• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

11 BAB II

KAJIAN TEORI

A.Deskripsi Teori 1. Minat

Minat adalah suatu landasan yang paling meyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar, jika seorang murid memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat mengerti dan mengingatnya2. Dalam belajar diperlukan suatu pemusatan perhatian agar apa yang di pelajari dapat dipahami sehingga siswa dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati siswa, diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang dan di peroleh kepuasan. Jadi untuk menumbuhkan minat belajar siswa, guru harus menciptakan rasa senang dalam diri siswa yaitu dengan membuat suasana belajar mengajar yang menarik dengan menerapkan berbagai model pembelajaran yang bervariatif.

Beberapa faktor pendorong menciptakan minat menurut Sardiman3 : a. Membangkitkan adanya suatu kebutuhan untuk belajar.

b. Menghubungkan pengalamannya dengan persoalan atau masalah pada masa lampau.

c. Menggunakan berbagai macam cara mengajar supaya siswa tidak merasa bosan.

d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berlomba mendapatkan hasil yang lebih baik.

2 Kurt Singer,1987, Membina Hasrat Belajar Di Sekola. Bandung : Cv Remaja Karya, hlm. 78 3 Sardiman, 2007, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : Rajawali, hlm. 93-94

Faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar siswa :

a. Dorongan dalam, yaitu dorongan dari individu itu sendiri, sehingga timbul minat untuk melakukan aktivitas atau tindakan tertentu untuk memenuhinya, misalnya dorongan untuk belajar dan hal ini menimbulkan minat belajar. b. Faktor motivasi sosial, yaitu faktor melakukan suatu aktivitas agar dapat

diterima dan diakui oleh lingkungannya. Minat ini merupakan kompromi pihak individu dengan lingkungan sosialnya. Misalnya minat pada studi karena ingin mendapatkan penghargaan dari orang tuanya.

c. Faktor emosional, yakni minat yang erat hubungannya dengan emosi karena faktor emosional selalu menyertai seseorang dalam berhubungan dengan objek minatnya. Kesuksesan seseorang pada suatu aktivitas disebabkan karena aktivitas tersebut menimbulkan perasaan suka atau puas, sedangkan kegagalan akan menimbulkan perasaan tidak senang dan mengurangi minat seseorang terhadap kegiatan yang bersangkutan.

Berdasarkan faktor pendorong dan faktor yang mempengaruhi minat menurut Sardiman tersebut dapat di simpulkan bahwa minat dan perhatian dalam belajar mempunyai hubungan yang erat sekali. Seseorang yang menaruh minat pada mata pelajaran tertentu, biasanya cenderung untuk memperhatikan mata pelajaran tersebut. Kalau seorang siswa mempunyai minat pada pelajaran tertentu dia akan memperhatikannya. Namun sebaliknya jika siswa tidak berminat, maka perhatian pada mata pelajaran yang sedang di ajarkan biasanya dia malas untuk mengerjakannya. Demikian juga dengan siswa yang tidak menaruh perhatian pada

mata pelajaran yang di ajarkan, maka sulit bagi siswa tersebut dapat belajar dengan baik.

Menurut Safari (2003:60) ada beberapa indikator minat belajar yaitu sebagai berikut4 :

1) Perasaan Senang 2) Ketertarikan Siswa 3) Perhatian

4) Keterlibatan Siswa

Indikator di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Perasaan Senang

Seorang siswa yang memiliki perasaan senang atau suka terhadap pelajaran sejarah, maka ia harus tetap mempelajari ilmu yang berhubungan dengan sejarah. Sama sekali tidak ada perasaan terpaksa untuk mempelajari bidang tersebut.

2) Ketertarikan Siswa

Berhubungan dengan daya gerak yang mendorong siswa untuk cenderung merasa tertarik pada orang berbeda, kegiatan, atau bisa berupa pengalaman efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.

3) Perhatian Siswa

Perhatian merupakan konsentrasi atau aktifitas jiwa terhadap pengamatan dan pengertian, dengan mengesampingkan yang lain dari pada itu. Siswa yang memiliki minat pada objek tertentu, maka dengan sendirinya akan memperhatikan objek tersebut.

4) Keterlibatan Siswa

Ketertarikan seseorang akan sesuatu obyek yang mengakibatkan orang tersebut senang dan tertarik untuk melakukan atau mengerjakan kegiatan dari obyek tersebut.

2. Prestasi Belajar

Winkel mengatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.5 Selanjutnya Muhibbin Syah

4 Safari, 2003, Evaluasi Pembelajaran, jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, hlm. 60 5 W.S. Winkel, 1999, Psikologi Pengajaran (edisi revisi), Jakarta : Raja Grasindo Persada, hlm.146

menjelaskan bahwa prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan sebuah proses belajar mengajar atau taraf keberhasilan sebuah program pembelajaran/penyajian materi, dan kenaikan kelas.6

Menurut Dimyati Mahmud terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi belajar yaitu7 :

1) Faktor Internal

a. N.Ach (Need for Achievement) ialah dorongan atau motif untuk berprestasi. N.Ach adalah suatu motif intrinsik untuk mencapai prestasi dalam hal tertentu. Remaja yang mempunyai dorongan kuat untuk berprestasi berasal dari keluarga-keluarga yang memiliki standar tinggi dalam berprestasi, yang memberikan imbalan hadiah terhadap keberhasilan berprestasi dan yang memberikan dorongan untuk mandiri dan tidak bergantung pada pihak lain. Disamping itu hal tersebut pada umumnya ada kaitannya dengan hubungan orang tua dan anak yang hangat dimana anak membentuk identifikasi yang kental dengan orang tuanya.

b. Takut gagal, Takut gagal yang acap kali berupa perasaan cemas seperti apabila menempuh ujian, memperlajari sesuatu yang baru atau memecahkan masalah yang sulit, dapat mengganggu keberhasilan dalam prestasi. N.Ach dan takut gagal itu bersifat komplementer, yaitu disatu pihak N.Ach mendorong seseorang untuk mencapai sukses, disisi lain pihak takut gagal mempengaruhi seseorang untuk menghindari kegagalan. Motif menghindari kegagalan itu dapat melemahkan motif untuk meraih keberhasilan.

6 Muhhibin Syah, 2003, Psikologi Belajar, Jakarta :Raja Grafindo Persada, hlm.197

7 Dimyati Mahmud, 1990, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan, Yogyakarta: BPFE, hlm.84-85

c. Takut sukses, takut sukses mungkin lebih karakteristik pada wanita ketimbang pria. Apabila cukup kuat, takut sukses itu dapat mendorong N.Ach seseorang dan melahirkan perasaan-perasaan negatif terhadap prestasi yang baik.

2) Faktor Eksternal

Banyak perbedaan dalam prestasi akademik bukan disebabkan oleh bedanya kemampuan ataupun motif, tetapi karena berbedanya lingkungan. Lingkungan sekolah misalnya, amat bervariasi : gedungnya, fasilitas fisik lainnya, peralatannya, perpustakaannya, kesempatan untuk memperluas dan memperkaya pengetahuan, disiplinnya, kualitas dan penghasilan guru-gurunya. Sudah barang tentu bukan lingkungan sekolah saja tetapi juga lingkungan lain seperti: lingkungan rumah tangga dan kualitas lingkungan keluarga.

Prestasi belajar dikatakan meningkat bila indikator prestasi belajar meningkat, indikator prestasi belajar itu meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif dilihat dari perkembangan hasil evaluasi tiap-tiap akhir pembelajaran dan perkembangan hasil tes akhir pada PTK, aspek afektif dapat diamati dari peningkatan kehadiran siswa, kemampuan siswa dalam mengajukan pertanyaan, kemampuan mengajukan gagasan dan aktivitas belajar, prestasi belajar aspek psikomotorik dilihat dari aktivitas siswa dalam menyiapkan, menggunakan, menjaga alat-alat sebagai penunjang proses belajar.

Indikator prestasi belajar8 : a. Ranah Cipta (kognitif)

1. Pengamatan Dapat menunjukkan Dapat membandingkan Dapat menghubungkan 2. Ingatan Dapat meyebutkan Dapat menunjukkan 3. Pemahaman Dapat menjelaskan

Dapat mendefinisikan dengan lisan sendiri 4. Aplikasi/penerapan

Dapat memberikan contoh Dapat menggunakan secara tepat

5. Analisis (pemeriksaan dan pemilihan secara teliti) Dapat menguraikan

Dapat mengklarifikasi/memilah-milah 6. Sintesis (membuat paduan baru dan utuh)

Dapat menghubungkan materi-materi, sehingga menjadi kesatuan baru Dapat menyimpulkan

Dapat menggeneralisasikan (membuat prinsip umum) b. Ranah rasa (afektif)

1. Penerimaan

Menunjukkan sikap menerima Menunjukkan sikap menolak 2. Sambutan

Kesediaan berpartisipasi/terlibat Kesediaan memanfaatkan 3. Apresiasi (sikap menghargai)

Menganggap penting dan bermanfaat Menganggap indah dan harmonis Mengagumi

4. Internalisasi (pendalaman) Mengakui dan meyakini Mengingkari

5. Karakterisasi (penghayatan) Melembagakan/meniadakan

Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari

c. Ranah Karsa (psikomotor)

1. Kemampuan bergerak dan bertindak

Kecakapan mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya.

2. Kecakapan ekspresi verbal dan non-verbal Kefasihan melafalkan/mengucapkan

Kecakapan membuat mimik dan gerakan jasmani 3. Belajar

Dalam kamus besar bahasa Indonesia belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman9. H.C. Witherington dalam Eveline Siregar menjelaskan pengertian belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian. Sedangkan menurut Gagne dalam Eveline Siregar belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan/direncanakan. Pengalaman diperoleh individu dalam interaksinya dengan lingkungan, baik yang tidak direncanakan maupun yang direncanakan, sehingga menghasilkan perubahan yang bersifat relatif menetap.10

Definisi belajar juga dikemukakan oleh beberapa para ahli yang ditulis oleh Fudyartanto11:

1) Menurut Arthur J. Gates Belajar adalah perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan latihan.

2) L. D. Crow dan A. Crow mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses aktif yang perlu dirangsang dan dibimbing ke arah hasil-hasil yang diinginkan.

9

Hasan Alwi, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 756 10

Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 4

11 Fudyartanto, 2002, Psikologi Pendidikan : Dengan Pendekatan Baru, Yogyakarta: Global Pustaka Utama, hlm. 149-151

3) Melvin H. Marx berpendapat bahwa belajar adalah perunahan yang dialami secara relatif abadi dalam tingkah laku yang mana adalah suatu fungsi dari tingkah laku sebelumnya.

4) R.S. Chauhan definisi belajar adalah membawa perubahan-perubahan dalam tingkah laku.

5) Gregory A. Kimble mengatakan belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam potensialitas tingkahlaku yang terjadi sebagai suatu hasil alat praktek yang diperkuat.

4. Pembelajaran Sejarah

Pembelajaran Sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang di dalamnya mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa kini12. Dari pendapat tersebut dapat di simpulkan jika mata pelajaran sejarah merupakan bidang studi yang terkait dengan fakta-fakta dalam ilmu sejarah namun tetap memperhatikan tujuan pendidikan pada umumnya. Sedangkan sejarah berasal dari bahasa Arab “ Syajaratun” yang

berarti “pohon” atau “keturunan” yang kemudian berkembang menjadi bahasa Melayu “Syajarah” dan dalam bahasa Indonesia menjadi “sejarah”13

. Menurut Sutrasno sejarah adalah segala kegiatan manusia dan segala kejadian yang ada hubungannya dengan kegiatan manusia sehingga mempunyai akibat adanya perubahan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan, dan kesemuanya itu di tinjau dari sudut-sudut perkembangannya.14.

5. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif bukanlah sesuatu yang baru. Sebagian guru dan siswa kita pernah menggunakannya atau mengalaminya sebagai contoh saat

12 I .G.Widja, 1989, Dasar-Dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah, Jakarta :Depdikbud, hlm.23

13 I.G.Widja, 1988, Ilmu Sejarah : Sejarah Dalam Perspektif Pendidikan, Semarang: Satya Wacana, hlm.6

bekerja dalam laboratorium. Dalam belajar kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi yang diberikan guru. Bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya15.

Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori kontruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu di antara teman sekelompok untuk mencapai

15

Trianto, 2009, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta:Prenada Media,hlm 56

ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran16.

Bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah. Zamroni (2000) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping itu belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial dikalangan siswa. Dengan belajar kooperatif diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas yang kuat17.

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif di susun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara

16

Ibid., hlm 56-57 17 idem

kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah. Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerjasama mencapai tujuan tersebut. Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial18.

Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungab baik siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial,kemampuan,dan ketidak mampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. Keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran

kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga jeterampilan-keterampilan tanya jawab19.

Terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu20 :

Pertama, Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa, dalam belajar

kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerjasama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok.

Kedua, Interaksi antar siswa yang semakin meningkat. Belajar kooperatif akan

meningkatkan interaksi siswa. Hal iini terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berkangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperarif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang di pelajari bersama.

Ketiga, Tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dalam belajar

kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal membantu siswa yang

membutuhkan bantuan dan siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada

hasil kerja teman siswa dan teman sekelompoknya.

Keempat, Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar

kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang di berikan seorang

19Ibid., hlm 60 20 Ibid., hlm 61

siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.

Kelima, Proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses

kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.

Selain kelima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin adalah sebagai berikut21 :

Pertama, penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai

kriteria yang ditentukan

Kedua, tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok

tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain

Ketiga, kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah

membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.

21

6. Model Pembelajaran Group Investigation

Group Investigation ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang

paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini di kembangkan pertamakali oleh Thelan, dalam perkembangannya model ini di perluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, dalam pembelajaran ini siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang di pelajari dan bagaimana penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit dari pada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik22.

Penting bagi Group Investigation adalah perencanaan kooperatif siswa atas apa yang di tuntut dari mereka. Anggota kelompok mengambil bagian dalam merencanakan berbagai dimensi dan tuntutan dari proyek mereka. Bersama mereka menentukan apa yang ingin mereka investigasikan sehubungan dengan upaya untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi, sumber apa yang mereka butuhkan, siapa akan melakukan apa, dan bagaimana mereka akan menampilkan proyek mereka yang sudah selesai dihadapan kelas. Biasanya ada pembagian tugas dalam kelompok yang mendorong tumbuhnya interpendensi yang bersifat positif di antara anggota kelompok23.

Peran guru dalam kelas yang melaksanakan proyek Group Investigation. Guru bertindak sebagai narasumber dan fasilitator. Guru tersebut berkeliling diantara kelompok-kelompok yang ada dan untuk melihat bahwa mereka bisa

22 ibid., hlm 78-79

mengelola tugasnya dan membantu tiap kesulitan yang siswa hadapi dalam interaksi kelompok. Peran guru ini dipelajari dengan praktik sepanjang waktu seperti halnya peran siswa. Yang peertama dan terpenting adalah guru harus membuat model kemampuan komunikasi dan sosial yang diharapkan dari para siswa. Ada banyak kesempatan bagi guru sepanjang waktu sekolah untuk memikirkan berbagai variasi peran kepemimpinan, seperti dalam diskusi dengan seluruh kelas atau dengan kelompok-kelompok kecil24.

Dalam Group Investigation para murid bekerja dalam enam tahap, seperti di bawah ini25 :

Tahap 1 : Mengidentifikasikan Topik dan Mengatur Murid ke dalam Kelompok Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran.

Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang mereka pilih.

Komposisi kelompok di dasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen.

Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan. Tahap 2: Merencanakan Tugas yang akan Dipelajari

Para siswa merencanakan bersama mengenai : Apa yang akan dipelajari?, bagaimana kita mempelajarinya? Siapa melakukan apa?, dan untuk tujuan atau kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini?

Tahap 3: Melaksanakan Investigasi

Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya.

Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mensistesis semua gagasan.

Tahap 4: Menyiapkan Laporan Akhir

Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan

24

Ibid,hlm 217 25

bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka.

Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.

Tahap 5: Mempresentasikan Laporan Akhir

Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas.

Tahap 6: Evaluasi

Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman mereka.

Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.

7. Penelitian Tindakan Kelas

Sudah lebih dari sepuluh tahun penelitian tindakan kelas dikenal dan ramai di bicarakan dalam dunia pendidikan. Dalam bahasa Inggris PTK diartikan

Dokumen terkait