• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Proses Pengembangan Materi

Materi yang dikembangkan oleh peneliti berjudul “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan”. Proses pengembangan materi pada penelitian ini menggunakan lima langkah pengembangan materi menurut Tomlinson, kelima langkah tersebut antara lain sebagai berikut:

4.1.1.1Analisis Kebutuhan

Penelitian pengembangan ini diawali dengan melakukan kegiatan analisis kebutuhan melalui kegiatan observasi dan wawancara. Kegiatan observasi dilakukan untuk mengamati proses pembelajaran yang berkaitan dengan lingkungan seperti IPS atau pun IPA di kelas. Kegiatan wawancara dilakukan pada kepala sekolah, guru kelas, dan siswa.

4.1.1.1.1 Observasi

Kegiatan observasi dilakukan oleh peneliti selama melaksanakan kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SD N Jetis 1 Yogyakarta. Peneliti melaksanakan kegiatan PPL selama 4 bulan yakni dari hari Senin tanggal 18 Juli 2016 hingga hari Sabtu tanggal 22 Oktober 2016. Data awal yang mendorong peneliti untuk terus melakukan kegiatan observasi adalah saat peneliti melakukan kegiatan

59 observasi pembelajaran di kelas III B SD N Jetis 1 pada hari Selasa, 26 Juli 2016. siswa kelas III B berjumlah 25, dengan siswa laki-laki sebanyak 11 dan 14 siswa perempuan. Pembelajaran dimulai setelah istirahat pertama yakni pukul 09.45 WIB. Guru mengawali pembelajaran dengan mengkondisikan siswa terlebih dahulu dengan mengajak bermain tepuk tunggal dan ganda. Kegiatan bermain tepuk tangan bersama siswa juga termasuk sebagai kegiatan motivasi. Pertanyaan mengenai pembelajaran apa saja yang sudah dipelajari hari kemarin, diajukan oleh guru sebagai kegiatan apersepsi.

Materi yang dipelajari pada hari itu yaitu tentang lingkungan alami dan buatan. Materi disampaikan dengan cara tanya jawab terlebih dahulu, salah satu pertanyaan yang diajukan oleh guru adalah “apa yang dimaksud dengan lingkungan”. Pembentukan kelompok menjadi aktivitas berikutnya, setiap siswa kemudian berhitung dan membentuk kelompok sesuai hitungan yang diucapkan. Proses pembentukan kelompok menggunakan hitungan tersebut membuat kelas menjadi gaduh. Ada siswa laki-laki dan perempuan yang berteriak mengucapkan angka kelompoknya dan ada pula siswa laki-laki yang berteriak mengucapkan angka kelompoknya sambil berlarian. Guru selalu menegur siswa yang ramai agar siap mengikuti pembelajaran.

Setiap siswa kemudian mengerjakan latihan soal di dalam kelompoknya masing-masing. Latihan soal yang diberikan berupa potongan beberapa gambar tentang lingkungan alam dan buatan, kemudian siswa menempelkan gambar-gambar tersebut sesuai dengan jawaban. Seorang siswa yang duduk di depan peneliti, lebih tepatnya di bangku paling belakang, baik sebelah kanan mau pun kiri, mengajak teman kelompoknya untuk mencontek hasil jawaban kelompok lain. Ada siswa yang duduk di bawah lantai, ada yang bermain-main dengan teman sebangkunya, dan ada siswa yang tidak bersemangat mengikuti pembelajaran dengan hanya menyandarkan kepala ke meja.

Guru kelas III B selalu menegur siswa secara personal. Guru menegur siswa yang gaduh agar tenang dan siap mengikuti pembelajaran. Kelima siswa yang ramai

60 pun dicatat oleh guru di papan tulis. Sistem hukuman juga digunakan oleh guru yakni menggunakan sistem pemotongan waktu istirahat. Siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan tertib pun ditulis dan dikenakan poin negatif oleh guru, semakin banyak poin yang didapatkan oleh siswa yang ramai, maka waktu istirahat yang didapatkan oleh siswa tersebut semakin sedikit. Sistem hukuman yang diterapkan oleh guru kelas, ternyata tidak diindahkan oleh sebagian siswa. Mereka tetap tidak memperhatikan guru mereka ketika menjelaskan materi pembelajaran. Bunyi bel istirahat terdengar, akan tetapi pembelajaran belum ditutup. Sekitar 15-an siswa pun berlarian menuju pintu keluar. Guru kemudian menghentikan siswa dan meminta mereka duduk kembali. Siswa diminta untuk membuat rangkuman pembelajaran terlebih dahulu dan kemudian siswa dipersilahkan untuk beristirahat.

Pengalaman lain yang menjadi bahan kajian observasi adalah saat siswa kelas III B mengikuti kegiatan “SEMUTLIS”. Program ini mengarahkan siswa untuk meluangkan waktu selama 10 menit untuk merawat tanaman. Hari Jumat tanggal 7 Oktober 2016 siswa kelas III B mengikuti kegiatan untuk merawat lingkungan SD N Jetis 1 dengan cara memunguti sampah, sesuai panduan dari Bapak K selaku Guru kelas VI. Mereka bersemangat untuk mencari sampah sebanyak-banyaknya untuk dibuang ke tempat sampah dikarenakan arahan dan instruksi dari Bapak K, yang kemudian diminta untuk melaporkannya kepada guru kelasnya masing-masing. Perilaku baik siswa kelas III B terhadap lingkungan sekolah setelah kegiatan “SEMUTLIS” selesai, ternyata tidak terlihat kembali oleh mata dan perasaan peneliti hingga kegiatan PPL selesai dilaksanakan.

Peneliti meyakini bahwa berdasarkan data awal dari hasil observasi pembelajaran di kelas III B dan hasil observasi yang dilakukan selama peneliti melaksanakan kegiatan PPL, pembelajaran IPA yang berlangsung di kelas III B belum mengupayakan pendidikan lingkungan sepenuhnya. Materi yang berkaitan tentang keberagaman lingkungan alami dan buatan disampaikan sebatas ilmu pengetahuan atau dapat dikatakan sebagai ilmu lingkungan. Siswa belum diajak untuk memahami pentingnya lingkungan serta bagaimana hubungan manusia dengan

61 keberagaman lingkungan alami dan buatan. Perilaku siswa kelas III B juga diyakini belum mencapai pada tahap sadar dan peduli lingkungan sepenuhnya, berdasar pada hasil kajian dan refleksi antara teori kesadaran menurut Bloom dan pengalaman yang dimiliki peneliti selama melaksanakan kegiatan PPL kurang lebih 4 bulan.

4.1.1.1.2 Wawancara

Peneliti melakukan kegiatan wawancara sebanyak dua kali. Wawancara pertama dilakukan dengan tujuan untuk memperluas, memperjelas, dan mempertajam hasil observasi, sedangkan wawancara yang kedua dilakukan untuk menganalisis kebutuhan guru. Wawancara pertama dilakukan pada hari Jumat, 12 Agustus 2016 pukul 11.00 WIB. Wawancara dilakukan kepada Guru kelas III B SD N Jetis 1 Yogyakarta. Kegiatan wawancara dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab secara langsung dan hasilnya dicatat di buku tulis peneliti. Peneliti menggunakan pedoman wawancara yang diberikan oleh Dosen Pembimbing Skripsi I dan II.

Pedoman wawancara yang digunakan berjudul “Students’ need analysis”. Topik-topik pertanyaan dalam instrumen wawancara tersebut antara lain (A) students personal background yang kemudian dikembangkan menjadi 2 topik yaitu (1) academic background dan (2) social and economic background. Topik selanjutnya adalah (B) curriculum documents yang kemudian dikembangkan menjadi 4 topik yaitu (1) type of curriculum, (2) vision and mission, (3) profile of graduates, dan (4) profile of the course. Topik lain yang dijadikan sebagai bahan pertanyaan yakni berkaitan dengan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan keterlibatan siswa khususnya dalam pembelajaran yang berkaitan dengan lingkungan. Garis-garis besar pertanyaan yang diajukan oleh peneliti kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Penilaian terhadap kemampuan akademik siswa belum dapat dilakukan dengan lebih detail oleh guru, hal ini dikarenakan guru belum terlalu lama mengenal kepribadian setiap siswa. Dalam pandangan guru setelah mendidik siswa kelas III B selama 3 minggu, kemampuan mereka untuk memahami informasi-informasi yang bersifat konkret dapat dikatakan cukup tinggi. Informasi-informasi konkret tersebut

62 antara lain tentang materi yang diajarkan melalui mata pelajaran IPA dan IPS, sebagai contoh adalah materi tentang lingkungan alami dan buatan. Minat belajar siswa juga tinggi pada mata pelajaran SBK, melalui mata pelajaran ini mereka dapat beraktivitas dan berkreativitas dengan lebih bebas. Motivasi belajar mereka juga tinggi ketika pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Namun demikian, sebagian siswa kelas III B merasa kesulitan untuk memahami materi-materi yang bersifat abstrak dan bersifat hafalan seperti materi-materi dalam mata pelajaran PKn yakni sumpah pemuda.

Keberagaman yang dimiliki siswa kelas III B tidak hanya dalam konteks kemampuan akademik, melainkan juga dalam konteks sosial-ekonomi. Berdasarkan latar belakang ekonominya, orangtua dari siswa kelas III B ada yang mengabdikan dirinya untuk negara yakni menjadi anggota TNI, dosen, pegawai negeri sipil sebanyak 3 orang, pedagang, menjadi buruh di tempat laundry, ibu rumah tangga, pensiunan, wiraswasta, dan karyawan swasta. Sebagian besar dari orangtua siswa kelas III B bekerja sebagai seorang wiraswasta dan karyawan swasta.

Tempat tinggal dari masing-masing siswa juga beragam. Ada yang berasal dari luar Jetis dan ada yang berasal dari daerah sekitar Jetis. Mayoritas tempat tinggal dari siswa kelas III B berasal dari daerah sekitar Jetis. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak yang tumbuh besar di dusun, akan tetapi dusun yang berada pada lingkungan perkotaan. Dusun yang berada di lingkungan perkotaan Jetis, rata-rata tidak memiliki tanah yang cukup luas. Bangunan rumah yang satu dengan yang lain cukup berdekatan dan tidak terlalu besar. Kondisi lingkungan sekitar rumah terlihat kumuh dan kurang tertata, selain itu suasana daerah sekitar Jetis dirasa ramai dikarenakan lalu lintas kendaraan yang cukup padat.

Siswa kelas III B terlihat bersemangat ketika diminta untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan tumbuhan. Semangat dari setiap siswa terlihat dari senyum dan gerakan tubuh mereka seperti saat mendapatkan hal yang mereka sukai. Pada saat pembelajaran IPA, mereka pernah diminta untuk menanam biji kacang hijau dalam sebuah wadah kecil. Hampir semua siswa kelas III B mengikuti

63 arahan dari guru untuk menanam dan menyirami biji kacang hijau yang ditanam. Biji kacang hijau yang sudah ditanampun disimpan di dalam kelas.

Dari hari ke hari, siswa kelas III B mulai terlihat tidak menyirami kembali tanaman kacang hijau yang sudah tumbuh tersebut. Tanaman-tanaman yang berada di dekat kelas III B memang terlihat segar dan terawat, akan tetapi bukan karena dirawat oleh siswa kelas III B melainkan dirawat oleh istri penjaga SD N Jetis 1 Yogyakarta.

Sekolah juga sudah menerapkan sebuah program bernama “SEMUTLIS”. Di kelas III B sendiri, selembar kertas berisikan tulisan “SEMUTLIS” juga sudah menempel di dinding kelas. Selembar kertas bertuliskan “SEMUTLIS”pun sudah menempel di dinding kelas jauh sebelum siswa kelas III B melaksanakan kegiatan menanam biji kacang hijau. Dengan adanya program “SEMUTLIS” dan perintah dari guru, siswa kelas III B tetap tidak kembali untuk merawat tanaman kacang hijau mereka.

Kegiatan wawancara bersama guru kelas III B yang kedua dilakukan pada hari Rabu, 23 November 2016 pukul 08.00 WIB dengan tujuan untuk menganalisis kebutuhan guru. Wawancara dilakukan dengan bertatap muka langsung dan saling berbagi pengalaman melalui 8 pertanyaan utama yang diajukan oleh peneliti. Pertanyaan yang diajukan oleh peneliti juga dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. Proses wawancara dilaksanakan dengan cara direkam menggunakan aplikasi perekam suara dan juga dicatat. Pertanyaan pertama diawali dengan tujuan untuk mengetahui perasaan guru selama mengajarkan materi IPA di kelas. Beliau mengungkapkan kebahagiaannya dengan tersenyum dan tertawa, sebab beliau merasa bahwa siswa itu bersemangat ketika pembelajaran berlangsung dengan kegiatan praktik. Siswa merasa senang jika praktik-praktik tersebut dilakukan sendiri oleh mereka.

Perasaan lain yang dirasakan oleh Guru kelas III B adalah sulit dalam mengelola siswa ketika pembelajaran berlangsung. Satu pengalaman yang diceritakan oleh beliau yakni ketika melakukan kegiatan pratikum. Pembentukan kelompok menjadi kegiatan awal sebelum pratikum dimulai. Suasana kelas seketika menjadi gaduh ketika pembagian kelompok berlangsung, hal ini dikarenakan beberapa siswa

64 menolak untuk bergabung dalam kelompoknya masing-masing meskipun sudah disepakati bersama. Kesulitan lain yang dihadapi ketika hendak melaksanakan kegiatan pratikum adalah, beberapa siswa baik siswa laki-laki dan perempuan, sering lupa membawa alat-alat atau pun bahan untuk pratikum.

Ketersediaan sumber dan media pembelajaran juga menjadi salah satu kesulitan lain yang dihadapi guru. Salah satu pengalaman yang diceritakan guru yaitu ketika hendak menunjukkan video atau gambar kepada siswa dengan harapan pembelajaran bisa lebih menarik. Guru harus bekerjasama dengan guru kelas lain untuk bertukar kelas agar pembelajaran dengan video bisa berlangsung. Usaha tersebut dilakukan guru dengan harapan agar siswa dapat belajar dengan lebih nyaman dan lebih baik.

Pembelajaran IPA yang dilakukan oleh guru juga menggunakan metode praktik langsung atau lebih dikenal dengan pratikum. Guru menyampaikan bahwa pernah melakukan pratikum bersama siswa yakni waktu menanam biji kacang hijau dan pratikum tentang sifat-sifat benda padat, cair, serta gas. Kegiatan pratikum yang dilakukan guru tidak dilakukan dalam satu hari. Guru sudah meminta siswa untuk menyiapkan peralatan pratikum jauh-jauh hari. Pembelajaran di kelas diyakini sebagai kegiatan praktik dan pratikumnya berkelanjutan setelah mereka menanam.

Aktivitas siswa pada saat pratikum berlangsung bersifat individu dan kelompok. Setiap siswa diminta untuk mengamati dan mengukur tinggi tanaman masing-masing dengan harapan dapat melatih sikap tanggungjawab. Sikap tanggungjawab yang hendak ditanamkan oleh guru pada diri setiap siswa dirasa cukup sulit. Guru pun berusaha untuk menanamkan sikap tersebut dengan mengajak siswa membaca panduan di buku paket masing-masing. Setiap siswa diminta untuk membaca petunjuk terlebih dahulu sebelum melakukan pratikum. Namun demikian, meskipun sudah diminta untuk membaca panduan, pasti masih ada beberapa siswa yang merasa bingung kemudian bertanya-tanya. Guru berusaha untuk menjelaskan kembali dengan membaca pelan-pelan sambil mencontohkan di depan kelas.

65 Kegiatan pratikum diyakini oleh guru dapat mempermudah siswa dalam memahami pembelajaran. Pratikum akan dilakukan oleh guru di kelas jika memungkingkan, dalam artian bahwa materi pembelajaran dapat dipraktikkan. Ketersediaan materi pratikum juga diyakini dapat memudahkan siswa untuk melakukan pratikum. Suatu materi pratikum atau dalam penelitian ini disebut materi eksperimen, dalam penyusunannya perlu memenuhi beberapa kriteria yaitu disesuaikan dengan standar kompetensi (SK), kompetesi dasar (KD), dan tidak membahayakan bagi siswa. Materi yang bagus dan menarik akan tetapi jika membahayakan bagi siswa itu juga kurang berguna. Pandangan lain menurut guru tentang kriteria dalam membuat materi eksperimen adalah dibuat berwarna agar siswa lebih tertarik. Materi berisikan langkah-langkah kegiatan beserta gambarnya. Tulisan langkah-langkah kegiatannya harus bisa dibaca oleh siswa atau bisa juga dibuat berwarna-warni, tentunya akan lebih menarik bagi siswa untuk dibaca.

Pada hari yang sama, yakni hari Rabu, 23 November 2016 pukul 08.40 WIB, peneliti melakukan wawancara kepada lima siswa kelas III B SD N Jetis 1 Yogyakarta berdasarkan rekomendasi dari guru kelas. Kelima siswa yang diwawancarai terdiri dari tiga siswa perempuan dan dua siswa laki-laki. Kemampuan akademik yang dimiliki oleh kelima siswa tersebut berbeda, mulai dari yang tinggi hingga rendah. Dasar penentuan kemampuan yang dimiliki oleh kelima siswa tersebut diyakini guru berdasar pada data rapor dari masing-masing siswa. Wawancara dilakukan secara langsung dan bergantian. Pertanyaan yang diajukan oleh peneliti sebanyak 9 pertanyaan utama yang kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan hasilnya dicatat oleh peneliti.

Siswa pertama yang diwawancarai peneliti berinisial R. Pertanyaan awal yang diajukan peneliti yaitu mengenai perasaan R selama mengikuti pembelajaran IPA. Menurut R, perasaan yang muncul dalam dirinya baik-baik saja. Peneliti mencoba untuk mendalami maksud perasaan baik-baik saja yang dirasakan R, akan tetapi dia tetap menjawab “pokoknya baik-baik saja”. Perasaan lain yang muncul yaitu pernah

66 merasa sulit untuk mengikuti pembelajaran IPA. Materi yang diajarkan selama pembelajaran dirasa kurang jelas olehnya.

Kegiatan pratikum juga pernah diikuti oleh R, khususnya pratikum IPA. Materi yang diajarkan oleh guru melalui pratikum tersebut, dapat dipahami olehnya. Panduan pratikum IPA juga digunakan oleh guru pada saat pratikum berlangsung. Ketersediaan panduan pratikum atau dalam penelitian ini disebut panduan eksperimen dibutuhkan olehnya. Menurut R, adanya panduan eksperimen dapat membuatnya lebih pintar. Kriteria panduan eksperimen yang diinginkannya itu yang jelas, kemudian peneliti menginterpretasikan maksud kata jelas ini adalah dari segi bahasanya mudah dibaca dan dipahami. Interpretasi dari peneliti pun disetujui oleh R dengan menganggukkan kepala, kemudian menambahkan jawabannya dengan berkata “yang terpenting bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia bukan Bahasa Jawa”.

Narasumber berikutnya adalah siswa yang berinisial T. Perasaan T selama mengikuti pembelajaran IPA itu biasa saja. Peneliti mencoba untuk mendalami maksud perasaan biasa saja yang dirasakan T, akan tetapi dia tetap menjawab “ya biasa saja”. Perasaan lain yang muncul dalam diri T adalah pernah merasa sulit untuk mengikuti pembelajaran IPA, dapat dikatakan juga kadang-kadang. Materi yang diajarkan oleh guru selama pembelajaran dirasa sulit olehnya sehingga membuatnya bingung.

T mengakui bahwa dirinya pernah mengikuti kegiatan pratikum IPA. Materi-materi yang diajarkan selama pembelajaran oleh guru dirasa kurang jelas. T juga menjawab bahwa gurunya ketika mengajar IPA di kelas menggunakan panduan eksperimen. Pertanyaan mengenai kebutuhan akan panduan eksperimen IPA dijawab olehnya dengan jawaban lantang “sangat butuh”. Menurut T, dengan membaca panduan eksperimen dapat membantu memudahkan dalam memahami materi yang diajarkan. Panduan eksperimen yang diinginkan yaitu panduan yang berisikan penjelasan di setiap langkah-langkahnya. Langkah-langkah kegiatan dalam panduan itu harus jelas dan tidak singkat.

67 D adalah inisial siswa ketiga yang diwawancarai oleh peneliti. D merasa senang selama mengikuti pembelajaran IPA. Tidak hanya merasa senang, akan tetapi D juga merasa kesulitan pada saat mengikuti pembelajaran IPA. Kesulitan yang dialami oleh D yaitu saat memahami materi pembelajaran dikarenakan kurang jelas. Selama mengikuti pembelajaran, D juga pernah mengikuti kegiatan pratikum. Materi yang diajarkan oleh gurunya dapat dipahami olehnya. Menurut D, Guru kelasnya menggunakan panduan pratikum IPA pada saat mengajar di kelas.

Jawaban singkat yang D berikan dengan berkata “iya, sangat butuh”, tentulah menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti tentang kebutuhan panduan eksperimen. Panduan eksperimen menurut D, dapat membantu untuk memahami materi yang diajarkan menjadi lebih jelas. Panduan esperimen dengan bahasa yang mudah dimengerti adalah panduan yang diinginkan oleh D.

Siswa ke empat yang diwawancarai oleh peneliti berinisial J. Jawaban dari J tentang perasaannya selama mengikuti pembelajaran IPA sama seperti T yakni “biasa saja”. J juga mengakui bahwa dirinya pernah menemui kesulitan pada saat mengikui pembelajaran IPA. Materi yang kurang jelas menjadi alasan bagi J ketika dihadapkan pada pertanyaan tentang kesulitan. J juga berpendapat bahwa guru kelas III B menggunakan panduan ketika pratikum IPA berlangsung. Pertanyaan tentang kebutuhan panduan eksperimen IPA juga dijawab dengan lantang oleh J, “iya, sangat butuh”. Berkat membaca panduan eksperimen, menurutnya bisa memperjelas materi yang diajarkan oleh guru. Panduan yang berisi gambar-gambar beserta keterangan yang mudah dipahami, menjadi panduan eksperimen yang diinginkan oleh J.

Seorang siswa berinisial D adalah siswa terakhir yang diwawancarai oleh peneliti. Kesempatan yang diberikan peneliti untuk mengungkapkan perasaannya selama mengikuti pembelajaran IPA, ditanggapi singkat dengan menjawab baik-baik saja. Berbeda dengan keempat temannya yang lain, D merasa bahwa dirinya sering menemui kesulitan waktu mengikuti pembelajaran IPA. Materi yang dia terima selama pembelajaran belum dapat dia pahami, sehingga sering membuat dia bingung.

68 Jawaban ragu juga dia berikan ketika ditanya oleh peneliti mengenai keikutsertaan dalam kegiatan pratikum di kelas, dia menjawab pernah tetapi sedikit lupa.

Berbeda dengan jawabannya tentang keikutsertaannya dalam kegiatan pratikum yang sedikit lupa, ketika ditanya tentang panduan yang digunakan oleh guru pada saat mengajar juga dibenarkan olehnya dengan berkata “iya, Bu Guru menggunakan”. Pertanyaan akan kebutuhan panduan eksperimen juga ditanggapi oleh D dengan menjawab “iya, sangat butuh”. Menurutnya, dengan membaca panduan eksperimen dapat membuat dirinya pintar. Dalam pandangan D, panduan eksperimen yang diinginkannya adalah panduan yang berisikan tulisan-tulisan yang jelas dengan huruf yang besar. Keinginan D untuk membaca panduan eksperimen yang berbentuk kotak atau persegi panjang, menjadi suatu ungkapan perasaan yang dijadikan masukan bagi peneliti.

Peneliti kemudian melakukan kegiatan wawancara lain yakni wawancara analisis kebutuhan kepala sekolah. Kegiatan wawancara dilakukan pada hari Kamis, 01 Desember 2016 pukul 08.00 WIB bersama dengan Kepala SD N Jetis 1 Yogyakarta. Pelaksanaan wawancara dilakukan secara langsung di Ruang Kepala SD N Jetis 1 dengan jumlah pertanyaan yang diajukan oleh peneliti sebanyak 8 pertanyaan utama. Proses wawancara yang berlangsung tidak direkam oleh peneliti, dikarenakan Kepala Sekolah menghendaki diskusi dengan santai dan cukup dicatat saja. Namun demikian, apabila jawaban dari beliau kurang memuaskan, peneliti diminta untuk langsung bertanya kepada kepala sekolah kembali supaya terjalin juga tali silaturahmi.

Kegiatan wawancara diawali dengan pertanyaan awal mengenai pelaksanaan kegiatan pratikum atau eksperimen IPA di SD N Jetis 1. Kuantitas sering atau tidaknya pelaksanaan kegiatan tersebut dijawab dengan pendapat subjektif dan objektif. Jawaban subjektif beliau sampaikan dengan dasar perkiraan beliau selama mengamati guru-guru SD N Jetis 1 saat mengajar. Guru-guru diyakini sering melakukan kegiatan pratikum dengan menggunakan alat peraga. Jawaban objektif yang disampaikan oleh beliau didasarkan pada aturan pelaksanaan supervisi guru.

69 Beliau menambahkan bahwa dalam satu semester itu wajib dilaksanakan supervisi sebanyak dua kali. Dalam pengamatannya saat melakukan supervisi, guru-guru sering menggunakan kegiatan praktik pada saat pembelajaran.

Proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar khususnya pratikum diyakini juga oleh kepala sekolah tidak bisa lepas dari namanya kesulitan, baik dari faktor siswa, sumber belajar, atau pun media pembelajarannya. Keterbatasan media pembelajaran yang ada di sekolah menjadi penghambat terwujudnya pembelajaran yang efektif. Media pembelajaran khususnya alat peraga yang ada di SD N Jetis 1 dirasa kurang mendukung dan tidak lengkap. Alat-alat peraga yang ada di sekolah

Dokumen terkait