• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian

Dalam dokumen Iis Suwartini S841108011 (Halaman 83-124)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Gender merupakan hasil konstruksi sosial sehingga dalam penerapannya kerap menimbulkan ketidakadilan. Ketidakadilan gender kerap menimpa kaum perempuan. Bentuk ketidakadilan gender berupa marginalisasi, stereotipe, subordinasi dan kekerasan.

a. Marginalisasi

Marginalisasi merupakan proses pemiskinan yang terjadi di masyarakat yang disebabakan oleh berbagai peristiwa, misalnya peristiwa alam, eksploitasi dan perbedaan gender. Bentuk marginalisasi berupa eksploitasi dan perbedaan gender kerap menimpa kaum perempuan. Berikut ini merupakan bentuk marginalisasi yang terdapat dalam novel Mimi Lan Mintuna.

a. Eksploitasi

Maraknya trafficking yang menimpa masyarakat di berbagai negara merupakan salah satu bentuk marginalisasi. Sebagaian besar korban trafficking adalah perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh budaya patriarkhi yang menanamkan kesadaran tentang fungsi-fungsi sosial perempuan yang serba menguntungkan laki-laki. Oleh sebab itu, perempuan kerap menjadi sasaran eksploitasi.

commit to user

Semua film yang diproduksinya adalah yang lazim disebut ‘film biru’. Pelakon-pelakonnya adalah permpuan-perempuan muda yang terkena tipu di Indonesia untuk menjadi selebriti. Setelah disuruh main dalam film porno, mereka dijual sebagai pelacur dari Bangkok ke Hongkong dan Tokyo. Dalam istilah LSM sekarang ini, mereka adalah korban ‘human trafficking’

(Sylado,2007: 17).

Kutipan di atas menerangkan marginalisasi yang terjadi pada kaum perempuan yang berupa eksploitasi. Perempuan sering kali menjadi korban human trafficking. Human trafficking merupakan perekrutaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan yang berupa pemaksaan, penculikan, penipuan serta penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan eksploitasi.

Perempuan tidak saja dieksploitasi untuk mencari nafkah tetapi juga untuk melayani dan penyaluran hasrat lelaki. Mereka dipekerjakan secara paksa tanpa upah sepeser pun. Pada mulanya perempuan tidak menyadari bahwa dirinya menjadi korban

trafficking. Awalnya para perempuan dibujuk untuk menjadi

selebriti, namun pada kenyataanya mereka justru dieksploitasi.

Foto-foto posenya harus yang benar-benar sensual untuk iklan kita di majalah Forny edisi yang akan datang. Ini tugas Phornsuk. Bagaimana dengan melihat foto-foto itu saja peminatnya langsung ereksi dan telefon kita akan terus berbunyi sepanjang hari (Sylado, 2007: 83).

commit to user

Pada kutipan novel di atas juga menjelaskan adanya eksploitasi yang menimpa kaum perempuan. Perempuan korban trafficking dipaksa menjadi model panas di berbagai majalah pria.Tubuh perempuan menjadi objek eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan seks para lelaki. Foto-foto sensual mereka dikomersilkan untuk meraih keuntungan semata. Hal tersebut sangat melanggar hak asasi manusia. Perempuan tidak hanya mengalami pemiskinan dan pembodohan tetapi juga mengalami pembunuhan karakter. Perempuan dipandang remeh dan hanya dijadikan pemuas hasrat lelaki.

Kejujuran kalian soal perawan akan penting bagi kami untuk menjamin nilai kepercayaan terhadap orang kami (Sylado, 2007: 80).

Pada kutipan novel di atas menjelaskan betapa pentingnya keperawanan dalam perdagangan perempuan. Perempuan yang masih perawan memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang tidak perawan. Sebagian besar lelaki lebih berhasrat pada perempuan yang masih perawan. Oleh sebab itu, perempuan yang masih perawan dijual dengan harga tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa perempuan mengalami pemiskinan secara keji.

Mereka yang sudah dibeli oleh penyalur di Tokyo dan Hongkong dikelola tersendiri, tapi dengan standar rata-rata

commit to user

sama dengan yang di Bangkok. Tarif untuk sekali “tuk” yang ditentukan berkisar antara US$ 2000 sampai US$2500. Untuk itu mereka memperoleh antara 30 sampai 40%-nya (Sylado, 2007: 103).

Pada kutipan novel di atas semakin membuktikan bahwa marginalisasi sangat merugikan perempuan. Trafficking

merupakan perbudakan paling keji. Para perempuan dipekerjakan secara paksa dan hanya diberi upah minim bahkan ada yang tidak menerima upah seperser pun. Hal tersebut membuktikan perempuan tidak hanya mengalami pemiskinan ekonomi, harkat dan martabat mereka pun ditindas.

Bentuk eksploitasi pada novel Mimi Lan Mintuna sangatlah kompleks. Pada kutipan di bawah ini, menerangkan berbagai eksploitasi yang menimpa korban trafficking.

Babak pemotretan selesai, ganti dengan babak syuting: melakukan adegan yang dikatakan Sean PV sebagai perbuatan seni yang meniru perbuatan alami. Semua yang akan melakukannya terlebih dulu dirias sehabisnya untuk tampil jelita, sensual, merangsang (Sylado, 2007: 9). Perempuan yang mengalami trafficking di eksploitasi dalam berbagai hal. Mereka dijadikan model panas bahkan membintangi film porno. Mereka dipaksa untuk tampil cantik, sensual dan merangsang. Hal tersebut tentu saja sangat tidak manusiawi.

commit to user

Perempuan dijadikan sebagai alat pemuas nafsu. Mereka tidak memiliki hak untuk menentukan hidupnya.

b. Subordinasi

Subordinasi merupakan penempatan kaum perempuan pada posisi tidak penting. Adanya asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa perempuan irrasional, emosional dan lemah menyebabkan perempuan kehilangan eksistensinya. Pasalnya perempuan tidak dipercaya menempati posisi penting apalagi dalam ranah publik. Perempuan hanya ditempatkan pada sektor domestik. Adanya subordinasi sangat merugikan kaum perempuan. Perempuan tidak memiliki wadah untuk menggali potensi.

Bentuk subordinasi pada novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Perempuan adalah semata-mata konco wingking yang tempatnya melulu di dapur mengiris-iris brambang, nyulak-nyulaki kursi, nyapu-nyapu teras, ngosek-ngosek kakus, ngelus-ngelus burung (Sylado, 2007: 9).

Pada kutipan di atas menerangkan adanya subordinasi, perempuan hanya di tempatkan pada ranah domestik. Pekerjaan perempuan hanya sebatas mengurus sumur kasur dan dapur. Sementara dalam menentukan kebijakan hanya kaum laki-laki yang mempunyai andil.

Adanya subordinasi membatasi ruang gerak perempuan. Perempuan tidak mempunyai ruang untuk menunjukkan eksistensinya.

commit to user

Apabila perempuan ditempatkan pada ranah domestik, maka perempuan hanya dijadikan sebagai konco wingking. Hal tersebutlah yang menyebabkan perempuan dipandang sebelah mata.

Budaya patriarkhi yang berkembang di Indonesia merupakan salah satu pemicu timbulnya subordinasi. Patriarkhi merupakan dasar ideologi ketidak setaraan gender. Laki-laki memiliki kekuasaan

superior dan privilege ekonomi.

Subordinasi dalam novel Mimi Lan Mintuna yang lebih tidak manusiawi dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Mulai hari ini gadis-gadis dari Manado-termasuk Indayanti dan Kalyana-sudah merasakan diperlakukan sebagai sekedar barang, sekedar stock, yang di jual dan dibeli. Tapi mereka pun dibuat yakin bahwa kerja akting memang menjual jasa bakat, dan seperti dikatakan Sean PV, adalah pekerjaan yang serius sekaligus santai (Sylado, 2007: 96).

Pada kutipan novel di atas menjelaskan subordinasi yang menimpa perempuan korban trafficking. Tubuh mereka dieksploitasi untuk menghasilkan keuntungan. Hal tersebut membuktikan perempuan ditempatkan pada posisi yang rendah. Perempuan dengan segala keindahannya dijadikan pemuas hasrat lelaki. Mereka ditindas dan diperlakukan layaknya barang dagangan. Mereka dijual kepada laki-laki hidung belang dengan harga yang beragam.

commit to user c. Stereotipe

Stereotipe merupakan pelabelan atau penandaan negatif terhadap seseorang atau sekelompok tertentu yang dapat menimbulkan ketidakadilan. Stereotipe dapat merubah status sosial, kondisi ekonomi dan budaya, dan eksploitasi fisik seseorang. Adanya stereotipe tersebut bersumber dari pandangan dan pemahaman gender dan jenis kelamin yang salah kaprah.

Kita semua tahu, tidak ada perempuan jelek selama perempuan-perempuan itu bisa bikin lelaki ereksi (Sylado, 2007: 82.)

Pada kutipan di atas menjelaskan adanya stereotipe pada kaum perempuan. Perempuan ideal bagi mereka adalah perempuan yang dapat membuat laki-laki ereksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan hanya dipandang sebagai objek pemuas hasrat laki-laki.

Adanya stereotipe sangat merendahkan harkat dan martabat kaum perempuan. Perempuan hanya dipandang sebelah mata. Harga diri seorang perempuan hanya diukur sebatas alat reproduksi. Adanya anggapan yang salah tentang penilaian diri perempuan, akan berdampak pada pola pikir masyarakat yang kian mengeksploitasi tubuh perempuan.

Di seluruh dunia orang tahu, bahwa bintang-bintang film, selebriti sinema, para artis hidupnya berkaitan dengan vaginanya. Sebut saja biangnya Maria Schneider: last Tango in Paris, Sharon Stone: Basic Instinct, Angelina Jolie: Orginal Sin, Helle Berry: Monster’s Ball, dan seterusnya. Persisnya tidak ada beda antara keartisan dan kesundalan (Sylado, 2007: 24).

commit to user

Pada kutipan novel di atas menjelaskan stereotipe yang menimpa selebriti perempuan. Mereka kerap disamakan dengan pekerja seksual. Mereka tidak hanya berakting tetapi juga menjual vaginanya. Perbedaannya hanya terletak pada cara menjual tubuhnya. Para selebriti menjual tubuhnya dengan cara terhormat mereka membintangi film kenamaan dengan beradegan intim dengan aktornya.

Stereotipe yang menimpa pekerja seni identik dengan kaum perempuan, padahal laki-laki pun banyak yang membintangi film porno. Hal tersebut membuktikan bahwa hanya perempuan yang dipandang negatif. Stereotipe yang menimpa selebriti perempuan sangatlah tidak adil. Adanya pelabelan negatif didasari perbedaan jenis kelamin. Asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa hanya tubuh perempuan yang dapat dieksploitasi menjadikan laki-laki luput dari pelabelan negatif.

Bolehlah dikatakan, perusahaan-perusahaan kosmetik menjadi maju sebab barang-barangnya gincu, minyak wangi, bedak-pupur, cat kuku, bulu mata palsu dan seterusnya dipakai tiap hari oleh perempuan dalam rangka membentuk kecantikannya supaya dikagumi dan dipuji (Sylado, 2007: 14).

Pada kutipan di atas menjelaskan adanya stereotipe terhadap kaum perempuan. Perempuan lebih banyak dilihat dari tubuh, sehingga segi intelektual perempuan dipandang sebelah mata.

commit to user

Kaum laki-laki beranggapan bahwa semua perempuan akan mempercantik diri untuk menarik perhatian mereka. Hal tersebut dimanfaatkan oleh industri kecantiakan untuk meraih untung sebanyak-banyaknya. Adanya anggapan tersebut membuat perempuan menjadi objek eksploitasi.

Kutipan di bawah ini juga menjelaskan stereotipe pada perempuan korban trafficking. Harkat dan martabat mereka diinjak-injak dan dipandang sebelah mata. Mereka diperlakukan seperti robot, tenaga mereka diperas untuk memuaskan nafsu laki-laki. Mereka diperlakukan semena-mena apabila tidak memberikan manfaat nyawa mereka menjadi taruhannya.

Dalam hati Indayati muncul kata-kata berikut: “dasar laki-laki! Mereka menyukai tubuh yang mulus, mengabaikan hati yang tulus. Mereka cuma memandang perempuan dari sudut manfaat, bukan martabat. Mereka, melulu berpikir tentang nikmat perempuan, ketimbang hikmat perempuan. Mereka bukan memberdayakan tapi memperdayakan (Sylado, 2007: 104).

Stereotipe pada kutipan di atas nampak pada pengalaman hidup Indayati. selama ini laki-laki yang datang padanya hanya mengharapkan tubuh Indayati yang mulus. Mereka hanya memanfaatkan perempuan untuk melampiaskan nafsu. Laki-laki selalu mempunyai cara untuk menikmati perempuan. Mereka tidak memandang ketulusan hati dan budi pekerti yang terpenting adalah kepuasan.

commit to user 2. Kekerasan

Kekerasan adalah bentuk ketidakadilan gender yang disebabkan serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber. Kekerasan yang menimpa satu jenis kelamin tertentu terjadi akibat anggapan gender yang salah. Bentuk kekerasan ini bisa disebut sebagai wujud nyata adanya penindasan kaum pria terhadap kaum perempuan. Jenis-jenis kekerasan diantaranya: kekerasan domestik, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan kekerasan emosional.

1) Kekerasan domestik

Kekerasan domestik merupakan tindak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dan pelaku kekerasan memiliki hubungan kekerabatan dengan korbannya. Kekerasan domestik yang menimpa perempuan sebagian besar dilakukan oleh suami. Kekerasan domestik dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Kalau dia mabuk, dia selalu menyiksa aku. Lihat saja mulutku ini. Ini tamparan dia yang terakhir sebelum aku tinggalkan dia. Di banyak bagian tubuhku, ada lagi luka sundutan rokok. Lihat! Suamiku itu memang gila” (Sylado, 2007: 138).

Kutipan di atas menerangkan adanya kekerasan domestik yang dialami Indayati. Indayati menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Suami Indayati kerap berlaku kasar kepadanya. Tidak hanya

commit to user

menampar dan memukul, sekujur tubuh Indayati pun penuh dengan sundutan rokok.

Kekerasan domestik yang kerap menimpa perempuan terkadang diabaikan. Pasalnya pelaku merupakan orang terdekat korban. Tidak banyak korban kekerasan domestik yang melaporkan masalah tersebut kepada pihak berwenang. Hal tersebut menyebabkan pelaku kekerasan luput dari jeratan hukum.

Tak hirau akan kata-kata itu dengan tangan kanan yang lebih kuat lelaki ini memukul lagi. istrinya terhuyung. Membentur dinding, jengkang semaput (Sylado, 2007: 1).

Kutipan di atas menggambarkan adanya kekerasan domestik yang dialami oleh tokoh Indayati. Indayati kerap mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh suaminya. Semenjak Petruk di PHK Indayati menjadi sasaran kemarahannya. Hal tersebut menunjukan bahwa perempuan kerap menjadi pelampiasan permasalahan yang dialami laki-laki.

Kekerasan domestik yang kerap menimpa perempuan didasari adanya anggapan bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah. Oleh karena itu, seringkali perempuan kerap menerima perlakuan kasar dari orang-orang terdekatnya.

2) Kekerasan fisik

Kekerasan fisik merupakan tindak kekerasan yang mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya. Kekerasan fisik

commit to user

terjadi akibat adanya pemukulan baik menggunakan alat atau anggota tubuh untuk melukai korbannya. Kekerasan fisik dalam novel Mimi Lan Mintuna berupa penyekapan, penganiayaan, serta pembunuhan.

1. Penyekapan

Penyekapan termasuk tindak kekerasan fisik karena selama dalam masa penyekapan korban diperlakukan semena-mena sehingga mempengaruhi keadaan fisik seseorang. Korban penyekapan pada umumnya tidak diberikan makanan yang layak bahkan kerap disiksa. Kekerasan fisik dalam novel Mimi Lan Mintuna yang Jarum suntik yang dipegang bunda secepatnya masuk ke daging Indayati sambil mencabut jarum suntik itu bunda mendorong, menghempaskan Indayati ke dalam kamar, dan perempuan ini pun terlengkup di atas ranjang (Sylado, 2007: 67).

berupa penyekapan dapat dilihat dari beberapa kutipan di bawah ini.

Pada kutipan novel di atas Indayati menjadi korban penyekapan. Sebelum disekap di dalam kamar, Indayati terlebih dahulu dibius menggunakan jarum suntik. Tindakan penyekapan yang dialami Indayati termasuk jenis kekerasan fisik. Selama disekap Indayati diperlakukan semena-mena, ia kerap tidak diberi makan. Hal tersebut berdampak buruk terhadap fisik Indayati.

commit to user

Pada novel Mimi Lan Mintuna selain Indayati terdapat beberapa tokoh yang mengalami penyekapan, salah satunya menimpa pada Kokom.

Di lantai tiga Indayati masih harus menjadi pesakitan di hadapan Sean PV yang menuding-nudingnya di belakang mejanya seraya berkata, “Pelanggaran yang kamu lakukan sudah termasuk sangat berat, mengerti? Makannya kamu hanya diberi makan satu piring nasi per hari. Kalau pelanggaranmu lebih berat, kamu akan diperlakukan seperti terhadap Kokom. Kamu tahu? Di dalam situ, kamu memang tidak bisa melihat, kakinya di rantai. Dan makannya cuma setengah piring bubur per harinya (Sylado, 2007: 181).

Kokom merupakan salah satu korban trafficking, ia disekap karena berusaha melarikan diri. Ia sudah mengalami masa penyekapan 180 hari, kakinya dirantai dan hanya diberi setengah bubur per hari.

Penyekapan juga pernah dialami oleh Kalyana. Kalyana dan Indayati pernah disekap karena mereka berusaha melarikan diri. Mereka tidak pernah mengira akan disekap dan dijual ke Bangkok. Penyekapan yang dialami mereka merupakan tindak kekerasan. Mereka diculik dan diperdagangkan sebagai pekerja seks komersial.

commit to user

Perempuan-perempuan muda dari Manado, ini termasuk astagfirullah Indayati dan Kalyana, akhirnya berangkat ke Bangkok dengan disekap di Jakarta selama tiga hari menunggu permainan pat-gulipat dalam mengurus surat-surat izin ke sana (Sylado, 2007: 58).

2. Penganiaayan

Penganiayaan merupakan salah satu bentuk kekerasan fisik. Penganiayaan biasanya dilakukan dengan alat atau anggota tubuh untuk melukai korbannya. Penganiayaan dapat mengakibatkan seperti luka memar, kerusakan fungsi tubuh, bahkan kehilangan nyawa.

Kekerasan fisik berupa penganiayaan dalam novel Mimi

Lan Mintuna dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Dull Dower menangkapnya, menjambak rambutnya, menyeret keranjang. Di situ Indayati meronta-ronta lagi, menjerit-jerit, menyerapah. Dull Dower memuntir tangannya ke belakang hingga lemas. Dan bersama itu Bunda menyuntik, membiusnya lalu mendorongnya jatuh ke atas ranjang (Sylado, 2007: 98).

Pada kutipan di atas menjelaskan adanya tindak kekerasan fisik berupa penganiayaan terhadap Indayati. Tokoh Indayati diperlakukan semena-mena. Indayati kerap menerima perlakuan kasar di tampar, di jambak, di seret, bahkan di bius. Tindak kekerasan fisik yang dilakukan Dull Dower kepada Indayati termasuk tindak kriminal.

commit to user

Kekerasan fisik kerap menimpa perempuan terutama pada korban trafficking. Mereka tidak hanya dieksploitasi, mereka pun kerap menjadi sasaran pelampiasan emosi. Kekerasan fisik yang terjadi pada korban trafficking tidak hanya meninggalkan luka fisik tetapi juga trauma yang mendalam.

Sean PV bertolak pinggang, memandang dengan sangat merendahkan terhadap gadis yang baru diseret ini. Katanya, “ Jangan membuat saya mengulang-ngulang bicara. Kerja kita serius. Jangan merasa ada beban, supaya kerja yang serius itu menjadi santai (Sylado, 2007: 97). 3. Pembunuhan

Pembunuhan merupakan kekerasan fisik yang paling keji. membunuh berarti melakukan perampasan hak hidup manusia. Bentuk kekerasan fisik yang berupa pembunuhan dalam novel

Mimi Lan Mintuna dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Baik kata Sean PV, menarik laci mejanya, mengambil pistol, dan langsung menembak kepala Klyana. “dia sudah saya singkirkan sesuai janji. Dan kamu mendapat ganti satu, plus dua kali ongkos pulang-pergi Bangkok- Tokyo” (Sylado,2007: 110).

Pada kutipan di atas menjelaskan adanya tindak kekerasan fisik yang berupa pembunuhan. Kalyana di bunuh lantaran Sean PV kecewa karena ia sudah tidak perawan lagi. Keperawanan menjadi faktor terpenting bagi pekerja seks. Perempuan korban

commit to user

tarafficking apabila tidak dapat memberikan kepuasan bagi

pelanggan maka nyawa taruhannya.

3) Kekerasan Seksual

Kekerasan pada manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, salah satunya kekerasan seksual yang dipicu oleh relasi gender yang timpang dan diwarnai oleh ketidakadilan dalam hubungan antar jenis kelamin. Tindakan tersebut dapat berupa pemerkosaan maupun pelecehan seksual.

Berdasarkan uraian di atas kekerasan seksual merupakan tindak kekerasan yang dilakukan dengan mengancam dan memaksa korbannya untuk melakukan hubungan seksual. Kekerasan seksual dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Sebelum berangkat ke hotel, perawan yang di pesan ini diberi lagi suntikan untuk membuatnya seperti mengambang, melayang, gliyang-gliyeng. Di dalam keadaan seperti itulah keperawanannya ditorpedo (Sylado, 2007: 104).

Pada kutipan di atas dapat dilihat bentuk kekerasan seksual yang menimpa para perempuan. Para perempuan yang menjadi korban

trafficking apabila enggan melayani pelanggan maka mereka akan

diberi suntikan hingga tak sadarkan diri. Pada saat mereka kehilangan kesadaran, disaat itulah keperawanan mereka direnggut.

commit to user

Hal tersebut menandakan adanya pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual.

Kekerasan seksual merupakan bentuk penindasan yang didasarkan atas perbedaan jenis kelamin. Kekerasan seksual pada umumnya menimpa kaum perempuan. Tubuh perempuan menjadi objek pemuas hasrat lelaki. Oleh karena itu, perempuan kerap mengalami kekerasan seksual.

Dikatakan bahwa lelaki-lelaki tua yang melakukannya rata-rata tidak punya kepekaan hitungan waktu. Mereka melakukannya dengan grusa-grusu, ganas, dan dengan itu mereka mengira bahwa mutu kejantananya mencapai tingkat sempurna jika perawan yang ditorpedonya itu merintih keperihan (Sylado, 2007: 105).

Pada kutipan novel di atas kekerasan seksual berupa pemerkosaan. Pemerkosaan yaitu melakukan paksaan untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya unsur paksaan, ketakutan dan malu.

Pemerkosaan yang menimpa perempuan korban trafficking

terjadi karena adanya ancaman. Mereka tidak mempunyai keberanian untuk melawan, karena nyawa menjadi taruhannya. 4) Kekerasan emosional

Kekerasan emosional melibatkan secara langsung kondisi psikologis. Kekerasan emosional dapat menimbulkan depresi

commit to user

sehingga meninggalkan trauma bagi korbannya. Kekerasan emosional dapat terjadi dalam ranah publik maupaun domestik. Kekerasan emosional dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Dia peluk anaknya itu. Menangis pula. Tanpa air mata. Luka dihati kiranya lebih perih pedih ketimbang luka di badan. Juga cadangan air matanya pun sudah kering, asa, gerangan tiada lagi harapan yang bisa membungkam batinnya (Sylado, 2007: 1). Kekerasan emosional yang menimpa Indayati diakibatkan perlakuan kasar suaminya. Petruk tidak memberikan nafkah lahir dan batin kepada Indayati dan anaknya. Pertengkaran dalam keluarga kerap terjadi dalam rumah tangga mereka. Kekerasan emosional pun kerap dialami Indayati.

Kondisi yang dialami Indayati mempengaruhi keadaan psikologisnya. “Luka dihati kiranya lebih perih pedih ketimbang

luka di badan.” Dari kutipan tersebut menggambarkan kekerasan

emosional mempunyai dampak negatif yang cukup besar. Kekerasan emosional lebih menyakitkan ketimbang kekerasan fisik. Akibat kekerasan emosional yang dialaminya, Indayati mengalami keputusasaan. Hal tersebut membuktikan bahwa kekerasan emosional menghambat eksistensi perempuan.

commit to user

Kekerasan emosional kembali dialami Indayati selama menjadi korban tarfficking. Kekerasan emosional tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Sebenarnya ada penyerahan diri tapi tidak ikhlas, ada kepasrahan ragawi, tapi itu terpaksa; ada keadaan nrimo, tapi itu dilatari rasa takut. Semuanya ada, karena itu berkaitan dengan cerita kematian Kalyana yang begitu megerikan (Sylado, 2007: 148).

Selama menjadi korban trafficking Indayati kerap mengalami kekerasan emosional. Semenjak ia mendengar berita kematian kalyana, ancaman pembunuhan kerap menghantui pikirannya. Indayati mengalami krisis percaya diri, tak ada lagi semangat yang

Dalam dokumen Iis Suwartini S841108011 (Halaman 83-124)

Dokumen terkait