumber Bahan Hukum

Penelitian ini hanya mengembangkan sumber bahan hukum yang yang berasal dari peraturan perundang undangan (hukum positif di Indonesia), maupun peraturan pelaksanaannya, termasuk didalamnya berbagai peraturan daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat, hasil-hasil penelitian, artikel-artikel ilmiah, buku (literatur), dokumen resmi, arsip.

11

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 13

12

(15)

Di dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier13. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat14, seperti: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

c. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

d. UU No. 13 Tahun 2006 jo UU No. 31 Tahun 2014 tentang perlindungan hukum saksi dan korban.

e. UU No. 21 Tahun 2007 tentang perdagangan orang

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer15, seperti buku-buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah dan artikel-artikel.

3. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder16, seperti kamus.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, akan dikumpulkan melalui studi kepustakaan (liabrary research) yang dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut17:

1. Pada tahap orientasi awal, disamping akan dilakukan studi kepustakaan, yang dilakukan dengan cara menginventarisir peraturan perundang-undangan, buku-buku dan literatur lain sebagai sumber data sekunder yang berkaitan dengan fokus permasalahan, juga akan dilakukan

13

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Normatif suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.13.

14

Soejono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, hal. 52.

15

Roni Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia , hal.12.

16

Roni Hanitijo Soemitro, ibi.,, hal.12.

17

(16)

observasi awal. Cara ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang bersifat umum dan relatif menyeluruh, tentang apa yang tercakup di dalam fokus permasalahan yang akan diteliti. Dengan demikian diharapkan dapat memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang obyek permasalahan yang akan diteliti.

2. Pada tahap orientasi terfokus, akan dilakukan penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan terkait kebijakan-kebijakan hukum dalam memberikan perlindungan terhadap pelaku tindak pidana yang juga merupakan korban tindak pidana khususnya dalam kejahatan transnasional.

3. Studi dokumen, yaitu meneliti berbagai dokumen serta bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

6. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang dipergunakan adalah analisis kualitatif yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif agar dapat kejelasan masalah yang akan dibahas. Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data diskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh narasumber secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya secara nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.18

Pengertian dianalisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis, sistematis. Logis sistematis menujukkan cara berpikir deduktif-induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan penelitian ilmiah.

Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.19

18

Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grasindo, Jakarta, h 12.

19

(17)

Kemudian untuk menarik kesimpulan dapat menggunakan metode metode deduktif dan metode induktif, penarikan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus. Secara induktif adalah menarik kesimpulan dengan cara berangkat dari pengetahuan yang khusus kemudian menilai suatu kejadian yang umum.

Penelitian ini menggunakan metode penarikan kesimpulan yang

induktif, yaitu menilai suatu kejadian yang bersifat khusus menuju yang sifat umum.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan bahasan ditemukan beberapa simpulan, antara lain :

1. Instrument hukum yang dapat dipergunakan untuk memberikan perlindungan kepada pelaku yang merangkap juga sebagai korban tindak pidana adalah UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban serta PP NO. 2 TAHUN 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban Dan Saksi Dalam Pelanggaran Ham Berat.

2. Konkritisasi perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pelaku yang merangkap sebagai korban kejahatan adalah perlindungan hukum berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 2014 dan juga UU lainnya yang berkaitan dimana pelaku berperan sebagai korban. Adapun bentuk perlindungannya antara lain rehabilitasi dan perlindungan akan keamanan pribadi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

(18)

Andre Ata Ujan, 2001, Keadilan dan Demokrasi, Telaah Filsafat John Rawls, Penerbit Kanisius, Jakarta

Bambang Sunggono, 2002, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan

Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung

Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta

H.B. Sutopo, 1988, Metode Penelitian Kualitatif Bagian II, UNS Press, Surakarta

Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung

Roni Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia

Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Normatif suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grasindo, Jakarta

S. Nasution, 1998, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

KUHP KUHAP

UU NO. 21 TAHUN 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Pada grafik gambar 4.10 menunjukan bahwa dengan adanya penambahan pasokan gas HHO kedalam ruang bakar dapat mengurangi kadar reaksi emisi karbon monoksida sebesar 51,97 %

Penelitian prediksi penyakit dengan data mining telah banyak dilakukan, diantaranya dilakukan oleh (Adrianto & Nurgiyatna, 2018) dalam aplikasi sistem pakar

Ketiga macam perkiraan waktu tersebut akan digunakan untuk menentukan waktu pelaksanaan suatu kegiatan yang disebut dengan Waktu Harapan (Wh) atau Expected Time dengan

Kedua, penelitian terapan (applied research) merupakan penelitian yang ditujukan untuk menganalisis penerapan disiplin ilmu ke aplikasi praktis. 2) Penelitian Unggulan lintas

Thomas Engel has taught chemistry for more than 20 years at the University of Washington, where he is currently Professor of Chemistry and Associate Chair for the Undergraduate

Untuk membantu peserta didik mengembangkan keahlian, mereka harus menginternalisasi pengetahuan atau kemampuan baru dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang baru

Manfaat yang akan diperoleh apabila organisasi di Indonesia menerapkan penilaian 360 derajat adalah semua penilaian yang diberikan oleh manager, bawahan, rekan sejawat,

Iz toga vizualnom inspekcijom podataka moˇ zemo do- biti ideju o tome za koje se vrijednosti kovarijate izgladivaˇ c ne´ ce ponaˇsati najbolje u smislu pristranosti i u kojem smjeru