BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
dapat menghasilkan pemahaman yang lebih tepat dan kontekstual terkait
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran ketakutan pada
kaum muda di Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang gambaran
ketakutan yang dialami oleh kaum muda di Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini berguna untuk memperoleh gambaran ketakutan pada kaum
muda di Yogyakarta. Dalam dunia psikologi, penelitian ini dapat
memperkaya kajian di bidang psikologi perkembangan, klinis, dan sosial.
b. Manfaat Praktis
Sebagai bahan evaluasi bagi pihak pemerintahan, lembaga-lembaga
terkait, dan orangtua sehingga mampu mengambil tindakan pendampingan
7
BAB II
LANDASAN TEORI
Berikut ini merupakan landasan teori yang mendasari penelitian
‘Gambaran Ketakutan pada Kaum Muda di Yogyakarta’. Dalam landasan teori ini
akan dibahas mengenai pengertian ketakutan, kaum muda, dan deskripsi
ketakutan pada kaum muda di Yogyakarta.
A. Ketakutan
1. Pengertian Ketakutan
Seligman (1975) dan Schwartz (1989) (dalam Gleitman, 1991)
mengungkapkan bahwa ketakutan adalah kondisi emosional yang berasal
dari objek spesifik. Ketakutan juga merupakan emosi dasar manusia yang
akan selalu ada pada setiap individu. Respon fight or flight yang terdapat
pada sistem syaraf simpatetik mengijinkan individu untuk merespon secara
cepat ketika menghadapi beberapa ancaman yang akan hadir segera
(Carson, 2000). Ketakutan secara subjektif juga bisa berubah seketika dari
ketakutan yang normal menjadi ketakutan yang sangat kuat (Carson,
2000).
Ketakutan mempunyai 3 komponen. Komponen yang pertama
adalah kognitif atau subjektif yang terjadi saat seseorang mengatakan
bahwa dirinya takut. Komponen yang kedua adalah fisiologis yang bisa
ditunjukkan dengan detak jantung yang meningkat atau nafas yang berat.
Komponen yang ketiga adalah perilaku yang ditunjukkan dengan
keinginan kuat untuk melarikan diri (Lang dalam Carson, 2000). Ketiga
komponen ini bisa muncul secara tidak bersamaan, maksudnya adalah
bahwa seseorang mungkin hanya memperlihatkan indikator ketakutan
secara fisiologis dan perilaku tanpa memperlihatkan komponen subjektif
(Lang dalam Carson, 2000).
2. Sumber Ketakutan
Ketakutan sendiri atau hakikat rasa takut menurut Moreno (1985)
memiliki dua sumber utama: pertama, penglihatan adanya ancaman yang
nyata, dan yang kedua, hilangnya simbol-simbol atau tanda-tanda
keselamatan, dimotivasi oleh adanya kebutuhan akan rasa aman dari
kondisi-kondisi eksternal, antara lain kematian.
Sama seperti Dister (1988) yang mengatakan bahwa harus
dibedakan antara ketakutan yang ada objeknya, seperti takut pada musuh,
takut pada anjing, takut pada dosen penguji, dan seterusnya di satu pihak,
dan ketakutan yang tidak ada objeknya, takut begitu saja, cemas hati:
orang memang takut, tetapi tidak tahu kenapa ia takut atau apa saja yang ia
takuti. Ketakutan tanpa objek itu dapat bersifat patologis (neorosis atau
malah psikosis), namun sama sekali tidak harus bersifat demikian.
Ketakutan tanpa objek itu bukan selalu gejala penyakit mental, tetapi dapat
Ketakutan ada bersama manusia karena itu sungguh-sungguh
memanusiakan manusia, ketakutan menjadi berbeda karena ada objek dan
tanpa objek. Di dalam jenis perasaan takut karena ada objek, kita
merasakan takut yang dihubungkan secara khusus dengan bahaya tertentu
yang jelas-jelas ada di hadapan kita. Ada hubungan langsung antara
bahaya atau ancaman yang langsung dengan keutuhan fisik serta rasa takut
tersebut. Sedangkan rasa takut tanpa objek bersumber dari perasaan dalam
jiwa seseorang yang merasa keberadaan hidupnya terancam, namun di
mana letak sebenarnya ancaman tersebut sulit diketemukan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka ketakutan dapat diartikan sebagai
kondisi emosional dasar pada individu saat mengidentifikasikan bahaya
eksternal yang berasal dari objek spesifik yang dapat membuat seseorang
merasa diserang pertahanan dirinya. Ketakutan merupakan emosi dasar
manusia yang bisa berubah dari keadaan normal ke ketakutan yang sangat
kuat. Tiga komponen dari ketakutan adalah kognitif, fisiologis, dan perilaku.
Ketiganya bisa hadir secara tidak bersamaan. Ketakutan dapat bersumber dari
penglihatan terhadap ancaman yang nyata dan lenyapnya simbol-simbol
keselamatan berupa kebutuhan akan rasa aman dari kondisi eksternal.
B. Kaum muda
Kaum muda adalah golongan yang baru saja meninggalkan masa
remaja dan mulai menapaki masa dewasa awal. Pada tahap dewasa awal,
pembentukan jati diri menjadi penting karena pada masa ini perkembangan
dan mensintesiskan jati dirinya pada masa kanak-kanak untuk membangun
suatu jalan untuk menuju kematangan kaum dewasa (Santrock, 2005). Pada
masa ini, menurut Erikson (dalam Larsen & Buss, 2005), kaum muda berjuang
untuk melepaskan dirinya dari orangtuanya, berhenti bersandar pada
orangtuanya, dan memutuskan nilai-nilai apa yang akan dipegangnya dan apa
tujuan yang ingin dicapainya di masa depan.
Di samping itu, saat memasuki masa dewasa awal, kaum muda juga
memiliki tugas perkembangan untuk berelasi dalam masyarakat sosial.
Mereka memandang diri mereka termasuk dalam satu atau lebih kelompok
dalam masyarakat, keluarga, pekerjaan, pendidikan, etnik atau ras, dan
komunitas lainnya (Brym & Lie, 2007). Mereka mengembangkan identitas
yang sesuai dengan kategori sosial di mana mereka tergabung, karena itu
perilaku dan keyakinannya pun sesuai dengan aturan yang berlaku dalam
kategori sosial ini (Brym & Lie, 2007). Ketegori sosial ini terus berubah
seiring perkembangan waktu, jadi kaum muda pun terus berusaha mengikuti
perkembangan tersebut. Dengan demikian, identitas kaum muda pun
fluktuatif, belum stabil, terus berkembang hingga sepanjang hidupnya (Brym
& Lie, 2007; Santrock, 2005). Kaum muda terus membangun identitas dirinya
melalui diskursus sosial dan budaya di mana ia berada.
Berdasarkan uraina tersebut, maka kaum muda dapat diartikan sebagai
golongan yang sedang mengalami transisi dari masa remaja menuju masa
terhadap orangtua, membuat keputusan-keputusan pribadi, dan mulai
mengembangkan relasi dengan lingkungan sekitar.
C. Gambaran Ketakutan Kaum Muda di Yogyakarta
Ketakutan merupakan kondisi emosional dasar pada individu saat
mengidentifikasikan bahaya eksternal yang berasal dari objek spesifik yang
dapat membuat seseorang merasa diserang pertahanan dirinya. Ketakutan
merupakan emosi dasar manusia yang bisa berubah dari keadaan normal ke
ketakutan yang sangat kuat. Tiga komponen dari ketakutan adalah kognitif,
fisiologis, dan perilaku. Ketakutan bersumber dari penglihatan terhadap
ancaman yang nyata dan lenyapnya simbol-simbol keselamatan berupa
kebutuhan akan rasa aman dari kondisi eksternal.
Yogyakarta sendiri sebagai lokasi penelitian telah mengalami
perubahan ke arah industrialisasi dengan lebih mementingkan nilai ekonomi
dalam masyarakat. Sebagai contoh, hampir jarang kita temui lagi di kota
Yogyakarta kegiatan seperti “sambatan” yang sebenarnya menjadi tradisi
Jawa yang tumbuh dalam masyarakat di kota ini. Justru sikap
tolong-menolong kini telah dinilai dengan uang, ketika orang yang dibantu mampu
membayar maka dorongan untuk membantu dari orang lain atau masyarakat
disekitarnya akan semakin tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat kota Yogyakarta sendiri sedang berada pada keterasingan.
Kehidupan sosial yang pada mulanya dibentuk dari sesuatu yang diketahui,
anonim (Handayani, 2005). Kehidupan masa ini menuntut individu untuk
selalu siap berubah dan mengikuti perubahan tanpa arah yang bisa saja
menimbulkan ketakutan pada diri individu untuk menghadapinya.
Perkembangan kehidupan kaum muda di Yogyakarta sendiri
menunjukkan adanya indikasi untuk selalu mengikuti perubahan jaman tanpa
terlalu memperdulikan nilai-nilai sosial yang telah ada di lingkungannya.
Salah satu contoh yang dapat kita lihat adalah gaya hidup kaum muda di
Yogyakarta saat ini. Kaum muda di kota ini lebih tampak berlomba-lomba
untuk selalu berpenampilan trendi sesuai dengan mode yang sedang marak
dipasaran dengan sekmentasi kaum muda. Hal ini berdampak pula pada relasi
yang mereka jalani. Kaum muda cenderung akan berelasi dengan
rekan-rekannya yang memiliki gaya hidup atau penampilan yang sama, sehingga
pertemanan akan cenderung tampak karena adanya nilai material saja bukan
lagi karena kedekatan emosional. Nilai komunal yang menjadi tradisi budaya
Jawa pun tampak perlahan-lahan mulai menghilang. Kondisi demikian
tentunya akan menimbulkan ketakutan bagi kaum muda, karena bila mereka
tidak dapat berpenampilan sesuai dengan rekan-rekan sebayanya maka mereka
akan merasa tidak diterima oleh lingkungan sebayanya.
Dengan demikian, gambaran ketakutan pada kaum muda di
Yogyakarta merupakan pengalaman-pengalaman yang muncul pada kaum
muda dari kondisi emosional ketika mengidentifikasi ancaman eksternal yang
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Menurut
Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 2006), metode kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang atau perilaku yang diamati, selanjutnya Poerwandari (2005)
menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan
mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara dan
catatan laporan.
Definisi penelitian kualitatif menurut Creswell (2007) adalah proses
pencarian data untuk memahami masalah sosial yang diperoleh dari situasi
yang alamiahnya. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menggali dan
memahami inti sebuah masalah sosial atau fenomena yang dialami individu
secara alamiah dalam suatu konteks khusus dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah (Creswell, 2007; Moleong, 2006). Dalam penelitian ini,
peneliti memberikan pertanyaan yang luas dan umum kepada responden,
mengumpulkan pandangan secara detail berdasarkan kata-kata dan kesan
partisipan, kemudian menganalisis informasi tersebut untuk menentukan tema
utamanya dan mendeskripsikannya. Berdasarkan data tersebut, peneliti
menginterpretasikan makna informasi yang menggambarkan refleksi personal.
Penelitian bersifat deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta
dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 2002). Menurut
Peshkin (dalam Leedy & Ormrod, 2005) penelitian bersifat deskriptif dapat
mengungkap situasi, seting, proses, hubungan, sistem, dan orang-orang secara
alami. Dengan pendekatan ini, berbagai dimensi gejala-gejala psikologi dapat
digali dan diuraikan secara intensif (Suwignyo, 2002). Kekuatan dari penelitian
ini adalah pada kekayaan interpretasi data. Pendekatan ini menekankan pada
analisa data melalui pemetaan data ke dalam kategori-kategori yang dasar
pembentukannya jelas, sistematis, dan logis (Suwignyo, 2002). Bobot data
pertama ditentukan oleh kedalaman interpretasi dan pemaknaan data oleh
peneliti, bukan mutu objektif (mutu empiris) data tersebut. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini peneliti harus memiliki kepekaan untuk mencatat,
merekam, dan menangkap detil-detil fakta diamati selama obeservasi dan
kemampuan merefleksikan detil-detil fakta tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan pemahaman ketakutan pada kaum muda
di Yogyakarta.
B. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif memilki
merupakan studi dalam situasi alamiah (naturalistic inquiry) yaitu: desain yang
bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi seting
penelitian. Menggunakan analisis induktif, dalam artian peneliti mencoba
memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri.
Kontak personal langsung peneliti di lapangan, agar peneliti memperoleh
pemahaman secara jelas tentang realitas dan kondisi nyata kehidupan
sehari-hari. Penelitian kualitatif menekankan pada perspektif holistik, perspektif
dinamis, dan perspektif perkembangan yaitu: keseluruhan fenomena perlu
dimengerti sebagai suatu sistem yang kompleks dan bahwa yang menyeluruh.
Penelitian kualitatif melihat gejala sosial sebagai sesuatu yang dinamis
dan berkembang, bukan sebagai suatu hal yang statis dan tidak berubah dalam
perkembangan kondisi dan waktu. Peneliti mengamati dan melaporkan objek
yang diteliti dalam konteks perkembangan atau perubahan tersebut. Dikatakan
berorientasi pada kasus unik, karena dalam penelitian kualitatif akan
menampilkan kedalaman dan detil, karena fokusnya memang penyelidikan
yang mendalam pada sejumlah kecil kasus. Netralitas empatik, mengacu pada
sikap peneliti terhadap subjek yang dihadapi dan diteliti, sementara netralitas
mengacu pada sikap peneliti yang tanpa dugaan tentang hasil-hasil yang harus
didukung atau ditolak (bersikap netral). Mengacu pada fleksibilitas desain,
yaitu: desain penelitian yang bersifat luwes, akan berkembang sejalan dengan
bekembangnnya pekerjaan lapangan dan peneliti sebagai instrumen kunci,
memilih topik, mendekati topik tersebut, mengumpulkan data hingga
menganalisis dan menginterpretasikannya.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka pendekatan kualitatif deskriptif
adalah pendekatan yang sesuai dengan tujuan utama penelitian ini yaitu
mengetahui atau melakukan penggalian, faktual, akurat mengenai fakta-fakta
dan sifat-sifat pada populasi atau daerah tertentu. Peneliti mencoba
memberikan gambaran ketakutan pada kaum muda di Yogyakarta.
C. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi penelitian
Yogyakarta dikenal sebagai kota budaya yang memiliki ikatan
tradisi yang masih sangat kuat (Subanar, 2007). Namun saat ini
Yogyakarta tidak lepas dari arus perubahan perkembangan jaman
(Subanar, 2007). Sebagian masyarakat memandang bahwa Yogyakarta
telah berubah. Perubahan ini dapat dirasakan dari berbagai gejala-gajala
yang muncul seperti perubahan nilai dan gaya hidup serta pola konsumsi
(Subanar, 2007). Nilai utama budaya Jawa, yaitu nilai komunal yang
menekankan kebersamaan masyarakat, saat ini mulai luntur akibat
meningkatnya kedudukan nilai ekonomi dalam masyarakat.
Keberadaan kaum muda di Yogyakarta dalam hal ini sebenarnya
berada di posisi yang dilematis. Di satu sisi prinsip hidup Jawa yang telah
tertanam dalam masyarakat menjadi pegangan yang mau tak mau harus
lain hal, kehidupan modern yang telah merambah kota Yogyakarta juga
menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari lagi. Pergulatan dalam
menjalani kehidupan tersebut yang disinyalir dapat menimbulkan
kebingungan dan mengarah pada ketakutan kaum muda di Yogyakarta saat
ini.
2. Subjek Penelitian
Dalam menentukan subjek penelitian, peneliti terlebih dahulu
menetapkan satuan kajian. Moleong (2006) mengemukakan bahwa
keputusan tentang penentuan subjek, besarnya dan strategi sampling itu
bergantung pada penetapan satuan kajian yang dalam penelitian ini bersifat
perorangan. Peneliti menentukan subjek penelitian dengan metode
purposive sampling. Pemilihan metode ini lebih didasarkan pada
pertimbangan bahwa suatu kajian penelitian itu tidak homogen, sehingga
tidak semua dapat dijadikan subjek penelitian. Subjek dipilih dengan
pertimbangan bahwa ia dapat memberikan informasi yang dibutuhkan
berkaitan dengan tujuan penelitian dan diperkirakan mewakili
(penghayatan terhadap) penelitian secara intens. Oleh karena itu,
kemudian peneliti membuat beberapa kriteria antara lain untuk membatasi
subjek yang akan digunakan :
1) Responden adalah kaum muda yakni berusia 22 sampai 24 tahun.
2) Responden adalah kaum muda yang bertempat tinggal di daerah
D. Batasan Istilah
Penelitian ini hendak mengungkap tentang gambaran ketakutan
menurut kaum muda di Yogyakarta. Peneliti membatasi istilah ketakutan
sebagai pengalaman-pengalaman yang muncul dari kondisi emosional ketika
mengidentifikasi ancaman eksternal yang berasal dari objek spesifik di
lingkungan. Jadi, penelitian ini hendak mengungkap gambaran kondisi
emosional ketika mengidentifikasi ancaman eksternal yang berasal dari objek
spesifik pada orang yang berumur 22-24 tahun di Yogykarta.
E. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif terdapat beragam metode pengumpulan
data yang dapat digunakan. Dalam penelitian ini terdapat dua metode yang
digunakan sebagai alat dalam mengumpulkan data penelitian. Metode-metode
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Poerwandari (Banister et al., seperti dikutip Poerwandari, 1998)
menjelaskan bahwa wawancara kualitatif adalah percakapan tanya Jawab
yang dilakukan peneliti untuk memperoleh pengetahuan tentang
makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang
diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap topik tersebut.
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara dengan pedoman umum. Menurut Poerwandari (1998), bentuk
yang mencantumkan isu-isu yang diliput tanpa harus menentukan urutan
pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Metode
wawancara ini dinilai efektif bagi peneliti karena wawancara yang
dilakukan peneliti adalah wawancara terfokus mengenahi hal-hal khusus
yaitu tentang pandangan tentang ketakutan.
Adapun panduan umum wawancara yang teah direvisi dalam
penelitian ini adalah :
1. Ketakutan apa yang anda rasakan saat ini?
2. Mengapa ketakutan tersebut bisa terjadi?
2. Observasi
Tujuan observasi adalah mendeskripsikan keadaan yang dipelajari,
aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam
aktivitas dan makna kejadian dilihat dari perspektif responden
(Poerwandari, 2005). Metode ini dilakukan dengan mengamati ekspresi
kaum muda saat menceritakan pengalaman ketakutan mereka. Melalui
metode observasi, diharapkan dapat diperoleh data mengenai ekspresi
responden terhadap pertanyaan peneliti. Metode observasi ini dilakukan
dengan membuat catatan lapangan selama proses peneleitian berlangsung.
F. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
(dalam Moleong, 1988). Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh
data yang terdiri dari berbagai sumber, kemudian langkah selanjutnya adalah
menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan terebut kemudian
dikategorisasikan, langkah berikutnya pembuatan koding dan yang terakhir
penafsiran data. Langkah-langkah untuk menganalisis data verbatim hasil
wawancara, observasi, dan crosscheck dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Organisasi data
Dalam proses penelitian organisasi data merupakan tahap awal
dalam kegiatan mengolah dan menganalisis data. Organisasi data
dilakukan agar peneliti dapat memperoleh kualitas data yang baik, dapat
mendokumentasikan analisis yang dilakukan serta dapat menyimpan data
dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian ini. Melalui
Tahap ini, peneliti mengumpulkan dan menyusun secara cermat berbagai
data yang diperoleh dilapangan yang berupa transkrip wawancara dan
catatan observasi (catatan lapangan).
Poerwandari (1998) menjelaskan organisasi data dilakukan agar
peneliti dapat memperoleh kualitas data yang baik, dapat
mendokumentasikan analisis yang dilakukan serta dapat menyimpan data
dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian ini, kemudian
hal-hal penting yang disimpan dan diorganisasikan adalah catatan
lapangan, transkrip wawancara dan catatan refleksi peneliti, dokumentasi
serta data-data yang sudah diberi kode-kode tertentu guna kemudahan
dalam mencari data.
2. Koding dan Kategorisasi
Tahap ini peneliti sudah melakukan klarifikasi data melalui
pengkodingan sehingga pada akhirnya data-data lapangan akan dapat
dipisahkan berdasarkan kategorinya masing-masing. Menurut Poerwandari
(1998) agar lebih efektif, koding dapat dilakukan dengan cara:
1) Peneliti menyusun transkripsi verbatim atau catatan, sehingga ada
kolom kosong yang besar disebelah kanan dan kiri transkrip.
2) Peneliti melakukan penomoran secara urut dan kontinyu pada
transkrip verbatim
3) Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan
kode tertentu.
Poerwandari menyatakan pembuatan kolom 1 dan 3, yaitu: kolom
kiri dan kanan memang dibiarkan kosong untuk pencatatan berbagai
komentar peneliti maupun tema-tema khusus yang dibuat peneliti.
Sedangkan kolom 2 (kolom yang berada di tengah) merupakan tempat
menuliskan verbatim wawancara penelitian.
Peneliti menemukan banyak tema dalam proses pengkodingan ini.
Peneliti kemudian membuat tema yang lebih umum sesuai dengan konsep
ketakutan yang muncul. Keseluruhan proses koding dan kategorisasi
dengan merangkum dan memilih tema-tema pokok yang fokus pada tujuan
3. Penafsiran data
Setelah melakukan proses organisasi, koding dan kategorisasi,
peneliti kembali membaca hasilnya berulang-ulang untuk semakin
mempertajam pemahaman terhadap hasil penelitian sementara tersebut.
Kemudian peneliti melakukan interpretasi data atau yang distilahkan
Moleong (1988) sebagai penafsiran data yang bertujuan untuk
mendeskripsikan.
G. Keabsahan Data Penelitian
Penelitian kualitatif seringkali diragukan keabsahannya, karena
dianggap yang berpegang pada paradigma subjektifitas penelitinya. Agar
penelitian kualitatif dianggap ilmiah maka, para ahli menyarankan digunakan
istilah alternatif yang lebih merefleksikan paradigma penelitian kualitatif.
1. Kredibilitas
Credibility (kredibilitas) merupakan istilah yang paling banyak
dipilih untuk menggantikan konsep validitas dalam penelitian kualitatif.
Kredibilitas dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas
penelitian kualitatif. Validitas dicapai dengan menggunakan metode yang
paling cocok untuk pengambilan dan analisa data.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi untuk
menjaga validitas penelitian. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan
(dalam Maleong, 2006) menyebutkan empat macam triangulasi sebagai
teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode,
penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini peneliti melakukan triangulasi
dengan metode, yaitu dengan melakukan beberapa teknik pengumpulan
data yang berbeda, yaitu wawancara, observasi dan crosscheck dengan
mengkonfirmasikan hasil transkrip wawancara kepada responden
penelitian.
2. Confirmability
Konstruk terakhir menurut Poerwandari (1998) adalah
confirmability atau konformabilitas menggantikan konsep objektivitas.
Dalam hal ini menekankan bahwa temuan penelitian dapat
dikonfirmasikan, dalam artian penelitian kualitatif yang lebih penting
adalah objektivitas dalam pengertian transparansi, yaitu kesediaan peneliti
mengungkapkan secara terbuka proses dan elemen-elemen penelitiannya,
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh data
sementara yang digunakan sebagai objek kajian penelitian dan
menentukan alat yang tepat dalam pengambilan data. Peneliti melakukan
penelitian awal dengan mengambil 3 responden penelitian. Ketiga
responden tersebut adalah kaum muda yang berada di Yogyakarta.