• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS PENGUJIAN KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR PADA PAVING BLOCK DARI CAMPURAN LIMBAH CANGKANG TELUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN SKRIPSI ANALISIS PENGUJIAN KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR PADA PAVING BLOCK DARI CAMPURAN LIMBAH CANGKANG TELUR"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN SKRIPSI

ANALISIS PENGUJIAN KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR PADA PAVING BLOCK DARI CAMPURAN LIMBAH CANGKANG TELUR

Diajukan Guna Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Pada Program Studi Teknik Lingkungan

Disusun oleh:

Elisabeth Tambunan 331510130

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS PELITA BANGSA

BEKASI 2020

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi ABSTRAK

ANALISIS PENGUJIAN KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR PADA PAVING BLOCK DARI CAMPURAN LIMBAH CANGKANG TELUR Bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia dapat meningkatkan produksi pangan dan limbah. Salah satunya produksi telur ayam ras, yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat sebagai bahan olahan makanan. Produksi telur ayam ras pada tahun 2018 diprediksi mencapai 1,52 juta ton. Masyarakat di Indonesia belum banyak mengetahui bagaimana mengolah dan memanfaatkan limbah cangkang telur dengan benar. Dalam penelitian ini dilakukan pemanfaatan dari limbah cangkang telur sebagai bahan campuran pada paving block. Paving block merupakan suatu komposisi bangunan yang tersusun dari semen, agregat kasar, agregat halus dan air.

Penelitian ini merupakan eksperimental skala laboratorium dengan metode deskriptif kuantitatif. Tujuan dilakukan penelitian ini, agar mengetahui jenis mutu paving block yang dihasilkan. Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi juga dapat menjadi produk ramah lingkungan. Digunakan paving block berukuran (20x10x6) cm dengan jenis bata dan nilai fineness modulus LCT 2,49-2,50. Persante komposisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0%, 10%, 15% dan 20%. Lalu dilakukan pengujian kuat tekan dan kuat lentur pada masing-masing komposisi paving block. Hasil pengujian tersebut didapat nilai dengan persentase 20% limbah cangkang telur merupakan hasil paving block dengan jenis mutu A atau K-500.

Sedangkan nilai dengan persentase 0% limbah cangkang telur merupakan hasil paving block dengan jenis mutu B atau K-300. Bila dibandingkan dengan paving block 0% maka penambahan limbah cangkang telur dapat merubah dan meningkatkan jenis mutu paving block. Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan limbah dengan jenis cangkang telur yang berbeda, agar menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi serta ramah lingungan.

Kata Kunci: Limbah Cangkang Telur Ayam, Agregat Halus, Modulus Kehalusan, Kuat Tekan, dan Kuat Lentur.

(7)

vii ABSTRACT

ANALYSIS OF TESTING COMPRESSIVE STRENGTH AND FLEXURAL STRENGTH ON PAVING BLOCKS FROM A MIXTURE OF WASTE EGGSHELLS

The increasing number of population in Indonesia can increase food production and waste. One of them is the production of eggs, which are commonly consumed by the public as an ingredient in processed food. Production of eggs in the year 2018 is predicted to reach 1.52 million tons. People in Indonesia not many know how to cultivate and utilize the waste eggshells properly. In this research, the utilization of waste eggshell as a material in paving block. Paving block is a composition of buildings that is composed of cement, coarse aggregate, fine aggregate and water. This research is an experimental laboratory scale with descriptive quantitative method. The purpose of this study, in order to know the types of quality paving block that is produced. In addition to having a high economic value can also be an environmentally friendly product. Used paving block size (20x10x6) cm with brick types and the value of the fineness modulus of the LCT of 2.49 to 2.50. Persante composition used in this study are 0%, 10%, 15% and 20%. Then testing the compressive and flexural strength at each composition of the paving block. The results of testing the obtained value with a percentage of 20% of the waste eggshell is the result of paving block with the type of quality A or K-500.

While the value with the percentage of 0% of waste eggshell is the result of paving block with the type of quality B or K-300. When compared with paving block 0%

then the addition of waste eggshell can change and enhance the types of quality paving block. For further research can use the waste with the type shells of the eggs are different, so a product that has high economic value as well as friendly environment.

Keywords: Waste of Eggshells, Paving Block, Aggregate, Modulus of Fineness, Compressive, and Flexural Strength.

(8)

viii

(9)

ix

(10)

x KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Skripsi dengan judul “Analisis Pengujian Kuat Tekan Dan Kuat Lentur Pada Paving Block Dari Campuran Limbah Cangkang Telur” ini dengan baik.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan Laporan Skripsi ini. Selama proses penyusunan Laporan Skripsi ini, penulis selalu mendapatkan dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga segala rintangan yang penulis alami dapat teratasi. Oleh karena itu, dengan terselesaikannya Laporan Skripsi ini, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Hamzah Muhammad Mardi Putra,S.K.M, M.M, selaku Rektor Universitas Pelita Bangsa;

2. Ibu Putri Anggun Sari,S. Pt., M.Si, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Pelita Bangsa;

3. Bapak Dodit Ardiatma, S.T., M. Sc. selaku Kepala Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pelita Bangsa dan dosen pembimbing kedua;

4. Bapak Ir. Aris Dwicahyanto, M.M., M.Si. selaku Dosen Pembimbing pertama;

5. Orang tua dan Keluarga yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan baik dalam bentuk moral maupum materi;

6. Teman-teman Teknik Lingkungan Universitas Pelita bangsa 2015;

7. Dan tentunya seluruh civitas akademik Universitas Pelita Bangsa yang telah memberikan bantuanya dalam hal administrasi selama ini.

Penulis menyadari bahwa Laporan Skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Namun, penulis berharap Laporan ini dapat berguna bagi siapapun yang membacanya.

Cikarang, Desember 2019 Penulis

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Rumusan Masalah ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

1.6.1 Bagi Mahasiswa ... 4

1.6.2 Bagi Fakultas Teknik Lingkungan ... 5

1.6.3 Bagi Masyarakat ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Definisi Limbah Cangkang Telur ... 6

2.2 Definisi Paving Block ... 8

2.2.1 Paving Block ... 8

2.2.2 Klasifikasi Paving Block ... 9

2.2.3 Sifat dan Jenis Paving Block ... 11

2.3 Bahan Penyusun Paving Block ... 14

(12)

xii

2.3.1 Air ... 14

2.3.2 Semen Portland ... 15

2.3.3 Agregat ... 19

2.3.4 Abu Batu ... 20

2.4 Pengujian Paving Block ... 21

2.4.1 Kuat Tekan (f’c) ... 21

2.4.2 Kuat Lentur (fr) ... 23

2.5 Penelitian Terdahulu ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 31

3.2.1 Bahan Penelitian ... 31

3.2.2 Alat Penelitian ... 31

3.3 Variabel Penelitian ... 33

3.4 Jenis Penelitian ... 33

3.5 Tahapan Penelitian ... 33

3.6 Metode Analisis Data ... 40

3.7 Rincian Anggaran Biaya Penelitian ... 41

3.7.1 Perlengkapan Yang Diperlukan ... 41

3.7.2 Bahan-Bahan Yang Diperlukan ... 42

3.7.3 Keperluan Perjalanan ... 43

3.7.4 Biaya Lain-Lain ... 43

3.7.5 Total Rincian Anggaran Biaya ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 45

4.1 Hasil Penelitian ... 45

4.2 Hasil Pengujian Kehalusan ... 49

4.3 Proporsi Campuran Bahan Paving Block ... 53

4.4 Hasil Pengujian Paving Block ... 55

4.4.1 Pengujian Kuat Tekan ... 58

4.4.2 Pengujian Kuat Lentur ... 62

4.5 Pembahasan ... 67

(13)

xiii

4.5.1 Kuat Tekan ... 68

4.5.2 Kuat Lentur ... 71

4.5.3 Perbandingan Penelitian ... 74

4.5.4 Pembuktian di Lapangan ... 77

4.5.5 Perhitungan Ekonomi ... 79

BAB V PENUTUP ... 80

5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 83

(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Limbah Cangkang Telur Ayam Ras ... 7

Gambar 2.2 Paving Block/Conblock tipe Bata ... 12

Gambar 2.3 Paving Block/Conblock tipe Cacing ... 12

Gambar 2.4 Paving Block/Conblock tipe Segitiga ... 12

Gambar 2.5 Paving Block/Conblock tipe Segienam ... 13

Gambar 2.6 Paving Block/Conblock tipe Grass Blok L5 ... 13

Gambar 2.7 Paving Block/Conblock tipe Grass Blok L8 ... 13

Gambar 2.8 Paving Block/Conblock tipe Topi Uskup ... 13

Gambar 2.9 Air Bersih ... 14

Gambar 2.10 Semen Portland ... 16

Gambar 2.11 Abu Batu ... 20

Gambar 2.12 Pengujian Kuat Tekan ... 22

Gambar 2.13 Pengujian Kuat Lentur ... 23

Gambar 2.14 Proses Pengujian Kuat Lentur ... 24

Gambar 2.15 Perencanaan Pembebanan Pengujian Kuat Lentur Beserta Gambar Bidang Gaya-gaya Dalam Akibat Pembebanan ... 24

Gambar 3.1 Bahan-bahan Penelitian ... 31

Gambar 3.2 Alat-alat Penelitian ... 32

Gambar 3.3 Diagram Alir Tahapan Penelitian ... 34

Gambar 3.4 Tahap Persiapan Alat dan Bahan ... 35

Gambar 3.5 Tahap Pengumpulan Sampel ... 36

Gambar 3.6 Tahap Pencucian dan Pengeringan Cangkang Telur ... 37

Gambar 3.7 Tahap Pembuatan Agregat ... 37

Gambar 3.8 Tahap Pembuatan Paving Block ... 38

Gambar 3.9 Analisis Data ... 41

Gambar 4.1 Proses Pembuatan Agregat ... 46

Gambar 4.2 Proses Pengujian Kehalusan Bubuk LCT ... 52

Gambar 4.3 Hasil Pengujian Kehalusan ... 53

Gambar 4.4 Komposisi 10% LCT ... 55

(15)

xv

Gambar 4.5 Komposisi 15% LCT ... 55

Gambar 4.6 Komposisi 20% LCT ... 55

Gambar 4.7 Universal Testing Machine ... 56

Gambar 4.8 Pengujian Kuat Tekan ... 58

Gambar 4.9 Pengujian Kuat Lentur ... 63

Gambar 4.10 Di Lindas Sepeda Motor ... 77

Gambar 4.11 Di Lindas Truk Colt Diesel ... 78

Gambar 4.12 Hasil Di Lindas Truk Colt Diesel ... 78

(16)

xvi DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisika ... 9

Tabel 2.2 Kandungan Senyawa dan Mineral ... 16

Tabel 2.3 Syarat Mutu Kekuatan Adukkan Semen Portland ... 18

Tabel 2.4 Syarat Mutu Kehalusan Butir Semen Portland ... 19

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan ... 28

Tabel 3.7.1 Perlengkapan Penelitian ... 39

Tabel 3.7.2 Bahan-bahan Penelitian ... 41

Tabel 3.7.3 Keperluan Perjalanan ... 41

Tabel 3.7.4 Biaya Lain-lain ... 41

Tabel 3.7.5 Total Rincian Anggaran Biaya ... 42

Tabel 4.1 Proses Pembuatan Agregat ... 46

Tabel 4.2 Proses Pembuatan Bahan Tambah LCT ... 49

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Analisis Saringan Bubuk LCT ke-1 ... 51

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Analisis Saringan Bubuk LCT ke-2 ... 54

Tabel 4.5 Paving Block Menggunakan LCT ... 57

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Kuat Tekan Paving Block 0% ... 59

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Kuat Tekan Paving Block menggunakan LCT ... 62

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Kuat Lentur Paving Block 0% ... 63

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Kuat Lentur Paving Block menggunakan LCT ... 66

Tabel 4.10 Nilai Kuat Tekan ... 74

Tabel 4.11 Perhitungan Paving Block Normal dan Paving Block LCT ... 79

(17)

xvii DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Nilai Kuat Tekan 0% ... 68

Grafik 4.2 Nilai Kuat Tekan 10% ... 69

Grafik 4.3 Nilai Kuat Tekan 15% ... 69

Grafik 4.4 Nilai Kuat Tekan 20% ... 70

Grafik 4.5 Nilai Rata-rata Kuat Tekan ... 70

Grafik 4.6 Nilai Kuat Lentur 0% ... 71

Grafik 4.7 Nilai Kuat Lentur 10% ... 72

Grafik 4.8 Nilai Kuat Lentur 15% ... 72

Grafik 4.9 Nilai Kuat Lentur 20% ... 73

Grafik 4.10 Nilai Rata-rata Kuat Lentur ... 73

Grafik 4.11 Nilai Rata-rata Kuat Tekan Penelitian Terdahulu ... 76

(18)

xviii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Limbah Cangkang Telur ... 85

Lampiran 2 Proses Pembuatan Agregat ... 86

Lampiran 3 Komposisi Campuran dan Penimbangan ... 88

Lampiran 4 Hasil Paving Block ... 90

Lampiran 5 Hasil Pengujian Kehalusan ... 91

Lampiran 6 Hasil Pengujian Kuat Tekan ... 93

Lampiran 7 Hasil Pengujian Kuat Lentur ... 107

Lampiran 8 Hasil Perhitungan Paving Block Menggunakan Persamaan ... 121

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsumen telur di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (2018), diprediksi akan mencapai 1,52 juta ton, yang berarti terjadi surplus 55 ribu ton.

Populasi ayam ras selama periode 2013-2017 diprediksi rata-rata naik 3,28% per tahun dan dalam lima tahun kedepannya diprediksi rata-rata 5,54%. Sementara produksi telur ayam ras selama lima tahun (2018-2021) diprediksi akan meningkat rata-rata sebesar 4,87% per tahun sedangkan dikonsumsi rata-rata akan naik 4,18%.

Jumlah produksi telur ayam petelur di Jawa Barat pada tahun 2018 mencapai 139.574 ton.

Berbagai cara dilakukan untuk membantu menjaga kualitas lingkungan dan kesehatan dengan cara yang efektif untuk mengelola limbah dengan benar. Tujuan ini limbah harus didaur ulang, digunakan kembali, dan disalurkan menjadi produk yang berharga sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik. Saat ini, pemanfaatan limbah merupakan prioritas untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan (Martin-Luengo et al. 2011).

Sifat, jumlah dan jenis limbah berbeda-beda di berbagai Negara, salah satunya limbah domestik. Limbah domestik (limbah rumah tangga) terbagi menjadi 2 jenis yaitu limbah organik dan limbah anorganik. Limbah organik merupakan limbah yang dapat terurai dengan sendirinya karena pengaruh alamiah, misalnya sisa makanan, sisa pembungkusan dedaunan, dan sebagainya. Sedangkan limbah anorganik merupakan limbah yang sulit terurai dan membutuhkan waktu yang lama untuk hancur, misalnya logam-logam, pecahan gelas, dan plastik (Hendras dan Sudarno, 2012).

Kulit telur atau yang biasa disebut cangkang telur unggas yaitu salah satu jenis limbah organik. Limbah organik merupakan limbah yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil. Dekomposisi limbah organik terjadi secara alami berlangsung lama sekitar 4-8 minggu atau

(20)

2 bahkan sekitar 6 bulan (Astuti, 2012). Cangkang telur memiliki struktur fisik yang keras, kasar, beraroma amis dan memiliki warna yang kurang menarik sehingga kurang diminati. Cangkang telur memiliki komposisi utama CaCO3 yang bisa menyebabkan polusi karena aktivitas mikroba di lingkungan dan mengakibatkan bau yang tidak sedap. Komposisi unsur senyawa kimia (berdasarkan berat) sebagai berikut: kalsium karbonat (94%), magnesium karbonat (1%), kalsium fosfat (1%) dan bahan organik (4%) (Arabhosseini dan Faridi, 2018).

Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurlaela et al (2014) limbah cangkang telur dimanfaatkan sebagai sumber kalsium untuk sintesis mineral tulang, limbah cangkang telur menurut Setianingrum et al (2013) dijadikan nanokalsium, dan limbah cangkang telur menurut Michael et al (2015) dapat dijadikan sebagai bahan campuran paving block. Dari beberapa penelitian tersebut merupakan solusi untuk mengurangi limbah. Adapun sistem yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah yaitu dengan menggunakan sistem 5R (reduce, reuse, reycle, replace dan replant).

Paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari

campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolisis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu paving block itu. Paving block digunakan untuk berbagai jenis kebutuhan bangunan sesuai

dengan klasifikasi yang sudah ditentukan. Ada yang digunakan untuk jalan, peralatan parkir, pejalan kaki, taman dan penggunaan lainnya (SNI-03-0691-1996).

Dalam pelaksanaan dilapangan biasanya paving block dibuat dengan bahan dasar semen, pasir, agregat (kerikil), dan air dengan metode pelaksanaan mencampur dan mengaduk bahan-bahan tersebut menggunakan tangan atau mesin pengaduk yang tersedia. Setelah itu memasukkan adukkan ke dalam cetakan memastikan adukkan semen diukur, diratakan dan dipadatkan. Kemudian mengeluarkan produk dari cetakan dan meletakkannya ke tempat penyimpanan.

Ukuran dimensi paving block yang ada di pasaran 10,5 cm x 21 cm dengan ketebalan 6 cm, 8 cm, dan 10 cm (Hidayati, 2016).

Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan paving block bahan campuran semen dan limbah cangkang telur. Sebelum dicampurkan ke dalam

(21)

3 bahan-bahan penyusun paving, limbah cangkang telur tersebut harus dijadikan bubuk terlebih dahulu. Penambahan bahan limbah cangkang telur ini merupakan masalah yang perlu diteliti, sehingga nantinya mampu menghasilkan komposisi yang optimal untuk mendapatkan paving block yang baik dan sebagai alternatif penghasil produk yang ramah lingkungan. Metode pembuatan paving block ini dilakukan secara manual. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui kuat tekan dan kuat lentur pada paving block yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis tinggi.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Cangkang telur dapat menjadi bahan campuran pada paving block.

2. Kualitas paving block meningkat menggunakan campuran dari cangkang telur.

3. Kualitas mutu paving block LCT lebih tinggi dibandingkan paving block normal.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis memfokuskan pada:

1. Komposisi campuran bahan-bahan penyusun pada paving block menggunakan bahan tambah limbah cangkang telur.

2. Pengujian kuat tekan dan kuat lentur paving block menggunakan campuran limbah cangkang telur.

3. Kualitas mutu yang dimiliki paving block normal dan paving block menggunakan bahan tambah limbah cangkang telur.

(22)

4 1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifkasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Berapakah komposisi campuran limbah cangkang telur untuk mendapatkan paving block dengan kualitas terbaik?

2. Bagaimana hasil pengujian kuat tekan dan kuat lentur yang dihasilkan dari paving block dengan penambahan limbah cangkang telur tersebut?

3. Bagaimana kualitas hasil paving block normal dengan paving block menggunakan bahan tambah limbah cangkang telur?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari program ini adalah:

1. Mengetahui komposisi paving block kualitas terbaik dengan menggunakan bahan tambah limbah cangkang telur.

2. Mengetahui hasil pengujian kuat tekan dan kuat lentur paving block menggunakan bahan tambah limbah cangkang telur

3. Mengetahui perbandingan mutu paving block normal dengan paving block menggunakan bahan tambah limbah cangkang telur.

1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Bagi Mahasiswa

1. Dapat menerapkan Ilmu Mekanika Rekayasa yang diperoleh dari Dosen Pengajar.

2. Menambah pengetahuan mengenai Ilmu Mekanika Rekayasa yang tidak didapatkan dari Dosen Pengajar.

3. Memberikan informasi umum terkait hasil penelitian Penelitian Kuat Tekan dan Kuat Lentur Paving Block Menggunakan Campuran Limbah Cangkang Telur.

(23)

5 1.6.2 Bagi Fakultas Teknik Lingkungan

1. Dapat memberikan hasil penelitian untuk diteliti kembali.

2. Memberikan ide baru untuk mendapatkan hasil penelitian yang optimal.

3. Meningkatkan kualitas pendidikan dengan melibatkan hasil dari penelitian tersebut.

4. Memperoleh masukkan yang positif untuk dapat ditetapkan dalam penelitian selanjutnya.

1.6.3 Bagi Masyarakat

1. Memberikan informasi umum kepada masyarakat tentang pemanfaatan limbah rumah tangga menjadi produk ramah lingkungan dan bernilai ekonomis tinggi.

2. Masyarakat dapat mengaplikasikan hasil penelitian yang telah dilakukan di lingkungan sekitar.

3. Penelitian ini juga dapat menjadi acuan untuk berwirausaha dari hasil pemanfaatan limbah cangkang telur tersebut.

(24)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Limbah Cangkang Telur

Limbah merupakan hasil buangan atau sisa yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan dari industri maupun domestik (rumah tangga). Salah satu limbah yang akan dimanfaatkan sebagai hasil produk yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi dan ramah terhadap lingkungan ialah pengolahan cangkang telur.

Indonesia merupakan salah satu pengkonsumsi telur yang cukup banyak dari tahun ke tahun dengan hasil olahan makanan yang berbagai macam. Banyaknya telur yang dimakan baik telur ayam ras dan ayam kampung maupun telur bebek membuat limbah cangkang telurnya menjadi cukup banyak (Rahmadina, 2017).

Menurut Buku Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2019), total produksi telur pada tahun 2018 sebanyak 2,8 juta ton yang terdiri dari telur ayam buras 0,3 juta ton, ayam ras petelur 1,7 juta ton, itik 0,6 juta ton, dan itik manila 0,2 juta ton. Produksi telur terbesar disumbang oleh telur ayam ras petelur 72,07 %, diikuti oleh telur itik 14,48 %, telur ayam buras 10,57 %, telur itik manila 1,68 %, dan telur puyuh 1,20 %. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, peningkatan terjadi pada telur ayam buras 12,35 %, telur ayam ras petelur 1,38 %, telur itik 3,65

%, telur puyuh 6,14 % dan telur itik manila 5,63%.

Limbah cangkang telur termasuk limbah organik dan limbah tersebut di buang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Bantargebang. Menurut Kompas (2019), dari penjelasan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yaitu Andono Warih menerangkan bahwa limbah yang masuk ke TPA Bantargebang sebanyak 7.500 ton yang berasal dari limbah rumah tangga, perkantoran atau restoran, dan dari ruang fasilitas umum. Data riset menunjukkan 60 % dari rumah tangga, 29 % dari Kawasan komersial, dan 11 % dari fasilitas umum.

Jika limbah cangkang telur terus dibiarkan begitu saja tanpa ada pemanfaatan yang dilakukan, maka limbah cangkang telur dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Pencemaran tersebut diantaranya, mengakibatkan bau

(25)

7 tidak sedap yang diakibatkan dari aktivtias mikroba yang terdapat pada kandungan cangkang telur dan menjadi sarang bakteri atau kuman. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi volume limbah yaitu dengan melakukan 3R yaitu reduce, reuse dan replace. Reduce diartikan dengan mengurangi limbah. Kegiatan mengurangi pemakaian suatu barang atau pola perilaku yang dapat menurunkan produksi limbah. Contohnya dengan mengurangi penggunaan barang-barang yang tidak dapat di daur ulang. Reuse diartikan dengan menggunakan kembali material atau bahan yang masih layak digunakan. Contohnya menggunakan limbah cangkang telur sebagai bahan tambah pada pembuatan paving block. Replace diartikan sebagai kegiatan mengganti pemakaian suatu barang dengan barang alternatif yang sifatnya ramah lingkungan. Contohnya dengan menambahkan limbah cangkang telur pada komposisi semen. Berikut limbah cangkang telur yang telah diambil oleh peneliti:

Gambar 2.1 Limbah Cangkang Telur Ayam Ras

Cangkang telur merupakan lapisan luar dari telur yang berfungsi melindungi semua bagian telur dari luka atau kerusakan. Cangkang telur merupakan bagian yang sangat penting terutama sebagai pelindung dari isi telur. Bisa dilihat dengan mikroskop maka kulit telur terdiri dari 4 lapisan yaitu:

(26)

8 1. Lapisan Kutikula

Lapisan kutikula merupakan protein transparan yang melapisi permukaan kulit telur. Lapisan ini meliputi pori-pori pada kulit telur, tetapi sifatnya masih dapat dilalui gas sehingga mengeluarkan uap air dan gas CO2. 2. Lapisan Busa

Lapisan busa merupakan bagian terbesar dari lapisan kulit telur. Lapisan ini terdiri dari protein dan lapisan kapur yang terdiri dari kalsium karbonat, kalsium fosfat, magnesium karbonat dan magnesium fosfat.

3. Lapisan Mamilary

Lapisan mamilary merupakan lapisan ketiga dari kulit telur yang terdiri dari lapisan yang berbentuk kerucut dengan penampungan bulat atau lonjong.

Lapisan ini sangat tipis dan terdiri dari anyaman protein dan mineral.

2. Lapisan Membran

Lapisan membran merupakan lapisan kulit telur yang terdalam. Terdiri dari dua lapisan selaput yang menyelubungi seluruh isi telur. Tebalnya lebih kurang 65 mikron.

(Utomo, 2014).

Komposisi kimia cangkang telur terdiri atas protein 1.71%, lemak 0.36%, air 0.93%, serat kasar 16.21%, dan abu 71.34%. Serbuk kulit telur ayam mengandung kalsium sebesar 4.01 ± 7.2 gram atau sekitar 39% kalsium, dalam bentuk kalsium karbonat (Setianingrum et al, 2013).

2.2 Definisi Paving Block 2.2.1 Paving Block

Paving block merupakan salah satu bahan bangunan dengan berbagai bentuk yang digunakan dalam bidang kontruksi lahan yang dibuat dari semen, pasir, agregat (kerikil) dan air. Menurut SNI 03-0691-1996 Paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton itu.

(27)

9 2.2.2 Klasifikasi Paving Block

1. Paving block memiliki beragam kekuatan dan klasifikasi penggunaan bila diukur dengan Standar SNI. Harga paving yang murah tidak selalu dapat diartikan bahwa kualitas dan kekuatan paving tersebut tidak bagus.

Klasifikasi mutu paving block menurut SNI 03-0691-1996 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Sifat Tampak

Paving block harus mempunyai permukaan yang rata, tidak terdapat retak- retak dan cacat bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.

b) Ukuran dan Bentuk

Paving block harus mempunyai ukuran tebal nominal minimum 60 mm dengan toleransi ±80%. Ukuran paving block yang berbentuk segi-4 menurut SK-SNI-T-04-1990-F adalah Panjang 20 cm, lebar 10 cm, dan tebal 6 cm, 8 cm, 10 cm. Ketebalan 6 cm, dipergunakan untuk trotoar, pertamanan, tempat parkir dan garasi. Ketebalan 8 cm dipergunakan untuk jalan lingkungan dan terminal bus. Ketebalan 10 cm dipergunakan untuk jalan (angkutan berat).

c) Sifat Fisika

Paving block harus mempunyai sifat-sifat fisika seperti pada table 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisika

Mutu Kuat Tekan (Mpa) Ketahanan aus (mm/menit)

Penyerapan air rata-rata maks.

Rata-rata Min. Rata-rata Min. (%)

A 40 35 0,090 0,103 3

B 20 17,0 0,130 0,149 6

C 15 12,5 0,160 0,184 8

D 10 8,5 0,219 0,215 10

Sumber: SNI 03-0691-1996.

(28)

10 Keterangan:

Mpa = Mega Pascal (1 Mpa = 10 kg/cm = K10) Mutu A = digunakan untuk perkerasan jalan Mutu B = digunakan untuk tempar parkir mobil Mutu C = digunakan untuk pejalan kaki

Mutu D = digunakan untuk taman kota d) Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat

Paving block apabila di uji dengan cara seperti pada butir 7.6 pada SNI 03- 0691-1996 tidak boleh cacat dan kehilangan berat yang diperkenalkan maksimum 1%.

2. Berdasarkan cara pembuatan paving dapat dibedakan menjadi 3 jenis yang berbeda yaitu:

a) Paving block press manual diproduksi manual dengan tangan dan termasuk jenis paving kelas D (K50-K100) atau (8,5-10 MPa). Sesuai dengan mutunya yang rendah, paving jenis ini memiliki nilai jual yang rendah.

Sedangkan untuk pemakaiannya digunakan untuk perkerasan non struktural, seperti halaman rumah, trotoar jalan, dan perkerasan lingkungan dengan daya beban rendah.

b) Paving block press mesin vibrasi/getar diproduksi dengan mesin press getar dan termasuk jenis paving kelas C-B (K150-K250) atau (12,5-20 MPa).

Dalam pemakaiannya banyak digunakan sebagai alternatif perkerasan di pelataran garasi rumah dan lahan parkir.

c) Paving block press mesin hidrolik diproduksi dengan menggunakan mesin press hidrolik yang memiliki kuat tekan di atas 300 kg/cm2 dan dapat dikategorikan sebagai paving block kelas B-A (K300-K500) atau (17-40 MPa).

(SNI 03-0691-1996).

(29)

11 3. Berdasarkan kegunaannya dari segi teknis diantaranya, sebagai berikut:

a) Mutu A memiliki tekan minimal 35 MPa dan rerata 40 MPa (setara dengan K430 hingga K500) dan penyerapan air maksimal 3%. Umumnya digunakan untuk perkerasan lahan terminal peti kemas di pelabuhan, kebutuhan non-struktural dan structural dengan beban yang berat lainnya.

b) Mutu B memiliki tekan minimal 20 MPa (setara dengan K208 dan K245) dan penyerapan air maksimal 6%.

c) Mutu C memiliki kuat tekan minimal 12,5 MPa dan rerata 15 MPa (setara dengan K153 hingga K184) dan penyerapan air maksimal 8%. Paving jenis ini digunakan untuk perkerasan garasi rumah, sirkulasi pejalan kaki dan lahan parkir.

d) Mutu D memiliki tekan minimal 8,5 MPa dan rerata 10 MPa (setara dengan K104 hingga K122.

(SNI 03-0691-1996).

Paving block yang diproduksi secara manual biasanya termasuk dalam mutu beton kelas D atau C yaitu untuk pemakaian non struktural seperti untuk taman dan penggunaan lain yang tidak diperlukan untuk menahan beban di atasnya. Mutu paving yang pengerjaannya dengan menggunakan mesin pres dapat dikategorikan ke dalam mutu paving kelas C-A dengan kuat tekan di atas 12,5 MPa bergantung pada perbandingan campuran bahan yang digunakan (SNI 03-0691-1996).

2.2.3 Sifat dan Jenis Paving Block

Secara umum pengertian paving block adalah batu cetak yang berasal dari campuran bahan bangunan berupa pasir dan semen Portland dengan perbandingan campuran tertentu yang mempunyai beberapa variasi bentuk untuk memenuhi selera pemakai. Pemakaian paving block ini disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, misalnya saja untuk halaman rumah tertentu berbeda dengan jalan maupun halaman parkir, karena mutu paving yang digunakan berbeda. Untuk jalan atau halaman parkir, mutu paving yang digunakan lebih baik dibanding dengan halaman rumah karena muatan yang bekerja tidak sama (Setianingrum, 2017).

(30)

12 Penggunaan paving lebih banyak digunakan karena pada kondisi siang hari halaman yang menggunakan paving tidak terlalu panas bila dibandingkan dengan halaman yang menggunakan aspal atau beton. Paving block mempunyai beberapa spesifikasi bentuk dan perawatannya pun lebih mudah. Paving block secara umum dibagi menjadi 7 type, berikut gambar dan penjelasannya:

1. Paving block / conblock tipe bata

Gambar 2.2 Paving block/conblock tipe bata

Ukuran dimensi: 10,5 cm x 21 cm, ketebalan: 6 cm, 8 cm, 10 cm, 44 pcs isi dalam 1 m2, warna abu-abu, merah/hitam.

2. Paving block / conblock tipe cacing

Gambar 2.3 Paving block/conblock tipe cacing

Ukuran dimensi: 11,5 cm x 22,5 cm, ketebalan: 6 cm, 8 cm, 10 cm, 39 pcs isi dalam 1 m2, warna abu-abu, merah/hitam.

3. Paving block / conblock tipe segitiga

Gambar 2.4 Paving block/conblock tipe segitiga

Ukuran dimensi: 19,7 cm x 9,6 cm, ketebalan: 6 cm, 8 cm, 10 cm, 39 pcs isi dalam 1 m2, warna abu-abu, merah/hitam.

(31)

13 4. Paving block / conblock tipe segienam

Gambar 2.5 Paving block/conblock tipe segienam

Ukuran dimensi: 20 cm x 20 cm, ketebalan: 6 cm, 8 cm, 10 cm, 27 pcs isi dalam 1 m2, warna abu-abu, merah/hitam.

5. Paving block / conblock tipe grass block L5

Gambar 2.6 Paving block/conblock tipe grass block L5

Ukuran dimensi: 40 cm x 40 cm, ketebalan: 6 cm, 8 cm, 7,5 pcs isi dalam 1 m2, warna abu-abu, merah/hitam.

6. Paving block / conblock tipe grass block L8

Gambar 2.7 Paving block/conblock tipe grass blok L8

Ukuran dimensi: 30 cm x 45 cm, ketebalan: 6 cm, 8 cm, 7,5 pcs isi dalam 1 m2, warna abu-abu, merah/hitam.

7. Paving block / conblock tipe topi uskup

Gambar 2.8 Paving block/conblock tipe topi uskup

Ukuran dimensi: 30 cm x 6 cm, 21 cm, ketebalan: 6 cm, 8 cm, 10 cm, 25 pcs isi dalam 1 m2, warna abu-abu, merah/hitam.

(32)

14 Spesifikasi di atas merupakan ukuran standar, tergantung pengguna akan menggunakan jenis dan warna sesuai dengan keinginan.

(Setianingrum, 2017).

2.3 Bahan Penyusun Paving Block 2.3.1 Air

Air adalah suatu zat cair yang tidak mempunyai rasa, bau dan warna dan terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia H2O. Karena air merupakan kebutuhan utama untuk kehidupan setiap makhluk. Air dapat berupa air tawar dan air asin (air laut) yang merupakan bagian terbesar di bumi. Di dalam lingkungan proses, perubahan wujud, gerakan aliran air (dipermukaan tanah, di dalam tanah, dan di udara) dan jenis air mengikuti suatu siklus keseimbangan dan dikenal dengan istilah siklus hidrologi (Geo, 2018). Berikut contoh air yang akan digunakan pada penelitian ini, yaitu:

Gambar 2.9 Air Bersih

Air merupakan salah satu unsur penting sebagai bahan penyusun paving.

Agar kestabilan dan kekuatan campuran paving terpenuhi, maka salah satu cara adalah meninjau atau menetapkan faktor air semen (fas) yang digunakan dalam adukkan. Air berfungsi untuk reaksi semen memulai pengikatan serta menjadi pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan di padatkan.

(33)

15 Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya sekitar 25% berat semen saja. Kelebihan air yang dipakai sebagai pelumas ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan paving akan rendah (Setianingrum, 2017).

Menurut Gadri (2015) faktor air semen merupakan konstanta pembanding antara jumlah air bebas dan berat semen. Semakin kecil nilai faktor air semen dalam adukkan maka tingkat kekentalan adukkan semakin tinggi. Hal ini menyebabkan sifat adukkan tidak mudah untuk dikerjakan, sifat susut adukkan menjadi kecil dan tingkat kekuatan beton adukkan semakin tinggi. Penggunaan air dalam campuran paving sebaiknya memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Air harus bersih tidak mengandung lumpur, minyak, dan benda terapung lainnya lebih dari 2 gram per liter.

b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan merusak beton (asam-asam zat organik) lebih dari 15 gram per liter.

c. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram per liter.

d. Air perawatan dapat menggunakan air yang dipakai untuk pengadukkan tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan.

2.3.2 Semen Portland

Semen Portland (PC) dan semen Portland komposisi (PPC) adalah semen yang diperoleh dengan mencampur bahan-bahan yang mengandung kapur (lime) dan lempung, membakarnya pada temperatur klinker dan kemudian menghaluskan klinker dengan gips sebagai bahan tambahan. Pembuatan semen portland menggunakan bahan baku utama berupa CaO dari batuan kapur sebesar 70% berat, 20% berat sebagai sumber Silika (SiO2), Alumina (Al2O) dan bahan aditif yang terdiri dari 1% berat MgO untuk kontrol komposisi, 1% berat FeO, dan 5-10% berat gypsum CaSO.2H2O untuk mengatur waktu ikat semen (Amran, 2015).

Fungsi semen Portland adalah sebagai perekat butir-butir agregat sehingga terjadi suatu massa yang padat. Di dalam semen terdapat senyawa yang kompleks yang lazim disebut sebagai senyawa semen atau mineral klinker, seperti berikut:

(34)

16 Tabel 2.2 Kandungan Senyawa dan Mineral

Mineral-Mineral

Klinker Rumus Kimia Rumus Singkatan Kadar Rata-Rata (%)

Trikalsium Silikat 3 CaO.SiO2 C3S 37-60

Dikalsium Silikat 2 CaO.SiO2 C2S 15-37

Tirkalsium Aliuminat

3 CaO.Al2O34 C3A 7-15

Tetrakalsiuim Alumina Ferit

CaO.Al2O3.Fe2O C4AF 10-20

Kapus Bebas CaO - ≤1

Gips CaCo4 - ≤3

Sumber: Prasetyo, 2018.

Dari senyawa-senyawa tersebut, senyawa C3S dan C2S merupakan senyawa yang dominan sebagai senyawa penyusun semen Portland karena kedua bahan tersebut adalah senyawa yang mengakibatkan bahan bersifat semen atau mengikat. Kadar senyawa C3S dan C2S semen mencapai 70%-80%. Sedangkan sisa senyawa lainnya merupakan senyawa bawaan yang tidak mempunyai sifat semen, tetapi senyawa tersebut akan membantu proses pencairan (flux) bahan dasar pada saat dibakar (Prasetyo, 2018). Berikut jenis semen yang akan digunakan pada penelitian ini, yaitu:

Gambar 2.10 Semen Portland

(35)

17 Jika semen Portland diberi air, air akan bereaksi dengan senyawa-senyawa semen terutama senyawa C3S dan C2S. senyawa tersebut bereaksi dengan membentuk gel atau agar-agar sebagai senyawa kalsium silikat hidrat, dan membebaskan sebagai kapur. Senyawa C3A dan C4AF juga bersenyawa dengan air, senyawa membentuk senyawa trikalsium aluminat hidrat. Untuk senyawa C3A lebih dari 18%, maka semen Portland tidak memiliki sifat kekal bentuk (karena mengembang) akibat panas yang terlalu tinggi pada waktu pengerasan. Untuk memperendah kadar C3A dalam semen Portland, biasanya ditambahkan biji besi dalam pembuatannya sehingga kadar C4AF menjadi tinggi pula. Senyawa C4AF tidak mempunyai sifat yang membahayakan terhadap semen Portland, hanya saja akan memperlambat proses pengerasan (Setianingrum, 2017).

Berdasarkan SNI No. 15-2049-2004, Semen Portland dapat diklasifikasikan dalam 5 jenis yaitu:

1. Jenis I, untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan- persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain. Misalnya untuk pembuatan trotoar, pemasangan bata dan lain sebagainya.

2. Jenis II, dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi rendah dan keluarnya panas lebih lambat daripada semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk bangunan tebal seperti pilar-pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan dinding tahan tanah tebal, dan lain sebagainya.

Panas hidrasi yang agak rendah dapat mengurangi retak-retak pengerasan.

Jenis ini juga dapat digunakan untuk bangunan drainase di tempat yang memiliki konsentrasi sulfat yang agak tinggi.

3. Jenis III, dalam penggunaannya menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi (high early strength Portland cement).

4. Jenis IV, dalam penggunaannya menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah. Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya. Jenis ini digunakkan untuk bangunan beton massa seperti bendungan-bendungan dan gravitasi besar.

5. Jenis V, dalam penggunaannya menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat. Jenis ini merupakan jenis khusus yang maksudnya hanya untuk

(36)

18 penggunaan pada bangunan yang kena sulfat, seperti di tanah atau air yang tinggi kadar alkalinya. Pengerasan berjalan lebih lambat daripada semen Portland biasa.

Ditinjau dari kekuatan semen Portland menurut SNI 15-2049-2004 dibedakan menjadi 4, sebagai berikut:

1. Semen Portland mutu S-400, yaitu semen dengan kekuatan tekan pada umur 28 hari sebesar 400 kg/cm2.

2. Semen Portland mutu S-475, yaitu semen dengan kekuatan tekan pada umur 28 hari sebesar 475 kg/cm2.

3. Semen Portland mutu S-550, yaitu semen dengan kekuatan tekan pada umur 28 hari sebesar 550 kg/cm2.

4. Semen Portland mutu S-S, yaitu semen dengan kekuatan tekan pada umur 1 hari sebesar 225 kg/cm2. Dan pada umur 7 hari sebesar 525 kg/cm2 5. Semen Portland mutu S-475, yaitu semen dengan kekuatan tekan pada

umur 28 hari sebesar 475 kg/cm2.

Persyaratan kekuatan adukkan semen dan kehalusan butir semen menurut ASTM C150-92 tentang spesifikasi standar untuk semen Portland dilihat pada table 2.3 dan table 2.4, sebagai berikut:

Tabel 2.3 Syarat Mutu Kekuatan Adukkan Semen Portland Kekuatan

Adukkan Pada Umur (kg/cm2)

S-325 S-400 S-475 S-550 S-S

1 hari - - - - 225

3 hari 200 250 300 350 425

7 hari 275 325 375 450 525

28 hari 325 400 475 550 -

Sumber: ASTM C150-92.

(37)

19 Tabel 2.4 Syarat Mutu Kehalusan Butir Semen Portland

Sisa di atas

ayakan (%) S-325 S-400 S-475 S-550 S-S 1,2 mm Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil

0,9 mm 20 15 10 7 5

Sumber: ASTM C150-92.

2.3.3 Agregat

Agregat adalah material perkerasan berbutir yang digunakan untuk perkerasan jalan, ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa massa berukuran besar atau pun berupa fragmen- fragmen. Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan yaitu 90-95% berat atau 75-85% dari volume campuran. Sehingga kualitas perkerasan jalan ditentukan dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain (Arwana, 2014).

Menurut Arwana (2014) membedakan agregat berdasarkan kelompok terjadinya, pengolahan dan ukuran butirnya. Berdasarkan proses terjadinya agregat dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, diantarnya yaitu:

1. Agregat Beku

Adalah agregat yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku terdapat dua macam agregat beku yaitu agregat beku luar dan agregat beku dalam. Agregat beku luar umumnya berbutir halus seperti batu apung, andesit, basalt dan lainnya. Sedangkan agregat beku dalam umumnya bertekstur kasar seperti gabbro, diorite dan syenit.

2. Agregat Sendimen

Adalah agregat yang berasal dari campuran mineral, sisa-sisa hewan dan tanaman yang mengalami pengendapan dan pembekuan. Berdasarkan proses pembentukannya dapat dibedakan atas agregat sendimen yang dibentuk dengan proses mekanik, proses organik dan proses kimiawi.

(38)

20 3. Agregat Metamorfik

Adalah agregat yang mengalami perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperature kulit bumi.

Daya lekat campuran bahan dan agregat sangat mempengaruhi kekuatan pada paving block. Bila ukuran butiran atau gradasi agregat memiliki pori-pori yang sangat banyak maka akan berpengaruh pada lapisan paving menjadi tipis karena lebih banyak menyerap air. Sedangkan dengan ukuran butiran atau gradasi agregat yang 100% melewati saringan lebih kuat karena pori-pori lapisan paving tidak terlalu besar dan daya resap airnya sedikit (Arwana, 2014).

2.3.4 Abu Batu

Abu batu merupakan hasil sampingan dalam industri pemecahan batu yang jumlahnya tidak sedikit. Saat ini abu batu tidak terlalu banyak digunakan karena pemakaian dalam industri kontruksi sudah sangat sedikit mengingat kontruksi perkerasan jalan dengan lapen sudah banyak beralih ke lapisan aspal beton.

Perkerasan lapen yang biasanya penaburan lapis atas dengan abu batu sudah banyak diganti dengan pasir, sehingga abu batu pada stone crusher menjadi bahan limbah yang harus diupayakan penanganannya. Untuk menekan biaya produksi paving sekaligus menangani masalah limbah abu batu. Di sisi lain, fly ash terbentuk oleh pembakaran batubara pada suhu 900-1100˚C (Škvára, 2018). Berikut jenis agregat kasar yang akan digunakan pada penelitian ini, yaitu:

Gambar 2.11 Abu Batu

(39)

21 2.4 Pengujian Paving Block

2.4.1 Kuat Tekan (f’c)

Kuat tekan beton adalah besarnya beban maksimum persatuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban/tekanan hingga benda uji runtuh (Dady, 2015). Untuk mengetahui tegangan hancur dari benda uji tersebut dilakukan dengan perhitungan:

𝑓𝑐= 𝑃

𝐿( 𝑁

𝑚𝑚2) ………. (2.1)

Dengan

f’c = Kuat tekan beton pada umur 28 hari yang didapat dari benda uji (MPa) P = Beban maksimum (N)

L = Luas penampang benda uji (mm2)

Contoh perhitungan menggunakan paving block x sebagai berikut:

Diketahui:

P = 676,2 kN L = 20000 mm2 Maka,

𝑓𝑐= 𝑃

𝐿( 𝑁

𝑚𝑚2) 𝑓𝑐= 676,2

20000 = 33,13 MPa

Dari hasil perhitungan menggunakan persamaan 2.1, didapat nilai kuat tekan pada paving block x sebesar 33,13 MPa. Berikut proses pengujian kuat tekan sesuai dengan SNI 1974:2011:

(40)

22 Gambar 2.12 Pengujian Kuat Tekan

Sumber: Ansari, 2016.

Langkah-langkah pengujian kuat tekan pada paving block menurut SNI 1974:2011 diantaranya sebagai berikut:

1. Perlakuan benda uji yaitu benda uji yang dipertahankan dalam kondisi lembab dengan cara yang dipilih selama periode antara pemindahan dari tempat pelembaban dan pengujian.

2. Toleransi waktu pengujian semua benda uji untuk umur uji ditentukan harus diuji dalam toleransi yang diizinkan.

3. Penempatan benda uji merupakan penempatan landasan tekan datar bagian bawah, dengan permukaan kerasnya menghadap ke atas pada meja atau bidang datar mesin uji secara langsung di bawah blok setengah bola.

Bersihkan permukaan landasan tekan atas, landasan tekan bawah dan permukaan benda uji kemudian letakkan benda uji pada landasan tekan bawah.

4. Rentang beban dilakukan pembebanan secara terus menerus dan tanpa kejutan. Jangan membuat perubahan pada kecepatan gerak dari dasar mendatar kapanpun saat benda uji kehilangan kekakuan secara cepat sesaat sebelum hancur.

5. Pembebanan dilakukan hingga benda uji hancur, dan mencatat beban maksimum yang diterima benda uji selama pembebanan.

6. Perhitungan kuat tekan benda uji dengan membagi beban maksimum yang diterima oleh benda uji selama pengujian dengan luas penampang melintang rata yang ditentukan.

(41)

23 2.4.2 Kuat Lentur (fr)

Kuat lentur beton adalah kemampuan balok beton yang diletakkan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, yang diberikan padanya, sampai benda uji patah dan dinyatakan dalam MPa. Benda uji primsa dengan tampang bujur-sangkar dengan lebar b = 100 mm, tinggi h = 100 mm dan Panjang 4 kali lebar (Dady, 2015). Metode pengujian kuat lentur dapat dilakukan dengan cara:

- Pengujian kuat lentur beton dengan balok uji sederhana yang dibebani terpusat/beban satu titik (SNI 03-4154-1996).

- Pengujian kuat lentur normal dua titik pembebanan (SNI 03-4431-2011).

Berikut pengujian kuat lentur gambar 2.11.

Gambar 2.13 Proses Pengujian Kuat Lentur

Sumber: Dady, 2015.

(42)

24 Gambar 2.14 Pengujian Kuat Lentur

Sumber: Dady, 2015.

Bila dilakukan pengujian menggunakan metode pembebanan titik ketiga.

Berdasarkan pengujian di laboratorium dilakukan model pembebanan seperti gambar 2.13 berikut:

Gambar 2.15 Perencanaan Pembebanan Pengujian Kuat Lentur Beserta Gambar Bidang Gaya-gaya Dalam Akibat Pembebanan

Sumber: Dady, 2015.

Menurut SNI 4431:2011 untuk menghitung nilai kuat lentur pada satu jenis beton yaitu:

fr = 𝑃𝐿

𝑏ℎ2 ……… (2.2)

Keterangan:

fr = Kuat lentur (MPa)

P = Beban maksimum yang terjadi (N)

(43)

25 L = Panjang bentang (mm)

b = Lebar penampang balok (mm) h = Tinggi penampang balok (mm)

a = Jarak rata-rata dari garis keruntuhan dari titik perletakkan terdekat (mm)

Contoh perhitungan menggunakan paving block x sebagai berikut:

Diketahui:

P = 3,1 kN L = 60000 mm2 b = 10000 mm2 h = 60000 mm2 Maka,

fr = 𝑃.𝐿

𝑏.ℎ2

fr = (3,1).(60000)

(10000).(60000)2 = 5,05 Mpa

Dari hasil perhitungan menggunakan persamaan 2.2, didapat nilai kuat lentur pada paving block x sebesar 5,05 MPa.

Langkah-langkah pengujian kuat lentur pada paving block menurut SNI 4431:2011 diantaranya sebagai berikut:

1. Untuk pengujian dimana bidang patah terletak di daerah pusat (daerah 1/3 jarak titik perletakan bagian tengah), maka kuat lentur dihitung menurut persamaan sebagai berikut:

fr = 𝑃.𝐿

𝑏.ℎ2 ……… (2.3)

Jika pengujian dimana patahnya benda uji ada diluar pusat (daerah 1/3 jarak titik perletakan bagian tengah), dan jarak antara titik pusat dan titik patah

(44)

26 kurang dari 5% dari jarak antar titik perletakan maka kuat lentur dihitung menurut persamaan sebagai berikut:

fr = 𝑃.𝑎

𝑏.ℎ2 ……… (2.4)

2. Persiapan uji dilakukan dengan mempersiapkan benda uji, mengukur dan mencatat dimensi penampang benda uji dengan jangka sorong minimum di 3(tiga) tempat. Ukur dan catat panjang benda uji pada keempat rusuknya.

3. Lalu ditimbang dan dicatat berat masing-masing benda uji.

4. Buat garis-garis melintang sebagai tanda dan petunjuk titik-titik perletakan, titik-titik pembebanan dan titik-titik sejauh 5% dari jarak bentang di luar titik perletakan.

5. Tempatkan benda uji yang telah selesai diukur, timbang dan beri tanda pada tumpuan pada tempat yang tepat dengan sisi atas benda uji pada waktu pengecoran berada di bagian samping alat penekan.

6. Persiapkan mesin yang dilakukan dengan memasang 2 (dua) buah perletakan dengan lebar bentang 3 (tiga) kali jarak titik-titik pembebanan dan pasang alat pembebanan sehingga mesin tekan beton berfungsi sebagai alat uji lentur.

7. Atur pembebanan dan skala pembacaannya.

8. Tempatkan benda uji yang sudah diberi tanda di atas perletakan sedemikian sehingga tanda tumpuan yang dibuat pada benda uji, tepat pada pusat tumpuan dari alat uji, dengan kedudukan sisi atas benda uji pada waktu pengecoran berada pada bagian samping alat penekanan dan menyentuh benda uji pada sepertiga bentang titik tumpuan.

9. Perhitungan menggunakan persamaan dengan jenis patahan yang terjadi menggunakan persamaan yang sudah ditentukan.

Namun kuat lentur untuk paving block belum memiliki standar yang secara khusus.

Jika nilai minimum beton menurut SNI 4431:2011 sebesar 4,5 MPa. Dengan ukuran specimen 500 mm x 150 mm x 150 mm dengan jarak antar perletakkan 450 mm dan masing-masing kantilever 25 mm. Beton untuk Perkerasan Beton Semen dalam

(45)

27 pekerjaan permanen harus memenuhi ketentutan kuat lentur minimum untuk beton.

(Spesifikasi Umum Binamarga, 2010).

2.5 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang pernah dilakukan yang dapat dijadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Gadri Armendariz (2015) yang berjudul “Analisis Kuat Tekan Batako Dengan Limbah Cangkang Telur sebagai Bahan Tambah”, dengan komposisi campuran sebagai berikut:

- 1 Pc : 8 Ps : 10% LCT dari berat semen b.

- 1 Pc : 8 Ps : 20% LCT dari berat semen c.

- 1 Pc : 8 Ps : 30% LCT dari berat semen.

Hasil penelitian Gadri Armendariz menyimpulkan bahwa:

a. Kuat tekan rata-rata untuk setiap komposisi berurutan sebesar 39,30 kg/cm3, 41,34 kg/cm3, dan 37 kg/cm3. Masing-masing masuk kedalam syarat mutu III, II dan I.

b. Besar penyerapan air untuk masing-masing komposisi secara berurutan sebesar 20,6%, 19,5%, dan 22,3% yang memenuhi syarat mutu adalah komposisi II tingkat mutu B70.

c. Komposisi 1 Pc : 8 Ps : 20% LCT adalah komposisi terbaik menurut syarat mutu SNI 03-0349-1989 dengan kuat tekan masuk mutu II, penyerapan air mutu B70, dan penyimpangan ukuran 0,23 mm, 0,14 mm, dan 0,19 mm.

2. Penelitian yang pernah dilakukan yang dapat dijadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Mohamed Ansari M., dkk (2016) yang berjudul “Replacement of Cement using Eggshell Powder” dengan persentase komposisi campuran 10%, 15% dan 20% dari 1 : 1,139 : 2,6 (semen : agregat halus : agregat kasar). Kekuatan tekan yang diuji untuk dimensi kubus beton 150 x 150 x 150 mm dengan mesin uji tekan kapasitas 100kN. Pada saat uji kekuatan bahan nilainya adalah 50 kN/s.

(46)

28 Hasil penelitian Mohamed Ansari M., dkk menyimpulkan bahwa bubuk cangkang telur dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen. Dari hasil penelitian terbukti jika komposisi nilai persentase ditingkatkan maka dapat mengurangi kuat tekan, namun semakin kecil komposisi nilai persentasenya akan menjadi lebih efektif.

3. Penelitian yang pernah dilakukan yang dapat dijadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ety dan Masthura (2018) yang berjudul “Pembuatan Beton Ringan Berbasis Sampah Organik”, dengan menggunakan bahan yang terdiri atas sampah organik, pasir, semen dan resin laterks dengan variasi komposisi sampah antara lain:

0, 25, 50, 75 dan 100% volume serta penambahan resin laterks: 10, 12, dan 14%. Parameter pengujian yang dilakukan meliputi: densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat tarik dan kuat patah.

Hasil penelitian Ety dan Masthura menyimpulkan bahwa hasil pengujian menunjukkan bahwa beton yang dihasilkan secara optimum adalah pada komposisi sampah 25% volume dan resin lateks 12% penyusutan = 0,143%, kuat tekan = 7,1 MPa, kuat Tarik = 2,10 MPa, dan kuat patah = 2,67 MPa.

4. Penelitian yang pernah dilakukan yang dapat dijadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ramathilagam B., dkk (2018) yang berjudul “An Experimental Investigation of Eggshell Powder as a Partial Replacement of Cement in Paver Block”, dengan komposisi campuran bubuk cangkang telur 10 %, 15%, 20% dan 25% dari semen. Dengan ukuran paver block 250 mm x 125 mm x 85 mm. Pengujian dilakukan dari 7 hari sampai 28 hari umur beton.

Hasil penelitian Ramathilagam B., dkk menyimpulkan bahwa pada komposisi campuran 10% dari semen dapat menghasilkan paving yang optimum dengan meningkatnya nilai kuat tekan sebesar 13,4% dan kuat lentur sebesar 3,21%

pada umur beton 7 hari dengan berat 5,451 kg. Sedangkan pada umur beton 28 hari nilai kuat tekan sebesar 20,68% dan kuat lentur sebesar 7,21%. Maka semakin besar

(47)

29 persentase komposisi campuran bubuk cangkang telur dari semen, nilai kuat tekan dan kuat lentur akan menurun.

5. Perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah pada jenis bahan campuran benda uji paving block yang digunakan yaitu Abu Batu dengan perbandingan sebagai berikut:

- 1 Pc : 2,25 AB : 0% LCT dari berat pasir.

- 1 Pc : 2,25 AB : 10 % LCT dari berat pasir.

- 1 Pc : 2,25 AB : 15 % LCT dari berat pasir.

- 1 Pc : 2,25 AB : 20 % LCT dari berat pasir.

Dan pada pengujiannya hanya menguji kuat tekan dan kuat lentur pada paving block.

(48)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Proses pembuatan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Lingkungan Universitas Pelita Bangsa. Untuk pengambil sampel penelitian yaitu di Desa Mekarmukti, lalu untuk pengujian dilakukan di Laboratorium Struktur dan Bahan Institut Teknologi Nasional Bandung. Berikut jadwal pelaksanaan penelitian:

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan

(49)

31 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Semen Portland 2. Abu Batu

3. Limbah Cangkang Telur 4. Air Bersih

a. Semen Portland b. Air Bersih

c. Abu Batu d. Limbah Cangkang Telur Gambar 3.1 Bahan-bahan Penelitian

3.2.2 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Cetakan Paving Block 20 cm x 10 cm x 6 cm 2. Mesin vibrator paving block

3. Sendok Semen 4. Wadah Bahan

(50)

32 5. Timbangan Digital

6. Ember (20 liter) 7. Mixer Mini 8. Saringan Halus 9. Penumbuk Batu 10. Blender

a. Cetakkan paving b. mesin vibrator paving c. sendok semen

d. Wadah bahan e. Timbangan Digital f. Ember g. Blender

h. mixer mini i. Saringan Halus j. Penumbuk Gambar 3.2 Alat-alat Penelitian

(51)

33 3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Variabel terikat yaitu pengujian kuat tekan (f’c)dan kuat lentur (fr) paving block dari campuran limbah cangkang telur.

2. Variabel bebas yaitu komposisi pencampuran bahan yang meliputi: semen Portland (Pc), Abu batu (AB), Limbah Cangkang Telur (LCT), gradasi bahan (∅), dan waktu pengerasan.

3.4 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimental skala laboratorium menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang dimana akan menghasilkan sebuah produk dari penelitian tersebut. Dan kemudian dilakukan pengujian terhadap produk penelitian tersebut sesuai standar yang telah ditentukan. Pada penelitian tersebut tidak menggunakan teknik pengambilan sampel, karena pada penelitian tersebut hanya melakukan pengujian skala laboratorium dari 4 sampel dan 4 variasi komposisi campuran paving block.

3.5 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian tersebut meliputi, studi literatur atau referensi, tahap persiapan, tahap pengumpulan sampel, tahap pembuatan agregat, tahap pembuatan paving block, tahap pengujian, analisis data dan kesimpulan.

(52)

34 Gambar 3.3 Diagram Alir Tahapan Penelitian

(53)

35 Penelitian mengenai Analisis pengujian kuat tekan dan kuat lentur menggunakan campuran limbah cangkang telur terdiri dari beberapa tahap, antara lain:

Gambar 3.4 Tahap Persiapan Alat dan Bahan

Keterangan:

a. Tahap Persiapan Alat dan Bahan

Sebelum melakukan penelitian, bahan dan alat harus disediakan terlebih dahulu. Dari bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu meliputi:

semen Portland, abu batu, limbah cangkang telur dan air. Limbah cangkang telur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua jenis telur yaitu telur ayam dan telur bebek.

Alat-alat penelitian juga harus disiapkan, di antaranya meliputi: cetakkan paving, mesin vibrator paving, sendok semen, wadah bahan, timbangan digital, ember, mixer mini, pahat, saringan halus, penumbuk batu dan blender.

(54)

36 Gambar 3.5 Tahap Pengumpulan Sampel

Keterangan:

b. Tahap Pengumpulan Sampel

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan limbah cangkang telur yang berasal dari aktivitas pedagang makanan, seperti pedang nasi goreng, pedang martabak, pedang kue dan lain sebagainya. Daerah yang menghasilkan limbah cangkang telur sangat luas, namun pada penelitian ini hanya dilakukan pengumpulan limbah cangkang telur dari beberapa pedagang yang ada di Desa Mekar Mukti, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi. Jumlah limbah cangkang telur per hari diperkirakan 4 x ember 20 liter. Jenis limbah cangkang telur yang digunakan yaitu cangkang telur ayam ras.

(55)

37 Gambar 3.6 Tahap Pencucian dan Pengeringan Cangkang Telur

Keterangan:

c. Tahap Pencucian dan Pengeringan Cangkang Telur

Dari hasil pengumpulan limbah cangkang telur direndam selama 1 malam untuk menghilangkan sisa kotoran yang ada pada cangkang telur. Setelah direndam selama 1 malam, cangkang telur dibilas kembali lalu diletakkan pada wadah untuk dikeringkan selama 16 jam di bawah sinar matahari.

Gambar 3.7 Tahap Pembuatan Agregat

(56)

38 Keterangan:

d. Tahap Pembuatan Agregat

Setelah cangkang telur dicuci dan dikeringkan, masukkan cangkang telur ke dalam alat penghancur. Proses penghancuran (crusher) dilakukan dengan cara ditumbuk menggunakan alat tumbuk dari batu agar ukuran cacahan cangkang telur tidak terlalu besar saat di masukkan ke dalam alat penghancur (crusher). Setelah dihancurkan dan menjadi bubuk, lalu bubuk cangkang telur di saring menggunakan saringan ukuran 75 mikron. Dan bubuk cangkang telur pun siap untuk digunakan.

Gambar 3.8 Tahap Pembuatan Paving Block

(57)

39 Keterangan:

e. Tahap Pembuatan Paving Block

Setelah cangkang telur hancur menjadi bubuk dengan ukuran 75 mikron, maka dilakukan proses pencampuran dengan bahan-bahan penyusun paving block yaitu semen Portland, abu batu, air sebesar 0,5 dan bubuk cangkang telur sesuai komposisi sebagai berikut:

- 1 Pc : 2,25 AB : 0% LCT dari berat semen.

- 0,9 Pc : 2,25 AB : 10 % LCT dari berat semen.

- 0,85 Pc : 2,25 AB : 15 % LCT dari berat semen.

- 0,8 Pc : 2,25 AB : 20 % LCT dari berat semen.

Keterangan:

Pc = Semen AB = Abu Batu

LCT = Limbah Cangkang Telur

Lalu bahan-bahan dimasukkan ke dalam ember 20 liter dan diaduk menggunakan mesin aduk sampai adukkan benar-benar tercampur. Lalu di masukkan ke dalam cetakkan paving block dengan ukuran cetakan segi 4 ukuran 20 cm x 10 cm x 6 cm dilakukan dengan mesin vibrator paving.

Setelah adukkan paving block yang masih basah di masukkan ke dalam cetakkan, lalu dikeringkan selama 7 sampai 28 hari. Untuk mendapatkan hasil paving block yang baik di ambil dari hasil pengerasan paving umur 28 hari. Karena kandungan senyawa kimia pada setiap bahan sudah bereaksi untuk saling merekatkan.

f. Tahap Uji Kuat Tekan dan Kuat Lentur

Hasil dari proses pengerasan selama 28 hari di uji kek tekan dan lentur di laboratorium. Kemudian di dapat hasil data kuantitatif dari paving block dengan campuran limbah cangkang telur. Cara pengujian paving block ini berdasarkan dari ketentuan SNI 1974-2011 tentang Cara Uji Kuat Tekan

(58)

40 Beton dengan Benda Uji Silinder dan SNI 4431:2011 tentang Cara Uji Kuat Lentur Beton Normal dengan Dua Titik Pembebanan.

3.5 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian di dapatkan dari dua sumber yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian secara langsung dari hasil observasi di lapangan dan dari data pengujian laboratorium.

Aplikasi yang digunakan dalam pengumpulan data tersebut yaitu pengambilan gambar menggunakan kamera handphone, pembuatan diagram alir menggunakan Microsoft Visio dan perhitungan serta grafik hasil pengujian laboratorium menggunakan Microfost Excel.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur, jurnal, tesis, seminar, buku dan hipotesis penelitian terdahulu. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan metode pengumpulan data informasi dengan cara membaca, mempelajari dan membandingkan yang berkaitan dengan topik penelitian.

(59)

41 Gambar 3.9 Analisis Data

3.6 Rincian Anggaran Biaya Penelitian 3.6.1 Perlengkapan yang diperlukan

Tabel 3.2 Perlengkapan Penelitian Perlengkapan Penelitian Material Pemakaian Kuantitas Harga

Satuan

Jumlah Harga Cetakan

paving block

Pembentukan

paving 1 Rp. 200.000 Rp. 200.000

Sendok semen

Pembentukan

paving 1 Rp. 20.000 Rp. 20.000

Wadah bahan

Menyimpan

bahan 4 Rp. 5.000 Rp. 20.000

Referensi

Dokumen terkait

Menurut SNI-03-0691-1989 pengertian paving block adalah : “ suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidraulis

Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty, hirarki didefinisikan

Model pembelajaran Concept Attainment dapat digunakan untuk meremediasi miskonsepsi karena dapat membedakan contoh konsep yang benar dengan konsep yang salah

Miskonsepsi yang dialami EW adalah hambatan pada rangkaian seri lebih kecil sehingga arus yang mengalir lebih besar dan lampu lebih terang.Miskonsepsi ini serupa dengan yang

Penelitian ini dilakukan untuk meremediasi miskonsepsi siswa pada materi perpindahan kalor menggunakan metode fast feedback berbantuan iSpring pro di kelas VII SMP

Dari data kelembaban udara yang didapatkan saat penelitian, dapat dilihat pada tabel 1 , terdapat 3 data kelembaban udara yang melebihi kelembaban udara ideal, hal ini

Berdasarkan hasil pengembangan media E-learning (electronic learning) pada mata pelajaran Audio Video materi pokok Konsep Dasar Audio dalam Rancangan &

Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem