• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

Endosperma umumnya merupakan jaringan triploid pada Angiospermae, karena merupakan hasil proses fertilisasi ganda antara dua inti polar dengan satu sperma. Pada tanaman dikotil, jaringan endosperma umumnya terbentuk secara bertahap setelah berlangsungnya proses fertilisasi. Fertilisasi ini kemudian diikuti dengan pembelahan inti dari primary endosperm nucleus-inti endosperma primer tanpa diikuti pembentukan dinding sel. Pembentukan dinding sel pada jaringam endosperma berlangsung bertahap yang diawali pada daerah periferal dan diikuti oleh endosperma di bagian mikropil dan diakhiri di bagian kalaza dari kantung embrio (Berger 1999; Cossegal et al. 2007). Fungsi endosperma sebagai nourishing tissue bagi embrio menyebabkan keberadaan jaringan endosperma hanya berlangsung beberapa saat. Meskipun keberadaannya sesaat, jaringan endosperma dapat diinduksi untuk membentuk tanaman lengkap baik melalui regenerasi langsung maupun tidak langsung melalui pembentukan kalus.

Isolasi aseptik jaringan endosperm dari biji muda dapat dilakukan dengan bantuan mikroskop binokuler perbesaran 40x yang dimasukkan dalam laminar air flow cabinet. Hal ini perlu dilakukan karena jeruk memiliki poliembrio yang diperoleh dari jaringan nuselar dan berkembang pada jaringan endosperma mikropil. Pertumbuhan embrio-embrio nuselar tidak bersamaan tetapi bertahap, sehingga pada biji muda jeruk sering didapati beberapa embrio dengan berbagai tahapan perkembangan. Perbedaan perkembangan embrio ini mulai dari proembrio hingga embrio masak (tahap kotiledon), sehingga sulit memperoleh jaringan endosperma triploid yang benar-benar tidak tercampur dengan jaringan diploid dari embrio nuselar.

Respon jaringan endosperma jeruk Siam Simadu untuk membentuk kalus cukup tinggi. Induksi kalus pada media induksi kalus (Husni et al. 2010) dengan penambahan biotin, ekstrak malt atau kasein hidrolisat menghasilkan kalus yang embriogenik. Kepastian perolehan kalus triploid ditentukan dengan mengukur kandungan DNA pada inti sel dari kalus embriogenik yang diperoleh. Hasil pengukuran menunjukkan tingkatan ploidi miksoploid, yang merupakan campuran dari populasi sel haploid, diploid dan triploid. Hal ini menyebabkan regeneran/planlet yang diperoleh berbeda-beda tingkat ploidinya.

Populasi tanaman/planlet yang diperoleh dari regenerasi populasi sel embriogenik yang miksoploid perlu diseleksi dengan mengamati keragaman sitologi dan morfologi yang dapat mengindikasikan tingkat ploidinya. Keragaman sitologi untuk melihat tingkat ploidi tanaman dapat dilakukan dengan mengukur kandungan DNA pada inti sel flow cytometry dan menghitung jumlah kromosom pada inti sel.

Teknik ini sangat akurat tetapi biayanya cukup mahal dan khusus pada penghitungan jumlah kromosom memerlukan keahlian khusus. Karakter morfologi yang dapat diamati untuk menunjukkan tingkat ploidi antara lain morfologi stomata, daun, bunga dan polen.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keragaman sitologi dan morfologi populasi tunas normal yang diregenerasikan dari jaringan endosperma serta mengelompokkannya berdasarkan tingkat ploidinya.

BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan dalam tahap penelitian ini adalah 52 tunas in vitro yang diperoleh dari regenerasikan jaringan endosperma jeruk Siam Simadu. Tunas disubkultur 3 kali dengan rentang waktung 6 minggu.

Metode Penelitian

Pengamatan keragaman populasi tunas in vitro dilakukan terhadap: 1) Sitologi dari tunas in vitro yang diregenerasikan dari jaringan endosperma, dan 2) Morfologi tunas dan daun dari tunas in vitro yang sudah ditentukan tingkat ploidi. Keragaman sitologi tunas in vitro yang diregenerasikan dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu

Pengamatan sitologi dilakukan terhadap tingkat ploidi dan jumlah kromosom setiap tunas yang diamati. Penentuan tingkat ploidi dilakukan dengan menggunaka sampel daun in vitro dengan ukuran ± 0.5 cm2, yang dianalisa tingkat ploidinya dengan flow cytometry (Cyflow, Partec, Munster, Germany).

Penghitungan jumlah kromosom dilakukan dengan metode squash pada ujung akar in vitro setiap tunas yang diamati. Penghitungan jumlah kromosom dilakukan pada 4 sel dari setiap preparat ujung akar.

Keragaman morfologi tunas dan daun in vitro yang diregenerasikan dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu

Pengamatan dilakukan terhadap tunas yang sudah ditentukan tingkat ploidi dan dikelompokkan berdasarkan tingkatan ploidinya. Pengamatan dilakukan pada morfologi daun, densitas stomata, rasio panjang dan lebar stomata serta jumlah kloroplas pada sel penjaga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaman sitologi tunas in vitro yang diregenerasikan dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu

Keragaman sitologi dilihat dengan mengamati tingkat ploidi dan jumlah kromosom. Tingkat ploidi ditentukan dengan mengukur kandungan DNA inti sel. Penentuan tingkat ploidi dilakukan dengan membandingkan pengukuran kandungan DNA dari tanaman jeruk Siam Simadu diploid dengan tunas in vitro yang diregenerasikan dari jaringan endosperma. Tanaman jeruk Siam Simadu yang

digunakan sebagai tanaman kontrol merupakan tanaman asal dari jaringan endosperma yang digunakan dalam kultur endosperma.

Hasil pengukuran kandungan DNA dari daun tanaman control jeruk Siam Simadu menunjukkan nilai mean – x 201.19±5.91 pada sumbu FL-fluorescens. Pada pengukuran kandungan DNA dari daun tunas in vitro yang diregenerasikan dari jaringan endosperma menunjukkan rentang nilai mean-x yang cukup jauh, mulai dari 64.2±20.33 sampai 271.34 ± 9.72 (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa pada populasi tunas yang diukur kandungan DNA intinya terdapat tunas yang haploid (nilai mean < 201.19±5.91), diploid (nilai mean– x 201.19±5.91) dan tunas triploid (nilai mean– x > 201.19±5.91). Dari seluruh tunas yang diukur diperoleh 21 tunas haploid (40.38%), 11 tunas diploid (21.15%) dan 20 tunas triploid (38.46%).

File: Kontrol Date: 26-09-2012 Time: 14:58:50 Particles: 2728 Acq.-Time: 50 s

0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100 FL1 - co u nts 0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100 FL1 - co u nts RN1 partec CyFlow Jeruk Siam Simadu diploid (kontrol)

Tunas haploid Tunas diploid Tunas triploid

0 200 400 600 800 0 20 40 60 80 FL1 - co u n ts 0 200 400 600 800 0 20 40 60 80 FL1 - co u n ts RN1 0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100 FL1 - co un ts 0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100 FL1 - co un ts RN1 0 200 400 600 0 20 40 60 80 100 FL1 - co un ts 0 200 400 600 0 20 40 60 80 100 FL1 - co un ts RN1

Gambar 10. Keragaman kandungan DNA inti sel pada tunas in vitro haploid, diploid dan triploid yang diregenerasikan dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu yang ditentukan dengan flow cytometry (Cyflow, Partec)

Kepastian tingkat ploidi dari tunas yang diregenerasikan dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu ditentukan dengan menghitung jumlah kromosom dari tunas yang sudah diukur kandungan DNA intinya. Penghitungan jumlah kromosom dapat dilakukan pada jaringan meristem yang aktif membelah. Jaringan meristem terdapat pada pucuk dan ujung akar, tetapi lebih mudah diisolasi dari ujung akar. Tanaman jeruk Siam Simadu sumber jaringan endosperma digunakan sebagai kontrol diploid dalam penghitungan jumlah kromosom. Jumlah kromosom tanaman kontrol diploid dilakukan dari ujung akar tanaman yang ditanam di kamar kaca. Ujung akar tunas in vitro, biasanya lebih keras dari ujung akar tanaman di tanah sehingga isolasi sel-selnya lebih sulit dan menyebabkan standar deviasi yang tinggi dalam penghitungan jumlah kromosomnya. Penghitungan jumlah kromosom pada tanaman jeruk diploid jeruk Siam Simadu menunjukkan bahwa jumlah kromosom 2n=2x= 18.05. Hasil penghitungan jumlah kromosom yang dihitung dari

5 tunas haploid menunjukkan rerata jumlah kromosom 9.30 (2n=x=9.30). Dari sejumlah sel yang sama dari 5 tunas diploid diperoleh jumlah kromosom dengan rerata 17.35 (2n=2x=17.35), sedangkan tunas triploid rerata jumlah kromosomnya 26.40 (2n=3x=26.40) (Tabel 7, Gambar 11).

Tabel 7. Rerata jumlah kromosom pada tunas yang diregenrasikan dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu

Tingkat ploidi Jumlah kromosom

Kontrol diploid 18.05±0.85

Haploid 9.30±1.13

Diploid 17.35±1.60

Triploid 26.40±1.85

Keterangan : Kontrol diploid = Tanaman jeruk Siam Simadu diploid di kamar kaca;

Diploid=Tunas diploid yang diregenerasikan dari jaringan ndosperma; Triploid=Tunas triploid yang diregenerasikan dari jaringan endosperma;

Haploid=Tunas in vitro yang diregenerasikan dari jaringan endosperma

Jeruk Siam Simadu diploid (kontrol)

Tunas haploid Tunas diploid Tunas triploid

Gambar 12. Keragaman jumlah kromosom pada tunas in vitro haploid, diploid dan triploid yang diregenerasikan dari jaringan endosperma jeruk Siam

Simadu yang dilakukan dengan metode squash

Hasil penghitungan jumlah kromosom menunjukkan bahwa sel dari tunas haploid hanya memiliki satu set kromosom dengan 2n=x= 9.3, meskipun hasil pengukuran kandungan DNA inti nilainya tidak setengah dari tanaman kontrol diploidnya. Pada tunas in vitro diploid yang diregenerasikan dari kultur jaringan endosperma menunjukkan jumlah kromosom yang relatif sama dengan tanaman

kontrol jeruk diploid dengan jumlah kromosom 2n=2x=17.35. Tunas in vitro triploid menunjukkan jumlah kromosom yang meningkat 3 kali dibandingkan dengan tanaman haploid yaitu 2n=3x=26.40, meskipun tunas yang diukur dengan flow cytometry menunjukkan nilai mean-x-nya hanya meningkat sedikit dibanding tanaman kontrol diploidnya. Hasil ini menunjukkan bahwa penentuan tingkat ploidi dengan mengukur kandungan DNA pada inti sama akuratnya dengan menghitung jumlah kromosom inti secara langsung. Akurasi yang tinggi penentuan tingkat ploidi dengan mengukur kandungan DNA inti juga diperoleh pada pengukuran hasil persilangan strawberry diploid dan oktoploid (Rho et al. 2012). Keragaman morfologi tunas dan daun in vitro yang diregenerasikan dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu

Keragaman populasi tunas yang diinduksi dari jaringan endosperma sangat beragam. Tunas yang diisolasi dari planlet yang diinduksi dari jaringan endosperma memperlihatkan keragaman meskipun sudah disubkultur tiga kali pada media tanpa penambahan ZPT. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh aktivitas ZPT terhadap pertumbuhan dan perkembangan tunas. Tetapi pada beberapa tunas pertumbuhannya lebih cepat dan beberapa tunas lain pertumbuhannya lebih lambat dan tidak dipengaruhi oleh tingkat ploidi (Gambar 13). Pada umumnya tunas-tunas yang ditumbuhkan pada media tanpa penambahan ZPT tidak mampu membentuk tunas adventif maupun tunas aksilar, tetapi 2 nomor tanaman haploid dan 4 nomor tunas triploid mampu membentuk tunas adventif, walaupun pertumbuhannya lambat. Keragaman tunas pada tunas haploid dan triploid cukup tinggi, setiap nomor memperlihatkan perbedaan pertumbuhan.

Keragaman tunas yang dihasilkan dari biakan kultur endosperma yang sama dapat menghasilkan tunas dengan tingkat ploidi yang berbeda, seperti pada biakan ensiam13ph (Gambar 13). Biakan ini berasal dari satu endosperma yang sama,

diinduksi pembentukan kalusnya pada media MS dengan penambahan 3 mg L-1 BA

dan 500 mg L-1 ekstrak malt kemudian kalus embriogeniknya disubkultur pada media pendewasaan yaitu media MS tanpa penambahan ZPT dengan konsentrasi phytagel 3 g L-1. Embrio somatik yang dihasilkan dan berhasil berkecambah membentuk tunas yang normal dinomori, satu nomor untuk satu embrio somatik. Populasi embrio somatik yang normal yang dihasilkan dari biakan ini ternyata memiliki tingkatan ploidi yang berbeda, yaitu haploid, diploid dan triploid. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan endosperma yang dikulturkan terkontaminasi oleh jaringan embrio nuselar (diploid) yang tidak terpisahkan dan sel-sel haploid yang tidak terdegradasi setelah fertilisasi ganda dan sel-sel haploid tersebut bermultiplikasi. Pada kultur jaringan endosperma hasil fertilisasi ganda, sel-sel haploid yang mengkontaminasi dapat berasal dari sel-sel antipodal atau sel sinergid yang tidak terdegradasi setelah berlangsugnya fertilisasi.

Tunas dari kecambah embrio nuselar

Tunas haploid Tunas diploid Tunas triploid

ensiam13ph2 ensiam13ph14/13 ensiam13ph1

Gambar 13. Keragaman morfologi tunas in vitro haploid, diploid dan triploid yang diregenerasikan dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu pada media tanpa penambahan ZPT dan sudah dilakukan tiga kali sub kultur Pada tunas haploid, keragaman bentuk daun dibandingkan dengan tunas kontrol diploid, bervariasi dalam 3 kelompok yaitu bulat tipis, panjang tipis dan panjang tebal. Keragaman bentuk daun pada tunas triploid dapat dibedakan menjadi 6 kelompok bentuk daun yaitu bulat tipis, bulat tebal, panjang sempit tebal, panjang sempit tipis, panjang lebar tebal, dan panjang lebar tipis. Berdasarkan hasil pengamatan bentuk dan ketebalan daun, keragaman morfologi daun dari tunas in vitro yang diinduksi dari jaringan endosperma tidak dipengaruhi oleh tingkat ploidi (Gambar 14). Pada tanaman Dendranthema nankingense, ukuran, ketebalan dan warna daun bernilai lebih pada tanaman tetraploid dibanding tanaman diploidnya (Liu et al. 2011) juga pada tanaman Damnacanthus (Naiki et al. 2004). Keragaman tunas dan morfologi daun dari populasi tunas haploid dan triploid jeruk Siam Simadu disebabkan oleh keragaman dari jaringan eksplan yang dikulturkan. Hal yang sama juga terlihat pada tunas Anthurium haploid dan triploid yang diregenerasikan dari antera (Winarto et al., 2010).

Populasi tunas haploid yang diperoleh dari kultur jaringan endosperma jeruk Siam Simadu diduga diperoleh dari sel-sel antipodal yang tidak terdegradasi setelah fertilisasi ganda terjadi. Hal ini terjadi karena pada jeruk Siam Simadu, jaringan endosperma tidak langsung terbentuk, sehingga antipodal tidak terdegradasi tetapi bermultiplikasi sebagai cadangan sebelum endosperma terbentuk, hal yang sama juga terjadi pada beberapa species Fabaceae (Riahi, 2003).

Tunas kecambah in vitro embrio nuselar (tipis)

Tunas haploid Tunas diploid Tunas triploid

ensiam13ph2(tipis) en3siam13ph14/13 (tebal) Ensiam13ph1 ( tebal) S54-2 (tebal) en1ph1(tipis)

S12-3 (tipis) S12-7(tipis) s57-2 ( tebal)

en3siam11glu1 (tebal)

S61-8 (tipis) en3ph1(tipis) S73-3 (tipis)

Gambar 14. Keragaman morfologi daun in vitro haploid, diploid dan triploid yang diregenerasikan dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu pada media tanpa penambahan ZPT dan sudah dilakukan tiga kali sub kultur Sel-sel antipodal yang secara alami mampu bermultiplikasi, sehingga dikulturkan pada media induksi kalus kemampuan multiplikasinya tinggi dan menyebabkan populasi sel haploid dalam biakan cukup tinggi.

Populasi tunas triploid menunjukkan keragaman tunas dan morfologi daun yang tinggi dibandingkan dengan populasi tunas haploid dan diploid. Hal ini diduga karena endosperma sebagai jaringan pelindung dan pemberi makan embrio memiliki keragaman yang tinggi antar selnya, sehingga populasi sel triploid yang diperoleh juga beragam dan embrio somatik yang diinduksi dari jaringan ini pun menunjukkan keragaman yang tinggi pula. Keragaman ini juga dipertinggi karena

tunas diregenerasikan secara tidak langsung, melalui pembentukan kalus yang dapat menginduksi keragaman.

Pada tunas diploid, pertumbuhan tunas dan morfologi daunnya lebih menyerupai tanaman diploid. Hal ini diduga karena tunas diploid diperoleh dari embrio nuselar yang terbawa pada saat jaringan endosperma dikulturkan sehingga sifatnya sama dengan tanaman kontrol diploid. Embrio nuselar ini tidak dapat diisolasi dari endosperma yang dikulturkan karena baru dalam tahap perkembangan proembrio (kurang dari 16 sel) sehingga tidak dapat dilihat dengan mikroskop binokular dengan perbasaran 40 kali yang digunakan untuk mengisolasi endosperma.

Keragaman tunas yang diregenerasikan dari jaringan endosperma juga terlihat pada bentuk stomata (ditunjukkan dengan rasio panjang dan lebar stomata)

dan densitas stomata/mm2 daun. Meskipun beragam ternyata keragaman morfologi

stomata pada populasi tunas yang diinduksi dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu tidak dipengaruhi oleh tingkat ploidi dari tunas. Densitas stomata pada daun tunas in vitro haploid dan triploid relatif sama, berturut-turut 7.17 dan 7.41 (Tabel 8).

Tabel 8. Rerata jumlah kloroplas sel penjaga, rasio panjang dan lebar serta densitas stomata pada tunas yang diregenrasikan dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu Tingkat ploidi Jumlah kloroplas sel penjaga Rasio P/L stomata Densitas stomata (/mm2) Kontrol diploid 11.43±1.25 1.19±0.08 5.69±0.91 Haploid 6.77±0.90 1.21±0.06 7.17±3.99 Diploid 10.60±1.10 1.10±0.07 6.61±4.30 Triploid 20.17±2.09 1.24±0.24 7.41±2.44 Keterangan : Kontrol diploid = Tanaman jeruk siam simadu diploid di kamar kaca; Diploid=Tunas diploid yang diregenerasikan dari jaringan endosperma; Triploid=Tunas triploid yang diregenerasikan dari jaringan endosperma; Haploid=Tunas haploid yang diregenerasikan dari jaringan endosperma; P= Panjang stomata; L = Lebar stomata

Densitas pada tunas triploid dan haploid ini lebih rapat dibandingkan dengan tunas in vitro diploid baik tunas diploid kontrol maupun tunas diploid yang diregenerasikan dari kultur endosperma. Bentuk stomata, yang diukur dengan rasio panjang dan lebar stomata juga tidak dipengaruhi oleh ploidi dari tunas in vitro yang diamati. Pada tunas triploid dan haploid, rata-rata stomata berbentuk lebih panjang dibandingkan dengan bentuk stomata tunas in vitro diploid kontrol maupun yang diregenerasikan dari kultur endosperma. Pada beberapa spesies tanaman rasio panjang dan lebar stomata serta densitasnya dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat ploidi dari tanaman Dendranthema nankingense (Liu et al. 2011), crape (Ye et al. 2010), labu (Guo dan Wang, 2004), anggur (Zhang et al. 2005). Pada populasi tunas jeruk Siam Simadu yang diinduksi dari jaringan endosperma, rasio

panjang dan lebar stomata serta densitasnya tidak dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat ploidi tunasnya. Hal yang sama juga terjadi pada tanaman Anthurium yang diregenerasikan dari antera (Winarto et al. 2010)

Standar deviasi pada rerata densitas stomata tunas triploid dan haploid cukup tinggi menunjukkan bahwa keragaman densitasnya tinggi pada tunas dengan tingkatan ploidi yang sama. Keragaman ini diduga karena jaringan endosperma yang dikulturkan sel-selnya beragam, sehingga keragamannya juga tercermin pada stomata.

Berbeda dengan densitas kromosom dan rasio panjang dan lebar stomata, jumah kloroplas pada sel penjaga stomata dipengaruhi oleh tingkat ploidi. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata seiring dengan peningkatan jumlah kromosom pada tunas yang diamati. Jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata tunas haploid rerata jumlahnya 6.77, tunas diploid 11.43 (kontrol) dan 10.6 (regeneran diploid dari kultur endosperma) dan tunas triploid memiliki rerata jumlah kloroplasnya mencapai 20.17. Ukuran kloroplas pada sel penjaga juga dipengaruhi oleh tingkat ploidi, peningkatan ploidi menurunkan ukuran kloroplas pada sel penjaga stomata. Jumlah kloroplas cukup akurat untuk menentukan tingkat ploidi tanaman, pada tanaman Brassica akurasinya mencapai 90% (Yuan et al. 2012) dan 93 % pada tanaman Anthurium (Winarto et al. 2010).

Pada sel penjaga stomata tunas haploid, kloroplasnya berukuran besar tetapi jumlahnya sedikit. Ukuran kloroplas berkurang dengan meningkatnya ploidi tunas, pada tunas diploid kloroplasnya lebih kecil dari kloroplas haploid tetapi masih lebih besar dibanding kloroplas triploid (Gambar 15). Pada sel penjaga stomata triploid, kloroplas berukuran sangat kecil sehingga sulit menghitungnya meskipun dengan perbesaran 1000 kali. Pada tanaman herba seperti Brassica, Crape dan Anthurium, kloroplas dapat diamati dengan mudah pada perbesaran 400 kali (Yuan et al. 2012; Winarto et al. 2010; Ye et al 2010), sehingga perbedaan ukuran kloroplas cukup jelas terlihat. Pada tanaman berkayu, dalam hal ini tanaman jeruk Siam Simadu, ukuran kloroplasnya sangat kecil sehingga lebih sulit untuk mengamatinya.

Jeruk Siam Simadu Diploid

Tunas Haploid

Tunas Diploid

Tunas Triploid

Gambar 29. Keragaman morfologi stomata daun in vitro haploid, diploid dan triploid yang diregenerasikan dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu pada media tanpa penambahan ZPT dan sudah dilakukan tiga kali sub kultur

Hasil pengamatan sitologi dan morfologi pada populasi tunas yang diregenerasikan dari jaringan endosperma menunjukkan bahwa penentuan tingkat ploidi selain dilakukan dengan mengukur kandungan DNA inti dan jumlah kromosom pada inti sel tanaman, juga dapat dilakukan dengan menghitung jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata. Hal ini dapat dilakukan karena jumlah kloroplas dipengaruhi oleh tingkat ploidi dari tunasnya. Bentuk (rasio panjang dan lebar) dan

10x40 10x100 10x40 10x100 10x40 10x40 10x100 10x100

densitas stomata tidak dapat digunakan sebagai penentu ploidi karena bentuk dan densitas stomata tidak dipengaruhi oleh tingkatan ploidi dari tunas yang diamati.

KESIMPULAN

Lima puluh dua tunas yang diregenerasikan dari jaringan endosperma jeruk siam simadu yang diukur tingkat ploidi dan jumlah kromosom, menunjukkan 21 tunas haploid 2n=x=9.30±1.13 (40.38%), 11 tunas diploid 2n=2x=17.35±1.60 (21.15%) dan 20 tunas triploid 2n=3x=26.40±1.85 (38.46%). Penentuan tingkat ploidi dapat dilakukan dengan menghitung jumlah kromosom, kandungan DNA inti dan jumlah kloroplas pada sel penjaga. Jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata tunas haploid 6.77±0.90, tunas diploid 10.60±1.10 dan tunas triploid 20.17±2.09.

Keragaman yang terdapat pada populasi tunas yang diperoleh dari kultur jaringan endosperma disebabkan heterogenitas dari sel-sel endosperma dan dipertinggi dengan sistem regenerasi tidak langsung, melalui pembentukan kalus.

Dokumen terkait