• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan nilai kuat tekan dan kuat lentur pada paving block menggunakan bahan tambah limbah cangkang telur dengan proporsi campuran yang sudah ditentukan. Selain itu, hasil dari pembuatan paving block menggunakan bahan tambah limbah cangkang telur harus dilakukan pengujian kuat tekan dan kuat lentur, agar dapat mengetahui jenis mutu dan nilai pada paving block tersebut. Dari hasil pengujian laboratorium tersebut akan menjadi pembanding terhadap penelitian terdahulu yang menggunakan limbah cangkang telur. Jenis limbah cangkang telur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan limbah dari cangkang telur ayam ras (negeri), sedangkan penelitian terdahulu menggunakan cangkang telur ayam kampung (buras).

Dalam pembuatan paving block menggunakan bahan tambah limbah cangkang telur yang terdiri dari 4 sampel dengan 4 konsentrasi yaitu 0%, 10%, 15%

dan 20%. Limbah cangkang telur tersebut harus dijadikan bubuk terlebih dahulu sebelum diaplikasikan pada paving block, agar senyawa yang terkandung dapat bekerja sesuai dengan fungsi semen yaitu untuk mengikat senyawa lainnya. Tahap pembuatan akgegat dari limbah cangkang telur dapat di lihat pada gambar 4.1 dan proses pembuatan akgegat dari limbah cangkang telur dapat di lihat pada table 4.1 di bawah ini sebagai berikut:

46 Gambar 4.1 Proses Pembuatan Akgegat

Berikut tabel 4.1 hasil dokumentasi yang dilakukan peneliti dalam proses pembuatan akgegat dari limbah cangkang telur beserta penjelasannya:

Tabel 4.1 Proses Pembuatan Akgegat dari Limbah Cangkang Telur

No. Gambar Jenis Kegiatan

1.

Proses pengumpulan sampel (LCT) dari beberapa pedagang di

Desa Mekar Mukti yang menghasilkan limbah cangkang

telur ayam ras.

47 2.

Proses perendaman limbah cangkang telur selama 24 jam dengan air bersih, agar kotoran

lepas dari cangkang telur.

3.

Proses pencucian cangkang telur agar sisa kotoran yang menempel

terlepas dari cangkang telur.

4.

Proses pengeringan limbah cangkang telur dijemur di bawah

terik sinar matahari, agar kandungan air dalam cangkang telur berkurang dan memudahkan

saat proses penghancuran.

48 5.

Proses penghancuran menggunakan penumbuk batu agar dapat memudahkan saat penghancuran

menggunakan blender.

6.

Proses penghancuran menggunakan blender, agar hasil dari penghancuran menggunakan penumbuk menjadi hasil yang lebih

halus.

7.

Proses penyaringan menggunakan saringan, lalu hasil yang tertahan

di blender ulang dan dilakukan penyaringan kembali.

49 4.2 Hasil Pengujian Kehalusan

Berdasarkan pembuatan bahan tambah dari limbah cangkang telur menghasilkan bubuk yang akan dijadikan sebagai akgegat halus. Ukuran kehalusan pada bubuk cangkang telur tersebut dapat berpengaruh terhadap kemampuan kuat tekan dan kuat lentur pada paving block. Kehalusan akgegat yaitu proses penyaringan akgegat dengan menggunakan saringan dengan diameter atau nomor saringan yang berbeda, bila akgegat tersebut lolos saat proses penyaringan dan memiliki nilai modulus kehalusan sesuai dengan ASTM C33 yaitu antara 2,3 mm sampai 3,1 mm maka dapat dikatakan sebagai akgegat halus. Jika nilai modulus kehalusan semakin tinggi, maka akgegatnya semakin kasar.

Menurut Claufia (2019), pada tahun 1925 seorang yang bernama Duff Abrams memperkenalkan konsep Modulus Kehalusan untuk memperkirakan proporsi akgegat halus dan untuk bahan campuran beton. Sebelum menghitung modulus kehalusan, harus dilakukan analisis saringan di laboratorium untuk mengetahui nilai modulus kehalusan yang berasal dari bubuk limbah cangkang telur tersebut. Dalam proses pengujian kehalusan tersebut yang dilakukan dengan menggunakan saringan nomor 8, 16, 30, 50, 100, 200 dan PAN secara dua kali proses pengujian agar mendapatkan hasil yang homogen. Proses penyaringan di Laboratorium Struktur dan Bahan Institut Teknologi Nasional Bandung pada hari senin tanggal 18 November 2019 di dapat hasil Analisis saringan sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Analisis Saringan Bubuk LCT ke-1

Lewat Komulatif Tertahan

8 0 0 100 0

16 0,5 0,05 99.95 0,05

30 151 15,1 84,45 15,15

50 474 47,4 37,45 62,55

Jumlah Persen (%)

50 Sumber: Laboratorium Struktur dan Bahan ITENAS Bandung, 2019.

Keterangan:

1. Pada saringan nomor 8 terdapat benda tertahan dengan berat 0 kg, dengan jumlah benda yang lewat sebesar 100%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 0 %.

2. Pada saringan nomor 16 terdapat benda tertahan dengan berat 0,5 kg, dengn jumlah benda yang lewat sebesar 99,95%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 0,05 %.

3. Pada saringan nomor 30 terdapat benda tertahan dengan berat 151 kg, dengan jumlah benda yang lewat sebesar 84,45%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 15,15 %.

4. Pada saringan nomor 50 terdapat benda tertahan dengan berat 474 kg, dengan jumlah benda yang lewat sebesar 37,45%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 62,55 %.

5. Pada saringan nomor 100 terdapat benda tertahan dengan berat 190 kg, dengan jumlah benda yang lewat sebesar 18,45%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 81,55 %.

6. Pada saringan nomor 200 terdapat benda tertahan dengan berat 90 kg, dengan jumlah benda yang lewat sebesar 9,45%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 90,55 %.

7. Pada saringan terakhir yaitu PAN terdapat benda tertahan dengan berat 92 kg, dengan jumlah benda yang lewat sebesar 0%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 99,75 %.

100 190 19 18,45 81,55

200 90 9 9,45 90,55

PAN 92 9,2 0 99,75

Modulus Kehalusan = 249,85 : 100 = 2,50

51 Tabel 4.3 Hasil Pengujian Analisis Saringan Bubuk LCT ke-2

Sumber: Laboratorium Struktur dan Bahan ITENAS Bandung, 2019.

Keterangan:

1. Pada saringan nomor 8 terdapat benda tertahan dengan berat 0 kg, dengan jumlah benda yang lewat sebesar 100%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 0 %.

2. Pada saringan nomor 16 terdapat benda tertahan dengan berat 0,7 kg, dengn jumlah benda yang lewat sebesar 99,93%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 0,07 %.

3. Pada saringan nomor 30 terdapat benda tertahan dengan berat 155 kg, dengan jumlah benda yang lewat sebesar 84,43%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 15,17 %.

4. Pada saringan nomor 50 terdapat benda tertahan dengan berat 475 kg, dengan jumlah benda yang lewat sebesar 36,93%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 63,07 %.

5. Pada saringan nomor 100 terdapat benda tertahan dengan berat 180 kg, dengan jumlah benda yang lewat sebesar 18,93%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 81,55 %.

Komulatif Tertahan Lewat

8 0 0 0 100

16 0,7 0,07 0,07 99,93

30 155 15,5 15,57 84,43

50 475 47,5 63,07 36,93

100 180 18 81,07 18,93

200 80 8 89,07 10,93

Modulus Kehalusan = 248,85 : 100 = 2,49

52 6. Pada saringan nomor 200 terdapat benda tertahan dengan berat 80 kg, dengan jumlah benda yang lewat sebesar 10,93%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 89,07 %.

7. Pada saringan terakhir yaitu PAN terdapat benda tertahan dengan berat 108 kg, dengan jumlah benda yang lewat sebesar 0%. Maka nilai kumulatif tertahannya adalah 99,75 %.

Modulus kehalusan diidentifikasi sebagai jumlah persen kumulatif sisa saringan di atas ayakan dibagi 100. Semakin besar nilai modulus kehalusan, menunjukkan bahwa semakin besar juga butiran akgegatnya. Nilai modulus kehalusan didapat dari pengujian Analisis saringan. Berikut rumus modulus kehalusan:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ % 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑑𝑖 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑦𝑎𝑘𝑎𝑛 internasional yaitu ASTM. Berikut proses pengujian kehalusan akgegat dan benda uji yang tertahan pada saringan dapat di lihat pada gambar 4.2 dan gambar 4.3.

Gambar 4.2 Proses Pengujian Kehalusan Bubuk LCT Sumber: Laboratorium Struktur dan Bahan ITENAS Bandung, 2019.

53 Dapat di lihat pada gambar 4.2 terdapat benda uji yang tertahan pada saringan nomor 30 dengan ukuran 0,60 mm, pada saringan nomor 50 dengan ukuran 0,30 mm, pada saringan nomor 100 dengan ukuran 0,15 mm, pada saringan nomor 0,075 dengan ukuran 0,075 mm, dan saringan PAN dengan benda uji terhalus.

Gambar 4.3 Hasil Pengujian Kehalusan

Sumber: Laboratorium Struktur dan Bahan ITENAS Bandung, 2019.

Dokumen terkait