BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …
B. Hasil Penelitian
Subyek dilahirkan di kota M pada tanggal 16 Januari 1943. Sebelum menjadi seorang suster, subyek sudah bekerja menjadi seorang guru di sebuah SMP di kota M. Secara kebetulan pemilik yayasan sekolah tersebut adalah ordo santa Ursula (Osu). Banyak berhubungan dengan suster-suster Osu membuat subyek
merasa terpanggil untuk menjadi seorang suster Osu. Setelah menjalani pendidikannya di biara, subyek ditugaskan kembali untuk menjadi guru di SMP yang sama. Karya lain yang pernah diemban subyek antara lain: menjadi pendidik di biara Osu untuk mendampingi suster-suster muda, menjadi kepala sekolah di sebuah SMP di kota M lebih dari 7 tahun, dan di masa tuanya kini subyek ditugaskan sebagai seorang ekonom di biara santo Bernardus di kota Mdn.
Subyek menyatakan mengalami masalah di dalam hubungan antar pribadi. Hal ini menurut subyek disebabkan oleh tugas yang diembannya sekarang, yaitu sebagai ekonom di biara santo Bernardus. Sebagai seorang ekonom suster H lebih banyak fokus dengan pembukuan, bon-bon dan nota-nota. Suster merasa jarang bertemu dengan orang dan situasi seperti ini membuat suster H menjadi kering dan kesepian. Hal ini dinyatakan suster H di dalam wawancaranya sebagai berikut:
“……Sekarang jarang tho hanya di kantor bertemu dengan bon-bon dan kuitansi saja.” (S.1/W. No.4)
“Ya perasaan kering ya, kesepian...” (S.1/W. No.27)
Pernyataan suster H di atasjuga dibenarkan oleh M, orang dekat yang juga membentu suster H di dalam pembukuan. M menyatakan bahwa suster H lebih suka bertemu dengan banyak orang. Padahal tugas yang diemban sustersekarang mengkondisikan suster untuk jarang bertemu dengan orang dan lebih banyak fokus di dalam pembukuan untuk mengatur kehidupan di biara. Mengurus bon dan nota dan segala hal yang menyangkut keuangan untuk
kehidupan di biara santo Bernardus setiap harinya. M menambahkan bahwa suster juga pernah sharing kepadanya bahwa suster merasa kering karena jarang bertemu dengan orang. Pernyataan ini disampaikan M di dalam wawancara sebagai berikut:
“…suster lebih suka bertemu dengan banyak orang. Sedangkan sebagai ekonom di kantor paling ketemunya dengan saya, juga bon dan nota.” (S.1/ Tri. W. No.7)
“…suster pernah bilang bahwa suster menjadi kering karena jarang ketemu dengan orang banyak aja.” (S1/Tri. W. No.8)
Selain masalah hubungan antar pribadi, subyek mengakui bahwa ada masalah dengan harga dirinya di masa tua ini. Subyek merasa di masa tua ini dengan mengemban tugas sebagai seorang ekonom di biara, dirinya merasa seperti tidak digunkan lagi, seolah tidak dipakai lagi. Sebelum menjabat sebagai ekonom, suster H adalah seorang kepala sekolah SMP. Pernyataan seperti ini diakui subyek sebagai berikut:
“Oh iya…saya merasa seperti tidak digunakan kembali ya…” (S.1/W. No.7) “…seolah sudah tidak dipakai lagi…” (S.1/ W. No.27)
Kendala fisik juga dirasa subyek sebagai masalah tersendiri. Kemunduran fisik, juga menurunnya ketahanan tubuh menjadi masalah bagi subyek. Subyek merasa menjadi mudah capek. Di dalam mengerjakan sesuatu, subyek sudah merasa mudah capek. Hal tersebut diungkapkan oleh subyek di dalam wawancara sebagai berikut:
“Ya…dalam mengerjakan sesuatu jadi mudah capek, lelah.” (S.1/W. No.18) Demikian halnya apabila subyek kurang istirahat, badan subyek langsung kerasa tidak enak. Pernyataan ini disampaikan oleh M, orang dekat subyek di dalam wawancara sebagai berikut:
“…paling sama dengan orang tua lainnya suster juga mudah capek, apabila kurang istirahat biasanya suster mengeluh tidak enak badan.” (S.1/Tri. W. No.7)
Selain masalah dengan fisiknya, subyek juga menambahkan bahwa subyek juga mengalami masalah dengan mentalnya. Lupa menjadi masalah bagi subyek di masa tuanya ini. Hal ini dinyatakan subyek di dalam wawancara sebagai berikut:
“Juga sering lupa aja mungkin.” (S.1/W. No.17)
Subyek biasanya lupa terhadap janjian yang telah dibuat maupun ketika dirinya harus mengikuti acara atau kegiatan apa. Hal ini ditambahkan oleh M, orang dekat subyek di dalam wawancara sebagai berikut:
“Suster itu sering lupa. Biasanya mengenai janjian atau acara apa.” (S.1/Tri. W. No.6)
Kendati sebagai seorang rohaniwan, subyek juga mengakui bahwa dirinya mengalami masalah terhadap kehidupan rohaninya. Kekeringan di dalam hal kerohanian menjadi masalah bagi subyek di masa tua. Perasaan kering yang dirasanya juga membawa dampak bagi hidup panggilan yang telah dijalani subyek selama ini. Hal ini diakui subyek sebagai berikut:
“Perasaan kering juga membawa dampak pada hidup panggilan saya.” (S.1/W. No.27)
Subyek menyatakan bahwa di masa tua ini ada beberapa masalah yang dialami, namun subyek juga menegaskan bahwa di usianya yang sudah tua subyek masih mampu untuk menghasilkan karya atau dengan kata lain subyek mencapai tahap generativitas dan tidak mengalami stagnasi. Subyek menyebutkan bahwa dirinya masih sering menulis, menuangkan pengalaman dan olah rohaninya lewat tulisan di majalah Kurina, sebuah majalah rohani bagi komunitas suster-suster Osu. Hal ini dinyatakan oleh subyek sebagai berikut:
“Biasanya saya nulis di Kurina, majalah rohani…” (S.1/W. No.30)
“Suster masih aktif menulis. Biasanya di majalah Kurina.” (S.1/Tri. W. No.5) Di akhir wawancaranya, subyek menegaskan bahwa dirinya dapat menerima kondisinya dengan segala masalah yang terjadi. Subyek menegaskan bahwa dengan usaha yang dibangun dan dilakukan subyek, subyek dapat menerima dirinya di masa tua. Subyek juga menambahkan bahawa di dalam dirinya sudah tidak ada ganjalan, maupun keinginan-keinginan yang masih diimpikan dan terpendam. Subyek meyakini bahwa dirinya dapat menerima masa tua dengan baik. Dapat dikatakan subyek mencapai keutuhan ego. Perasaan putus asa tidak mewarnai hidupnya di masa tua ini.
“…Saya menerima keadaan saya, walaupun kadang butuh usaha…” (S.1/W. No.29)
“…saya sudah tidak ada ganjalan lagi, keinginan-keinginan yang terpendam, dapat menerima masa tua dengan baik…” (S.1/W. No.33)
b. Subyek II: Sr. M, Osf
Subyek lahir di kota K 76 tahun silam, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1930. benih panggilan menjadi seorang biarawati dirasakan subyek sejak kecil. Subyek mengaku sangat senang ketika mengikuti kegiatan-kegiatan rohani di Gereja. Masuk biara Osf pada usia 18 tahun. Selama lebih dari 50 tahun menjadi seorang suster, karya yang pernah diemban subyek antara lain: pengurus panti asuhan di daerah B, berkarya di rumah sakit E di Smg, pengurus panti asuhan di daerah S, dan pernah menjabat sebagai pemimpin biara Osf.
Kini memasuki usia tua, subyek tidak tinggal di rumah tua, hal ini karena subyek masih dibutuhkan untuk membimbing suster-suter Osf muda di susteran Osf di kota Mtl. Selain itu subyek juga membantu di MMI (Museum Misi Indonesia) bagian menterjemahkan dokumen-dokumen tua yang berbahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia.
Masalah-masalah masa tua yang dirasakan oleh subyek diungkapkannya sebagai berikut:
Masalah fisik yang disebut pertama oleh subyek yang dirasa subyek sebagai masalah di masa tuanya. Penurunan fungsi organ tubuh dirasa subyek menjadi suatu kendala. Subyek menyatakan bahwa fungsi penglihatannya sudah menurun. Penglihatannya kini semakin samar. Susah untuk melihat. Demikian
juga indera pendengaran yang dimiliki oleh subyek juga sudah mengalami penurunan fungsi. Subyek merasa bahwa dirinya sudah semakin tidak mendengar. Subyek juga sering merasa pegal dan linu. Hal ini diungkapkan subyek sebagai berikut:
“Cuma mungkin sering pegal dan linu saja…” (S2/W. No.7)
“Pendengaran dan penglihatan yang berkurang. Semakin tidak mendengar dan samar kalau untuk melihat.” (S2/W. No.8)
Ibu S, orang dekat suster M juga menambahkan bahwa secara fisik suster M sudah banyak menurun. Ini disampaikan oleh ibu S di dalam wawancara sebagai berikut:
“Paling secara fisik aja sudah banyak menurun.” (S2/Tri. W. No.4)
Selain masalah fisik, subyek juga menyatakan bahwa dirinya juga mengalami masalah dengan mentalnya. Kemampuan mengingat yang dimiliki oleh suster M sudah banyak mengalami penurunan. Sehingga subyek merasa kesulitan di dalam mengingat orang dan nama orang tersebut. Selain kemampuan mengingat, subyek juga merasa lambat di dalam berinisiatif, berpikir dan di dalam mengambil suatu keputusan tertentu. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh subyek sebagai berikut:
“…susah …sekarang mengingat orang dan namanya…” (S2/ W. No.9)
“…Sekarang sudah lambat dalam memutuskan sesuatu, berinisiatif, atau berpikir…” (S2/ W. No.11)
Subyek sering lupa dalam mengingat orang-orang yang datang mengunjungi subyek, maupun orang-orang yang membuat janji dengan subyek. Hal ini diungkapkan oleh ibu S, orang dekat subyek sebagai berikut:
“Selain itu paling suster sering lupa, tidak ingat dengan orang-orang datang berkunjung atau janjian dengan suster.” (S2/Tri. W. No.4)
Masalah harga diri menjadi suatu masalah bagi subyek di masa tua. Penyebabnya adalah dengan ditugaskan di dalam karya ini, subyek merasa lebih tidak berguna. Selain itu dengan tugas karya ini subyek menjadi seorang bawahan. Padahal subyek sudah lama sekali menjabat sebagai seorang kepala biara. Dengan berubahnya status seperti ini, subyek merasa lebih tidak berguna. Hal ini diungkapkan oleh subyek sebagai berikut:
“Saya merasa sekarang lebih tidak berguna.” (S2/ W. No.14) “…dan sekarang menjadi bawahan…” (S2/ W. No.37)
Selain masalah-masalah yang diungkap di atas, subyek juga mengatakan bahwa dirinya masih merasa mampu untuk berkarya kendati usianya sudahtua. Subyek dapat mencapai generativitas. Hal ini seperti yang diungkapkan subyek dalam wawancara sebagai berikut:
“…saya tetap semangat meskipun fisik sudah tidak kuat lagi…” (S2/ W. No.37)
“Selalu mengupayakan apabila masih dibutuhkan dengan karya saya.” (S2/ W. No.38)
Subyek memang masih berkarya. Subyek masih dipercaya sebagai salah satu tenaga di Museum Misi Indonesia (MMI). Hal ini ditambahkan ibu S di dalam wawancara:
“Suster M kan masih berkarya di MMI (Museum Misi Indonesia) mas.” (S2/Tri. W. No.6)
Kendati merasakan adanya beberapa masalah di masa tuanya, subyek menyatakan bahwa dirinya dapat menerima kondisinya di masa tua ini dengan bangga. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa subyek tidak diliputi oleh perasaan putus asa di akhir hidupnya. Hal ini dinyatakan oleh subyek sebagai berikut:
“…saya dapat menerima diri saya saat ini dengan bangga.” (S2/ W. No.38) Pernyataan subyek didukung oleh cerita dari ibu S, yang menyatakan bahwa subyek pernah bercerita kepada dirinya bahwa subyek mengaku bangga dengan panggilan sebagai seorang suster yang masih dapat dihidupi oleh subyek sampai sekarang. Ibu S menambahkan bahwa subyek terlihat bangga dan puas dengan hidup panggilan yang telah subyek pilih dan dihidupi sampai saat ini. Hal ini ditambahkan oleh ibu S di dalam wawancara sebagai berikut: “Kalau saya dengar dari cerita-cerita suster M, suster selalu bangga dengan hidup suster yang dihidupinya sampai sekarang.” (S2/Tri. W. No.8)
“Suster kelihatannya sudah sangat puas dengan hidup panggilan yang beliau jalani.” (S2/Tri. W. No.9)
c. Subyek III: Br. A, Csa
Subyek dilahirkan di kota N pada tanggal 24 Februari 1949. Masuk biara Csa selepas SMA. Minat utamanya adalah pendidikan. Maka dari itu, subyek lebih banyak berkarya di bidang pendidikan. Pernah menjadi seorang guru di suatu SMP di Smg, menjadi pembimbing sekaligus pemimpin di biara Csa, dan selepas menjadi kepala sekolah SMP st. Y di Mdn, subyek masih mengajar bahasa Inggris sembari menjadi pendamping di panti asuhan yang baru berdiri 2 tahun lalu di bruderan Csa, Mdn.
Ada beberapa masalah masa tua yang dirasakan oleh subyek. Diungkapkan subyek dalam wawancara sebagai berikut:
Untuk masalah fisik, subyek merasakan bahwa kemampuan fisik yang dimilikinya sedah menurun di masa tua ini. Diungkapkan oleh subyek sebagai berikut:
“Yang jelas fisik saya menurun.” (S3/ W. No.2)
Pengakuan subyek ini juga dibenarkan oleh mas H. Seorang pegawai bruderan Csa dan orang dekat subyek. Mas H menambahkan bahwa sekarang subyek memang mudah capek di dalam melakukan kegiatan. Hal ini semakin tampak apabila subyek sedang mempunyai banyak sekali acara. Subyek akan tampak sekali capek dan terburu-buru. Hal ini ditambahkan oleh mas H di dalam wawancara sebagai berikut:
“Paling bruder sekarang mudah capek.” (S3/Tri. W. No.6)
“Kalau sedang sibuk banget, misalnya sekolah lagi ada acara gitu bruder sering tampak capek dan terburu-buru.” (S3/Tri. W. No.8)
Selain masalah fisik, subyek juga merasakan adanya masalah dengan mentalnya. Subyek mengaku bahwa di masa tua ini subyek menjadi cepat lupa. Selain itu subyek juga merasa dirinya menjadi lamban dalam berpikir dan konsentrasi yang dimilikinya pun menurun. Dalam relasi sosial dengan anak-anak panti asuhan, subyek juga menyatakan bahwa dirinya mendapat cap
cerewet. Padahal subyek menjelaskan bahwa teguran-teguran, komentar yang dia sampaikan kepada anak-anak panti asuhan adalah semata-mata karena subyek menyanyangi anak-anak panti dan subyek menginginkan hal yang terbaik bagi mereka. Namun, hal ini seringkali diterima lain oleh anak-anak panti asuhan sehingga mereka memberi cap cerewet terhadap subyek. Ini diceritakan oleh subyek di dalam wawancara sebagai berikut:
“Saya menjadi cepat lupa juga lamban dalam berpikir. Konsentrasi menurun.” (S3/ W. No.3)
“…cap cerewet kadang muncul pada diri saya karena sering memberi komentar pada mereka.” (S3/ W. No.26)
Mas H membenarkan bahwa anak-anak panti asuhan memang memberi cap
cerewet terhadap subyek. Mas H memberi penjelasan bahwa cap cerewet
tersebut muncul karena subyek sering ngeloke atau memberi komentar terhadap kegiatan atau apa yang dilakukan oleh anak-anak panti asuhan. Sesuai dengan yang diceritakan mas H di dalam wawancara sebagai berikut: “Anak-anak jadi mengganggap bruder kadang cerewet karena apa-apa diloke.” (S3/Tri. W. No.12)
Subyek juga merasa adanya masalah dalam hal harga diri. Post power syndrome dirasa subyek sebagai sebuah masalah. Subyek merasa adanya ganjalan terhadap penggantian dirinya sebagai seorang kepala biara dan kepala sekolah dengan bruder yang lebih muda. Maka dari itu, subyek menyebut post power syndrome sebagai godaan terberatnya. Diungkapkan oleh subyek dalam wawancara sebagai berikut:
“Godaan terberatnya ya itu…apa namanya…oh iya post power syndrome.” (S3/ W. No. 10)
Dalam kehidupan rohani, subyek juga mengakui ada masalah. Acara dan kegiatan yang harus diselesaikan disebut oleh subyek sebagai penyebab subyek kehilangan waktu untuk melakukan olah rohani secara pribadi. Kurangnya waktu untuk melakukan olah rohani membuat subyek mengalami suatu krisis. Krisis yang terjadi sempat membuat subyek kehilangan orientasi. Subyek menjadi bingung akan peranannya sebagai seorang rohaniwan yang berkarya sebagai sorang guru dan pengurus yayasan atau sebagai seorang guru dan pengurus yayasan awam. Hal ini diungkapkan subyek sebagai berikut: “…urusan yang begitu sibuk dan banyak membuat saya kehilangan waktu untuk olah rohani pribadi ya.” (S3/ W. No.17)
“Krisis yang kadang saya alami akibat sibuknya tugas kadang memang membuat saya kehilangan arah dan orientasi di dalam melakukan tugas saya. Saya menjadi bingung akan peran saya sebagai rohaniwan atau guru dan pengurus yayasan awam.” (S3/ W. No.21)
Kurangnya waktu untuk olah rohani atau melakukan kegiatan rohani bersama yang dimiliki oleh subyek juga dicermati oleh mas H,orang dekat subyek. Mas H menambahkan bahwa kadang subyek pulang malam karena di sekolah ada acara atau harus menyelesaikan tugas tertentu, sehingga subyek tidak sempat mengikuti ibadat sore. Juga dengan banyaknya tugas membuat subyek sudah capek, lelah untuk mengikuti renungan malam ataupun juga melakukan kegiatan yang lain. Hal ini ditambahkan mas H di dalam wawancara sebagai berikut:
“Terus biasanya bilang wah saya tidak sempat ikut ibadat sore bareng, atau wah sudah capek untuk renungan atau tidak sempat melakukan hal yang ini atau yang gitu mas. (S3/Tri. W. No.8)
Dengan segala permasalahan yang dialami oleh subyek di masa tua, tidak menghalangi subyek di dalam mencapai suatu generativitas. Subyek menyebutkan bahwa di usia tua ini dirinya masih dipercaya untuk berkarya. Subyek masih aktif membuat tulisan, renungan di majalah komunitas yang sekiranya berguna, dapat menambah wawasan dan sebagai masukan bagi bruder-bruder yang lebih muda dalam proses menanggapi panggilan Tuhan. Subyek juga menambahkan bahwa masukan-masukan yang dia berikan masih dapat diterima dan dijadikan pertimbangan oleh sekolahan ketika mengadakan suatu acara atau kegiatan. Perasaan stagnan tidak dirasakan oleh subyek di masa tua ini. Hal ini diungkapkan oleh subyek sebagai berikut:
“…sampai sekarang saya masih berkarya, masih dapat menghasilkan uang ataupun karya yang lain.” (S3/ W. No.12)
“Dengan renungan-renungan yang saya tulis di majalah komunitas, pertimbangan atau masukan ketika ada kegiatan di sekolah.” (S3/ W. No.24) Keaktifan subyek di dalam berkarya juga diamati oleh mas H, orang dekat subyek. Mas H menyatakan bahwa subyek masih aktif. Subyek masih banyak mengurus kegiatan di sekolah. Hal ini ditambahkan mas H di dalam wawancara sebagai berikut:
“Bruder masih aktif saya kira. Di sekolahan masih banyak mengurus kegiatan.” (S3/Tri. W. No.5)
Sampai pada akhirnya, subyek merasa bahwa dirinya dapat menerima dirinya saat ini dengan segala aneka masalah yang ada. Subyek menyatakan penerimaan diri di masa tua yang ada pada dirinya dilandasi oleh kegiatan olah rohani yang terus diupayakan. Dengan begitu subyek menyatakan bahwa dirnya mampu menerima dirinya di masa tua ini dengan segala permasalahan yang dialami. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa subyek mampu mencapai suatu keutuhan atau integritas ego. Hal ini diungkapkan oleh subyek dalam wawancara sebagai berikut:
“Dengan kegiatan rohani yang terus saya uapayakan saya dapat menerima keadaan diri saya yang baru ini.” (S3/ W. No.22)
“…saya dapat menerima diri saya saat ini dengan segala tetek-bengeknya.” (S3/ W. No. 22)
d. Subyek IV: Br. M, Csa
Subyek dilahirkan di kota S pada tanggal 12 Juli 1934. Sebagian besar waktu karyanya dihabiskan sebagai kepala biara dan pendamping bagi bruder-bruder muda Csa di biara Csa di Semarang. Hobi sulap yang dimiliki oleh subyek diyakini oleh subyek sangat membantu di dalam berkarya. Untuk menghibur para bruder Csa muda ketika jenuh, maupun untuk menghibur para murid SD ketika subyek berkarya di SD st. Y, Madiun. Di masa tuanya sekarang subyek belum beristirahat di rumah tua dikarenakan subyek masih dibutuhkan untuk mengurus panti asuhan sebagai pencari dana dan setiap 2 kali seminggu subyek masih mengajar di TK st. Y, madiun.
Masalah-masalah masa tua yang dialami oleh subyek diungkapkan di dalam wawancara sebagai berikut:
Untuk masalah fisik, subyek menceritakan bahwa dirinya mengidap banyak penyakit, seperti: kencing manis, jantung koroner, asam urat, dan belum lama mengidap gangguan prostat. Dengan banyaknya penyakit yang diderita, subyek menyebutkan bahwa berat badannya menjadi turun drastis, subyek menjadi loyo, lemah, dan mudah capek serta merasakan pegal dan linu. Subyek mengakui dengan kondisinya yang seperti ini, subyek menjadi sangat terbatas secara fisik. Hal ini diungkapkan oleh subyek di dalam wawancara sebagai berikut:
“Saya mempunyai penyakit kencing manis, jantung koroner, asam urat, sekarang ini belum lama gangguan prostat.” (S4/ W. No.3)
“Berat badan saya turun drastis. Saya jelas menjadi loyo, lemah. Mudah capek dan pegal-linu.” (S4/ W. No.4)
“Secara fisik sangat jelas, saya menjadi sangat terbatas.” (S4/ W. No.17) Br. R, Csa, anak bimbingan dan orang dekat subyek membenarkan bahwa secara fisik, subyek banyak sekali mengidap penyakit dan sering sakit-sakitan. Hal ini diungkapkan oleh br. R, Csa sebagai berikut:
“Bruder M sudah sakit-sakitan ya. Bruder banyak sekali mengidap penyakit saya kira.” (S4/Tri. W. No.4)
Selain masalah fisik, subyek juga mengungkapkan adanya masalah dengan mental subyek di masa tua ini. Subyek menyebut bahwa dirinya sudah sangat susah untuk mengingat. Mengingat nama dan janjian misalnya. Selain itu, subyek juga mengakui bahwa daya pikir, pengungkapkan ide sudah menurun. Hal ini membuat subyek menjadi sangat selektif di dalam menerima tawaran tuga sebagai pembimbing retret. Apabila bahannya memerlukan banyak pemikiran, subyek biasanya menolak. Hal ini seperti diungkapkan subyek di dalam wawancara sebagai berikut:
“Untuk mengingat sudah susah. Mengingat nama, janjian.” (S4/ W. No.5) “Saya merasa daya pikir saya menurun. Kadang ide untuk menyampaikan bahan tertentu sudah sulit.” (S4/ W. No.7)
“Saya merasa daya pikir yang saya punyai sudah berkurang.” (S4/ W. No.8) “…saya sudah sangat selektif di dalam menerima tugas sebagai pendamping retret. Apabila materinya banyak membutuhkan pemikiran, biasanya saya tidak menyanggupinya.” (S4/ W. No.17)
Br. R, Csa juga menambahkan bahwa dirinya maupun bruder lain di biara Csa mempunyai tugas tambahan yaitu mengingatkan subyek akan janjian atau acara dan kegiatan yang mesti dilakukan oleh subyek. Hal ini dilakukan karena subyek sering lupa dengan janjian yang telah dibuat. Diungkapkan br. R, Csa di dalam wawancara sebagai berikut:
“Karena sering bruder lupa dengan janjian yang telah di buat.” (S4/Tri. W. No.8)
Walaupun banyak masalah terutama dalam hal fisik dan mental, subyek masih dapat mengerjakan karya. Subyek masih membantu dalam hal penggumpulan dana di TK st. Y, Mdn. Selain itu subyek juga masih dipercaya di dalam mendampingi retret. Subyek dapat mencapai generativitas di masa tuanya. Perasaan stagnan tidak menmghias subyek di masa tuanya. Hal ini diungkapkan oleh subyek sebagai berikut:
“Saya membantu mencari dana.” (S4/ W. No.14)
“Apalagi di usia saya saat ini saya masih dipercaya untuk berkarya.” (S4/ W. No.19)
Br. R,Csa menambahkan bahwa subyek tetap semangat di dalam menjalankan karya yang dipercayakan kepadanya kendati subyek dilanda banyak kendala terutama dalam hal fisik dan mental. Hal ini diungkapkan oleh br. R,Csa di