• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Berdasarkan studi kasus bahan hukum yang dilakukan peneliti, berikut ini merupakan paparan kasus posisi dan obyek yang diteliti.

1. Perkosaan Biasa (Pasal 285 KUHP)

Sebelum mengetahui dasar pertimbangan tuntutan jaksa dalam kasus perkosaan di lingkungan rumah tangga, sebagai bahan perbandingan akan dipaparkan sebuah contoh kasus mengenai perkosaan biasa sesuai dengan Pasal 285 KUHP dengan berkas perkara NO. POL : BP/153/X/2005/POLRES yang telah diproses di Kejaksaan Negeri Kepanjen sebagai berikut:

Contoh Kasus :

1) Mbah Sardi, umur 65 tahun, beralamat di Dsn. Banuroto RT 22/06 Ds. Sempol Kec. Pagak Kabupaten Malang. Bahwa korban membuat laporan kepada pihak Kepolisian Resort Malang Sektor Pagak dengan Nomor. Pol : K/LP/43/X/2005/SERSE, tanggal 1 Oktober 2005 mengaku telah diperkosa oleh Paijo, berumur 44 tahun, pekerjaan buruh tani, beralamat di Dsn. Banduharjo RT 61/14 Ds. Sumber petung Kec. Pagak Kabupaten Malang.

2) Perkosaan ini terjadi pada hari Sabtu, tanggal 1 Oktober 2005 sekitar Pukul 22.00 WIB di kamar rumah korban Mbah Sardi. Perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku dengan cara tubuh korban dipeluk, kemudian leher korban dicekik dan mulutnya dibekap dengan menggunakan tangan. Kemudian tubuh korban dirobohkan ke lantai dan kepala korban dijepit diantara dipan dan lemari sampai akhirnya korban diperkosa hingga kemaluan tersangka mengeluarkan sperma.

3) Saat dilakukan perkosaan korban mengalami sakit pada kemaluannya hingga kemaluannya mengeluarkan darah. Karena usianya yang sudah tua, korban merasa tubuhnya sangat lemas atas peristiwa yang telah terjadi padanya.

commit to user

4) Pelaku melakukan perkosaan dengan kekerasan dan setelah puas pelaku melarikan diri sampai akhirnya berhasil ditangkap oleh petugas dari Polsek Pagak.

Dari kasus posisi di atas dapat diketahui bahwa pelaku Paijo telah melanggar Pasal 285 KUHP.

1) Pertimbangan Yuridis

Sebelum melakukan penuntutan, Jaksa Penuntut Umum diharuskan membuat surat dakwaan. Untuk membuat surat dakwaan, seorang jaksa mengacu pada fakta di berkas perkara dari penyidik. Hal inilah yang membedakan surat dakwaan dengan surat tuntutan, karena dalam surat tuntutan seorang jaksa mengacu pada fakta di persidangan.

Pada kasus ini, Jaksa Penuntut Umum Nunung Nuraini membuat surat dakwaan dalam bentuk primair subsidair (berlapis). Hal ini dimaksudkan agar terdakwa tidak lepas dari tuntutan atau jeratan hukum atas perbuatan yang telah dilakukannya. Dalam perkara ini, surat dakwaan dengan Nomor. Reg. Perkara : PDM-670/KPJEN/12.2005 menggunakan dakwaan primair subsidair, yaitu :

Dakwaan primair : Melanggar pasal 285 KUHP Dakwaan subsidair : Melanggar pasal 289 KUHP

Selanjutnya setelah melalui proses persidangan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan baik dari keterangan saksi-saksi di bawah sumpah, keterangan terdakwa, petunjuk, bukti surat/keterangan dokter dalam Visum et Repertum dan dikaitkan pula dengan barang bukti, setelah dihubung-hubungkan dengan substansi peristiwanya, akhirnya dakwaan primair dinyatakan telah terbukti oleh Jaksa Penuntut Umum Nunung Nuraini, dimana unsur-unsur dari dakwaan primair itu sendiri adalah :

a) Perbuatannya : memaksa,

b) Caranya: (1) dengan kekerasan, Caranya: (2) ancaman kekerasan, c) Seorang perempuan bukan isterinya,

commit to user d) Bersetubuh dengan dia.

Unsur-unsur di atas telah terpenuhi dan dilakukan oleh terdakwa pada seseorang yang bukan isterinya untuk diajak bersetubuh, yang dipaksa dengan kekerasan dan ancaman kekerasan untuk melayani nafsu seksual terdakwa. Akhirnya dapat ditarik kesimpulan secara sah dan meyakinkan menurut hukum bahwa dakwaan dalam dakwaan primair telah terpenuhi unsur-unsur dalam Pasal 285 KUHP dan terbukti serta dapat digunakan Jaksa Penuntut Umum sebagai pertimbangan secara formil dan materiil untuk melakukan tuntutan ditinjau dari sudut yuridis dan substansi peristiwanya.

2) Pertimbangan Sosiologis

Berdasarkan hasil wawancara dengan Nunung Nuraini, diperoleh informasi bahwa tuntutan yang diajukan terhadap terdakwa paijo berupa pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dikurangi masa tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Adapun pertimbangan sosiologis Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan tuntutan pidana tersebut diperoleh setelah melalui proses persidangan, yang akan diperinci sebagai berikut: Hal-hal yang memberatkan :

a) Perbuatan terdakwa melanggar norma-norma kesusilaan. b) Terdakwa tega memperkosa wanita yang telah lanjut usia.

c) Terdakwa bermoral bejat dan telah mengganggu ketenangan hidup orang lain.

Hal-hal yang meringankan :

a) Terdakwa mengaku terus terang akan perbuatannya. b) Terdakwa menyesali perbuatannya.

c) Terdakwa belum pernah dihukum.

Pertimbangan sosiologis ini meliputi sikap batin, perasaan dan penilaian Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa di muka persidangan, baik ditinjau dari keadaan psikis maupun keadaan sosiologis korban.

commit to user

Sehingga dalam melakukan pertimbangan sosiologis ini antara jaksa yang satu dengan jaksa yang lain tidak selalu atau belum tentu sama.

2. Perkosaan di Lingkungan Rumah Tangga (UU No. 23 Tahun 2004)

Selanjutnya untuk kejelasan mengenai kasus perkosaan di lingkungan rumah tangga, penulis juga menyajikan satu contoh berkas perkara dengan NO. POL : BP/162/VI/2006/POLRES yang telah diproses di Kejaksaan Negeri Kepanjen sebagai berikut :

Contoh Kasus :

a. Sri Hartini, umur 19 tahun, beralamat di Jln. Gunungceneng Gg. Buntu No. 8 Kec. Turen Kabupaten Malang. Bahwa korban membuat laporan kepada pihak Kepolisian Resort Malang Sektor Pakisaji dengan No. Pol : K/LP/16/III/2006/POLSEK, tanggal 17 Maret 2006, mengaku telah diperkosa ayah kandungnya sendiri sejak tahun 2003 di Surabaya, yang pada waktu itu korban masih berumur 16 tahun sampai dengan bulan Maret 2006 di Pakisaji Kabupaten Malang, dan saat ini telah memiliki seorang anak dari hasil hubungan tersebut.

b. Pelaku yang tidak lain adalah ayah kandungnya sendiri bernama Ngadiman, umur 48 tahun, pekerjaan buruh tani, beralamat di Ds. Ngadilangkung Kec. Kepanjen Kabupaten Malang, telah tega memperkosa anak kandungnya sendiri yang seharusnya dilindungi dengan cara korban diajak tinggal di Surabaya bersamanya dan dipaksa melayani nafsu seksual tersangka selama kurang lebih 3 tahun.

c. Kejadian ini berawal dari keingintahuan korban terhadap ayah kandungnya sendiri. Karena sejak lahir, ayah dan ibu korban telah bercerai. Ayah korban tinggal di Surabaya, sedangkan korban tinggal di Turen Kab. Malang bersama ibunya. Setelah ibu korban meninggal dunia tahun 2003, dengan diantar budenya, korban datang ke Surabaya untuk bertemu dengan ayah kandungnya dan ingin melanjutkan sekolah karena ibu korban sudah tidak ada. Kemudian korban ikut tinggal di Surabaya bersama ayah kandungnya.

commit to user

d. Persetubuhan tersebut pertama kali dilakukan pada tahun 2003, saat itu korban sedang tidur di kamar, dan secara tiba-tiba ayahnya sudah berada di atas tubuh korban menindih sekaligus membekap mulut korban dengan tangannya. Setelah itu pelaku membuka celana korban dan kemaluan atau penis pelaku dimasukkan ke dalam vagina korban hingga mengeluarkan sperma. Hal ini berlanjut dan berulang hampir setiap hari dan dilakukan selama kurang lebih 3 tahun.

e. Korban selalu tidak berani menolak permintaan pelaku karena apabila menolak korban selalu dipukul dan diancam akan dibunuh dengan golok. Begitu juga apabila korban berusaha melarikan diri dari tersangka. Akibat persetubuhan tersebut, korban sampai memiliki seorang anak yang diasuh dan dirawat sendiri oleh korban.

f. Sekitar bulan Desember 2005, pelaku mengajak korban pindah ke Ds. Jatisari Kec. Pakisaji Kabupaten Malang. Setelah beberapa bulan di Pakisaji, korban berpacaran dengan seorang pria bernama Kasin. Kasin yang mengetahui kejadian persetubuhan melalui cerita korban menyuruh korban untuk melaporkan kepada pihak berwajib, tetapi korban mengaku ketakutan.

g. Pada tanggal 12 Maret 2006, korban meminta ijin kepada pelaku untuk nyekar ke makam ibunya di Turen. Pada saat itulah akhirnya korban dapat melarikan diri dari pelaku bersama pacarnya.

Dari kasus posisi di atas, dapat diketahui bahwa Ngadiman telah melakukan perkosaan terhadap anak kandungnya sendiri atau dengan kata lain telah melakukan kekerasan seksual dan dapat dituntut sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

a. Pertimbangan Yuridis

Dalam kasus ini Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan dalam bentuk alternatif, yaitu surat dakwaan yang menuduhkan dua atau lebih tindak pidana yang mengandung sifat yang saling mengecualikan. Alasan dibuatnya surat dakwaan dalam bentuk ini karena Jaksa Penuntut

commit to user

Umum masih ragu atas dakwaan apa yang sesuai dengan tindak pidana yang telah dilakukan oleh pelaku. Pada proses persidangan baru akan dapat diperoleh sebuah jawaban mengenai dakwaan mana yang telah terbukti dilakukan oleh pelaku. Jadi disini Jaksa Penuntut Umum mengajukan bentuk dakwaan yang bersifat pilihan, dan setiap dakwaan mempunyai peluang terbukti yang sama. Mengenai konsekuensi pembuktiannya, apabila dakwaan yang dimasukkan telah terbukti, maka dakwaan yang lain tidak perlu dihiraukan lagi.

Dalam perkara ini, surat dakwaan dengan Nomor Reg. Perkara : PDM-387/KPJEN/05.2006 menggunakan dakwaan alternatif, yaitu : Dakwaan pertama : Melanggar Pasal 285 Jo 64 (1) KUHP ATAU

Dakwaan kedua : Melanggar Pasal 8 huruf a dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Jo 64 (1) KUHP Selanjutnya setelah melalui proses persidangan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan baik dari keterangan saksi-saksi di bawah sumpah, keterangan terdakwa, petunjuk, bukti surat/keterangan dokter dalam Visum et Repertum dan dikaitkan pula dengan barang bukti, setelah dihubung-hubungkan dengan substansi peristiwanya, akhirnya Jaksa Penuntut Umum Hidayati menitikberatkan pada pembuktian dalam dakwaan kedua, yang unsur-unsur dari dakwaan kedua itu sendiri adalah :

1) Setiap orang.

2) Melakukan kekerasan dalam rangka pemaksaan hubungan seksual. 3) yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah

tangga tersebut.

Jo Pasal 64 (1) KUHP, yang maksudnya jika antara beberapa perbuatan kejahatan, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voortgezette handeling).

Unsur-unsur di atas telah terpenuhi dan dilakukan oleh terdakwa di dalam lingkup rumah tangganya, yang tidak lain terhadap anak

commit to user

kandungnya sendiri yang dipaksa dengan kekerasan dan ancaman kekerasan untuk melayani nafsu seksualnya selama kurang lebih 3 tahun, sampai akhirnya menghasilkan seorang anak. Akhirnya dapat ditarik kesimpulan secara sah dan meyakinkan menurut hukum bahwa dakwaan dalam dakwaan kedua telah terpenuhi unsur-unsur dalam Pasal 8 huruf a dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Jo Pasal 64 (1) KUHP dan terbukti serta dapat digunakan Jaksa Penuntut Umum sebagai pertimbangan secara formil dan materiil untuk melakukan tuntutan ditinjau dari sudut yuridis dan substansi peristiwanya.

b. Pertimbangan Sosiologis

Berdasarkan hasil wawancara dengan Hidayati, diperoleh informasi bahwa tuntutan yang diajukan terhadap terdakwa Ngadiman berupa pidana penjara selama 10 tahun dikurangi masa tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Adapun pertimbangan sosiologis Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan tuntutan pidana tersebut diperoleh setelah melalui proses persidangan yang akan diperinci sebagai berikut : (Wawancara dengan Hidayati)

Hal-hal yang memberatkan :

1) Pelaku dalam hal ini adalah seorang ayah yang tega memperkosa anak kandungnya sendiri. Padahal sebagai oranga tua selayaknya ia menjaga, melindungi dan mendidik anaknya.

2) Korban dalam kasus ini adalah seorang wanita yang sejak usia 16 tahun selalu dipaksa untuk melayani nafsu seksual ayahnya. Parahnya lagi kejadian ini berlangsung selama 3 tahun dan melahirkan seorang anak atas tindakan amoral ayahnya, sehingga korban harus menanggung aib seumur hidup serta mengalami penderitaan yang sangat mendalam dan berkepanjangan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keadaan psikis si korban.

commit to user

3) Modus operandi dalam kasus ini dengan menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan. Korban selalu dipukul dan disakiti setiap melawan untuk disetubuhi.

Hal yang meringankan :

a) Pelaku mengaku terus terang. b) Pelaku menyadari kesalahannya. c) Pelaku bersikap sopan.

d) Belum pernah dihukum.

Kontruksi yuridis Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan terhadap pelaku perkosaan di lingkungan rumah tangga pada kasus di atas adalah mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sedangkan untuk pertimbangan sosiologis dari Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan meliputi sikap batin, perasaan dan penilaian jaksa terhadap terdakwa di muka persidangan.

Kasus perkosaan di lingkungan rumah tangga merupakan perkara penting mengingat pernah diberitakan di media elektronik sehingga menarik perhatian masyarakat, maka tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum demi tercapainya rasa keadilan menggunakan pedoman instruksi Jaksa Agung RI No. INS-004/J.A/3/1994 tanggal 9 Maret 1994 dan Surat Jaksa Agung Muda Pidana Umum No. R-16/E/3/1994 tanggal 11 Maret 1994 tentang Pengendalian Perkara Penting yang menyebutkan bahwa Tindak Pidana Umum diharuskan untuk dilakukan konsultasi atau biasa disebut dengan rencana tuntutan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di Surabaya.

Mengenai rencana tuntutan Jaksa Penuntut Umum Hidayati dalam perkara ini, atas nama terdakwa Ngadiman tertanggal 25 Juli 2006 dan mendapat petunjuk dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, agar dituntut selama 10 tahun penjara dikurangi masa tahanan dan biaya perkara sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah) dibebankan pada terdakwa. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum diwajibkan membuat pertimbangan atas rasa keadilan

commit to user

berdasarkan hati nuraninya sendiri, kemudian dikonsultasikan kepada Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) selaku penanggung jawab secara yudicial perkara pidana umum, selanjutnya diteruskan pada Kepala Kejaksaan Negeri Kepanjen sebagai atasan langsung, dan kemudian prosedur administrasinya dilanjutkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di Surabaya.

Dalam perkosaan di lingkungan rumah tangga, keadaan yang terjadi pada kasus di atas menurut penulis lebih melanggar norma kesusilaan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat, karena menyangkut etika keluarga yang seharusnya tidak patut atau tidak pantas dilakukan oleh seorang ayah kepada anak kandungnya sendiri. Kejadian semacam ini sangat tabu untuk dilaporkan pada pihak yang berwajib karena sama dengan membuka aib keluarga itu sendiri. Selain itu, semua tindak pidana perkosaan pada kasus di atas yang selama kurang lebih 3 tahun ini terjadi di tempat tinggal pelaku maupun korban sendiri menunjukkan bahwa harga diri perempuan juga dapat dilanggar dan dilecehkan oleh anggota atau unsur keluarga lainnya dalam lingkungan terdekat sekalipun, yang mana seharusnya keluarga adalah merupakan tempat berlindung. Terlebih lagi bila berbicara dampak psikis yang dialami oleh korban yang mana keperawanannya direnggut oleh ayahnya sendiri dan sampai menghasilkan seorang anak. Ia akan mengalami trauma yang tidak mudah dilupakan, rasa sakit hati, penderitaan dan ketakutan serta aib yang harus ditanggungnya seumur hidup.

Oleh karena itu, dengan menerapkan sanksi hukum yang setimpal kepada pelaku sebagaimana yang dituntutkan oleh Jaksa Penuntut Umum pada kasus di atas, secara tidak langsung hal itu merupakan suatu bentuk perhatian (perlindungan) secara hukum kepada korban kejahatan. Berikut akan dipaparkan perbandingan ancaman pidana terhadap tindak pidana perkosaan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan dalam KUHP.

commit to user

B. Pembahasan

1. Kontruksi Yuridis Jaksa Penuntut Umum dalam Merumuskan Pasal

yang Didakwakan pada Kasus Perkosaan di Lingkungan Rumah Tangga Nomor Perkara 670/KPJEN/12-2005 dan Nomor Perkara PDM-387/KPNJEN/05-2006.

Guna mengetahui Kontruksi yuridis Jaksa Penuntut Umum dalam merumuskan dan surat dakwaan maupun tuntutan terhadap pelaku perkosaan di lingkungan rumah tangga dan kasus perkosaan biasa, peneliti akan mengkajinya berdasarkan :

a. Surat dakwaan b. Alat-alat bukti.

c. Pasal-pasal yang digunakan

Guna mempermudah pembahasan lebih lanjut penulis akan sajikan tabel sebagai berikut :

Tabel 1

Tindak Pidana Perkosaan di Lingkungan Rumah Tangga

No Kasus Pelaku Dakwaan Tuntutan Alat Bukti

1 Perkosaan Di Lingkungaan Rumah Tangga Ngadiman 1. Pasal 285 Jo 64 (1) KUHAP, 2. Undang-Undang PKDRT NO 23 Tahun 2004 Ancaman Kurungan 12 tahun ditambah denda 36.000.000 1. Adanya saksi-saksi dibawah sumpah 2. Pengakuan dari pelaku 3. Visum et Repertum

Sumber : Nomor Perkara PDM-387/KPNJEN/05-2006

Dalam kasus ini Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan dalam bentuk alternatif, yaitu surat dakwaan yang menuduhkan dua atau lebih tindak pidana yang mengandung sifat yang saling mengecualikan. Alasan dibuatnya surat dakwaan dalam bentuk ini karena Jaksa Penuntut Umum masih ragu atas dakwaan apa yang sesuai dengan tindak pidana yang telah dilakukan oleh pelaku. Pada proses persidangan baru akan dapat diperoleh

commit to user

sebuah jawaban mengenai dakwaan mana yang telah terbukti dilakukan oleh pelaku. Jadi disini Jaksa Penuntut Umum mengajukan bentuk dakwaan yang bersifat pilihan, dan setiap dakwaan mempunyai peluang terbukti yang sama. Mengenai konsekuensi pembuktiannya, apabila dakwaan yang dimasukkan telah terbukti, maka dakwaan yang lain tidak perlu dihiraukan lagi.

Dalam perkara ini, surat dakwaan dengan Nomor Reg. Perkara : PDM-387/KPJEN/05.2006 menggunakan dakwaan alternatif, yaitu :

Dakwaan pertama : Melanggar Pasal 285 Jo 64 (1) KUHP ATAU

Dakwaan kedua : Melanggar Pasal 8 huruf a dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Jo 64 (1) KUHP Selanjutnya setelah melalui proses persidangan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan baik dari keterangan saksi-saksi di bawah sumpah, keterangan terdakwa, petunjuk, bukti surat keterangan dokter dalam Visum et Repertum dan dikaitkan pula dengan barang bukti, setelah dihubung-hubungkan dengan substansi peristiwanya, akhirnya Jaksa Penuntut Umum Hidayati menitik beratkan pada pembuktian dalam dakwaan kedua, yang unsur-unsur dari dakwaan kedua itu sendiri adalah :

a. Setiap orang.

b. Melakukan kekerasan dalam rangka pemaksaan hubungan seksual.

c. Yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.

Jo Pasal 64 (1) KUHP, yang maksudnya jika antara beberapa perbuatan kejahatan, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voortgezette handeling).

Unsur-unsur di atas telah terpenuhi dan dilakukan oleh terdakwa di dalam lingkup rumah tangganya, yang tidak lain terhadap anak kandungnya sendiri yang dipaksa dengan kekerasan dan ancaman kekerasan untuk melayani nafsu seksualnya selama kurang lebih 3 tahun, sampai akhirnya menghasilkan seorang anak. Akhirnya dapat ditarik kesimpulan secara sah dan

commit to user

meyakinkan menurut hukum bahwa dakwaan dalam dakwaan kedua telah terpenuhi unsur-unsur dalam Pasal 8 huruf a dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Jo Pasal 64 (1) KUHP dan terbukti serta dapat digunakan Jaksa Penuntut Umum sebagai pertimbangan secara formil dan materiil untuk melakukan tuntutan ditinjau dari sudut yuridis dan substansi peristiwanya.

Tabel 2.

Tindak Pidana Perkosaan Biasa

No Kasus Pelaku Dakwaan Tuntutan Alat Bukti

1. Perkosaan Biasa Paijo 1. Primer: Pasal 285 KUHAP 2. Subsidair Pasal 289 KUHP Ancaman Kurungan 12 tahun 1. Adanya saksi-saksi dibawa h sumpah 2. Adanya Visum et Repret um

Sumber :Kasus Nomor PDM-670/KPJEN/12.2005

Berdasarkan kasus perkosaan biasa ini, Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan dalam bentuk primair subsidair (berlapis). Hal ini dimaksudkan agar terdakwa tidak lepas dari tuntutan atau jeratan hukum atas perbuatan yang telah dilakukannya. Dalam perkara ini, surat dakwaan dengan Nomor. Reg. Perkara : PDM-670/KPJEN/12.2005 menggunakan dakwaan primair subsidair, yaitu :

Dakwaan primair : Melanggar pasal 285 KUHP Dakwaan subsidair : Melanggar pasal 289 KUHP

Selanjutnya setelah melalui proses persidangan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan baik dari keterangan saksi-saksi di bawah sumpah, keterangan terdakwa, petunjuk, bukti surat atau keterangan dokter dalam Visum et Repertum dan dikaitkan pula dengan

commit to user

barang bukti, setelah dihubung-hubungkan dengan substansi peristiwanya, akhirnya dakwaan primair dinyatakan telah terbukti oleh Jaksa Penuntut Umum Nunung Nuraini, dimana unsur-unsur dari dakwaan primair itu sendiri adalah :

a. Perbuatannya : memaksa, b. Caranya: 1) dengan kekerasan,

Caranya: 2) ancaman kekerasan, c. Seorang perempuan bukan isterinya, d. Bersetubuh dengan dia.

Pertimbangan sosiologis ini meliputi sikap batin, perasaan dan penilaian Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa di muka persidangan, baik ditinjau dari keadaan psikis maupun keadaan sosiologis korban. Sehingga dalam melakukan pertimbangan sosiologis ini antara jaksa yang satu dengan jaksa yang lain tidak selalu atau belum tentu sama.

Tabel. 3

Perbandingan Ancaman Pidana terhadap Tindak Pidana Perkosaan Biasa dan Perkosaan di lingkungan Rumah Tangga

Pasal dan UU Ancaman pidana paling lama Ancaman pidana paling singkat Ancaman denda paling banyak Ancaman denda paling sedikit -Pasal 46 UU No. 23/2004 -Pasal 285 KUHP -12 tahun -12 tahun - - Rp36.000.000,- - - -

Sumber :Kasus Nomor PDM-670/KPJEN/12.2005 dan PDM-387/KPNJEN/05-2006

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis adalah Untuk ancaman pidana antara Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dan Pasal 285 KUHP tetap memiliki kesamaan yaitu paling lama 12 tahun. Namun dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga dialternatifkan dengan pidana denda

commit to user

paling banyak Rp. 36.000.000,- sedangkan dalam KUHP tidak ada denda uang sebesar 36. 000.000 Disinilah letak perbedaan kedua peraturan perundang-undangan di atas dalam hal pemidanaan. Meskipun dalam kenyataannya, pidana denda ini belum pernah diterapkan kepada terdakwa kasus perkosaan di lingkungan rumah tangga yang pernah ditangani di Kejaksaan Negeri Kepanjen dikarenakan alasan keadaan ekonomi terdakwa yang tidak memungkinkan untuk dikenakan pidana denda tersebut.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berpihak pada kelompok rentan khususnya kaum perempuan merupakan wujud dari pembaharuan hukum dalam menangani tindak pidana kesusilaan di lingkungan rumah tangga, sehingga sangat diperlukan sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan rumah tangga. Pembaharuan hukum tersebut diperlukan karena undang-undang yang ada belum memadai dan tidak sesuai

Dokumen terkait