• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI HASIL PENELITIAN

4.5 Hasil Pemeriksaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan

Gizi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2016

Waktu pengambilan sampel peralatan makan yaitu pada tanggal 29 Maret

2016 pukul 09.00 - 10.00 WIB.

Hasil pemeriksaan yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

dilihat dalam tabel 4.15 berikut :

Tabel 4.15 Distribusi Hasil Pemeriksaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan Berdasarkan Permenkes RI No.1204 /Menkes /SK/X/2004 di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2016 No Sampel Keberadaan Escherichia coli Keterangan

1 Ompreng Negatif Memenuhi syarat kesehatan

2 Plato Negatif Memenuhi syarat kesehatan

3 Piring makan Negatif Memenuhi syarat kesehatan

4 Mangkok Negatif Memenuhi syarat kesehatan

5 Gelas Negatif Memenuhi syarat kesehatan

6 Sendok Negatif Memenuhi syarat kesehatan

Berdasarkan tabel 4.15 diatas menunjukan bahwa sampel peralatan makan

di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2016 yang telah

diperiksa, seluruhnya telah memenuhi syarat kesehatan menurut Permenkes RI

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Higiene Penjamah Makanan berdasarkan Kepmenkes RI No.

1098/ Menkes/ Per/V II/ 2003 di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2016

Kondisi higiene penjamah makanan diukur dengan menggunakan

kuesioner berdasarkan Kepmenkes RI No. 1098/ Menkes/ Per/V II/ 2003 yang

meliputi sertifikat higiene sanitasi makanan, pakaian kerja, pemeriksaan kesehatan

dan personal higiene. Peraturan kesehatan tersebut lebih detail dan dapat

melengkapi Permenkes RI No. 1204 /Menkes/ SK/X/2004 dalam mengukur

higiene penjamah makanan di Rumah Sakit. Jadi, berdasarkan hasil penelitian

tentang kondisi higiene penjamah makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum

Haji Medan bahwa pada umumnya pekerja instalasi gizi tidak memenuhi syarat

kesehatan sebagai penjamah makanan sebanyak 35 orang (92.1%) dikarenakan

total skor higiene penjamah makanan masing-masing pekerja instalasi gizi

dibawah 70% dari skor yang dinilai berdasarkan standart kesehatan Kepmenkes

RI No. 1098/ Menkes/ Per/V II/ 2003, dengan uraian sebagai berikut :

5.1.1 Sertifikat Higiene Sanitasi Makanan

Hasil penelitian tentang sertifikat higiene sanitasi makanan di Instalasi

Gizi Rumah Sakit Umum Haji Medan, pada umumnya pekerja instalasi gizi tidak

pernah mengikuti kursus sebanyak 33 orang (86.8%) dan tidak memiliki sertifikat

resmi higiene sanitasi makanan sebanyak 4 orang (80%) dari jumlah pekerja

gizi yang pernah mengikuti kursus higiene sanitasi makanan hanya 1 orang yang

memiliki sertifikat higiene sanitasi makanan.

Pekerja instalasi gizi yang tidak pernah mengikuti kursus disebabkan

kurangnya dukungan dari rumah sakit dalam penyelenggaraan program pelatihan

tentang higiene sanitasi makanan. Program pelatihan atau kursus berguna untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pekerja instalasi gizi terhadap

higiene sanitasi makanan di Instalasi Gizi. Kurangnya dukungan tersebut menjadi

sebuah hambatan bagi pekerja instalasi gizi untuk menjadi terampil dalam

mengolah makanan yang sehat dan bersih. Walaupun ada pekerja instalasi gizi

yang mengikuti kursus namun tidak mendapatkan sertifikat dikarenakan pekerja

hanya kebetulan mengikuti kursus gratis tanpa sertifikat. Untuk bisa mendapatkan

sertifikat, pekerja instalasi gizi harus membayar uang untuk pembuatan sertifikat.

Berdasarkan kondisi tersebut, tentu ini dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap

dan tindakan penjamah makanan untuk mencegah terjadi kontaminasi dari

sumber-sumber kontaminasi yang potensial. Sumber-sumber tersebut antara lain

penjamah makanan, peralatan, pengolahan dan peralatan makan, serta adanya

kontaminasi silang. Hal tersebut akan mengakibatkan adanya penyakit bawaan

makanan. Dimana, diare, hepatitis A, kolera dan keracunan makanan merupakan

contoh kasus yang sering muncul akibat mengkonsumsi makanan yang

terkontaminasi (Slamet, 2014: 207).

Menurut Depkes (2002) diperlukan suatu program latihan yang

berkesinambungan untuk menjamin mutu makanan dan setiap petugas yang

jawabnya, antara lain penyakit yang ditularkan melalui makanan, kebersihan

pribadi, kebiasaan yang berkaitan dengan pengolahan makanan serta cara-cara

pengolahan makanan yang sehat.

5.1.2 Pakaian Kerja Penjamah Makanan

Hasil penelitian tentang pakaian kerja penjamah makanan Instalasi Gizi

Rumah Sakit Umum Haji Medan bahwa pada umumnya pekerja instalasi gizi

yang menggunakan pakaian kerja yang bersih sebanyak 38 orang (100%),

memiliki seragam 2 stel atau lebih sebanyak 34 orang (89.5%) dan mengggunakan

pakaian kerja khusus waktu kerja sebanyak 34 orang (89.5%). Namun, paling

banyak pekerja instalasi gizi berpakaian lengkap menggunakan alat pelindung diri

seperti penutup kepala, masker dan sarung tangan hanya sebanyak 11 orang

(28.9%).

Banyaknya pekerja instalasi gizi yang menggunakan pakaian kerja sesuai

dengan Kepmenkes RI No. 1098/ Menkes/ Per/V II/ 2003 dikarenakan

ketersediaan pakaian kerja yang cukup diberikan oleh rumah sakit untuk pekerja

instalasi gizi, kemudian didukung pada kondisi pekerjaan yang mudah mengotori

pakaian sehingga tidak nyaman untuk digunakan secara terus menerus. Pakaian

yang mudah kotor tersebut juga disebabkan oleh pekerja instalasi gizi yang tidak

mau menggunakan alat pelindung diri seperti celemek, masker, penutup kepala

dan sarung tangan. Pekerja instalasi gizi tidak mau menggunakan alat pelindung

diri disebabkan oleh rasa ketidaknyamanan menggunakannya saat bekerja. Pekerja

instalasi gizi akan merasa lebih panas dan gerah jika menggunakan alat pelidung

instalasi gizi yang tidak menggunakan alat pelindung diri dengan begitu dapat

mendorong terjadinya kontaminasi yang berasal dari rambut dan tangan penjamah

makanan yang kurang dalam menjaga kebersihan diri. Sebab, tangan yang kotor

atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus patogen dari tubuh,

feses atau sumber lain ke makanan (Purnawijayanti, 2001). Selain itu, kuman juga

dapat menular melalui saluran pernafasan penjamah makanan yang akan

menyebabkan penyakit bawaan makanan.

Menurut Moehyi (2000), Penyelenggaraan makanan hendaklah

menyediakan pakaian kerja yang harus dikenakan oleh pekerja dalam jumlah

cukup dan harus dicuci dengan sabun atau detergen. Pekerja hendaknya tidak

menggunakan pakaian kerja dari rumah.

5.1.3 Pemeriksaan Kesehatan Penjamah Makanan

Hasil penelitian tentang pemeriksaan kesehatan penjamah makanan di

Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Haji Medan bahwa pada umumnya pekerja

instalasi gizi rumah sakit tidak memeriksa kesehatannya 6 bulan sekali sebanyak

36 orang (94.7%), tidak pernah melakukan vaksinasi typhoid sebanyak 37 orang

(97.4%) vaksinasi typhoid berguna untuk mencegah penularan penyakit dari

penjamah makanan akibat makanan yang sudah tercemar oleh bakteri Salmonella typhoid, dan tidak memiliki buku kesehatan sebanyak 31 orang (81,6%). Serta sebagian besar pekerja instalasi gizi tidak pernah memeriksa penyakit khusus

sebanyak 30 orang (78.9%) Namun sebaliknya, pada umumnya pekerja instalasi

gizi mau berobat ke dokter dan tidak bekerja saat sakit sebanyak 34 orang

Berdasarkan dari hasil penelitian diatas didapat bahwa pekerja instalasi

gizi pada umumnya tidak memeriksa kesehatannya, didorong dengan tidak adanya

penyelenggaraan program pemeriksaan kesehatan secara berkala oleh pihak

rumah sakit untuk pekerja instalasi gizi. Padahal ini sangat penting bagi rumah

sakit untuk dapat mengontrol kesehatan pekerja instalasi gizi. Kesehatan pekerja

instalasi gizi sangat penting diperhatikan karena dapat mempengaruhi

kesembuhan pasien di Rumah Sakit. Pekerja instalasi gizi adalah orang yang

sangat dekat dengan proses pengolahan makanan untuk pasien yang dirawat di

Rumah Sakit Umum Haji Medan. Selain itu, banyaknya pekerja yang tidak

memeriksa kesehatannya juga didorong oleh persepsi pekerja instalasi gizi bahwa

pemeriksaan kesehatan tidak wajib dilakukan jika tidak sedang sakit parah. Hal ini

sejalan dengan penelitian Dikry dan Ririh (2013) yang mendapatkan hasil

penelitian bahwa ditemukan 90% penjamah makanan tidak memeriksakan

kesehatannya secara rutin, mereka hanya memeriksakan kesehatannya jika

penyakit tersebut dirasa sudah mengganggu pekerjaannya. Hal ini kurang baik

karena kemungkinan besar penyakit sudah menular sebelum dilakukan

pemeriksaan sehingga terlambat untuk dilakukan pencegahan.

Pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja instalasi gizi berguna

untuk memperkecil resiko terjadinya penularan penyakit melalui makanan karena

menurut Longree dan Blaker dalam Melli Wulandari (2011), faktor yang sangat

mempengaruhi higiene sanitasi makanan adalah penjamah makanan, sebagian

sakit atau pembawa kuman penyakit (carrier) kurangnya tindakan higiene perorangan, atau cara menyiapkan makanan yang tidak memenuhi syarat sanitasi.

Pemeriksaan kesehatan sangatlah penting dilakukan bagi pekerja instalasi

gizi sebab menurut Fathonah (2006) bahwa pemeriksaan kesehatan wajib

dilakukan bagi pekerja sebelum diterima sebagai karyawan dan kepada seluruh

karyawan sebaiknya dilakukan minimal sekali setiap tahun atau setiap enam bulan

sekali. Apabila ada karyawan sakit maka harus diobati terlebih dahulu sebelum

dipekerjakan kembali atau dengan kata lain tidak dipekerjakan lagi. Penderita

yang menderita luka-luka terbuka, luka bakar, dan penyakit infeksi bacterial tidak diperkenankan untuk bekerja diruang pengolahan pangan. Pekerja tersebut

hendaknya tidak menyentuh bahan makanan atau peralatan yang kemungkinan

akan kontak dengan pangan dan bahan bakunya selama pengolahan

5.1.4 Personal Higiene Penjamah Makanan

Berdasarkan hasil yang didapat bahwa pada umumnya pekerja instalasi

gizi berperilaku bersih dan rapi sebanyak 37 orang (97.4%), mencuci tangan

ketika mau bekerja sebanyak 36 orang (94.7%), menutup mulut saat bersin dan

batuk sebanyak 36 orang (94.7%) dan menggunakan peralatan yang sesuai

sebanyak 34 orang (89.5%).

Pekerja instalasi gizi Rumah Sakit Umum Haji Medan pada umumnya

tidak pernah mengikuti kursus higiene sanitasi makanan tetapi pekerja instalasi

gizi tahu bagaimana berperilaku untuk menjaga keamanan makanan di Instalasi

Gizi Rumah Sakit Umum Haji Medan. Jenjang pendidikan yang paling banyak

tinggi adalah salah satu yang dapat mempengaruhi personal higiene pekerja

instalasi gizi. Wawasan pengetahuan yang didapat mengenai personal higiene

akan selalu bertambah seiring meningkatnya jenjang pendidikan seseorang. Jadi

semakin tinggi jenjang pendidikannya akan semakin baik personal higienenya

ketika mengolah makanan di Instalasi Gizi. Menurut ungkapan Mubarak dkk

(2007) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang, maka

semakin besar untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan perilakunya.

Selain jenjang pendidikan, lamanya pekerja instalasi gizi telah bekerja di

Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Haji Medan juga dapat mempengaruhi

pengetahuan dan sikap pekerja instalasi gizi tentang personal higiene, walaupun

paling banyak pekerja instalasi gizi lama kerja dibawah 5 tahun, namun yang telah

lama kerja di atas 16 tahun juga cukup banyak. Oleh karena itu, lamanya kerja

pekerja instalasi gizi di Instalasi Gizi juga dapat mempengaruhi personal

higienenya. Sehingga kecenderungan pekerja instalasi gizi yang memiliki

personal higiene yang baik adalah yang telah lama bekerja. Menurut Mubarak dkk

(2007), seseorang yang telah lama bekerja akan memperoleh pengalaman dan

pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Umur pekerja instalasi gizi yang pada umumnya diatas 30 tahun yang

secara tidak langsung juga mempengaruhi personal higiene penjamah makanan

untuk menjaga keamanan pangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Marsaulina (2004) di DKI Jakarta menyimpulkan adanya hubungan antara

personal higiene dengan umur penjamah makanan. Ini mengindikasikan semakin

juga mungkin terkait dengan pengalaman seseorang. Maka seorang penjamah

makanan yang lebih tua biasanya lebih memperhatikan kebersihan makanan

dibandingkan penjamah makanan yang lebih muda umurnya.

Purnawijayanti (2001) mengemukakan bahwa kebersihan penjamah

makanan atau personal higiene merupakan kunci kebersihan dalam pengolahan

makanan yang aman dan sehat. Andry Hartono (2000) mengemukakan bahwa

tingkat pengetahuan tentang higiene sanitasi makanan juga dapat mempengaruhi

para pekerja untuk menerapkan higiene sanitasi makanan saat mereka sedang

melakukan proses produksi.

Dokumen terkait