• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fermentabilitas Ransum Bersuplemen Kromium dan Lingzhi di dalam Rumen

Konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) Total

Volatile Fatty Acid (VFA) merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan sumber energi utama asal rumen. Selain VFA, fermentasi karbohidrat dalam rumen menghasilkan CO2 dan CH4 (McDonald et al., 2002). Hasil pengukuran konsentrasi VFA total pada ransum perlakuan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Konsentrasi VFA Total Ransum Perlakuan

Jenis Ternak Ransum Kelompok Rataan±SD 1 2 3 4 --- (mM) --- Sapi R1 114,0±6,5 95,0±4,6 141,5±1,4 165,7±3,8 129,0±31,0a Perah R2 169,0±12,3 128,5±3,8 176,4±2,4 164,2±0,5 159,5±21,3b R3 171,1±0,5 150,9±3,2 148,6±14,3 166,2±2,9 159,2±11,1b R4 143,9±2,3 144,7±3,7 149,4±5,1 111,0±3,2 137,2±17,6a R5 98,8±6,4 135,1±9,4 104,6±20,9 96,8±3,5 108,8±17,8 a Rataan±SD 139,4±32,4 130,8±21,8 144,1±25,8 140,8±34,0 138,6±21,4 Domba R1 124,0±5,9 131,9±2,9 149,9±3,6 133,6±9,0 134,8±10,9a R2 166,6±2,2 119,5±2,6 140,7±12,9 125, 0±3,2 137,9±21,1b R3 154,5±2,8 137,3±3,8 143,3±4,8 156,8±0,4 147,9±9,2b R4 127,0±3,5 105,4±2,8 104,3±2,6 113,8±2,9 112,6±10,4a R5 138,5±15,7 134,9±0,9 113,6±2,0 104,5±6,0 122,9±16,4a Rataan±SD 142,1±18,2 125,8±13,3 130,4±20,1 126,7±20,1 131,2±13,7

Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01); R1=Ransum Basal (kontrol), R2=R1+Cr Organik (3 ppm), R3=R1+Cr Anorganik (3 ppm), R4=R1+Lingzhi, R5= R1+Lingzhi+Cr Organik (3 ppm)

Dalam penelitian ini pengambilan cairan rumen sebagai inokulum dilakukan pada periode waktu yang berbeda pada ternak yang sama. Periode waktu pengambilan yang berbeda ini dapat menyebabkan perbedaan jumlah populasi mikroba yang terdapat di dalam rumen sehingga mempengaruhi fermentabilitas ransum yang diberikan. Perbedaan periode pengambilan cairan rumen tidak nyata

mempengaruhi konsentrasi VFA total yang dihasilkan. Hal ini diduga disebabkan oleh pakan yang diberikan tidak mempengaruhi populasi mikroorganisme di dalam rumen. Pertumbuhan mikroorganisme rumen sangat dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Faktor yang mempengaruhi populasi mikroba rumen secara umum ditentukan oleh tipe makanan yang dikonsumsi ternak (Arora, 1995).

Perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi VFA total ransum. Perlakuan R2 dan R3 nyata lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan perlakuan R1, R4 dan R5 pada ransum sapi perah, begitu pula dengan ransum domba (Tabel 3). Rataan produksi VFA total ransum perlakuan berkisar antara 108,8 – 159,5 mM. Konsentrasi tersebut sesuai dengan pernyataan Suryapratama (1999) yang menyebutkan bahwa kisaran optimum produksi VFA total bagi kelangsungan hidup ternak ruminansia (inang mikroba rumen) yaitu antara 80 – 160 mM. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi Cr organik dan Lingzhi memberikan asupan energi yang optimal bagi ternak.

Konsentrasi VFA total sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi pada perlakuan R2 dibandingkan dengan ransum kontrol. Hal ini berarti dengan suplementasi Cr organik hasil fermentasi pada pakan sumber serat (tandan sawit) dengan fungi Ganoderma lucidum mampu meningkatkan konsentrasi VFA total. Kondisi ini diduga disebabkan oleh kandungan lignin yang terdapat pada tandan sawit telah terdegradasi oleh fungi

Ganoderma lucidum sehingga karbohidrat yang berasal dari pakan sumber serat tersebut lebih mudah difermentasi oleh mikroba rumen. Kemampuan Ganoderma lucidum dalam mendegradasi lignin disebabkan adanya enzim laccase (D’Souza et al., 1996).

Dengan peningkatan produksi total VFA dalam ransum yang disuplementasi mineral Cr menunjukkan bahwa Cr esensial bagi ternak terutama dalam mikroba rumen. Muktiani (2002) menyebutkan bahwa meskipun belum diketahui dengan pasti fungsi Cr bagi mikroba rumen, namun dari hasil penelitian sebelumnya diduga bahwa berhubungan erat dengan penyediaan energi dan sintesis protein. Hal ini didasarkan pada fungsi kerja Cr dalam transport gula pada sel ragi. Dengan terjaminnya penyerapan Cr organik oleh mikroba rumen maka penyerapan monosakarida sebagai suplai energi dan kerangka karbon bagi mikroba akan

meningkat. Hal ini terlihat dengan meningkatnya konsentrasi VFA total dibandingkan kontrol.

Berdasarkan Tabel 3 terjadi peningkatan konsentrasi VFA total pada ransum yang disuplementasi Cr baik organik (R2) maupun anorganik (R3), namun menurun ketika ransum disuplementasi dengan Lingzhi. Hal yang sama juga dinyatakan Jayanegara (2003) yang menyebutkan bahwa terjadi peningkatan produksi VFA total secara signifikan pada ransum yang diberi suplemen Cr, baik organik maupun anorganik. Konsentrasi VFA total menurun ketika ransum ditambahkan fungi

Rhizopus sp. tanpa suplemen Cr. Konsentrasi VFA total yang menurun dengan suplementasi Lingzhi diduga disebabkan oleh terhambatnya penyerapan polisakarida yang terkandung di dalamnya oleh mikroba rumen. Hal ini menghambat proses fermentasi sehingga VFA sebagai produk utama fermentasi karbohidrat menjadi rendah dan menyebabkan ketersediaan energi bagi mikroba rumen menurun.

Konsentrasi VFA total perlakuan R4 pada ransum ternak sapi perah tidak berbeda nyata dengan kontrol, namun terdapat kecenderungan terjadi peningkatan produksi VFA (129,0 vs 137,2 mM). Hal ini mengindikasikan bahwa suplementasi Lingzhi dalam ransum dapat menyediakan energi yang optimal bagi mikroba rumen. Tingginya VFA yang dihasilkan menggambarkan tingginya pula fermentabilitas pakan yang terjadi di dalam rumen. Peningkatan (akumulasi) produksi VFA total disebabkan tidak adanya pengeluaran VFA melalui penyerapan dalam sistem in vitro

dan VFA hanya dimanfaatkan oleh mikroba rumen (Silalahi, 2003).

Kombinasi suplementasi Cr organik dan Lingzhi (R5) menghasilkan VFA total yang tidak berbeda nyata dengan kontrol pada kedua jenis ransum ternak. Konsentrasi VFA total perlakuan R5 masih memenuhi kisaran optimum konsentrasi VFA bagi kelangsungan hidup mikroba rumen (138,6 dan 131,2 mM). Hal tersebut mengindikasikan bahwa R5 mampu menyediakan energi yang optimum bagi mikroba rumen.

Konsentrasi Amonia (NH3)

Amonia adalah sumber nitrogen yang utama dan sangat penting untuk sintesis protein mikroba rumen. Konsentrasi amonia di dalam rumen merupakan suatu besaran yang sangat penting untuk dikendalikan karena sangat menentukan optimasi

pertumbuhan mikroba rumen. Sekitar 80% mikroba rumen dapat menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhannya (Arora, 1995).

Respon perlakuan terhadap konsentrasi NH3 tidak memberikan perbedaan yang nyata. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai konsentrasi NH3 rumen cenderung menurun dibandingkan dengan kontrol pada ransum yang disuplementasi mineral Cr maupun Lingzhi. Namun cenderung terjadi peningkatan pada ransum sapi perah yang disuplementasi Cr organik meskipun tidak berbeda nyata dengan kontrol. Konsentrasi NH3 pada penelitian ini berkisar antara 10,3 – 13,9 mM. Nilai konsentrasi NH3 yang diproduksi pada semua perlakuan mendukung pernyataan McDonald et al. (2002) yang menyebutkan kisaran optimum NH3 bagi pertumbuhan mikroba rumen yaitu 6 – 17,65 mM. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa rataan NH3 yang dihasilkan tiap kelompok cairan rumen sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh periode waktu pengambilan cairan rumen yang berbeda sehingga jumlah populasi mikroba di dalamnya juga berbeda.

Tabel 4. Konsentrasi Amonia (NH3) Ransum Perlakuan

Jenis Ternak Ransum Kelompok Rataan±SD 1 2 3 4 --- (mM) --- Sapi R1 15,1±2,0 12,9±1,4 8,9±0,4 13,7±0,1 12,6±2,7 Perah R2 17,4±0,9 12,8±0,2 10,4±0,1 15,2±0,4 13,9±3,0 R3 12,6±9,6 13,5±0,6 9,4±0,2 15,1±0,5 12,7±2,4 R4 7,7±2,2 16,3±2,9 9,2±0,4 11,1±0,8 11,0±3,7 R5 11,9±2,1 12,9±1,7 9,5±0,9 12,1±0,9 11,6±1,5 Rataan±SD 12,9±3,6 13,7±1,5 9,5±0,6 13,4±1,8 12,4±2,0 Domba R1 15,3±1,2 16,1±0,4 8,4±0,5 14,5±1,7 13,6±3,0 R2 12,0±2,0 11,5±1,4 7,0±0,9 10,9±0,4 10,3±2,0 R3 17,0±0,9 12,8±0,7 6,2±0,4 9,1±0,4 11,3±4,1 R4 15,4±0,4 12,6±1,6 8,2±0,8 15,8±1,6 13,0±3,0 R5 15,3±0,2 12,7±0,9 6,5±1,7 13,0±0,8 11,9±3,2 Rataan±SD 15,0±1,8 13,1±1,7 7,3±1,0 12,6±2,7 12,0±3,3

Keterangan : R1=Ransum Basal (kontrol), R2=R1+Cr Organik (3 ppm), R3=R1+Cr Anorganik (3 ppm), R4=R1+Lingzhi, R5= R1+Lingzhi+Cr Organik (3 ppm)

Konsentrasi NH3 pada ransum domba yang disuplementasi dengan Lingzhi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suplementasi lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan protein yang terdapat pada Lingzhi sehingga konsentrasi NH3 yang dihasilkan juga cukup tinggi. Protein pakan di dalam rumen akan mengalami proteolisis oleh enzim mikroba rumen menjadi oligopeptida dan asam amino, selanjutnya keduanya akan mengalami deaminasi dan menghasilkan asam keto-α, CO2, VFA dan NH3 (McDonald et al., 2002). Sutardi (1977) menyatakan bahwa 82% mikroba rumen membutuhkan N-NH3 untuk mensintesis protein tubuhnya, oleh karena itu sebagian besar asam amino dirombak menjadi NH3.

Gula terlarut (monosakarida) yang terdapat dalam rumen dimanfaatkan oleh mikroba untuk menghabiskan amonia (Arora, 1995). Jika mikroba dalam rumen kekurangan energi maka daya serap amonia oleh mikroba rumen menjadi terbatas. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa ketika ransum disuplementasi dengan Cr terjadi peningkatan produksi VFA total serta penurunan konsentrasi NH3. Hal ini juga dibuktikan Jayanegara (2003) dengan meningkatnya VFA serta menurunnya NH3 pada ransum yang disuplementasi mineral Cr. Penurunan NH3 tersebut diduga akibat penyerapan NH3 oleh mikroba rumen untuk sintesis protein tubuhnya.

Pada penelitian ini, konsentrasi NH3 dan VFA total dilakukan setelah 3 jam masa inkubasi. Hal ini dilakukan sesuai dengan pernyataan Hungate (1966) yang menyatakan bahwa konsentrasi NH3 rumen mulai terakumulasi setelah masa inkubasi 3 jam. Pada kondisi tersebut diduga bahwa sintesis protein mikroba mulai konstan sehingga penyerapan NH3 berkurang.

Kecernaan in vitro Ransum Bersuplemen Kromium dan Lingzhi Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK)

Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan makanan menjadi butir-butir atau partikel kecil, atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil. Selain itu, pada ruminansia, pakan juga mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif sehingga menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya (Sutardi, 1980).

Respon perlakuan terhadap koefisien cerna bahan kering (KCBK) tidak berbeda nyata. Hasil perhitungan KCBK ransum perlakuan disajikan pada Tabel 5.

Suplementasi Cr organik maupun Lingzhi nyata (P<0,05) menghasilkan KCBK ransum domba yang lebih tinggi dibandingkan ransum sapi perah. Secara umum, suplementasi Cr organik dan Lingzhi pada ransum domba memberikan nilai KCBK yang lebih tinggi dibandingkan ransum sapi perah. Hal ini disebabkan oleh komposisi ransum yang berbeda antara sapi perah dan domba. Ransum domba memiliki perbandingan jumlah konsentrat yang lebih banyak dibandingkan ransum sapi perah. Umumnya konsentrat lebih mudah dicerna dibandingkan hijauan sehingga nilai KCBK ransum domba yang dihasilkan lebih tinggi daripada ransum sapi perah. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa periode kelompok cairan rumen nyata (P<0,05) mempengaruhi KCBK yang dihasilkan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh populasi mikroorganisme rumen yang berbeda tiap periode kelompok cairan rumen sehingga nilai KCBK yang dihasilkan juga berbeda.

Tabel 5. Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) Ransum Bersuplemen

Jenis Ternak Ransum Kelompok Rataan±SD 1 2 3 4 --- (%) --- Sapi R1 67,0±1,9 47,2±3,8 61,6±0,9 57,8±0,9 58,4±8,4 Perah R2 56,7±10,9 48,8±5,8 59,7±1,7 56,6±3,4 55,5±4,7 R3 66,1±1,7 48,2±0,6 60,3±0,8 57,0±2,3 57,9±7,5 R4 64,7±2,5 45,9±1,4 61,9±4,6 57,6±0,6 57,5±8,3 R5 67,0±0,2 45,0±0,6 56,3±1,2 58,2±0,5 56,6±9,0 Rataan±SD 64,3±4,3 47,0±1,6 60,0±2,2 57,4±0,6 57,2±7,3a Domba R1 70,4±8,6 56,3±1,6 57,6±12,3 61,9±0,1 61,6±5,5 R2 62,6±2,9 48,0±1,8 61,6±1,3 57,3±4,0 57,4±5,8 R3 65,5±3,5 54,7±1,0 63,9±0,1 56,6±0,7 60,2±4,6 R4 70,2±0,8 53,7±0,9 63,4±5,6 53,5±3,7 60,2±7,0 R5 65,3±0,8 52,6±2,7 59,1±1,4 56,3±0,8 58,3±4,6 Rataan±SD 66,8±3,4 53,1±3,1 61,1±2,7 57,1±3,0 59,5±5,9b

Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05); R1=Ransum Basal (kontrol), R2=R1+Cr Organik (3 ppm), R3=R1+Cr Anorganik (3 ppm), R4=R1+Lingzhi, R5= R1+Lingzhi+Cr Organik (3 ppm)

Pada ransum sapi perah yang disuplementasi dengan Lingzhi cenderung memberikan nilai KCBK yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, namun cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R2 (64,7 vs 56,7%). Hal ini diduga dikarenakan pada R2 terjadi pengikatan Cr dengan komponen organik (Cr organik), dalam hal ini adalah dengan menginkorporasikan mineral Cr dengan miselium fungi Ganoderma lucidum pada substrat pakan sumber serat sehingga kecernaan ransum yang dihasilkan lebih rendah. Pada perlakuan R4, kandungan protein dalam Lingzhi diduga dapat mempengaruhi kecernaan bahan kering. Kecernaan bahan kering juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan (Sutardi, 1980).

Suplementasi Cr organik tidak berbeda nyata dengan suplementasi Cr anorganik. Hal ini berlawanan dengan pernyataan Jayanegara (2003) yang menyebutkan bahwa suplementasi Cr organik dengan carrier Rhizopus sp. lebih efisien daripada Cr anorganik. Rhizopus sp. mempunyai kandungan serat kasar yang lebih rendah dibandingkan tandan sawit sehingga diduga inkorporasi Cr di dalamnya bisa lebih homogen sehingga kecernaannya meningkat. Pada ransum yang disuplementasi Cr organik pada penelitian ini diduga mengandung serat kasar yang lebih tinggi, terutama ransum sapi perah yang memiliki komposisi hijauan lebih banyak, sehingga kecernaan yang dihasilkan lebih rendah meskipun tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hijauan umumnya mengandung selulosa dan lignin yang jika berikatan akan membentuk lignoselulosa. Selulosa dalam bentuk ini sulit dibebaskan dan didegradasi sehingga akan mempengaruhi kecernaan bahan kering (Agni, 2005). Hasil yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa suplementasi tidak mempengaruhi kecernaan ransum. Artinya suplementasi tidak mengganggu aktivitas mikroba rumen serta metabolisme dalam rumen. Hal ini terlihat dari nilai kecernaan bahan kering ransum yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 56-62%.

Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO)

Nilai kecernaan bahan organik suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan (Sutardi, 1980). Rahmawati (2001) menambahkan bahwa bahan organik menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak. Kecernaan bahan organik diukur karena komponen dari bahan organik sangat dibutuhkan ternak untuk hidup pokok dan produksi. Bahan organik menghasilkan energi untuk

pertumbuhan dan perkembangan ternak. Semakin tinggi nilai kecernaan suatu bahan maka semakin banyak zat gizi yang diserap tubuh (Silalahi, 2003). Respon perlakuan terhadap koefisien cerna bahan organik (KCBO) tidak berbeda nyata. Hasil perhitungan KCBO dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) Ransum Bersuplemen

Jenis Ternak Ransum Kelompok Rataan±SD 1 2 3 4 --- (%) --- Sapi R1 64,8±1,4 45,6±4,5 58,7±0,7 62,7±2,6 58,0±8,6 Perah R2 53,4±11,4 47,6±7,4 56,1±0,9 59,4±4,3 54,1±5,0 R3 65,4±0,8 45,8±0,3 56,6±0,4 61,7±2,2 57,3±8,5 R4 62,4±5,7 42,0±3,9 58,6±5,6 61,1±0,9 56,0±9,5 R5 66,3±1,2 42,2±0,7 53,0±1,6 61,4±2,3 55,7±10,5 Rataan±SD 62,4±5,3 44,7±2,4 56,6±2,3 61,3±1,2 56,2±8,1a Domba R1 71,1±7,8 57,7±2,5 57,8±13,3 68,3±0,7 63,7±6,1 R2 63,8±3,4 48,7±1,4 60,7±0,1 63,6±3,5 59,2±6,2 R3 65,9±3,3 56,0±0,7 63,5±0,8 62,5±0,2 62,0±3,7 R4 69,9±0,2 54,3±0,3 63,4±4,9 57,6±2,7 61,3±5,9 R5 65,7±0,2 53,4±2,5 58,7±1,5 60,7±1,4 59,6±4,4 Rataan±SD 67,3±3,1 54,0±3,4 60,8±2,6 62,6±3,9 61,2±5,5b

Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01); R1=Ransum Basal (kontrol), R2=R1+Cr Organik (3 ppm), R3=R1+Cr Anorganik (3 ppm), R4=R1+Lingzhi, R5= R1+Lingzhi+Cr Organik (3 ppm)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa periode kelompok cairan rumen sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi KCBO yang dihasilkan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh populasi mikroorganisme rumen yang berbeda tiap periode kelompok cairan rumen sehingga nilai KCBO yang dihasilkan juga berbeda. Selain komposisi pakan yang diberikan, nilai kecernaan suatu pakan juga dipengaruhi oleh kemampuan mikroba rumen dalam mencerna pakan (Sutardi, 1980).

Sama halnya dengan KCBK, nilai KCBO ransum perlakuan tidak nyata dibandingkan dengan kontrol. Suplementasi Cr organik maupun Lingzhi sangat nyata (P<0,01) menghasilkan KCBO ransum domba yang lebih tinggi dibandingkan

ransum sapi perah. Secara umum, suplementasi yang dilakukan pada ransum domba mengindikasikan nilai KCBO yang lebih tinggi dibandingkan ransum sapi perah. Hal ini diduga disebabkan oleh komposisi ransum domba memiliki perbandingan jumlah konsentrat yang lebih banyak dibandingkan ransum sapi perah. Nilai kecernaan suatu pakan dapat dilihat dari sumber bahan yang digunakan (Silalahi, 2003). Suplementasi Lingzhi cenderung memberikan nilai KCBO yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, namun nilai tersebut cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suplementasi mineral Cr organik. Suplementasi Cr organik tidak berbeda nyata dibandingkan Cr anorganik. Kandungan protein dalam Lingzhi menyebabkan kecernaan bahan organik yang dihasilkan juga meningkat.

Pada perlakuan R2 terdapat kandungan serat kasar yang tinggi sehingga diduga hal tersebut menyebabkan kecernaan bahan organiknya juga menurun. Fharhandani (2006) menyebutkan bahwa serat kasar yang tinggi juga dapat mempengaruhi proses pencernaan dimana serat yang mempunyai kecernaan yang rendah akan sulit untuk dicerna sehingga mempengaruhi konsumsi pakan dan ketersediaan nutrien untuk ternak. Berdasarkan Tabel 6. dapat diketahui bahwa suplementasi mineral Cr organik dan Lingzhi tidak mengganggu aktivitas mikroba rumen. Hal ini dapat dilihat dari nilai KCBO yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 54-64% meskipun tidak berbeda dengan kontrol.

Dokumen terkait