• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Telah dilaksanakan penelitian di unit poliklinik rawat jalan penyakit saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari 2010 dan Februari 2010. Dari penelitian didapatkan 50 orang yang memenuhi syarat sebagai subjek penelitian.

Hasil penelitian dilaporkan dalam dua bagian :1. deskripsi data sampel dan 2. analisis data sampel.

1. Deskripsi data sampel

Tabel 4. 1. Jumlah responden Obstructive Sleep Apnea (OSA)

No Kelompok

Jumlah

N %

1. Obstructive Sleep Apnea(OSA) 25 50 2. Non Obstructive Sleep Apnea

(OSA)

25 50

Total 50 100

Jumlah seluruh sampel yang mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) sebanyak 25 orang (50%) dan yang tidak mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah sebanyak 25 orang (50 %).

35

Tabel 4. 2. Jumlah responden Hipertensi

No Kelompok Jumlah N % 1. Hipertensi 27 54 2. Non Hipertensi 23 46 Total 50 100

Jumlah seluruh sampel yang mengalami Hipertensi sebanyak 27 orang (54%) dan yang tidak mengalami Hipertensi adalah sebanyak 23 orang (46 %)

Tabel 4. 3. Karakteristik Responden Obstructive Sleep Apnea (OSA)

No

Jumlah

OSA Non OSA

N % N %

1. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 9 16 36 64 11 14 44 56 2. Usia 50-60 61-70 >70 15 10 60 40 15 7 2 60 28 12

36

Dari 25 subjek yang mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) didapatkan data 9 orang subjek berjenis kelamin laki-laki dan 16 orang subjek berjenis kelamin perempuan. (Gambar 1)

Gambar 1. Perbandingan laki-laki dan perempuan pada responden OSA. Dari data usia diperoleh bahwa dari 25 subjek, 15 subjek berusia antara 50-60 tahun dan 10 subjek berusia 61-70. (Gambar 2)

37

Tabel 4. 4. Karakteristik Responden Hipertensi

No

Jumlah

Hipertensi Non Hipertensi

N % N %

1. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 10 15 40 60 10 15 40 60 2. Usia 50-60 61-70 >70 16 8 1 64 32 4 16 8 1 64 32 12

Dari 27 subjek yang mengalami Hipertensi didapatkan data 10 orang subjek berjenis kelamin laki-laki dan 15 orang subjek berjenis kelamin perempuan. (Gambar 3)

38

Dari data usia diperoleh bahwa dari 25 subjek Hipertensi, 16 subjek berusia antara 50-60 tahun dan, subjek berusia 61-70 dan 1 subjek berusia >70tahun (Gambar4)

Gambar 4. Perbandingan usia responden hipertensi antara umur 50-60 tahun, 61-70 tahun dan >70 tahun.

Tabel. 4.5. Jumlah pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengankejadian hipertensi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

No

OSA

Hipertensi Non Hipertensi

N % N %

1. OSA 19 70 6 26

2. Non OSA 8 30 17 74

39

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini jumlah subjek Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami hipertensi adalah sebanyak 19 orang (70%) dan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 8 orang (30%). Sedangkan jumlah subjek yang tidak Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami hipertensi adalah sebanyak 6 orang (26%) dan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 17 orang (74%). Dari data di atas dapat diketahui bahwa persentase kejadian hipertensi sesuai dengan pasien yang mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA). (Gambar 5)

Gambar 5. Frekuensi hipertensi dan non hipertensi antara OSA dan non OSA

40

2. Analisis Data

Analisis data uji Chi Square dengan taraf signifikasi α = 0, 05 dan interval kepercayaan 95% didapatkan:

1. Uji Chi Square

a. Dari hasil penelitian didapatkan data sebanyak 50 orang

Besar sampel diperoleh dari jumlah seluruh sampel yang didapat yang memenuhi persyaratan sebagai subjek penelitian yaitu sebanyak 50 orang. Hasil ini didapat juga dari rumus Slovin sebagaimana ditulis pada bab III.

b. Dari hasil penelitian

hasil perhitungan nilai ekspektasi menunjukkan tidak adanya cell dengan nilai ekspektasi kurang dari 5 ( E < 5 ) , sehingga pada tabel 5 dapat dilakukan uji chi square (Budiarto, 2002).

Tabel Kontigensi 2x2 Pasien memenuhi kriteria

sampel

Hipertensi Non Hipertensi Total

OSA 19 6 25

Non OSA 8 17 25

Total 27 23 50

Derajat kebebasan (db) = (b-1) (k-1) Titik kritis : df. (1-) = (2-1) (2-1) 1. 0, 75

41 Didapatkan: X2 = = = 9, 742 Hipotesis:

Ho = tidak ada hubungan bermakna H1 = ada hubungan bermakna c. Pengambilan keputusan

Bila X2 hitung > X2 tabel maka Ho ditolak. Bila X2 hitung ≤ X2

tabel maka Ho diterima. d. Keputusan Statistik

X2hitung adalah 9, 742 sedangkan X2 tabel adalah 3, 841 sehingga X2hitung > X2tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima.

Kesimpulan: Secara statistik, ada hubungan yang bermakna antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi. 2. Odds Ratio

Untuk mengetahui tingkat kekuatan hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi digunakan rumus Odds Ratio.

OR = ad bc N(ad-bc)² (a+b) (c+d) (a+c) (b+d) 50 (19×17 - 6×8)² (19+6) (8+17) (19+8) (6+17)

42 Didapatkan: OR = 323 48 = 6, 729

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) memiliki resiko mengalami hipertensi sebesar 6, 729 kali lebih besar daripada yang tidak Obstructive Sleep Apnea (OSA) 3. Koefisien Kontingensi ( C )

Untuk mengetahui kuat atau lemahnya hubungan Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan hipertensi digunakan rumus koefisien kontingensi. C = 2 2 X N X + C= 742 , 9 50 742 , 9 + C= √ 0, 163 C= 0, 404

Derajat kebebasan (dk) koefisien kontingensi = (n-1) (k-1) dk = (2-1) (2-1)

dk = 1 × 1 dk = 1

Nilai C = 0, 404 sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kedua variabel adalah kuat atau bermakana.

Untuk hasil uji chi square dan odds ratio mengunakan SPSS dapat dilihat di lampiran F

43

BAB V PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di unit rawat jalan poli bagian penyakit saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari 2010 sampai Februari 2010 diperoleh berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini jumlah pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami hipertensi adalah sebanyak 19 orang (76% ) dan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 6 orang ( 24% ). Sedangkan jumlah pasien yang tidak Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami hipertensi adalah sebanyak 8 orang (32 %) dan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 17 orang ( 68 % ). Dari data di atas dapat diketahui bahwa persentase kejadian hipertensi sesuai dengan pasien yang mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Setelah dilakukan uji Chi Square dengan α = 0, 05 didapatkan hasil X2hitung = 9, 742. Angka yang didapatkan ini lebih besar dari harga kritis untuk taraf signifikasi α = 0, 05 yaitu sebesar X2

= 3, 841; disebut juga X2tabel. Dari pembandingan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi. Sedangkan dari hasil perhitungan didapatkan Odds Ratio =6, 729 yang berarti bahwa penderita Obstructive Sleep Apnea (OSA) memiliki resiko mengalami hipertensi sebesar 6, 729 kali lebih besar daripada yang tidak Obstructive Sleep Apnea (OSA). Dan dari perhitungan koefisien kontingensi didapatkan nilai C (koefisien kontingensi) sebesar 0, 404 sehingga dapat disimpulkan bahwa

44

kekuatan hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi adalah kuat. Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi, dan nilai kekuatan hubungannya adalah kuat.

Hasil penelitian diperoleh dengan mempertimbangkan faktor usia, riwayat merokok, riwayat pembesaran tonsil, riwayat penyakit jantung dan diabetes melitus. Dipilih subjek laki-laki dan perempuan yang berusia di atas 50 tahun karena puncak OSA terjadi pada dekade ke 5 dan ke 6 (Saragih, 2007). Pada jurnal epidemiologi yang ditulis (Jing F & Yuan BC, 2009) disebutkan bahwa pasien OSA diatas 50 tahun, laki-laki dan perempuan memiliki ratio odds yang sama untuk terjadinya OSA. Selain itu dijurnal tersebut juga dijelaskan bahwa prevalensi OSA pada wanita paling tinggi terjadi pada wanita post menoupose tanpa terapi hormon. Tetapi karena keterbatasan waktu dan instrumen penelitian, penelitian ini dilakukan dengan mengesampingkan faktor-faktor seperti, genetik (heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria) , penyakit hati, pola makan, kadar hematokrit dan aktivitas fisik. Sehingga faktor-faktor yang tidak terkendali tersebut mungkin menyebabkan beberapa sampel tidak mempunyai nilai tekanan darah yang diharapkan dalam penelitian ini.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Logan et al (2003) bahwa penggunaan CPAP pada terapi OSA dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi berulang. Pada 19 pasien dengan hipertensi berulang, 16 orang

45

ditemukan mengalami OSA. Dari 16 orang tersebut 11 orang (10 laki-laki dan 1 perempuan ) setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

11 orang pasien hipertensi berulang dengan OSA, efek akut CPAP pada tekanan darah diamati selama tidur dan efek jangka panjang pada tekanan darah diamati setelah 2 bulan. Selama penggunaan CPAP pada malam pertama, dapat menghilangkan OSA dan mengurangi tekanan darah sistolik dari 138, 3±6, 8 mmHg menjadi 126, 0 ±6, 3 mmHg. Begitu juga rata-rata tekanan diastolik berkurang dari 77, 7 ±4, 5 mmHg menjadi 72, 9±4, 5 mmHg. Setelah 2 bulan penggunaan CPAP tekanan harian sistolik berkurang rata-rata 11, 0±4, 4 mmHg. Tekanan darah diastolik juga berkurang rata-rata 7, 8±3, 0 mmHg.

Pada pasien dengan hipertensi berulang, terapi OSA dengan menggunakan CPAP dapat mengurangi tekanan darah nokturnal. Data diatas juga memperlihatkan bahwa CPAP dimungkinkan dapat mengurangi tekanan darah sistolik nokturnal dan siang hari yang berlangsung secara kronik.

Obstruksi Sleep Apnea (OSA) mempunyai pengaruh yang besar dalam menimbulkan hipertensi. Obstructive Sleep Apnea (OSA) dapat menaikan tekanan darah melalui efek hipoksemia yaitu melalui peningkatan stimulasi saraf simpatis dan disfungsi endotel. Obstructive Sleep Apnea (OSA) juga dapat menyebabkan terjadinya stroke melalui berbagai mekanisme antara lain kenaikan kadar fibrinogen, terjadinya gangguan fungsi endotel, kenaikan aktivitas sel keping darah, kenakan sistem penjendalan, penurunan cerebral blood flow/aliran darah ke otak, penebalan dinding pembuluh darah karotis.

46

Dengan demikian Obstructive Sleep Apnea (OSA) mempunyai peranan yang cukup besar dalam terjadinya hipertensi, dan juga merupakan faktor yang patut diperhitungkan dalam menanggulangi kejadian hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti stroke dan infark miokard

Secara teoritis, Obstructive Sleep Apnea (OSA) dapat menyebabkan terjadinya hipertensi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini, yaitu setelah data diolah secara statistik disimpulkan terdapat hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi.

47

BAB VI

Dokumen terkait