• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Salah satu aspek untuk menilai kinerja pegawai atau organisasi penyelenggara pelayanan khususnya pelayanan publik adalah responsivitas yakni daya tanggap organisasi yang ditunjukkan pada kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun kebutuhan prioritas dan mengembangkannya ke dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas organisasi juga ditunjukkan pada daya tanggap terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi serta tuntutan warga pengguna layanan. Oleh sebab itu aspek responsivitas ini menjadi penciri dari good governance.

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Selatan sebagai salah satu organisasi penyelenggara pelayanan publik yang berfungsi sebagai lembaga independen pengawas penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh negara, pemerintah, swasta, maupun individu yang mendapat tugas dari negara sebagaimana diamanahkan oleh undang-undang atau peraturan yang berlaku. Responsivitas organisasi ini diwujudkan dalam berbagai inovasi pelayanan, maupun program-program pelayanan kepada masyarakat untuk memudahkan masyarakat menyampaikan laporan atau pengaduan terjadinya maladministasi oleh organisasi penyelenggara pelayanan publik yang dialami.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan terkait dengan kinerja Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan dalam menangani pengaduan

atau laporan masyarakat terkait dengan maladministrasi yang terjadi atas pelayanan kepolisian di Kota Makassar secara khusus dijelaskan oleh informan penelitian yang dipaparkan sebagai berikut.

Dalam hal responsivitas Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan dalam menerima pengaduan atau laporan masyarakat dikemukakan oleh Muslimin B. Putra, Kepala Keasistenan Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan Bidang Pencegahan, beliau mengatakan bahwa:

“Ombudsman terbuka kepada semua masyarakat yang punya legal standing untuk melapor di Ombudsman, legal standing disini adalah dia atau warga tersebut benar menjadi korban langsung dari pelayanan di kepolisian, jadi kita tidak memilah-milah, yang penting legal standingnya atau tuntutan hukumnya itu dia adalah korban langsung atau dia dikuasakan oleh korban langsung tersebut, jadi kita selalu merespon jika ada masyarakat yang melapor terkait dengan layanan kepolisian, karena kepolisian ini ada 3 tugas pokoknya yang pertama melayani, melindungi, dan mengayomi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002, jadi kepolisian salah satu dimensinya adalah pelayanan, sehingga sepantasnyalah tiap pihak kepolisian itu harus selalu merespon setiap ada pengaduan masyarakat” (Wawancara: Informan 1, pada tanggal 23 Juli 2021).

Pernyataan informan di atas menjelaskan bahwa masyarakat pelapor adalah mereka yang punya legal standing, yakni orang yang menjadi korban langsung dari pelayanan suatu instansi termasuk pelayanan kepolisian atau yang dikuasakan oleh korban. Pelapor dalam hal ini harus membuktikan bahwa memang dia menjadi korban dari suatu pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi yang dilaporkan.

Sekalipun demikian terkadang terdapat orang yang datang memberikan pengaduan atau pelapor tidak membawa dokumen sebagai bukti-bukti bahwa memang orang ini menjadi korban dari instansi

penyelenggara pelayanan. Sebagaimana yang ditemukan pada saat observasi di kantor Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan ditemukan salah satu warga yang melapor namun diminta oleh pegawai penerima laporan untuk melengkapi berkas atau dokumen pengaduannya.

Berdasarkan kondisi tersebut dari hasil wawancara dengan warga tersebut menjelaskan bahwa:

“Saya datang kesini untuk menyampaikan laporan terkait dengan kasus yang dialami dalam pelayanan Kepolisian, dimana masalah pelayanan yang saya laporkan adalah lamanya proses suatu kasus tersebut ditindaklanjuti di kepolisian, sudah lebih dari satu tahun belum ada penyelesaian. Ketika kami melapor disini (Ombudsman) petugasnya mengatakan harus membawa dokumen-dokumen sebagai bukti sementara saya tidak membawanya” (Wawancara: Informan 6, pada tanggal 16 Juli 2021).

Penjelasan informan diatas dapat dipahami bahwa ternyata belum semua warga masyarakat yang datang melapor dan menyampaikan pengaduan ke Ombudsman sudah memahami prosedur atau persyaratan yang ada untuk melapor, oleh karena itu masih diperlukan sosialisasi kepada masyarakat tentang tata cara menyampaikan pengaduan, demikian sebagai mana dijelaskan oleh Maria Ulfa, Kepala Keasistenan Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan Bidang Penerimaan dan Verifikasi Laporan, bahwa:

“Ketika ada masyarakat yang melakukan pelaporan yang pertama tindakan yang diberikan oleh ombudsman adalah memberikan layanan konsultasi, layanan konsultasi ini diberikan oleh bagian peneriman dan verifikasi laporan (PVL), setelah mengurai, mendengar uraian dari pelapor bahwa ternyata ada dugaan awal terjadinya maladministrasi maka bisa ditingkatkan menjadi pengaduan, jadi dari konsultasi bisa ditingkatkan menjadi pegaduan, tapi dalam konsultasi tersebut ternyata tidak ada unsur- unsur yang bisa menjadi bahan awal untuk pengaduan

maka biasanya terhenti di konsultasi saja” (Wawancara: Informan 2, pada tanggal 23 Juli 2021).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap aktivitas pelaporan adanya kasus dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh masyarakat, terlihat petugas memberikan respon yang cepat, semua laporan dilakukan registrasi namun untuk proses lebih lanjut pelapor harus melengkapi berkas yang diperlukan jika memang belum lengkap. Sebagaimana terlihat pada bagian penerimaan dan verifikasi laporan (PVL) memberikan konsultasi kepada orang yang melapor untuk melengkapi persyaratan yang diperlukan supaya laporannya dapat diproses lebih lanjut. Biasanya pelapor akan melengkapi berkasnya dalam waktu tertentu setelah dokumennya lengkap.

Muslimin B. Putra, Kepala Keasistenan Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan Bidang Pencegahan, menjelaskan bahwa petugas harus cermat dalam memeriksa laporan yang disampaikan oleh masyarakat, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

“Pelapor membawa dokumen yang berhubungan dengan kepolisian, misalnya tanda bukti lapor dikepolisian, tanda bukti lapor itu kita akan perhatikan apakah atas namanya pelapor tersebut atau bukan, nanti kita bisa verifikasi bahwa pelapor ini punya legal standing atau tidak mempunyai legal standing dengan berbekal verifikasi di dokumen atau tanda bukti lapor tersebut” (Wawancara: Informan 1, pada tanggal 23 Juli 2021).

Selain itu dijelaskan bahwa laporan yang disampaikan oleh orang terkait adanya dugaan maladministrasi dari suatu pelayanan organisasi pemerintah harus berdasar fakta dan mengikuti alur pelapor menyampaikan

laporannya, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

“Pelapor harus ke kepolisian dahulu dalam hal ini misalnya, pada Polrestabes Makassar pelapor meminta layanan jika tidak puas dengan pelayanan itu baru ke Ombudsman, karena kita tidak bisa tahu ketika pelapor tidak ke kepolisian, umpamanya pelapor katakan bahwa polisi tidak memberikan layanan, hal tersebut tidak bisa jadi alat verifikasinya, harus ada tanda buktinya berupa dokumen” (Wawancara: Informan 1, pada tanggal 23 Juli 2021).

Berikut dapat dilihat gambar alur penyampaian laporan terjadinya maladministrasi ke Ombudsman oleh masyarakat.

Gambar 4.3. Banner Alur Pengaduan Internal oleh masyarakat ke Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan

Sumber: Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan, Juli 2021

Alur pengaduan internal sebagaimana tergambar dalam banner yang dipasang pada kantor Ombudsman sebagaimana terlihat pada Gambar 4.3.

di atas tersebut hanya menggambarkan tentang tata cara pengaduan ketika ada pelapor yang datang ke Ombudsman untuk menyampaikan laporannya terkait adanya pelanggaran maladministrasi yang dilakukan oleh instansi publik terhadap orang yang bersangkutan, namun demikian masyarakat belum mengetahui bagaimana sebenarnya prosedur dan hal-hal berupa dokumen yang perlu dipersiapkan atau dibawa pada saat melapor. Oleh sebab itu sebagaimana terlihat pada saat observasi lapangan, yang dilakukan pada tahap awal pelapor yang bersangkutan datang untuk melaporkan maladministrasi yang dialaminya atas pelayanan sebuah instansi, maka pelapor melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan petugas Ombudsman mengenai masalah yang dialaminya, setelah berkonsultasi diharapkan orang bersangkutan dapat melengkapi dokumen yang diperlukan terkait dengan apa yang diadukan atau dilaporkan.

Terkait dengan waktu penyelesaian kasus maladministrasi yang dilaporkan oleh warga masyarakat, dari proses pengaduan hingga laporan dinyatakan selesai, sebagaimana dijelaskan oleh Informan (Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan Ombudsman Perwakilan Sulawesi Selatan) sebagai berikut:

“Terkait dengan jangka waktu dalam penyelesaian pengaduan masyarakat sudah diatur oleh peraturan Ombudsman, dalam peraturan tersebut diatur terkait dengan klasifikasi atau kategori laporan masyarakat, yaitu kategori sederhana, kemudian sedang, dan sulit.

Mengenai pengkategorian tersebut, jika suatu laporan dikategorikan sederhana, penanganannya kurang lebih memakan waktu 60 hari, jika

pertama laporan tersebut instansi terlapornya hanya satu, permasalahannya hanya satu, dan jangkauannya pun mudah. Hal tersebut bisa dikategorikan sederhana. Sederhana ini ada pembobotannya juga, ada rangenya. Untuk kategori sederhana, bobot nilainya 6-7, untuk kategori sedang itu 8-14, dan kategori sulit di atas 15. Berkaitan dengan pengkategorian tersebut, kemudian untuk kategori sedang itu kurang lebih memakan waktu 90 hari, dan instansi terlapor bisa jadi dua atau misalnya pihak terkait lebih dari satu, dan kemudian jangkauannya juga berada di luar kota tempat Ombudsman RI Sulsel berkantor, dalam hal ini di luar kota Makassar, permasalahannya pun bisa jadi juga lebih dari satu. Lalu untuk kategori sulit, jika memang jangkauan lokasinya ini berada di wilayah yang sulit untuk dijangkau, dan untuk pihak terkait mungkin ya lebih dari 2, terlapor pun seperti itu” (Wawancara: Informan 2, pada tanggal 09 Juli 2021).

Penjelasan informan tersebut di atas memberikan informasi bahwa proses penyelesaian laporan atau pengaduan warga kepada Ombudsman mulai dari saat pelaporan sampai pada saat laporan dinyatakan selesai dapat berbeda waktunya antara satu kasus dengan kasus lainnya bergantung pada tingkat kesulitan dari sebuah kasus dan banyaknya instansi atau orang yang terlibat, begitu juga dengan faktor jarak antara tempat terjadinya kasus dengan kantor Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan.

Mengenai penyelesaian kasus maladministrasi dan fungsi Ombudsman dalam menyelesaikan pengaduan terkait pelayanan kepolisian dijelaskan oleh Subhan, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan, sebagai berikut:

“Ombudsman berfungsi sebagai lembaga negara tempat masyarakat untuk mengadukan menyangkut hal-hal dugaan maladministrasi khususnya polisi misalnya. Untuk Polrestabes Makassar sendiri, kita punya jalur kordinasi serta MoU dengan seluruh petugas yang berkepentingan dalam beberapa bidang. Ombudsman juga mendampingi Polrestabes Kota Makassar apabila ada penyelesaian laporan, sehingga memudahkan Ombudsman dalam rangka melakukan pengawasan terkait

apa yang diperlukan masyarakat terhadap pelayanan yang ada di Polrestabes Makassar, temasuk pelayanan SIM, SKCK, dan laporan masyarakat lainnya” (Wawancara: Informan 3, pada tanggal 25 Juli 2021).

Penjelasan informan diatas memberikan informasi bahwa Ombudsman RI dalam menangani kasus maladministrasi yang dilaporkan oleh masyarakat dapat ditindaklanjuti dengan cepat penanganannya, hal ini dapat dilakukan karena adanya jalur koordinasi dan kerjasama melalui MoU antara Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan dengan Polrestabes Makassar sehingga pengawasan dalam pelayanan publik pada instansi kepolisian menjadi lebih mudah karena adanya kerjasama yang baik dengan pihak pengawas internal kepolisian.

2. Responsibilitas

Kinerja sebuah organisasi dapat dilihat pada sejauh mana responsibiltas yang dilakukan dalam memberikan pelayanan. Responsibilitas adalah kemampuan organisasi untuk mengelola atau mengatur sejauh mana pemberian pelayanan telah berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang diberlakukan atau prosedur yang telah ditetapkan. Bagi organisasi publik atau organisasi pemerintah pada khususnya seperti halnya Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan, dalam melaksanakan tugas pelayanan organisasi pemerintah atau negara dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik supaya berada pada jalur yang telah ditetapkan oleh undang-undang begitu juga pelayanan kepada masyarakat, maka harus berkomitmen pada peraturan yang ada.

Responsibilitas menunjukkan ukuran pada sejauh mana proses pemberian pelayanan publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar sebagaimana telah ditetapkan. Merujuk pada tugas dan wewenang Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan sesuai dengan Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, dijelaskan bahwa Ombudsman RI berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

Salah satu instansi publik yang menyelenggarakan pelayanan publik dalam hal ini adalah Polrestabes Makassar. Institusi kepolisian menjadi objek pengawasan oleh Ombudsman RI sebagaimana diamanahkan oleh undang-undang karena instansi ini berfungsi melayani masyarakat dalam hal menjaga kamtibmas, dan pelayanan administratif lainnya.

Kode etik Polri berdasarkan Keputusan Kapolri No.Pol.KEP/32/VII/2003 ditegaskan dalam pasal 5 bahwa memberikan pelayanan terbaik, memberikan pelayanan kepada masyarakat secara ikhlas dengan prosedur cepat, sederhana, serta tidak bermasa bodoh, apatis, mendiamkan adanya harapan masyarakat. Dalam Kode Etik Polri secara rinci diatur beberapa tindakan atau perilaku yang harus dan dilarang untuk

dilakukan dalam rangka pelayanan publik tersebut, mengutamakan kemudahan dan tidak mempersulit, tidak membeda-bedakan (diskriminasi) cara pemberian pelayanan , tidak meminta biaya kecuali diatur oleh undang-undang, tidak mengeluarkan kata-kata atau gerakan tubuh yang mengisyaratkan minta imbalan atas jasa pelayanan yang diberikan.

Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh kepolisian berupa pelayanan administratif antara lain adalah penerbitan seperti surat izin mengemudi (SIM) dan izin keramaian. Pelayanan SIM dilakukan oleh Kepolisian Resor atau Kepolisian Wilayah Kota Besar, sedang izin keramaian diberikan oleh seluruh tingkat kepolisian, dari Kepolisian Sektor sampai Mabes Polri tergantung cakupan kegiatan atau keramaian yang dimintakan izin.

Laporan pengaduan masyarakat pada Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan dalam dua tahun terakhir ini mengenai maladministrasi yang terjadi pada beberapa instansi pemberi layanan yang diadukan, instansi kepolisian masih menduduki posisi lima besar teratas artinya dengan posisi tersebut bahwa masih banyak terjadi maladministrasi pada instansi ini.

Sejalan dengan hal tersebut, pengaduan masyarakat ditindaklanjuti oleh Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan dengan melakukan langkah-langkah sesuai dengan aturan yang ada dalam mendampingi masyarakat yang merasa menjadi korban dalam pelayanan.

Data pada Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan mengenai laporan pengaduan terkait dengan Polrestabes Makassar terlihat cenderung pada jenis maladministrasi berupa penundaan berlarut, tidak melayani dan

lainnya adalah penyimpangan prosedur (lihat Tabel 4.4). Jika dicermati pengaduan masyarakat tersebut dapat dikatakan bahwa layanan yang diberikan oleh instansi ini cukup lama penyelesaiannya atau tidak adanya kepastian dari suatu kasus yang dilaporkan. Namun demikian banyak faktor yang menjadi penyebab lamanya suatu pelayanan untuk diselesaikan.

Hasil wawancara oleh Informan 7, selaku masyarakat yang pernah membuat laporan mengenai dugaan kasus maldministrasi di Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan, sebagai berikut:

“Saya membuat laporan mengenai dugaan kasus penundaan berlarut yang dilakukan oleh Polrestabes Makassar, sejauh ini dari pihak Ombudsman selalu responsif dalam memberikan informasi mengenai perkembangan laporan saya, untuk prosedur pelaporannya sendiri ada beberapa tahap yang harus dilalui, pada tahap awal saya konsultasi terlebih dahulu, lalu kemudian diarahkan ke tahapan selanjutnya.”

(Wawancara: Infroman 7, pada tanggal 30 Juli 2021).

Prosedur pelaporan dugaan kasus di Ombudsman RI Sulawesi Selatan terdiri dari beberapa tahap, hal ini juga dikemukakan oleh Maria Ulfa, Kepala Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan terkait dengan prosedur penangan laporan warga sebagai berikut:

“Pada Bidang Penerimaan dan Verifikasi Laporan, ketika ada laporan masuk, contoh yang dilaporkan adalah Polres A, dugaan maladiministrasi penundaan berlarut terhadap laporan polisi. Ketika pelapor tersebut datang ke Ombudsman RI Perwakilan Sulsel, maka tentu kita akan melakukan verifikasi formil dan materil, kami akan meminta dulu terkait dengan identitas pelapor, dan legal standingnya dalam hal ini apakah korban langsung, apakah yang bersangkutan sendiri yang melapor ke Polres A tersebut. Kemudian apakah dalam hal ini pelapor misalnya hanya bersifat mewakili atau mengkuasakan. Selanjutnya, pihak Terlapor kami harus identifikasi melalui pelapor ini berdasarkan kronologi yang disampaikan. Terlapornya ini apakah secara instansi atau misalnya unit atau menunjuk pada oknum. Kemudian apakah pelapor ini sudah

menanyakan ke Polres A tersebut, mengapa misalnya laporannya belum selesai misalnya terkait penundaan berlarut atau tidak memberikan pelayanan dan sebagainya, Apabila laporan masuk dalam syarat materil, pelapor seharusnya terlebih dahulu melakukan upaya kepada instansi terlapor, dalam hal ini Polres A. Mengingat setiap penyelenggara layanan publik seharusnya memiliki unit pengelolaan pengaduan, sehingga kami meminta juga kepada pelapor untuk menanyakan terlebih dahulu ke instansi tersebut dalam hal ini Polres A. Mengapa misalnya Polres A itu berlarut-larut dalam penyelesaiannya, nah itu syarat formil materil.

Kemudian masuk di misalnya ketika PVL telah melakukan verifikasi dan menetapkan bahwasanya sudah memenuhi syarat formil materil, maka akan disampaikan di rapat pleno bersama dengan Kepala Perwakilan dan Tim Riksa. Jika memang diterima di pleno maka akan diserahkan ke Tim Riksa untuk proses selanjutnya (Wawancara: Informan 2, pada tanggal 09 Juli 2021).

Penjelasan dari informan di atas dapat dipahami bahwa dalam melakukan tindakan terhadap laporan atau pengaduan masyarakat terkait dengan pelayanan kepolisian mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, jadi tidak serta merta ketika ada laporan yang disampaikan oleh pelapor, laporan tersebut langsung tercatat sebagai suatu pelanggaran maladministrasi.

Tetapi tetap dilakukan verifikasi ke kantor kepolisian terhadap dugaan kasus maladministrasi yang dilaporkan.

Mengenai hambatan yang ditemui dalam melakukan investigasi dan klarifikasi ke kepolisian oleh Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan terhadap laporan warga, dijelaskan oleh Subhan, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulwesi Selatan, bahwa:

“Selama ini untuk kepolisian tergolong paling lancar, karena kita selalu dibantu oleh pengawas internalnya kepolisian kalau ditingkat Polda itu namanya Irwasda (Inspektur Pengawasan Daerah), kalau ditingkat Kabupaten atau ditingkat Polres ada namanya seksi pengawasan, itu pengawas internal Polri sehingga kita bisa bersinergi. Terlapor di kepolisian itu sebagian besar selalu kooperatif memberikan klarifikasi”

(Wawancara: Informan 3, Tanggal 25 Juli 2021).

Hasil wawancara tersebut dapat dipahami bahwa antara Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan dengan Kepolisian sudah bermitra dengan baik dalam hal untuk mencegah terjadinya maladministrasi. Pada institusi kepolisian sudah ada pengawas internal yakni Irwasum Polri sampai jajarannya pada tingkat Kepolisian Daerah yakni Irwasda. Selain tindakan-tindakan pelanggaran anggota kepolisian sudah ada Unit Propam Polri yang menangani. Oleh karena itu sebagaimana penjelasan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan bahwa jika ada laporan warga mengenai terjadinya maladministrasi di kepolisian termasuk pada Polrestabes Makassar tidak sulit untuk ditangani karena Ombudsman RI selalu berkoordinasi dengan pengawas internal kepolisian, jadi lebih mudah dalam melakukan investigasi, memverifikasi, dan mengklarifikasi laporan.

Terkait dengan masih adanya pengaduan masyarakat terkait dengan dugaan terjadinya maladministrasi dalam pelayanan kepolisian di Polrestabes Makassar seperti maladministrasi berupa penundaan berlarut, tidak melayani, dan penyimpangan prosedur. Mengenai hal tersebut dijelaskan oleh Aiptu Fahruddin Paduai, Kepala Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polrestabes Makassar, sebagai berikut:

“Adanya kasus laporan warga terhadap terjadinya maladministrasi dalam pelayanan kepolisian. Perlu diketahui bahwa pelayanan kepolisian mungkin berbeda dengan pelayanan organisasi pemerintah lainnya, misalnya jika ada laporan masyarakat yang masuk di Reskrim, kami anggota melakukan pemeriksaan penyelidikan terlebih dahulu apakah laporan ini layak diteruskan dalam penyidikan atau tidak, seperti misalnya ada warga yang melaporkan pencemaran nama baik atau kasus lain. Perlu menghadirkan saksi dan bukti-bukti pendukung yang

menunjukkan adanya kasus seperti yang dilaporkan. Terkadang juga pelapor tidak kooperatif, misalnya diminta memberikan bukti tapi tidak bisa memberikan bukti atau lama bukti tersebut dimasukkan, menghadirkan saksi ini juga kadang prosesnya lama. Kemungkinan hal itulah yang dilaporkan masyarakat sebagai penundaan berlarut atau tidak melayani. Tetapi kami sesungguhnya memberikan pelayanan sepanjang prosedur yang diatur oleh undang-undang dipenuhi, namun masih banyak pelapor yang tidak bisa bersabar” (Wawancara: Informan 4, pada tanggal 28 Juli 2021).

Sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh Kepala SPKT Polrestabes Makassar di atas, dijelaskan oleh Subhan, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan, bahwa:

“Setiap pengaduan masyarakat yang masuk selalu ditindaklanjuti dengan melalui proses pemeriksaan laporan, investigasi, klarifkasi, mediasi, monitoring dan rekomendasi” (Wawancara: Informan 3, pada tanggal 25 Juli 2021).

Selanjutnya disampaikan oleh Maria Ulfa, Kepala Keasistenan Ombudsman Bidang Penerimaan dan Verifikasi Laporan terkait adanya pengaduan maladministrasi di Polrestabes Makassar, dijelaskan bahwa:

“Setiap laporan yang masuk setelah melalui proses dan dinilai layak diteruskan, maka Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan melakukan klarifikasi dengan mendatangi Polrestabes Makassar hanya sekali saja dan nanti akan diitindaklanjuti dengan laporan berkas dan sampai ke bagian Irwasda dan Propam” (Wawancara: Informan 2, pada tanggal 09 Juli 2021).

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa dalam menindaklanjuti laporan masyarakat terhadap terjadinya dugaan maladministrasi dilakukandilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku sebagaimana diatur oleh undang-undang, mekanisme yang dilakukan dalam melakukan

pemeriksaan, dan investigasi, atau klarifikasi dengan instansi terlapor (Polrestabes Makassar) juga memperhatikan ketentuan yang ada pada instansi bersangkutan. Seperti halnya pada instansi kepolisian juga sudah ada mekanisme dalam melakukan pengawasan internal maupun penindakan jika terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh oknum petugas. Oleh karena Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan selalu berkoordinasi dengan Irwasda Polda jika ada laporan warga terkait kepolisian mengenai adanya maladministrasi.

3. Akuntabilitas

Aspek ini berkaitan dengan pertanggungjawaban organisasi publik secara khusus yakni pertanggungjawaban pimpinan atas keputusan dan hasil yang dicapai sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggung jawab mengelola organisasi. Akuntabilitas orgnisasi memberikan petunjuk mengenai kegiatan yang telah dilakukan apakah

Aspek ini berkaitan dengan pertanggungjawaban organisasi publik secara khusus yakni pertanggungjawaban pimpinan atas keputusan dan hasil yang dicapai sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggung jawab mengelola organisasi. Akuntabilitas orgnisasi memberikan petunjuk mengenai kegiatan yang telah dilakukan apakah

Dokumen terkait