• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Legalitas Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO)

1. Pengaturan Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO) dalam

Perspektif Berbagai Regulasi Perundang-undangan di Indonesia

Perkembangan kehidupan manusia merupakan kelangsungan hidup yang berkaitan dengan kebutuhan hidup yang layak. Melihat tuntutan untuk hidup yang layak tersebut manusia berupaya dan berdaya cipta untuk memenuhinya. Wujud nyata yang dapat dilihat adalah bahwa manusia akan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan bekerja tersebut manusia terikat maupun tidak terikat dengan pihak lainya maupun dengan lingkungan pekerjaannya. Bentuk kerja maupun pekerjaan yang ada yaitu dapat berupa bekerja secara individual maupun secara kolektif. Bekerja secara individual dalam artian bahwa dalam menjalankan pekerjaannya tidak terikat oleh kondisi diluar dirinya yang dapat mempengaruhi hak dan kewajibannya. Sedangkan menjalankan pekerjaan secara kolektif berarti bahwa dalam dirinya terdapat ikatan yang dapat mempengaruhi hak dan kewajibannya. Sebagai seorang warga negara yang melakukan pekerjaan tentunya mempunyai hak yang sama dalam hukum maupun menikmati manfaat secara ekonomis yang dijamin oleh negara kepada warga negaranya untuk dapat berusaha dan mendapatkan penghidupan yang layak. Salah satu hal yang menjadi tujuan dan menjadi kewajiban negara adalah memberikan penghidupan yang layak bagi warga negaranya. Hal tersebut berarti bahwa negara akan memberikan kesempatan kepada warga negara untuk menikmati dan merasakan kemakmuran bagi hidupnya.

Sebagai suatu bentuk organisasi-organisasi bisnis yang baik adalah memandang pada peranan unsur-unsur yang terkait di dalamnya. Dalam hal ini pekerja-pekerja, sebagai aset dari perusahaan. Dengan demikian, maka kehilangan aset tadi dari perusahaan akan memberikan pengaruh yang besar bagi daya tahan dan sehatnya perusahaan. Organisasi-organisasi bisnis yang

commit to user

sehat selalu memperbaharui dirinya dengan menempatkan pekerja-pekerja kepada suatu zona nyaman yang membantu mereka dapat melepaskan energi kreatifnya sebagai suatu kekuatan dari perusahaan dan memfokuskan potensi- potensi yang ada sebagai suatu kekuatan „pemukul‟ (daya saing) terhadap pesaing-pesaing organisasi bisnis yang ada. Peran dan tempat pekerja-pekerja yang ada di dalamnya dihargai sedemikian rupa sehingga organisasi bisnis tersebut menumbuhkan rasa kepemilikan bagi pekerja dalam perasaan bangga, berikut keluarganya. Bisnis yang mampu unggul dan bertahan adalah usaha bersama yang melibatkan keluarga pekerja sebagai indikator asset kesehatan perusahaan.

PT. PLN (Persero) memerlukan suatu wadah organisasi yang berfungsi sebagai alat pemersatu dan pembela kepentingan pegawai sehingga dapat meningkatkan jiwa korsa pegawai. Untuk itu yang dibutuhkan adalah suatu organisasi Serikat Pekerja yang kuat, didirikan dan didukung oleh sebanyak- banyaknya pegawai agar dapat berperan secara optimal dalam membela kepentingan pegawai serta meningkatkan kesejahteraan pegawai melalui peningkatan kesejahteraan pegawai dan keamanan serta menciptakan suasana kerja yang kondusif.

Organisasi Serikat Pekerja menjadi sangat diperlukan kehadirannya dan akan dirasakan secara langsung oleh setiap pegawai. Organisasi Serikat Pekerja dapat menampung dan menyalurkan aspirasi pegawai, memperjuangkan kepentingan pegawai dan keluarganya, khususnya yang menyangkut hak dan kewajiban, membela pegawai dalam menghadapi masalah hubungan industrial. Selain itu juga sebagai wahana peningkatan profesionalisme pegawai dan menyusun kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban kepegawaian serta syarat-syarat yang dituangkan ke dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat bersama-sama antara perusahaan yang diwakili oleh Manajemen dan pegawai yang diwakili oleh Serikat Pekerja. Jelaslah melalui organisasi Serikat Pekerja akan dapat diciptakan suasana kerja yang kondusif, kenyamanan dan keamanan kerja serta terwujud suasana

commit to user

kerja yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Dan dengan profesionalisme dan semangat kerja yang tinggi, jujur dan disiplin, pegawai dapat berperan memajukan Perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan.

Pemerintah Indonesia telah berusaha secara maksimal dalam mengupayakan regulasi yang utuh berkaitan dengan kegiatan serikat pekerja, bahkan jauh sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Adapun aturan legislasi tersebut antara lain meliputi :

a)Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Pasal 8 Kovenan hak sosial, ekonomi dan budaya, yaitu :

1)Negara-negara Pihak Kovenan ini berjanji untuk menjamin:

(a) Hak setiap orang untuk membentuk serikat pekerja dan bergabung dengan serikat kerja pilihannya sendiri, yang hanya tunduk pada peraturan organisasi yang bersangkutan, demi kemajuan dan perlindungan kepentingan ekonomi dan sosialnya. Tidak boleh ada pembatasan pelaksanaan hak ini, kecuali pembatasan- pembatasan yang ditetapkan Undang-Undang dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau ketertiban umum, atau untuk perlindungan hak dan kebebasan orang lain. (b) Hak setiap pekerja untuk membentuk federasi-federasi

atau konfederasi-konfederasi nasional, dan hak konfederasi nasional untuk membentuk atau bergabung dengan organisasi serikat pekerja internasional.

(c) Hak serikat pekerja untuk bertindak secara bebas, tidak dapat dikenai pembatasan apapun selain pembatasan- pembatasan yang ditetapkan hukum dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau ketertiban umum atau untuk perlindungan hak dan kebebasan orang lain.

(d) Hak untuk melakukan pemogokan asalkan pelaksanaannya sesuai dengan hukum Negara yang bersangkutan.

2)Pasal ini tidak menghalangi dikenakannya pembatasan yang sah atas pelaksanaan hak tersebut oleh anggota angkatan bersenjata, kepolisian atau pemerintahan Negara.

3)Tidak satupun ketentuan dari pasal ini memberikan kewenangan kepada Negara-Negara Pihak Konvensi Internasional Organisasi Buruh Internasional 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan

commit to user

Perlindungan Hak Berorganisasi untuk mengambil langkah legislatif apapun yang akan mengurangi atau menerapkan hukum sedemikian rupa sehingga akan mengurangi jaminan-jaminan yang telah diberikan Konvensi itu. Hak untuk membentuk dan bergabung dalam serikat pekerja berhubungan erat dengan hak atas kebebasan berserikat, yang diakui secara luas pada semua hukum internasional tentang hak asasi manusia. Bersama dengan hak untuk melakukan pemogokan, hak ini bersifat dasar apabila hak para pekerja dan warga negara lain berdasarkan Kovenan ini akan diterapkan.

b)Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik

Pasal 20 Piagam PBB, yaitu everyone has the right to freedom of peaceful assembly and association. No one may be compelled to belong to an association. Pasal 22 Kovenan Hak Sipil dan politik, yaitu :

1)Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat dengan orang lain, termasuk hak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat buruh untuk melindungi kepentingannya.

2)Tidak satu pun pembatasan dapat dikenakan pada pelaksanaan hak ini, kecuali jika hal tersebut dilakukan berdasarkan hukum, dan diperlukan dalam masyarakat yang demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan keselamatan publik, ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan atau moral masyarakat, atau perlindungan terhadap hak dan kebebasan orang lain. Pasal ini tidak boleh mencegah pelaksanaan pembatasan yang sah bagi anggota angkatan bersenjata dan polisi dalam melaksanakan hak ini.

3)Tidak ada satu hal pun dalam pasal ini yang memberi wewenang pada Negara-negara Pihak pada Konvensi Organisasi Buruh Internasional 1948 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak Berserikat untuk mengambil tindakan legislatif yang dapat mengurangi, atau memberlakukan hukum sedemikian rupa sehingga mengurangi, jaminan yang diberikan dalam Kovensi tersebut.

c)Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang digagas PBB pada tahun 1945

Pada Pasal 23 :

1)Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat pekerjaan yanga adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan akan pengangguran;

commit to user

2)Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama;

3)Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya;

4)Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat pekerja/serikat buruh untuk melindungi kepentingannya.

d) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Menurut Krisna Harahap pengertian dari Hak Asasi Manusia seperti dikemukakan oleh Jan Martenson dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB dapat disimpulkan dalam kalimat :

Human Right could be generally defined as those rights which are inherent in our nature and without which we can not live as human being”.

Dengan demikian, menurut Jan Martenson, Hak Asasi Manusia itu merupakan hak yang melekat pada sifat manusia yang tanpa hak tersebut, manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia (Krisna Harahap, 2004 : 2). Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang” yang berarti adanya :

1) Hak berserikat dan berkumpul

2) Hak mengeluarkan pikiran (berpendapat)

Kewajiban untuk memiliki kemampuan berorganisasi dan melaksanakan aturan-aturan lainnya, diantaranya: semua organisasi harus berdasarkan pada Pancasila asasnya.

e)Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 23 :

commit to user

1) Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.

2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Pasal 24 :

1) Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.

2) Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.

Pasal 25 :

Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.

f)Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga negara. Untuk mewujudkan kemerdekaan berserikat pekerja,/buruh berhak membentuk dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Serikat pekerja/serikat buruh merupakan syarat untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.

commit to user

Keberadaan serikat pekerja saat ini lebih terjamin dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3898). Sebelum adanya Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh, kedudukan serikat pekerja secara umum dianggap hanyalah sebagai kepanjangan tangan atau boneka dari majikan, yang kurang menereskan aspirasi anggotanya. Hal ini karena pada masa Orde Baru serikat pekerja atau serikat buruh hanya diperbolehkan satu yaitu serikat pekerja seluruh Indonesia (SPSI). Pada masa Orde Baru itu pulalah muncul suatu serikat buruh tandingan SPSI yaitu serikat buruh seluruh Indonesia (SBSI) di bawah Mochtar Pokpohan. Karena tidak dikehendaki oleh pemerintah Soeharto, akhirnya ia ditahan dan bebas setelah era reformasi.

Pada masa reformasi setelah adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh, dimungkinkan dibentuk serikat buruh/ pekerja lebih dari satu. Hal ini menyebabkan keberadaan serikat pekerja/serikat buruh banyak didirikan di satu perusahaan. Sayangnya karena ketidak siapan buruh melaksanakan hak berserikat dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan bagi kepentingannya sendiri dengan menjual bangsa. Dikatakan demikian karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh diperbolehkan serikat pekerja/buruh itu menerima sumbangan dana dari negara lain. Sering pula keberadaan serikat pekerja/buruh yang lebih dari satu jumlahnya di satu perusahaan justru memicu terjadinya perselisihan perburuhan yang dapat berakibat mogok kerja yang seharusnya justru bertentangan dengan tujuan disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh tersebut.

Pengertian Serikat pekerja/serikat buruh berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh, yaitu :

commit to user

Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Pasal ini tidak dijadikan dasar dalam Pasal- Pasal selanjutnya, dan bertentangan dengan prinsip hak berserikat buruh, misalnya Pasal 2 Ayat (2).

Pasal 2 Ayat (2) Serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan ini mengharuskan setiap Serikat buruh hanya boleh ada di Indonesia asalkan mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini bertentangan dengan prinsip hak berserikat, khususnya kebebasan organisasi untuk berfungsi : menjamin kerangka kegiatan ; administrasi, aktivitas dan program.

Pasal 4 Ayat (1), Serikat Pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya. Hal ini sama juga membatasi tujuan Serikat Buruh. Tidak boleh dirumuskan tujuan lainnya.

Pasal 4 Ayat (2), yaitu Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi :

1) sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;

2) sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;

commit to user

3) sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraaturan perundang- undangan yang berlaku;

4) sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;

5) sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

6) sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan.

Hal ini dapat ditafsirkan sama juga membatasi fungsi Serikat Buruh. Tidak boleh dirumuskan fungsi lainnya, misalnya yang berkaitan dengan solidaritas antar Serikat buruh internasional.

Pasal 5 Ayat (1), yaitu Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh. Jumlah ini terlalu sedikit, dan terlalu longgar. Akan berdampak negatif dengan kemungkinan muncul 100 Serikat Buruh dalam satu perusahaan yang mempunyai buruh 1000 orang.

Pasal 9, Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, partai politik, dan pihak manapun. Ketentuan ini dilemahkan oleh Pasal-Pasal lainnya. Misalnya berdasarkan surat telegram Kapolri Nomor Pol STR/227/2001 tertanggal 31 Mei 2001 dan surat Kapolda Metro Jaya Nomor Pol : B/6741/VIII/1997 Datro tertanggal 5 Agustus 1997, secara jelas melarang anggota satpam berserikat karena mengganggap Satpam sama seperti polisi. Adanya alasan mengapa satpam tidak mempunyai hak untuk berserikat hanya dititik beratkan pada alasan keamanan negara. Ada ketakutan pada Polri selaku petugas penjaga keamanan akan pemberian hak berserikat bagi satpam. Ketakutan akan keberpihakan satpam dalam membela kelompok pekerja/ buruh yang satu serikat dengannya. Hal ini tidak dapat dibenarkan. Termasuk pegawai negeri yang hanya dapat berorganisasi di Korpri saja (http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=Kovenan+Internasional+Ha

commit to user k- Hak+Ekonomi%2C+Sosial+dan+Budaya+yang+mengatur+hak+berserik at&source=web&cd=9&ved=0CFMQFjAI&url=http%3A%2F%2Fimage s.asri1wj.multiply.com%2Fattachment%2F0%2FST4qqwoKCpcAAG8e Qe01%2FPETA%2520HAK%2520BERSERIKAT%2520BURUH%252 0DI%2520INDONESIA%2520TG%25201.doc%3Fnmid%3D144620035 &ei=dDh6T_76AoiriAeO6aWKAw&usg=AFQjCNHhXzJBndhoN07KB t2pKlW2tIPL6A).

Pasal 18 Ayat (1), Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat. Pasal ini dilemahkan dengan ketentuan Pasal 25 Ayat (1), berkaitan dengan hak atau kewenangan Serikat Buruh yang telah dicatatkan. Ketentuan Pasal 25 Ayat (1), yaitu : Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak :

1) membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;

2) mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;

3) mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;

4) membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh;

5) melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

Fungsi pencatatan ini, ternyata dijadikan dasar bagi keabsahan atau pengakuan keberadaan serikat Buruh. Hanya Serikat Buruh yang didaftarkan saja yang dapat berperkara di Pengadilan Hubungan industrial.

Pasal 29, yaitu :

1)Pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dalam jam kerja yang

commit to user

disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama.

2)Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama dalam Ayat (1) harus diatur mengenai:

(a) jenis kegiatan yang diberikan kesempatan; (b) tata cara pemberian kesempatan;

(c) pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah

Pasal 31 Ayat (1), Dalam hal bantuan pihak lain, berasal dari luar negeri, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

Pada awalnya tujuan adanya pemberitahuan laporan keuangan kepada instansi adalah pencegahan terhadap tindak penyalahgunaan yang dilakukan pengurus Serikat Buruh. Dikhawatirkan pemberitahuan laporan keuangan itu akan memudahkan pemerintah dalam mencampuri program kerja Serikat Buruh.

Pasal 36, dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak mencapai kesepakatan, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Setelah adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, perselisishan ini menjadi kewenangan Pengadilan hubungan industrial, yang semestinya menjadi kewenangan arbitarse karena menyangkut kebijakan.

g)Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Sebagaimana diketahui bahwa peraturan ketenagakerjaan yang dipakai sekarang adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan. Dari peraturan tersebut dapat diketahui mengenai asas, tujuan dan sifatnya. Mengenai asas ini dapat dilihat dalam Pasal 3 yaitu bahwa pembangunan ketenagakerjaan

commit to user

diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektor pusat dan daerah. Asas ini pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi, asas adil, dan merata (Abdul Khakim, 2003:6). Sedangkan tujuan dari peraturan ini menurut Manulang ialah untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan sekaligus untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha (Abdul Khakim, 2003:7). Kemudian mengenai sifat hukum peraturan ini menurut Budiono membagi menjadi sifatnya yang imperatif dan fakultatif. Bersifat imperatif artinya harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar. Bersifat fakultatif artinya dapat dikesampingkan pelaksanaannya (Abdul Khakim, 2003:8).

Dalam operasionalnya Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tidak bisa dilakukan secara langsung. Dalam artian bahwa perlu adanya penjabaran untuk mengatur hubungan antara pekerja dan pengusaha. Penjabaran tersebut salah satunya adalah Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PKB merupakan hasil dari kesepakatan untuk melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak pengusaha dan serikat pekerja. Dapat dilihat bahwa dibuatnya PKB adalah untuk mengatur syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak. Demikian pula bahwa PKB adalah merupakan perjanjian induk yang harus diperhatikan dalam membuat perjanjian kerja. Berdasarkan aturan normatif itulah maka dalam implementasinya PT. PLN (Persero) menerapkan aturan yang ada dengan membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Pihak Manajemen dan Serikat Pekerjanya.

h)Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI)

Dalam melakukan pekerjaan seseorang dapat melakukan usaha sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain serta dapat bekerja untuk

commit to user

pihak lain. Dengan seseorang bekerja pada orang lain tersebut maka akan menimbulkan keterkaitan dalam pemenuhan hak dan kewajiban masing- masing. Maka untuk itu diperlukan suatu aturan yang dapat menjembatani kebutuhan semua pihak. Perkembangan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia sudah sedemikian lamanya. Dalam perkembangan tersebut tentunya terdapat dinamika yang mengambarkan bagaimana hubungan ketenagakerjaan adalah hubungan kerja yang sangat komplek. Kemungkinan yang dapat terjadi dari hubungan kerja yang tidak seimbang adalah dapat terjadi perselisihan dalam melakukan pekerjaan.

Perkembangan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia sudah sedemikian lamanya. Dalam perkembangan tersebut tentunya terdapat dinamika yang mengambarkan bagaimana hubungan ketenagakerjaan

Dokumen terkait