• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

mendukung penelitian ini. Dalam kerangka berpikir mendeskripsikan hasil pemikiran peneliti sementara itu. Pertanyaan penelitian berisi dugaan sementara dari rumusan masalah yang dikaji.

A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Karakter

Kurniawan (2013: 28) mengemukakan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “charassein”. Menurut Koesoema (2010: 79) masyarakat sering mengasosiasikan istilah karakter dalam kehidupan sehari-hari dengan menekankan pada temperamen unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Sedangkan Lickona (2013: 13) mengemukakan bahwa karakter meliputi hal-hal baik ketika seseorang bertindak dan berpikir tetapi tidak terlihat oleh orang lain. Pendapat yang serupa disampaikan oleh Kurniawan (2013: 2) bahwa karakter adalah nilai-nilai yang mencerminkan perilaku manusia terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, lingkungan, masyarakat berlandaskan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.

Pendapat Albertus (dalam Tim PPK Kemendikbud, 2017: 7) bahwa karakter yang kuat dapat membentuk individu membawa perubahan baik bagi

diri sendiri maupun masyarakat sekitar. Listyarti (2012: 3) menyatakan bahwa dalam mengamati karakter seseorang dapat dilakukan dengan cara mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Hal tersebut sejalan dengan pendapat tokoh pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara (dalam Wibowo, 2013: 9) bahwa karakter dapat menjadi suatu penanda yang melekat pada seseorang, setiap orang mempunyai karakter yang berbeda-beda seperti halnya roman muka antara satu orang dengan yang lain tidak ada kesamaan. Pendapat yang serupa disampaikan oleh Darmiyanti (dalam Adisusilo, 2012: 77) bahwa karakter merupakan seperangkat sifat sebagai tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral seseorang.

Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh beberapa para ahli di atas, maka peneliti berpendapat bahwa karakter adalah serangkaian sikap yang terdapat dalam diri manusia dan sekaligus sebagai kekhasan dalam melakukan sebuah tindakan secara disadari atau disengaja sehingga orang lain yang melihatnya dapat menilai dengan mudah.

2. Pengertian Kepribadian

Suprihadi dan Sooehartono (1982: 14) mengungkapkan bahwa kepribadian membahas bagaimana menjadi manusia yang baik atau siapakah diri seseorang itu. Menurut Sjarkawi (2006: 34) bahwa kepribadian merupakan karakteristik atau gaya dan sifat khas dalam diri seseorang yang merujuk bagaimana individu tersebut tampil sehingga menimbulkan kesan bagi individu lainnya. Dalam hal ini antara kepribadian dan karakter mempunyai keterkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Kepribadian seseorang mencerminkan karakter yang dapat mempengaruhi tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Gulo (dalam Barnawi dan Arifin, 2016: 20) karakter identik dengan kepribadian yang bersumber dari pembentukan yang diterima di lingkungan sekitar seperti lingkungan sekolah, rumah, dan masyarakat. Atau dengan kata lain bahwa karakter merupakan kepribadian yang ditinjau dari aspek moral contohnya kejujuran yang berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian dapat dibentuk berdasarkan kekhasan karakternya yang bersumber dari lingkungan sekitar sehingga menjadikan penyesuaian diri yang diterima setiap manusia berbeda-beda. 3. Pengertian Moral

Moral berasal dari bahasa latin yakni dari kata mos-mores (adat istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku). Sjarkawi (2006: 28) mengungkapkan bahwa moral merupakan suatu hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sehingga dapat mengukur benar tidaknya atau baik tidaknya tindakan manusia. Pendapat lain menurut Purwanto (2016: 47) bahwa moral merupakan kebaikan yang tampak dan dikenal oleh masyarakat. Dalam kaitannya dengan karakter, moral merupakan fondasi dasar seseorang untuk mencapai karakter yang baik. Menurut Megawangi (2007: 83) moral mengacu pada pengetahuan seseorang terhadap baik atau buruk sedangkan karakter lebih mengacu pada tabiat (kebiasaan) seseorang yang didorong langsung oleh otak. Lickona (1991: 82) menyatakan bahwa ketika seseorang dikatakan berkarakter jika telah mempunyai tiga komponen moral yaitu pengetahuan, perasaan, dan tindakan moral yang merupakan

pembentuk tabiat (kebiasaan) atau karakter seseorang. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Mangunhardjana (2016: 25) bahwa seseorang yang berkarakter otomatis juga bermoral. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa moral adalah suatu pedoman mengenai benar/salah, baik/buruk yang melekat dalam diri serta mendorong tindakan atau perilaku manusia sehingga terjalin rasa hormat dan menghargai sesama. 4. Pengertian Nilai

Mangunhardjana (2016: 41) mengungkapkan bahwa nilai merupakan mutu, kualitas yang menjadi prinsip milik pribadi. Menurut Sjarkawi (2006: 29) bahwa nilai dianggap sebagai suatu “keharusan” yang mencerminkan kualitas terhadap suatu hal sehingga dapat menjadikan objek yang disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai.

Adisusilo (2012: 57) mengungkapkan bahwa nilai selalu berhubungan dengan kebaikan, kebajikan, dan keluhuran budi yang dikejar seseorang menjadi manusia yang sebenarnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Wahana (2004: 84) bahwa nilai sebagai daya tarik yang mempunyai peranan sebagai pendorong dan pengarah bagi pembentukan diri manusia melalui tindakan-tindakannya. Menurut Lickona (dalam Adisusilo, 2012: 61) nilai dan karakter mempunyai keterkaitan karena dengan adanya nilai akan menghasilkan karakter yang bernilai (baik). Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu kualitas yang memberikan pemaknaan sehingga menjadikan suatu hal dapat disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai sebagai penentu atau acuan dalam melakukan suatu tindakan.

5. Pendidikan Karakter

Wibowo (dalam Kurniawan, 2013: 31) mengungkapkan bahwa pendidikan karakter sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau usia emas (golden age) karena pada usia ini anak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Zubaedi (2011: 197) pendidikan karakter harus dilakukan secara berkelanjutan artinya penanaman nilai-nilai moral yang tertanam pada anak tidak hanya sampai pada tingkat pendidikan tertentu tetapi juga saat berada di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Sedangkan menurut Megawangi (dalam Larasati, dkk, 2014: 5) bahwa pendidikan karakter merupakan usaha untuk mendidik peserta didik dalam mengambil keputusan dengan bijak sehingga memberikan pengaruh positif dalam kehidupan sehari-hari.

Thomas Lickona (dalam Yaumi, 2014: 10) mengungkapkan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha yang disengaja untuk mengembangkan karakter yang baik berdasarkan nilai-nilai. Zubaedi (dalam Kurniawan, 2013: 30) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah program pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan watak dan tabiat siswa dengan cara menekankan ranah afektif dalam menghayati nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan kerja sama tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional), dan ranah keterampilan (skill). Azzet (2016: 36-37) menyatakan bahwa pendidikan karakter di sekolah harus melibatkan semua komponen pendidikan yang ada. Sosok penting dalam pendidikan karakter yakni pendidik atau guru karena merupakan teladan siswa dalam berperilaku. Dalam pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai di sekolah guru

mengaitkan secara langsung tema pembelajaran dengan mata pembelajaran tertentu.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti berpendapat bahwa pendidikan karakter adalah usaha yang dapat dilakukan untuk mendidik anak ke arah yang lebih baik agar memiliki sikap peduli, santun dalam berperilaku, tanggung jawab pada diri sendiri maupun orang lain dengan melibatkan aspek kognitif, afektif, dan konatif.

6. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) a. Latar Belakang Penguatan Pendidikan Karakter

Penguatan Pendidikan Karakter sering disebut dengan istilah PPK. Tahun 2010 merupakan pemusatan pendidikan karakter di jantung pendidikan nasional semakin kuat karena pemerintah Indonesia mencanangkan dan melaksanakan kebijakan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter dengan berlandaskan Rencana Aksi Nasional (RAN). Tim PPK Kemendikbud (2017: 17) mengungkapkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter membantu mengembangkan potensi peserta didik dengan mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan menyelaraskan berbagai program pendidikan karakter tanpa mengabaikan dimensi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi) dan olah raga (kinestetik) sesuai falsafah hidup Pancasila. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Koesoema (2018a: 8) bahwa gerakan Penguatan Pendidikan Karakter menempatkan nilai karakter sebagai dimensi terdalam pendidikan yang membudayakan dan memberadabkan perilaku dalam pendidikan. Sedangkan prioritas gerakan PPK yang

ditetapkan oleh Kemendikbud yakni terdapat 5 (lima) nilai-nilai utama karakter yang saling berkaitan sehingga membentuk jejaring nilai yaitu nilai religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong dan integritas. Hal tersebut sejalan dengan gagasan Bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan sebagai upaya untuk memajukan dan menumbuhkan budi pekerti, kekuatan batin, karakter, pikiran, dan tubuh anak dengan “ngerti-ngerasa-ngelakoni” (mengerti, merasakan, dan melakukan). Oleh karena itu, gerakan PPK membutuhkan dukungan dari berbagai pihak dalam membentuk karakter yang santun, berbudi pekerti, ramah, dan bergotong royong sesuai dengan tujuan dari Gerakan Revolusi Mental sekaligus bagian integral Nawacita.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar belakang Penguatan Pendidikan Karakter yakni adanya kebijakan pemerintah Indonesia mencanangkan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa pada tahun 2010 yang merupakan bagian integral Nawacita untuk membentuk dan mengarahkan karakter peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang dengan cara harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi) dan olah raga (kinestetik) dalam menanamkan nilai-nilai utama PPK.

b. Pengertian Penguatan Pendidikan Karakter

Koesoema (2007: 118) mengungkapkan bahwa pendidikan karakter sudah sering didengungkan sebagai suatu kemendesakan dalam kinerja pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang mencanangkan gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)

secara bertahap mulai tahun 2016. Hal tersebut didukung oleh Mulyasa (dalam Larasati, dkk, 2014: 6) bahwa Penguatan Pendidikan Karakter tingkat satuan pendidikan mengarahkan pada pembentukkan budaya sekolah dengan menerapkan nilai-nilai utama PPK yang tercermin dalam perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol. Sedangkan menurut Tilaar (dalam Larasati, dkk, 2014: 5) pendidikan dan pengajaran di satuan pendidikan menitikberatkan pada tindakan dan perilaku peserta didik dalam mengimplementasikan pendidikan karakter.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti berpendapat bahwa Penguatan Pendidikan Karakter adalah salah satu cara yang dilakukan sekolah untuk mengintegrasikan, memperdalam, memperluas program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah ada sebelumnya sehingga dapat memperkuat karakter siswa dengan melibatkan kerja sama antara sekolah, keluarga maupun masyarakat.

Tim PPK Kemendikbud (2017: 17) menyatakan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter merupakan gerakan pendidikan di sekolah dalam memperkuat karakter melalui proses pembentukan, transformasi, transmisi, dan pengembangan potensi peserta didik dengan cara harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestetik) sesuai falsafah hidup Pancasila. Berdasarkan penjelasan di atas maka setiap individu harus mempunyai karakter yang dapat membawa implikasi positif yang meliputi keterpaduan empat nilai. Keterpaduan empat nilai tersebut secara ringkas ditunjukkan pada gambar 2.1 yakni:

Gambar 2.1 Keterpaduan Empat Nilai-nilai Karakter Olah Hati, Olah Pikir, Olah Raga, dan Olah Karsa

Berdasarkan gambar 2.1 di atas dapat disimpulkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter harus mengsinergikan keterpaduan empat nilai karakter yakni olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga untuk memperkuat karakter peserta didik dengan melibatkan dukungan dari sekolah, orang tua, maupun masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.

c. Tujuan Penguatan Pendidikan Karakter

Tim PPK Kemendikbud (2017: 16) mengemukakan bahwa gerakan Penguatan Pendidikan Karakter menempatkan nilai karakter sebagai dimensi pendidikan yang membudayakan dan memberadabkan. Adapun tujuan gerakan Penguatan Pendidikan Karakter sebagai berikut:

1) Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan makna dan nilai karakter sebagai jiwa atau generator utama penyelenggaraan pendidikan.

2) Membangun kembali Generasi Emas Indonesia 2045 menghadapi dinamika perubahan di masa depan dengan keterampilan abad 21.

3) Mengembalikan pendidikan karakter sebagai ruh dan fondasi pendidikan melalui harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), dan olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestetik).

4) Merevitalisasi dan memperkuat kapasitas ekosistem pendidikan (kepala sekolah, guru, siswa, pengawas, dan komite sekolah) untuk mendukung perluasan implementasi pendidikan karakter.

5) Membangun jejaring perlibatan masyarakat (publik) sebagai sumber belajar di dalam dan di luar sekolah.

6) Melestarikan kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia dalam mendukung Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan Penguatan Pendidikan Karakter adalah mengarahkan peserta didik pada pembentukan karakter dan meningkatkan mutu proses pendidikan yang terwujud dalam perilaku sehari-hari.

d. Nilai-nilai Utama Penguatan Pendidikan Karakter

Gerakan PPK menempatkan nilai karakter sebagai dimensi terdalam pendidikan. Adapun nilai utama karakter adalah sebagai berikut.

1) Religiusitas

Tim PPK Kemendikbud (2017: 8) menyatakan bahwa nilai karakter religiusitas mencerminkan sikap keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa ditunjukkan dengan perilaku melaksanakan agama dan kepercayaan yang dianutnya, menghargai perbedaan agama,

mempunyai sikap toleran yang tinggi terhadap pelaksana agama lain, dan hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain.

Nilai religiusitas yang awalnya adalah religius, tetapi sejalan dengan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 penyebutan istilah nilai religius direvisi menjadi religiusitas. Subnilai religiusitas antara lain toleransi, percaya diri, kerja sama, mencintai lingkungan, dan anti kekerasan.

2) Nasionalisme

Tim PPK Kemendikbud (2017: 8) menyatakan bahwa nilai karakter nasionalisme merupakan cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

Nilai nasionalisme yang awalnya adalah nasionalis, tetapi sejalan dengan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 penyebutan istilah nilai nasionalis direvisi menjadi nasionalisme. Subnilai nasionalisme meliputi cinta tanah air, patuh terhadap hukum, disiplin, dan menghormati keberagaman budaya, suku, dan agama.

3) Kemandirian

Tim PPK Kemendikbud (2017: 9) bahwa nilai karakter kemandirian merupakan sikap dan perilaku tidak mudah bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita.

Nilai kemandirian yang awalnya adalah mandiri, tetapi sejalan dengan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 penyebutan istilah nilai mandiri direvisi menjadi kemandirian. Tim PPK Kemendikbud (2017: 9) mengungkapkan bahwa subnilai kemandirian meliputi kerja keras, tangguh, tidak mudah menyerah, kreatif, profesional, dan pemberani. 4) Gotong Royong

Tim PPK Kemendikbud (2017: 9) menyatakan bahwa nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan nyata saling membantu dengan semangat kerja sama dalam menyelesaikan persoalan. Berdasarkan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 penyebutan istilah nilai gotong royong tidak mengalami perubahan istilah. Subnilai gotong royong meliputi tindakan kerja sama, tolong-menolong, solidaritas, empati, dan musyawarah sebagai mufakat. 5) Integritas

Tim PPK Kemendikbud (2017: 9) menyatakan bahwa nilai karakter integritas merupakan nilai yang menjadi dasar seseorang dalam berperilaku sebagai sosok yang dapat dipercaya baik dalam tindakan, perkataan, dan perkerjaan sesuai dengan nilai kebenaran. Berdasarkan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 penyebutan istilah nilai integritas tidak mengalami perubahan istilah. Subnilai integritas meliputi kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa 5 (lima) nilai utama Pengutan Pendidikan Karakter saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan karena membentuk suatu keutuhan pribadi. Nilai-nilai tersebut bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional.

e. Prinsip-prinsip Pengembangan dan Implementasi PPK

Tim PPK Kemendikbud (2017: 10) menyatakan bahwa dalam pengembangan dan implementasi gerakan PPK mempunyai prinsip-prisip yang mendasari. Beberapa prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut. 1) Nilai-nilai Moral Universal

Fokus gerakan PPK terdapat pada penguatan nilai-nilai moral universal dengan didukung oleh setiap individu dari berbagai macam latar belakang agama, keyakinan, kepercayaan, sosial, dan budaya. 2) Holistik

Pelaksanaan gerakan PPK dilaksanakan secara holistik dengan arti pengembangan fisik (olah raga), intelektual (olah pikir), estetika (olah rasa), etika dan spiritual (olah hati) yang dilakukan secara utuh-menyeluruh dan serentak, baik melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, berbasis pada pengembangan budaya sekolah maupun kolaborasi dengan berbagai komunitas di luar lingkungan pendidikan.

3) Terintegrasi

Gerakan PPK merupakan poros pelaksanaan pendidikan nasional terutama pada pendidikan dasar dan menegah yang dikembangkan,

dilaksanakan dengan memadukan, menghubungkan, dan mengutuhkan berbagai elemen pendidikan, bukan merupakan program tempelan dan tambahan dalam proses pelaksanaan pendidikan.

4) Partisipatif

Pelaksanaan gerakan PPK mengikutsertakan dan melibatkan publik seluas-luas sebagai pemangku kepentingan pendidikan. Pihak-pihak terkait seperti kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah dapat menyepakati prioritas nilai-nilai utama karakter dan kekhasan sekolah yang diperjuangkan dalam gerakan PPK, menyepakati bentuk dan strategi pelaksanaan gerakan PPK, dan pembiayaan gerakan PPK.

5) Kearifan Lokal

Gerakan PPK bertumpu dan responsif pada kearifan lokal nusantara yang demikian beragam dan majemuk agar kontekstual dan membumi. Gerakan PPK harus bisa mengembangkan dan memperkuat kearifan lokal nusantara agar dapat berkembang dan berdaulat sehingga dapat memberi identitas dan jati diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia. 6) Kecakapan Abad XXI

Gerakan PPK mengembangkan kecakapan yang dibutuhkan peserta didik untuk hidup pada abad XXI seperti kecakapan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kecakapan berkomunikasi (communication skill), penguasaan bahasa internasional, dan kerja sama dalam pembelajaran (collaborative learning).

7) Adil dan Inklusif

Pengembangan dan pelaksanaan gerakan PPK berdasarkan prinsip keadilan, non-diskriminasi, non-sektarian, menghargai kebinekaan, dan perbedaan (inklusif), menjunjung harkat dan martabat manusia.

8) Selaras dengan Perkembangan Peserta didik

Pengembangan dan pelaksanaan gerakan PPK selaras dengan perkembangan peserta didik baik perkembangan biologis, psikologis, maupun sosial, agar tingkat kecocokan dan keberterimaannya tinggi dan maksimal. Dalam hubungan ini kebutuhan-kebutuhan perkembangan perlu memperoleh perhatian intensif.

9) Terukur

Pengembangan dan pelaksanaan gerakan PPK berlandaskan prinsip keterukuran agar dapat diamati dan diketahui proses dan hasilnya secara objektif. Dalam hubungan ini komunitas sekolah mendeskripsikan nilai-nilai utama karakter sebagai prioritas pengembangan di sekolah dalam sebuah sikap dan perilaku yang dapat diamati dan diukur secara objektif, mengembangkan program-program penguatan nilai-nilai karakter bangsa yang dilaksanakan dan dicapai oleh sekolah, dan mengerahkan sumber daya yang dapat disediakan oleh sekolah dan pemangku kepentingan pendidikan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mengembangkan dan melaksanakan gerakan Penguatan Pendidikan Karakter perlu menggunakan 9 prinsip yang bertujuan agar siswa dapat belajar melalui proses berpikir, bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter.

f. Basis Penguatan Pendidikan Karakter

Proses pelaksanaan program Penguatan Pendidikan Karakter secara utuh dan menyeluruh mengembangkan pendekatan pada setiap basis yakni berbasis kelas, budaya sekolah, dan masyarakat. Berikut ini merupakan penjelasan ketiga basis program Penguatan Pendidikan Karakter:

1) Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas

Kelas merupakan ruang tempat belajar siswa dengan karakteristik yang beragam. Guru dan siswa merupakan pelaku utama pengembangan pendidikan karakter di kelas. Koesoema (2018a: 9-10) mengungkapkan bahwa pendidikan karakter berbasis kelas atau sering disebut dengan locus educations merupakan proses terjadinya pembaharuan pendidikan dari dalam lingkungan pendidikan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Tim PPK Kemendikbud (2017: 28) bahwa fokus pendidikan karakter berbasis kelas meliputi interaksi saat proses pembelajaran di kelas antara guru dan siswa, siswa dan sesama siswa, dinamika pembelajaran, cara-cara evaluasi, dan penilaian selama proses pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas adalah sebuah proses interaksi, dinamika, dan komunikasi antara guru dan siswa saat di kelas dalam struktur kurikulum. Pengintegrasian program PPK berbasis kelas terbagi menjadi 5 aspek yakni aspek kurikulum, aspek pembiasaan kelas, aspek manajemen kelas, aspek model/metode pembelajaran, dan aspek layanan bimbingan dan konseling. Dalam mengintegrasikan

program Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Pengintegrasian PPK dalam kurikulum

Suhendra (2019: 24) mengemukakan bahwa kurikulum merupakan pengalaman belajar yang dilaksanakan secara terorganisasi dalam bentuk tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan sekolah. Menurut Tim PPK Kemendikbud (2017: 27) bahwa seorang guru dalam mengintegrasikan nilai-niai utama PPK ke dalam kurikulum bertujuan untuk menumbuhkan dan menguatkan pengetahuan dengan menanamkan kesadaran siswa dan mempraktikkan nilai-nilai karakter pada saat proses pembelajaran. Guru mempunyai peran penting dalam mengimplementasikan suatu dokumen kurikulum pada proses pembelajaran. Adapun langkah-langkah menerapkan PPK melalui pembelajaran terintegrasi dalam kurikulum adalah sebagai berikut:

(1) Melakukan analisis KD dengan mengidentifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam materi pembelajaran seperti KD yang tercantum dalam mata pembelajaran. Berikut ini merupakan contoh pengimplementasian pendidikan karakter berbasis kelas dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Tabel 2.1 Contoh Pengintegrasian Nilai Karakter ke dalam RPP

Mata

Pelajaran No

Kompetensi

Dasar No Indikator Pencapaian

Nilai Karakter PPKn 1.1 Mensyukuri ditetapkannya bintang, rantai, pohon beringin, kepala banteng, dan padi kapas sebagai lambang negara “Garuda Pancasila” 1.1.1 Menunjukkan rasa syukur atas keberadaan diri sebagai bangsa Indonesia Hidup rukun dengan pemeluk agama lain (religiusitas) 1.1.2 Membuat ungkapan syukur dalam doa untuk bangsa Indonesia

2.1

Bersikap santun, rukun, mandiri, dan percaya diri sesuai dengan sila Pancasila dalam lambang negara “Garuda Pancasila” dalam kehidupan sehari-hari 2.1.1 Menunjukkan sikap santun dalam berinteraksi dengan keluarga dan teman

Menghargai keberagamaan, saling tolong-menolong tanpa melihat agama, suku, dan adat istiadat (toleransi) 2.1.2 Menunjukkan sikap rukun dan saling menghormati di sekolah 3.1 Mengenal simbol sila Pancasila dalam lambang negara “Garuda Pancasila” 3.1.1 Mengucapkan bunyi tulisan yang terdapat pada pita burung Garuda Cinta tanah air, menjaga persatuan, (nasionalisme) 3.1.2 Menjelaskan arti

Bhineka Tunggal Ika

4.1 Menceritakan simbol sila Pancasila pada lambang Garuda sila Pancasila 4.1.1 Menceritakan gambar

simbol sila Pancasila Kerja sama (gotong royong) 4.1.2

Memberi contoh perilaku sesuai simbol Garuda Pancasila Bahasa Indonesia 3.1 Menjelaskan kegiatan persiapan membaca permulaan 3.1.1 Menjelaskan kegiatan persiapan membaca Kemandirian, percaya diri 3.1.2 Menjelaskan cara-cara

membaca yang baik

Kemandirian, percaya diri

4.1.1

Mendemonstrasikan cara membaca yang baik

Integritas, percaya diri

4.1.2

Membaca sebuah teks dengan menggunakan cara membaca yang benar

Integritas, percaya diri

Berdasarkan pada tabel 2.1 di atas merupakan contoh pengintegrasian nilai karakter ke dalam RPP kelas 1 semester 1

Dokumen terkait