• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbanyakan secara klonal ditujukan agar dihasilkan populasi progeni yang seragam dengan tanaman induk (tanaman asal). Eksplan yang baik digunakan untuk perbanyakan klonal adalah buku satu tunas karena bagian ini sudah memiliki bakal tunas yang sama dengan tanaman induknya dan dapat diinduksi multiplikasi tunasnya. Tunas dari embrio somatik yang diinduksi dari jaringan endosperma sulit diinduksi pemanjangan tunasnya, sehingga buku satu tunas sulit untuk diisolasi. Hal ini menyebabkan tunas pucuk digunakan sebagai eksplan untuk menginduksi

pembentukan tunas adventif yang dapat secara langsung terinduksi

pembentukannya pada pangkal tunas yang dilukai. Menurut Tambunan (2012), pembentukan tunas adventif secara langsung tanpa melalui pembentukan kalus, keragamannya relatif rendah dibanding regenerasi tidak langsung melalui pembentukan kalus.

Pengkulturan tunas pucuk yang berasal dari embrio somatik yang diinduksi dari jaringan endosperma pada dua media dasar yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Pertumbuhan tunas tidak seluruhnya menjadi tunas dan mengganda secara normal. Tunas pucuk yang ditumbuhkan pada media dasar MT memberikan persentase pembentukan tunas tidak normal yang tinggi (40.0%), lebih tinggi dibandingkan dengan tunas yang ditumbuhkan pada media dasar MS modifikasi vitamin MW (22.2%) (Gambar 7). Mikropropagasi jeruk umum menggunakan media dasar MT yang tersusun atas formulasi hara makro dan mikro yang sama dengan medium dasar MS tetapi konsentrasi vitaminnya 10 kali lebih tinggi dari formulasi vitamin medium MS. Medium MS yang dimodifikasi dengan vitamin MW, formulasi hara makro dan mikro yang sama dengan medium dasar MS tetapi formulasi vitaminnya diganti dengan vitamin MW. Formulasi vitamin MW lebih tinggi konsentrasi dan lebih lengkap dibandingkan dengan formulasi MS. Konsentrasi penambahan vitamin B pada formulasi vitamin MW lebih rendah daripada vitamin MT tetapi lebih lengkap karena ditambahkan Ca-panthothenate dan biotin. Kedua senyawa tersebut merupakan kofaktor dan koenzim bagi enzim yang berperan dalam sintesa protein simpanan yang diperlukan untuk perkembangan tunas.

Ketidaknormalan tunas juga disebabkan karena eksplan awal yang berasal dari embriogenesis somatik yang diinduksi dari jaringan endosperma. Endosperma berfungsi sebagai nourishing tissue dan pelindung kehidupan embrio pada awal perkembangannya. Sel-sel endosperma memiliki keragaman yang tinggi untuk menjamin kelangsungan hidup embrio dari berbagai cekaman yang dapat menghambat atau mematikan zigot/embrio (Cossegal et al. 2007). Keragaman ini menyebabkan standar deviasi yang tinggi pada setiap parameter dalam perlakuan yang sama. Hal ini menyebabkan respon yang berbeda pada sel-sel saat diregenerasikan, sehingga tunas yang terbentukpun memperlihatkan keragaman yang kadang-kadang ditandai dengan ketidaknormalan tunas.

Gambar 7. Persentase respon tunas in vitro jeruk Siam Simadu yang diregenerasikan dari jaringan endosperma pada formulasi media dasar MS modifikasi dan MT yang diperkaya dengan NAA, BA, Kinetin. Data disajikan dalam persentase rerata dari setiap perlakuan yang dicoba; VMW = media dasarMS (1962) modifikasi vitamin Morrel dan Weitmore (1951); MT= media dasar Tukey; N =NAA; B = BA-Benzil adenin; Kn = kinetin

Ketidaknormalan yang terjadi pada tunas adalah tunas tumbuh roset dan tidak membentuk buku, daun trifoliat, etiolasi, vitrous, dan pencoklatan yang terjadi secara cepat (Gambar 8) meskipun semua tunas ditumbuhkan pada formulasi media yang sama dengan lingkungan inkubasi yang sama pula.

Pembentukan kalus embriogenik pada pangkal tunas pucuk atau pada bagian yang terluka cukup tinggi dengan rerata pembetukan kalusnya diatas 20.0% yang terbentuk pada seluruh media perlakuan (Gambar 7). Hal ini terjadi karena eksplan berasal dari embriosomatik yang diinduksi dari jaringan endosperma sehingga kemampuan sel-selnya untuk embriogenesis cukup tinggi sehingga bagian yang luka dipulihkan dengan terbentuknya sel-sel yang embriogenik.

Gambar 8. Keragaman morfologi tunas yang diperbanyak secara klonal pada media perbanyakan

Pertumbuhan tunas yang normal memperlihatkan respon yang hampir sama, dengan pemanjangan tunas dan pembentukan buku yang lambat. Rerata pertambahan tinggi tunas tertinggi hanya, 1.01 cm diperoleh dari media dasar MT yang dikombinasikan dengan auksin (NAA) dan sitokinin (BA dan kinetin). Pada media ini juga pembentukan tunas adventif dan bukunya cukup tinggi, dengan rerata 1.60 untuk jumlah tunas adventif dan 2.70 untuk jumlah buku (Tabel 5). Kombinasi auksin dan sitokinin sangat dibutuhkan dalam media perbanyakan klonal karena peranan kedua ZPT ini sangat aktif dimana auksin berpengaruh terhadap pemanjangan sel sementara sitokinin berperan dalam pembelahan sel (Wattimena, 1988). Pada konsentrasi yang tepat, kombinasi auksin dan sitokinin akan menginduksi pembentukan tunas adventif, tunas aksilar dan pemanjangannya. Penambahan ZPT eksogen akan mempengaruhi keseimbangan ZPT endogen yang secara alami ada didalam jaringan tanaman.

Tabel 5. Respon tunas in vitro jeruk Siam Simadu yang diregenerasikan dari jaringan endosperma pada formulasi media dasar MS modifikasi dan MT yang diperkaya dengan NAA, BA, Kinetin

Media (mg L-1) Jumlah tunas tinggi tunas (cm) Jumlah daun Jumlah buku

VMWT+N0.1+Kn0.1 1.38±0.74 0.87±0.54 4.69±2.02 2.71±1.61

VMWT+N0.1+B0.1+Kn0.1 1.67±1.00 0.7±0.22 2.92±1.05 1.69±0.75

MT+N0.1+Kn0.1 1.50±1.07 0.79±0.35 3.13±0.99 2.25±1.04

MT+N0.1+B0.1+Kn0.1 1.60±0.89 1.01±0.49 3.97±1.71 2.70±0.84

Keterangan : data disajikan dalam rerata dengan standar deviasi dari setiap perlakuan yang dicoba; VMW = media dasar MS (1962) modifikasi vitamin Morrel dan Weitmore (1951); MT= media dasar Tukey; N =NAA; B = Benzil adenine- BA; Kn = kinetin

Perbanyakan klonal dapat dilakukan dengan menginduksi pertumbuhan tunas lateral yang meristemnya terletak pada buku, sehingga jumlah buku yang tinggi menguntungkan untuk perbanyakan klonal. Dalam perbanyakan klonal ini, jumlah buku tertinggi (2.71) diperoleh pada media dasar MS modifikasi vitamin MW dengan penambahan 0.1 mg L-1 NAA dan 0.1 mg L-1 kinetin, tetapi pertambahan tinggi tunasnya rendah sehingga ruasnya pendek. Pembentukan tunas adventif tertinggi diperoleh dari tunas yang ditanam pada media dasar MS modifikasi dengan penambahan 0.1 mg L-1 NAA, 0.1 mg L-1 BA dan 0.1 mg L-1 kinetin dengan rerata jumlah tunas adventif 1.67. Tunas adventif ini langsung terbentuk pada pangkal tunas sehingga diharapkan keragamannya rendah atau tidak ada karena terbentuk langsung tanpa pembentukan kalus. Pada C. aurantium kombinasi NAA konsentrasi rendah dan sitokinin (BA) dapat meningkatkan pembentukan tunas adventif (Marquez et al. 2011; Bahrany 2002) tetapi apabila konsentrasi NAA ditingkatkan maka pemanjangan tunas akan terhambat. Pada tunas jeruk yang diregenerasikan dari jaringan endosperma ternyata kombinasi auksin (NAA) dan sitokinin (BA dan kinetin) belum mampu menginduksi pembentukan tunas adventif dan pemanjangan tunas yang optimal.

Respon pertumbuhan tunas pada media dasar MT sedikit lebih baik dibandingkan dengan respon pertumbuhan tunas pada media dasar MS modifikasi vitamin MW, tetapi jumlah tunas tidak normalnya lebih tinggi dibanding media dasar MS modifikasi. Hal ini mendasari perbanyakan klonal dicoba kembali pada media dasar MS modifikasi vitamin MW yang dikombinasikan dengan sitokinin (kinetin) dan TDZ. Thidiazuron memiliki aktivitas seperti sitokinin dan pada tanaman aktivitasnya cukup kuat untuk menginduksi pembetukan/multiplikasi tunas tanaman berkayu (Huetteman dan Preece 1993; Wang et al. 2007). Hasil penelitian menunjukkan peningkatan rerata jumlah tunas yang normal, mencapai 81.8 % yang diperoleh dari tunas yang ditumbuhkan pada media dasar MS modifikasi yang dikombinasikan dengan 1 mg L-1 kinetin dan 0.1 mg L-1 TDZ (Gambar 9). Hasil ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya tetapi pembentukan kalus

embriogeniknya berkurang. Hasil yang berbeda terlihat pada respon pertumbuhan tunas normal. 81.8 76.9 18.2 27.3 23.1 30.8 0 15.4 0 20 40 60 80 100 TDZ 0.1+Kn 1 TDZ 0.1 Tunas normal Plantlet abnormal Kalus Akar

Gambar 9. Persentase tunas in vitro jeruk Siam Simadu normal, tidak normal, kalus dan akar pada tunas yang diregenerasikan dari jaringan endosperma pada

formulasi media dasar MS modifikasi yang diperkaya dengan 0.1 mg L-1

TDZ dan 1 mg L-1 Kinetin. TDZ= thidiazuron; Kn= kinetin

Respon pertumbuhan dari tunas yang ditumbuhkan pada media MS modifikasi yang diperkaya dengan kinetin dan TDZ memberikan hasil yang berbeda dibandingkan dengan media tanpa penambahan kinetin. Pada media dengan TDZ pembentukan tunas adventif meningkat, rerata tertinggi mencapai 2.2 (Tabel 6). Penambahan TDZ sering dilakukan untuk menginduksi pembentukan tunas adventif bila penambahan sitokinin tidak mampu menginduksinya (Sajid dan Aftab 2009; Sharma et al. 2009; Le et al. 1999). Thidiazuron merupakan senyawa yang memiliki aktivitas seperti sitokinin dan tidak mudah terdegradasi sehingga keberadaannya dalam jaringan tanaman lebih stabil.

Tabel 6. Respon tunas in vitro jeruk Siam Simadu yang diregenerasikan dari jaringan endosperma pada formulasi media dasar MS modifikasi yang diperkaya dengan 0.1 mg L-1 Thidiazuron dan 1 mg L-1 Kinetin

Media (mgL-1) Jumlah tunas tinggi tunas (cm) Jumlah daun Jumlah buku

VMW+ TDZ0.1+Kn1 2.2±1.6 0.8±0.5 3.3±1.5 2.3±1.2

VMW+TDZ0.1 2.2±1.3 0.8±0.4 4.1±1.9 2.9±1.5

Keterangan : data disajikan dalam rerata dengan standar deviasi dari setiap perlakuan yang dicoba; VMW = media dasar MS (1962) modifikasi vitamin Morrel dan Weitmore (1951); TDZ= Thidiazuron; Kn = kinetin

Pertumbuhan buku pada media dengan penambahan TDZ juga meningkat hingga mencapai rerata 2.9 (Tabel 6), sehingga untuk perbanyakan klonal selanjutnya dapat menggunakan buku. Meskipun demikian, pertambahan jumlah buku ini tidak diikuti dengan pertambahan tinggi tunas, sehingga ruas antar buku

pendek. Perbanyakan klonal dengan menggunakan buku satu tunas seperti ini perlu tahapan pemanjangan tunas sehingga ruasnya memanjang dan isolasi buku satu tunas menjadi lebih mudah.

KESIMPULAN

Perbanyakan klonal dari tunas yang diinduksi dari jaringan endosperma tidak dapat dilakukan dengan buku satu tunas karena ruas bukunya pendek. Perbanyakan klonal tunas yang diinduksi dari jaringan endosperma menggunakan tunas pucuk untuk menginduksi pembentukan tunas adventifnya secara langsung.

Penggunaan media dasar MT lebih tinggi menginduksi pembentukan tunas tidak normal. Pertumbuhan tunas normal dan pembentukan tunas adventif tertinggi diperoleh dari media MS modifikasi vitamin MW dengan penambahan 0.1 mg L-1 Thidiazuron dan 1 mg L-1 kinetin.

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN SITOLOGI TUNAS IN VITRO

Dokumen terkait