• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI POLI SARAF RSUD DR.MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI POLI SARAF RSUD DR.MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI POLI SARAF RSUD DR.MOEWARDI

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

AULIYA SULUK BRILLIANT SUMPONO G0006183

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan Kejadian Hipertensi di Poli Saraf RSUD Dr.Moewardi

Auliya Suluk Brilliant Sumpono, NIM G0006183, Tahun: 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Selasa, Tanggal 30 Maret 2010

Pembimbing Utama

Nama : Prof.Dr.Oemar Sri Hartanto,dr.,SpS(K)

NIP : 194703181976101001 ...

Pembimbing Pendamping

Nama : I Made Setiamika,dr.,SpTHT-KL(K).

NIP : 195507271983121002 ... Penguji Utama

Nama : Agus Soedomo, dr.,SpS(K).

NIP : 194905161976031002 ...

Anggota Penguji

Nama : Widiastuti,dr.,SpRad.

NIP : 195611201983112001 ...

Surakarta, ………

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Sri Wahjono,dr.,M.Kes,DAFK Prof.Dr.A.A.Subijanto, dr., MS

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 30 Maret 2010

(4)

ABSTRAK

Auliya Suluk Brilliant Sumpono, 2010, HUBUNGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI POLI SARAF RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA , Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi. Penelitian ini dilakukan di unit rawat jalan di poliklinik bagian penyakit saraf pada bulan Januari 2010 sampai Februari 2010

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Besar populasi adalah 100 sedangkan besar sampel adalah 50 orang. Teknik sampling yang digunakan purposive random sampling. Data diperoleh dengan instrumen penelitian kuisioner dengan teknik wawancara terpimpin, dan sfigmomanometer jenis jarum. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis menggunakan Uji Chi Square pada taraf signifikasi α = 0,05.

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di unit rawat jalan poli saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari 2010 sampai Februari 2010 diperoleh pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami hipertensi 19 orang (76 %) lebih banyak dari pada jumlah pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang tidak hipertensi sebanyak 6 (24%) orang dari total 25 pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA). Sedangkan jumlah pasien yang tidak mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) tapi hipertensi adalah 8 orang (32%),lebih sedikit dari pada jumlah pasien yang tidak mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) dan tidak hipertensi sebanyak 17 orang (68%).Sedangkan dari hasil analisis data didapatkan hasil X² = 9.742 dan OR = 6,729; sehingga dapat disimpulkan secara statistik, bahwa terdapat hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi.

Sebagai kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi

(5)

ABSTRACT

Auliya Suluk Brilliant Sumpono, 2010, THE RELATIONSHIP BETWEEN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) WITH HYPERTENSION INCIDENT AT THE NERVOUS CLINIC OF HOSPITAL DR. MOEWARDI SURAKARTA, Medical Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta.

The purpose of this research is to determine the relationship between Obstructive Sleep Apnea (OSA) with hypertension incident. This research was conducted at the outpatient unit at the clinic of nervous diseases in January 2010 to February 2010.

This research is an analytical research approach cross sectional. Large population is 100 while the large sample is 50 people. Sampling techniques is using purposive random sampling. The data obtained by questionnaire research instruments with a guided interview technique, and sphygmomanometer needle type. The obtained data are presented in tabular form and analyzed using the Chi Square Test at the level of significance α = 0,05.

From the results of research has been conducted in the outpatient unit of the nervous clinic Hospital DR. Moewardi Surakarta in January 2010 to February 2010 was obtained patients of Obstructive Sleep Apnea (OSA) who had hypertension was 19 people (76%) more than the number of patients Obstructive Sleep Apnea (OSA) who didn’t have hypertension was 6 people (24%) from the total of 25 patients Obstructive Sleep Apnea (OSA). While the number of patients who didn’t have Obstructive Sleep Apnea (OSA but hypertension was 8 people (32%), fewer than the number of patients who didn’t have Obstructive Sleep Apnea (OSA) and didn’t have hypertension was 17 people (68%). While the results of data analysis have obtained X² = 9.742 and OR = 6,729; so that it can be concluded statistically, that there is a relationship between Obstructive Sleep Apnea (OSA) with hypertension incident.

The conclusion from this research is there is a relationship between Obstructive Sleep Apnea (OSA) with hypertension incident.

(6)

PRAKATA

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena limpahan nikmat, rahmat, serta anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan skripsi dengan judul “Hubungan Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan Kejadian Hipertensi di Poli Saraf RSUD Dr.Moewardi”.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi kurikulum di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan untuk memenuhi salah satu syarat mendapat gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pelaksanaan dalam menyusun skripsi ini, penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan.Namun berkat bimbingan dan bantuan, penulis dapat menyelesaikannya.Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah mengizinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan skripsi.

2. Bagian skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi.

3. Prof.Dr.O.S.Hartanto,dr.,Sp.S(K), selaku Pembimbing Utama yang memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan, saran dan motivasi. 4. I Made Setiamika,dr.,Sp.THT, selaku Pembimbing Pendamping yang telah

memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan, saran dan motivasi. 5. Agus Soedomo,dr.,SpS(K). selaku Penguji Utama yang telah berkenan

menguji sekaligus memberikan kritik serta saran guna melengkapi kekurangan dalam skripsi ini.

6. Widiastuti,dr.,Sp.Rad,selaku Anggota Penguji yang telah memberikan kritik serta saran dalam penyusunan skripsi ini.

7. Keluarga dan teman-temanku, terima kasih atas dukungan dan semangatnya. 8. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna maka dengan segenap hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca di ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu saraf pada khususnya.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 4

A. Tinjauan Pustaka ... 4

1. Obstructive Sleep Apnea (OSA) ... 4

2. Hipertensi ... 14

B. Kerangka Pikir ... 23

C. Hipotesis ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN . ... 25

A. Jenis Penelitian ... 25

B. Lokasi Penelitian ... 25

(8)

A.Teknik Pengambilan Sampel . ... 26

B. Identifikasi Variabel Penelitian . ... 27

C.Definisi Operasional Variabel . ... 27

D.Rancangan Penelitian . ... 28

E. Instrumentasi Penelitian. ... 28

F. Cara Kerja Penelitian ... 28

G. Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN . ... 34

A. Hasil Penelitian ... 34

B. Analisis Data ... 40

BAB V PEMBAHASAN . ... 43

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN . ... 47

A.Simpulan . ... 47

B. Saran . ... 47

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Klasifikasi Kenaikan Tekanan Darah menurut ESH 2007 ... 15

Tabel4.1.Jumlah responden Obstructive Sleep Apnea (OSA) ... 33

Tabel4.2.Jumlah responden Hipertensi ... 34

Tabel4.3.Karakteristik Responden Obstructive Sleep Apnea (OSA) ... 34

Tabel4.4.Karakteristik Responden Hipertensi ... 36

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar.1.Perbandingan laki-laki dan perempuan pada responden

OSA ... 35 Gambar.2.Perbandingan usia umur 50-60 tahun dengan usia

61-70 tahun ... 35 Gambar.3.Perbandingan laki-laki dan perempuan pada responden

Hipertensi ... 36 Gambar.4.Perbandingan usia responden hipertensi antara umur 50-60 ... 37 Gambar.5.Frekuensi hipertensi dan non hipertensi antara OSA dan

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Surat ijin penelitian Fakultas

Lampiran B Surat ijin penelitian RSUD Dr. Moewardi Surakarta Lampiran C Data responden penelitian

Lampiran D Kuisioner Penelitian

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskuler setiap tahun

menjadi masalah utama di negara berkembang dan di negara maju. Berdasarkan data Global Burden of Disease (GDB) tahun 2000, 50% dari

penyakit kardiovaskuler di sebabkan oleh hipertensi. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa

dari tahun 1999-2000 insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar

29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta penderita hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES tahun 1988-1991. Penyakit

kardiovaskuler menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992 dan 1995 merupakan penyebab kematian terbesar di Indonesia (Dian, dkk. 2009). Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan sekitar 15-20%.

Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah baya. Hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun 1997. Hipertensi

dijumpai pada 4. 400 per 10. 000 penduduk (Suheni, 2007).

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktoral yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor

resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah :

(13)

2

1. asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetis

2. sistem saraf simpatis

3. keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi

4. pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,

angiotensin dan aldosteron (Yogiantoro, 2006).

Sleep apnea adalah timbulnya episode abnormal pada frekuensi napas yang berhubungan dengan penyempitan saluran napas atas pada keadaan tidur. OSA terjadi bila ventilasi menurun atau tidak ada ventilasi yang disebabkan

oklusi parsial atau oklusi total pada saluran napas atas paling tidak selama 10 detik atau lebih (Sumardi. dkk, 2006).

OSA dapat menyebabkan meningkatnya aktivitas saraf simpatis yang jika berulang kali akan menyebabkan hipertensi. Satu dari penderita hipertensi juga menderita OSA dan 80% penderita hipertensi yang resisten terhadap

pengobatan juga menderita OSA (Prasadja, 2008).

OSA juga meningkatkan resiko seseorang menderita penyakit kardiovaskuler hingga lima kali lipat terlepas dari usia, kegemukan, kebiasaan

merokok, maupun tekanan darahnya (Prasadja, 2008).

Berdasarkan dari uraian di atas, peneliti bermaksud ingin mengetahui

(14)

3

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA)

dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi, Surakarta ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi angka kejadian hipertensi yang disebabkan oleh Obstructive Sleep Apnea (OSA).

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Obstructive Sleep Apnea (OSA) terhadap kejadian hipertensi.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Dengan dilakukan penelitian ini maka dapat diketahui seberapa kuat pengaruh Obstructive Sleep Apnea (OSA) terhadap kenaikan

tekanan darah (hipertensi). 2. Manfaat aplikatif

Apabila terbukti Obstructive Sleep Apnea (OSA) secara nyata berpengaruh terhadap kenaikan tekanan darah (hipertensi) sehingga dapat dimanfaatkan guna membantu pencegahan dan penatalaksanaan

(15)

4

Sleep Apnea didefinisikan sebagai timbulnya episode abnormal

pada frekuensi napas yang berhubungan dengan penyempitan saluran

napas atas pada keadaan tidur, dapat berupa henti napas / apnea atau menurunnya ventilasi / hypoapnea (Sumardi. dkk, 2006).

Apnea/hypoapnea dibagi menjadi tiga tipe :

1) Tipe obstruktif (Obstructive Sleep Apnea / OSA) .

Tipe ini yang paling sering terjadi keadaan ini terjadi bila ventilasi

menurun atau tidak adanya ventilasi yang disebabkan oklusi parsial atau oklusi total pada saluran napas atas selama paling tidak sepuluh detik tiap episode yang terjadi. Episode henti napas

sering berlangsung selama antara 10 detik sampai 60 detik. 2) Tipe Sentral (Central Sleep Apnea)

Tipe ini jarang terjadi. Penyebab utamanya adalah kelainan pada sistem saraf pusat yang mengatur sistem kardiorspirasi.

3) Tipe Campuran

Dimulai dari CSA kemudian diikuti dengan OSA (Sumardi, dkk, 2006).

(16)

5

Gejala utama Obstructive Sleep Apnea / OSA adalah mendengkur. Gejala lain berupa ada periode apnea / tidak bernapas,

bisa beberapa detik sampai dengan 1 menit, suara dahak di tenggorokan waktu tidur, berkeringat, nyeri dada, lemah, mudah

lupa, sulit berkonsentrasi, cepat lelah dan biasanya penderita gemuk (Iswanto, 2009).

b. Patofisiologi Obstructive Sleep Apnea / OSA

Mendengkur dan Obstructive Sleep Apnea/OSA merupakan salah satu tipe dari Sleep Disorder Breathing (SDB). Obstructive

Sleep Apnea/OSA ringan berupa sumbatan parsial pada pernapasan

yang menimbulkan suara dengkuran ringan sedangkan yang berat berupa obstruksi total pada saluran pernapasan yang dapat

menyebabkan episode apnea (Coleman, 2003).

Obstructive Sleep Apnea/OSA ditandai dengan kolaps berulang

dari saluran napas atas baik total atau parsial selama tidur. Akibatnya aliran udara pernapasan berkurang (hipoapnea) atau terhenti (apnea) sehingga terjadi desaturasi oksigen (hipoksemia). Kadang-kadang

penderita benar-benar terbangun pada saat apnea dimana mereka merasa tercekik. Lebih sering penderita tidak sampai terbangun tetapi

terjadi partial aurosal yang berulang, berakibat pada berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat. Keadaan ini menyebabkan penderita mengantuk pada siang hari, kurang perhatian, konsentrasi

(17)

6

yang disertai dengan peningkatan aktivitas andregenik menyebabkan takikardi dan hipertensi sistemik. Banyak penderita Obstructive Sleep

Apnea/OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan

datang ke dokter hanya karena teman tidurnya mengeluhkan suara

mendengkur yang keras (fase pre obstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi (fase apnea obstruktif) (Saragih, 2007).

c. Epidemiologi Obstructive Sleep Apnea/OSA

Pada usia 30-35 tahun 20% laki-laki dan 5% dari perempuan

akan mendengkur sedangkan pada usia 60 tahun prevalensinya meningkat menjadi 60% pada laki-laki dan 40% pada perempuan. Orang yang memiliki berat badan diatas normal memiliki peluang tiga

kali lebih besar untuk mendengkur dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal (Fairbanks, 2003)

Prevalensi Obstructive Sleep Apnea/OSA pada anak-anak sekitar 3% dengan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun. Penyebab utama Obstructive Sleep Apnea/OSA pada anak-anak adalah hipertrofi

tonsil dan adenoid. Frekuensi Obstructive Sleep Apnea/OSA mencapai puncaknya pada dekade ke 5 dan dekade ke 6, menurun pada usia di

atas 60-an. Tetapi secara umum frekuensi Obstructive Sleep Apnea/OSA meningkat sesuai dengan penambahan usia (Saragih,

(18)

7

d. Faktor resiko Obstructive Sleep Apnea/OSA 1) Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor penting terjadinya Obstructive Sleep Apnea/OSA. Penekanan obesitas pada

Obstructive Sleep Apnea/OSA bukan terletak pada besarnya lingkar perut melainkan lingkar leher. Penumpukan jaringan lemak pada anterolateral saluran napas menyebabkan lumen saluran napas menyempit. Studi menunjukkan lingkar leher merupakan prediktor kuat Obstructive Sleep Apnea / OSA. Lingkar leher <37 cm beresiko rendah, sedangkan >48 cm beresiko tinggi. Pengukuran lingkar leher tepat dilakukan dibawah Adam’s Apple.

2) Jenis kelamin

Pria lebih beresiko tinggi mengalami Obstructive Sleep Apnea / OSA dibandingkan dengan wanita. Alasannya masih belum jelas. Hal itu mungkin berhubungan dengan pengaruh hormonal. Teori ini di dukung dengan penemuan bahwa wanita post menopause lebih beresiko mengalami Obstructive Sleep Apnea/OSA dibandingkan dengan wanita premenoupause. Pemberian hormon replacement therapy ternyata bisa memperbaiki Obstructive Sleep Apnea/OSA.

3) Usia

Usia juga turut mempengaruhi Obstructive Sleep Apnea/OSA. Prevalensi Obstructive Sleep Apnea/OSA lebih tinggi

(19)

8

4) Kebiasaan merokok dan minum alkohol

Asap rokok memicu inflamasi selama tidur selain itu juga menimbulkan kerusakan mekanik dan saraf pada saluran napas atas, serta meningkatkan resiko kolaps otot-otot faring selama tidur. Kebiasaan minum alkohol terbukti bisa memicu terjadinya apneu pada individu normal/asimptomatik. Alkohol mem perpanjang durasi apneu dan memperberat hipoksemia.

5) Sindroma Polikistik Ovarium (SPO)

SPO merupakan sindrom klinik yang ditandai dengan oligomenorhea dan kelebihan androgen. Tanda utama SPO antara lain anovulasi kronik, gangguan sekresi gonadotropin, obesitas sental, resistensi insulin, dislipidemia, dan dibuktikannya keberadaan polikistik ovarium melalui pemeriksaan USG. Prevalensi penderita Obstructive Sleep Apnea / OSA pada penderita SPO cukup tinggi mencapai 60-70%. Penumpukan lemak visceral dan kadar androgen yang tinggi pada SPO menjadi faktor terjadinya Obstructive Sleep Apnea/OSA.

6) Hipotiroid

(20)

9

laring sehingga meningkarkan kecenderungan kolaps salura napas pada waktu tidur.

7) Kehamilan

Kehamilan terutama trisemester ketiga berkorelasi dengan tingginya prevalensi Obstructive Sleep Apnea/OSA. Pertambahan berat badan saat gestasi, penurunan ukuran lumen faring dan perubahan fisiologi paru diduga menjadi faktor penyebab terjadinya Obstructive Sleep Apnea/OSA pada kehamilan. Dampak buruk yang ditimbulkan adalah rendahnya nilai Apgar dan berat lahir bayi. Oleh karena itu penemuan dini Obstructive Sleep Apnea / OSA pada ibu hamil diharapkan bisa memperbaiki keluaran (outcome) bagi ibu dan bayi.

8) Kelainan kraniofasial

Kelainan kraniofasial yang juga sering dikaitkan dengan Obstructive Sleep Apnea / OSA adalah hipertrofi tonsil (terutama pada anak).

(Daniel, 2008)

e. Diagnosa Obstructive Sleep Apnea/OSA.

Untuk menegakkan diagnosa Obstructive Sleep Apnea/OSA diperlukan pemeriksaan subyektif berdasar gejala klinis dan obyektif berdasarkan hasil alat diagnostik. Perangkat diagnostik yang

(21)

10

cepat, tidak mahal dan reabilitas tinggi. Namun korelasi ESS dengan derajat Obstructive Sleep Apnea/OSA rendah.

Polisomnografi merupakan standart baku emas dalam mendiagnosa Obstructive Sleep Apnea/OSA. Polisomnografi meliputi

perekaman aliran udara, gerakan napas, EEG, EMG, EOG EKG, saturasi oksigen dan posisi badan. Idealnya Polisomnografi dilakukan dalam sebuah laboratorium tidur selama satu malam penuh dan

dipantau oleh dokter/perawat. Hasil yang muncul adalah jumlah henti napas tiap jam, indeks apneu-hipoapneu (IAH).

(Rosenberg & Mickelson, 2003)

f. Komplikasi Obstructive Sleep Apnea/OSA

Dari penelitian epidemiologis diketahui hubungan antara OSA

dengan hipertensi, stroke, dan infark miokard 1) Hipertensi

Pada orang normal tekanan darah menurun 10% - 15% pada waktu tidur. Pada orang yang mengalami sleep apnea tekanan darahnya tidak menurun pada waktu tidur bahkan seringkali

meningkat. Selama fase apnea, terjadi penurunan cardiac output, peningkatan aktivitas saraf simpatis, dan peningkatan resistensi

vascular sistemik. Di akhir fase apnea terjadi peningkatan venous return ke sisi kanan jantung sehingga menyebabkan peningkatan cardiac output. Peningkatan aliran darah menyebabkan

(22)

11

meningkatkan tekanan darah. Episode apnea yang berulang, hipoksemia, dan aurosal menyebabkan peningkatan akrivitas saraf

simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis yang persisten diduga sebagai mekanisme terjadinya hipertensi. Kenyataan bahwa

beta bloker lebih efektif digunakan untuk terapi hipertensi dengan Obstructive Sleep Apnea/OSA dibandingkan yang lain semakin

memperkuat teori ini. Selain karena peningkatan saraf simpatis

hipertensi pada penderita Obstructive Sleep Apnea/OSA juga disebabkan oleh perubahan neuro hormon, contohnya endothelin.

Endothelin-1 merupakan vasokonstriktor yang dikeluarkan pada waktu terjadi hipoksemia. Endothelin-1 meningkat setelah 4 jam pada Obstructive Sleep Apnea/OSA yang tidak di terapi.

Dimungkinkan endothelin merupakan penyebab secara langsung terjadinya hipertensi pada penderita gangguan napas watu tidur

(Granato & Scwhab 2003). 2) Stroke

Obstructive Sleep Apnea/OSA diketahui sebagai salah satu

faktor resiko stroke setelah melalui banyak penelitian. Banyak hal yang terjadi pada orang yang mengalami Obstructive Sleep

Apnea/OSA antara lain adalah :

a) Terjadinya gangguan fungsi endotel b) Kenaikan kadar fibrinogen

(23)

12

d) Kenakan sistem penjendalan

e) Penurunan cerebral blood flow/aliran darah ke otak

f) Penebalan dinding pembuluh darah karotis (Laksmiasanti, 2009)

3) Infark miokard

Beberapa penelitian memperlihatkan kemungkinan adanya hubungan antara Obstructive Sleep Apnea/OSA dengan infark

miokard. Mekanismenya mungkin melalui efek tidak langsung dari hipertensi, arterioskelrosis, desaturasi oksigen, hiperaktivitas

sistem saraf simpatis, peningkatan koagulopati dan respon inflamasi (Saragih 2007).

g. Terapi Obstructive Sleep Apnea/OSA 1) Terapi non-bedah

a) Continous Positive Airway Pressure (CPAP)

Terapi yang efektif pada Obstructive Sleep Apnea/OSA adalah Continous Positive Airway Pressure (CPAP). CPAP mengalirkan aliran udara positif sehingga memberikan

pneumatic splint pada aliran udara atas selama inspirasi dan ekspirasi, menjaga patensi dan mencegah obstruksi selama

tidur. Akibatnya rasa kantuk pada siang hari berkurang dan fungsi kognitif meningkat. Dampak positifnya juga tampak pada sistem kardiovaskular yaitu menurunkan tekanan darah

(24)

13

sebesar 30%. Bagi pasien diabetes mellitus tipe II, CPAP meningkatkan sensitivitas insulin (Daniel, 2008).

b) Posisi tidur

Posisi tidur dapat membantu menghilangkan gejala

Obstructive Sleep Apnea/OSA. Beberapa pasien mengalami

perbaikan setelah tidur dengan posisi miring atau telungkup (Saragih, 2007).

c) Mandibular advancement

Alat ini dipasang pada gigi, menahan mandibula dan

lidah ke depan sehingga dapat memaksimalkan diameter faring dan mengurangi kolaps pada waktu tidur. Alat ini hanya digunakan pada penderita Obstructive Sleep Apnea/OSA yang

tidak dapat menjalani operasi dan penderita Obstructive Sleep Apnea/OSA yang ringan sampai sedang khususnya yang tidak

gemuk atau pada penderita yang intoleran terhadap CPAP (Saragih, 2007).

2) Terapi bedah

a) Tonsilektomi dan adenoidektomi

Pada penderita Obstructive Sleep Apnea/OSA dengan

(25)

14

b) Uvulopalatofaringoplasti (UPPP)

Hasilnya tidak sebaik CPAP pada penderita Obstructive

Sleep Apnea/OSA yang berat. Angka keberhasilan dengan

teknik ini mencapai 10-15%.

c) Pillar implant

merupakan teknik yang relative baru, merupakan modalitas dengan invasi minimal. Digunakan untuk penderita

dengan Obstructive Sleep Apnea/OSA yang ringan sampai sedang. Prosedur ini bertujuan untuk memberikan kekakuan

pada palatum mole. Tiga buah batang kecil di insersikan ke palatum mole untuk membantu mengurangi getaran yang

menyebabkan snoring.

(Iswarini, 2009)

2. Hipertensi

a. Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah gangguan pada

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang

dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang

membutuhkan. Hipertensi sering disebut sebagai pembunuh gelap (Silent

Killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan

gejala-gejalanya terlebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny

Sutrani, 2004).

Hipertensi didefinisikan apabila tekanan darah sistolik (TDS) ≥140

(26)

15

Pada orang normal, tekanan darah mengikuti pola sirkadian

yaitu mengalami penurunan pada malam hari dan mengalami kenaikan

pada pagi hari (Hariyono, 2006).

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai

hipertensi primer sedangkan hipertensi yang diketahui penyebabnya

disebut hipertensi sekunder (Dian, dkk. 2009).

b. Klasifikasi Hipertensi

Pada tahun 2003 Pehimpunan Hipertensi dan Kardiologi Eropa

(Eropan Society of Hypertension, ESH- 2003) membuat pedoman

penatalaksanaan hipertensi yang direvisi pada tahun 2007 (ESH-2007).

Pedoman tersebut berisi klasifikasi hipertensi, stratifikasi resiko dan

panduan umum penatalaksanaan hipertensi berdasarkan bukti klinik yang

sahih (evidence- base medicine) (Bandiara, 2008).

Tabel 2. 1. Klasifikasi tekanan darah menurut ESH 2007

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik

(27)

16

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer.

Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer

akan mempengaruhi tekanan darah. (Sugiyanto, 2007)

Tekanan darah membutuhkan aliran darah melalui pembuluh darah

yang ditentukan oleh kekuatan pompa jantung (cardiac output) dan

tahanan perifer (peripheral resistance). Sedangkan cardiac output dan

tahanan perifer dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling berinteraksi

(asupan natrium, stress, obesitas, genetik, dan lain-lain). Hipertensi

terjadi bila terdapat abnormalitas faktor-faktor tersebut (Sugiyanto, 2007).

Penting disadari telah terjadi pergeseran pemahaman tentang

hipertensi dan mekanisme patofisiologinya. Dahulu pemahaman akan

hipertensi hanya menyangkut kaitan hipertensi itu sendiri dengan

(28)

17

kini, pemikiran tentang hipertensi telah menemukan adanya kaitan yang

nyata antara hipertensi dan disfungsi pembuluh darah (Nugroho, 2008).

d. Faktor-faktor resiko Hipertensi 1) Faktor genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal itu

berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan

rendahnya rasio antara potasium dengan sodium. Individu dengan orang

tua hipertensi mempunyai resiko dua kali terkena hipertensi

dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai keluarga dengan

riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi

esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Dian, dkk. 2009)

2) Usia

Tekanan darah meningkat seiring dengan meningkatnya usia,

kemungkinan menderita hipertensi juga semakin besar. Pada umumnya

orang yang menderita hipertensi berusia 40 tahun, namun tidak

menutup kemungkinan diderita orang yang berusia muda. Boedhi

Darmadjo dalam tulisannya yang dikumpulkan dalam berbagai

penelitian yang dilakukan di indonesia menunjukkan bahwa 1, 8%-28,

6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi

(29)

18

3) Jenis Kelamin

Wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak banyak daripada

penderita laki-laki. Tapi wanita lebih tahan terhadap kerusakan jantung

dan pembuluh darah. Pada pria hipertensi lebih banyak disebabkan oleh

pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan.

Sampai usia 55 tahun pria lebih beresiko terkena hipertensi

dibandingkan dengan wanita. Menurut Edward D. Frochlid seorang pria

dewasa akan mempunyai peluang lebih besar yaitu satu diantara lima

untuk mengidap hipertensi (Lanny Sutrani, 2004)

4) Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada

orang berkulit putih. Sampai saat ini belum diktahui penyebabnya.

Namun pada orang berkulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih

besar dan sensifitas terhadap vasopressin yang lebih besar (Dian, dkk.

2009).

5) Obesitas

Obesitas merupakan ciri khas dari hipertensi. Walaupun belum

diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun

terbukti daya pompa jantung dan sirkulasi darah penderita obesitas

dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi dengan

(30)

19

6) Garam Diet

Intake Sodium berlebihan berkontribusi terhadap perkembangan

hipertensi resisten melalui peningkatan tekanan darah langsung dan

dengan menumpulkan efek lebih rendah pada kebanyakan kasus dari

agen antihipertensi. Efek ini menjadi lebih sering pada pasien sensitif

garam yang tipikal, termasuk orang tua, afro amerika dan terutama

pasien dengan CKD (Satria, 2009).

7) Alkohol

Pada analisa cross sectional dari orang dewasa cina yang

meminum > 30 minuman setiap minggu resiko untuk mengalami bentuk

hipertensi meningkat dari 12% ke 14%. Pada klinik hipertensi Finnish,

peminum berat, sebagaimana didukung dengan peningkatan kadar

transaminase hati lebih jarang mempunyai tekanan darah yang

terkontrol selama 2 tahun follow up dibandingkan pasien dengan kadar

transaminase normal (Satria, 2009).

8) Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Obstruksi Sleep Apnea yang tidak tertangani sangat terkait dengan

hipertensi. Sleep apnea terutama umum pada penderita hipertensi

resisten. Dalam sebuah evaluasi dari 41 pasien berturut-turut (24

laki-laki dan 17 perempuan) dengan hipertensi resisten, 83% didiagnosa

sleep apnea. Lintas kelompok studi menunjukkan bahwa semakin parah

sleep apnea kurang kemungkinan tekanan darah dapat terkendali.

Mekanisme sleep apnea yang berkontribusi terhadap

(31)

20

dengan baik adalah hipoksemia intermitten dan /atau peningkatan

resistensi saluran napas atas, mendorong dalam meningkatkan aktivitas

saraf simpatis (SNS). Peningkatan SNS output akan meningkatkan

tekanan darah melalui peningkatan output di jantung dan resistensi

perifer serta peningkatan retensi cairan. Sebagai tambahan sleep apnea

dikaitkan dengan peningkatan reaktif oksigen spesies yang mengurangi

senyawa pada bioavabilitas nitrat oksida (Satria, 2009).

e. Komplikasi Hipertensi

Menurut Elizabeth J Corwin (2000:349) komplikasi hipertensi

terdiri dari stroke, infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan

otak) , dan pregnancy-incuded hypertension (PIH)

1) Stroke

Stroke dapat timbul akibat tekanan darah tinggi di otak, atau

akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non-otak yang terpajan

tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila

arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan

menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi

berkurang. Arteri-arteri di otak yang mengalami arteriosklerosis dapat

melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya

aneurisma.

2) Infark miokard

Dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang

arteiosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium

(32)

21

pembuluh tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel,

maka kebutuhan oksigen mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat

terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga

hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu

hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia

jantung dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.

3) Gagal ginjal

Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progesif akibat

tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya

glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungisional ginjal, nefron

akan terganggu dan dapat terjadi hipoksik dan kematian. Dengan

rusaknya glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan

koloid osmotik plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering

(33)

22

4) Ensefalopati (kerusakan otak)

Kerusakan otak dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna

(hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada

kelainan ini menyebabkan tekanan kapiler dan mendorong pada ruang

interstisium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya

kolaps dan terjadi koma serta kematian.

(34)

23

B. Kerangka Pemikiran

Sleep apnea/henti napas

hipoksemia

Disfungsi endotel Aktivitas saraf simpatis

Pelepasan hormon katekolamin

Neuro hormon Pelepasan endothelin

Vasokonstriksi pembuluh darah

Fase dipping menghilang

berulang

(35)

24

C. Hipotesis

Berdasarkan dari tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas,

dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut: ada hubungan yang kuat atau bermakna antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan

(36)

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di unit poliklinik bagian penyakit saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari-Februari 2010

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah pasien di poliklinik bagian penyakit saraf RSUD Dr. Moewardi bulan Januari-Februari 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini.

Kriteria yang dipakai: 1. Pasien laki-laki dan perempuan 2. Pasien dengan usia diatas 50 tahun

3. Tidak menderita amandel / pembesaran tonsil 4. Tidak menderita penyakit jantung

5. Tidak menderi penyakit diabetes mellitus 6. Tidak merokok

Sampel atau populasi studi merupakan hasil pemilihan subjek dari populasi untuk memperoleh karakteristik populasi (Arief, 2004). Berdasarkan observasi peneliti, jumlah populasi sumber ini ada sekitar 100 pasien.

(37)

26

Penentuan besar sampel pada penelitian ini menurut Slovin dengan

rumus sebagai berikut : ( Murti, 2006 ).

n =

keterangan :

n : ukuran sampel N : ukuran populasi

ε : tingkatan kekeliruan pengambilan sampel yang ditolerir.

Dengan rumus di atas maka sampel yang digunakan pada

sebanyak 50 orang pasien.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan secara Purposive Random Sampling. Pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi. (Arief, 2004)

(38)

27

Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Obstructive Sleep Apnea (OSA)

2. Variabel tergantung : tekanan darah

3. Variabel luar : umur, diabetes melitus, penyaki jantung,

pembesaran tonsil, merokok

E. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Bebas

a. Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Sleep apnea adalah timbulnya episode abnormal pada frekuensi napas

yang berhubungan dengan penyempitan saluran napas atas pada keadaan tidur. OSA terjadi bila ventilasi menurun atau tidak ada

ventilasi yang disebabkan oklusi parsial atau oklusi total pada saluran napas atas paling tidak selama 10 detik atau lebih. (Sumardi. dkk, 2006)

b. Skala variabel : nominal 2. Variabel Terikat

a. Tekanan Darah

Kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh darah. Kenaikan takanan arteri akan menyebabkan

kenaikan yang sebanding pada aliran darah yang melalui berbagai jaringan tubuh (Guyton, 1997).

(39)

28

3. Sfigmomanometer jenis jarum lengkap dengan mansetnya

H. Cara Kerja Penelitian

1. Persiapan Penelitian

a. Sampel

Sampel diperoleh dari semua pasien rawat jalan di poliklinik

penyakit saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, usia di atas 50 tahun, bukan pasien diabetes

Pasien rawat jalan di poliklinik saraf RSUD Dr.Moewardi

1. Bukan pasien Diabetes Melllitus 2. Bukan pasien penyakit jantung 3. Pasien laki-laki dan perempuan ,

(40)

29

mellitus dan penyakit jantung, tidak mengalami pembesaran tonsil, serta tidak merokok

b. Kuisioner

Kuisioner dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengetahui

riwayat penyakit sebelumnya dan untuk mengetahui apakah pasien menderita OSA atau tidak. Adapun bentuk kuisioner yang diberikan kepada responden terlampir di bagian lampiran laporan skripsi ini.

2. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan cara memberikan kuisioner kepada

semua individu yang memenuhi kriteria dalam populasi sebagai subjek penelitian. Sedangkan tekanan darah diukur terhadap semua subyek penelitian dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Ruang pemeriksaan: suhu ruang dan ketenangan ruang periksa yang nyaman.

b. Alat: digunakan sfigmomanometer jenis jarum dan digunakan manset dengan lebar yang dapat mencakup 2/3 panjang lengan atas serta panjang yang dapat mencakup 2/3 lingkar lengan.

c. Persiapan: bila diperlukan dan keadaan pasien memungkinkan, sebaiknya dipersiapkan dalam keadaan basal.

d. Posisi orang yang diperiksa: untuk keperluan skrining, dapat dilakukan dalam posisi duduk.

e. Pemeriksaan : manset dipasang pada lengan kemudian dipompa

(41)

30

jarum pada sfigmomanometer bergerak naik ke skala tertentu, kemudian manset dilepas secara perlahan-lahan. Stetoskop diletakkan

pada lengan daerah volar tepat di atas arteri brakhialis, melalui stetoskop akan terdengar suara vibrasi turbulensi darah yang disebut

bunyi Korotkoff (suara K). K ini adalah tekanan sistolik. Tekanan diturunkan terus sehingga pada suatu saat bunyi K ini hilang kedengarannya, saat ini menunjukan tekanan diastolik.

Data yang diperoleh juga dengan memperhatikan data dari status medis pasien di rumah sakit.

Setelah dilaksanakan penelitian, maka dilakukan tabulasi tehadap data yang diperoleh untuk mengelompokan dari subjek penelitian mana yang OSA dan non OSA serta mana yang tergolong hipertensi dan non

hipertensi. Setelah tabulasi data, baru dilakukan analisis data.

I. Teknik Analisis Data

Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini akan disusun dalam tabel kontingensi ukuran 2×2 kemudian diuji dengan metode statistik uji chi square.

Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi digunakan rumus koefisien kontingensi dan ratio odds (Hadi, 1996)

(42)

31

observasi) dengan frekuensi yanng diharapkan dalam kategoti-kategori tertentu sebagai akibat dari kesalahan sampling. (Hadi, 1996)

Uji chi square dapat dianalisis datanya secara statistik apabila frekuensi harapannya (expected frequency) sedikitnya memiliki 5 subjek (Murti,

2006)

Untuk mengetahui kuatnya hubungan antara kedua data nominal dinyatakan dengan besarnya koefisien kontingensi dengan lambang C.

Selanjutnya, harga C tersebut dapat dibandingkan dengan C tabel. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

semakin dekat C hitung dengan C maksimal tabel, semakin besar hubungan kedua variabel tersebut.

3. 1. Tabel Kontingensi ukuran 2×2

Sampel Hipertensi Non hipertensi Total

OSA a b a+b

Non OSA c d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d

Keterangan :

a. Pasien hipertensi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) b. Pasien non hipertensi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)

(43)

32

C : Koefisien Kontingensi X² : Nilai Chi Square

N : Jumlah sampel Ketentuan :

Nilai koefisien kontingensi hitung dibandingkan dengan tabel chi square, dengan derajat kebebasan (n-1) (k-1). Dimana n adalah jumlah

baris, sedangkan k adalah jumlah kolom ( Hadi, 1996 ). N (ad – bc )²

(44)

33

3. ODDS Rasio OR = bc

ad

Dengan: OR : nilai ODDS Rasio

a, b, c, d : frekuensi kebebasan Ketentuan:

Ada hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kenaikan

(45)

34

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Telah dilaksanakan penelitian di unit poliklinik rawat jalan penyakit saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari 2010 dan Februari 2010. Dari penelitian didapatkan 50 orang yang memenuhi syarat sebagai

subjek penelitian.

Hasil penelitian dilaporkan dalam dua bagian :1. deskripsi data sampel

dan 2. analisis data sampel. 1. Deskripsi data sampel

Tabel 4. 1. Jumlah responden Obstructive Sleep Apnea (OSA)

No Kelompok

Jumlah seluruh sampel yang mengalami Obstructive Sleep Apnea

(OSA) sebanyak 25 orang (50%) dan yang tidak mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah sebanyak 25 orang (50 %).

(46)

35

Tabel 4. 2. Jumlah responden Hipertensi

No Kelompok

Jumlah seluruh sampel yang mengalami Hipertensi sebanyak 27 orang (54%) dan yang tidak mengalami Hipertensi adalah sebanyak 23

orang (46 %)

Tabel 4. 3. Karakteristik Responden Obstructive Sleep Apnea (OSA)

(47)

36

Dari 25 subjek yang mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) didapatkan data 9 orang subjek berjenis kelamin laki-laki dan 16 orang

subjek berjenis kelamin perempuan. (Gambar 1)

Gambar 1. Perbandingan laki-laki dan perempuan pada responden OSA. Dari data usia diperoleh bahwa dari 25 subjek, 15 subjek berusia

antara 50-60 tahun dan 10 subjek berusia 61-70. (Gambar 2)

(48)

37

Tabel 4. 4. Karakteristik Responden Hipertensi

No

(49)

38

Dari data usia diperoleh bahwa dari 25 subjek Hipertensi, 16 subjek berusia antara 50-60 tahun dan, subjek berusia 61-70 dan 1 subjek

berusia >70tahun (Gambar4)

Gambar 4. Perbandingan usia responden hipertensi antara umur 50-60 tahun, 61-70 tahun dan >70 tahun.

Tabel. 4.5. Jumlah pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengankejadian hipertensi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

No

OSA

Hipertensi Non Hipertensi

N % N %

1. OSA 19 70 6 26

2. Non OSA 8 30 17 74

(50)

39

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam penelitian

ini jumlah subjek Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami hipertensi adalah sebanyak 19 orang (70%) dan yang tidak mengalami

hipertensi sebanyak 8 orang (30%). Sedangkan jumlah subjek yang tidak Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami hipertensi adalah sebanyak 6 orang (26%) dan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak

17 orang (74%). Dari data di atas dapat diketahui bahwa persentase kejadian hipertensi sesuai dengan pasien yang mengalami Obstructive

Sleep Apnea (OSA). (Gambar 5)

(51)

40

2. Analisis Data

Analisis data uji Chi Square dengan taraf signifikasi α = 0, 05 dan

interval kepercayaan 95% didapatkan: 1. Uji Chi Square

a. Dari hasil penelitian didapatkan data sebanyak 50 orang

Besar sampel diperoleh dari jumlah seluruh sampel yang didapat yang memenuhi persyaratan sebagai subjek penelitian yaitu

sebanyak 50 orang. Hasil ini didapat juga dari rumus Slovin sebagaimana ditulis pada bab III.

b. Dari hasil penelitian

hasil perhitungan nilai ekspektasi menunjukkan tidak adanya cell dengan nilai ekspektasi kurang dari 5 ( E < 5 ) , sehingga pada

tabel 5 dapat dilakukan uji chi square (Budiarto, 2002). Tabel Kontigensi 2x2

Pasien memenuhi kriteria

sampel

Hipertensi Non Hipertensi Total

OSA 19 6 25

Non OSA 8 17 25

Total 27 23 50

Derajat kebebasan (db) = (b-1) (k-1) Titik kritis : df. (1-) = (2-1) (2-1) 1. 0, 75

(52)

41

Ho = tidak ada hubungan bermakna

H1 = ada hubungan bermakna c. Pengambilan keputusan

Bila X2 hitung > X2 tabel maka Ho ditolak.

Bila X2 hitung ≤ X2 tabel maka Ho diterima. d. Keputusan Statistik

X2hitung adalah 9, 742 sedangkan X2 tabel adalah 3, 841 sehingga X2hitung > X2tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima.

Kesimpulan: Secara statistik, ada hubungan yang bermakna antara

Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi.

2. Odds Ratio

Untuk mengetahui tingkat kekuatan hubungan antara

Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi digunakan rumus Odds Ratio.

(53)

42

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) memiliki resiko mengalami hipertensi sebesar 6, 729 kali lebih besar daripada yang tidak Obstructive Sleep Apnea (OSA) 3. Koefisien Kontingensi ( C )

Untuk mengetahui kuat atau lemahnya hubungan Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan hipertensi digunakan rumus koefisien

Derajat kebebasan (dk) koefisien kontingensi = (n-1) (k-1) dk = (2-1) (2-1)

dk = 1 × 1 dk = 1

Nilai C = 0, 404 sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kedua variabel adalah kuat atau bermakana.

Untuk hasil uji chi square dan odds ratio mengunakan SPSS

(54)

43

BAB V PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di unit rawat jalan poli bagian

penyakit saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari 2010 sampai Februari 2010 diperoleh berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini jumlah pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami

hipertensi adalah sebanyak 19 orang (76% ) dan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 6 orang ( 24% ). Sedangkan jumlah pasien yang tidak

Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami hipertensi adalah sebanyak 8 orang (32 %) dan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 17 orang ( 68 % ). Dari data di atas dapat diketahui bahwa persentase kejadian hipertensi sesuai

dengan pasien yang mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Setelah dilakukan uji Chi Square dengan α = 0, 05 didapatkan hasil

X2hitung = 9, 742. Angka yang didapatkan ini lebih besar dari harga kritis untuk taraf signifikasi α = 0, 05 yaitu sebesar X2

= 3, 841; disebut juga X2tabel. Dari pembandingan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi. Sedangkan dari hasil perhitungan didapatkan Odds Ratio =6, 729 yang berarti bahwa

penderita Obstructive Sleep Apnea (OSA) memiliki resiko mengalami hipertensi sebesar 6, 729 kali lebih besar daripada yang tidak Obstructive Sleep Apnea (OSA). Dan dari perhitungan koefisien kontingensi didapatkan nilai C

(koefisien kontingensi) sebesar 0, 404 sehingga dapat disimpulkan bahwa

(55)

44

kekuatan hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi adalah kuat. Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan

bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi, dan nilai kekuatan hubungannya

adalah kuat.

Hasil penelitian diperoleh dengan mempertimbangkan faktor usia, riwayat merokok, riwayat pembesaran tonsil, riwayat penyakit jantung dan diabetes

melitus. Dipilih subjek laki-laki dan perempuan yang berusia di atas 50 tahun karena puncak OSA terjadi pada dekade ke 5 dan ke 6 (Saragih, 2007). Pada

jurnal epidemiologi yang ditulis (Jing F & Yuan BC, 2009) disebutkan bahwa pasien OSA diatas 50 tahun, laki-laki dan perempuan memiliki ratio odds yang sama untuk terjadinya OSA. Selain itu dijurnal tersebut juga dijelaskan bahwa

prevalensi OSA pada wanita paling tinggi terjadi pada wanita post menoupose tanpa terapi hormon. Tetapi karena keterbatasan waktu dan instrumen penelitian,

penelitian ini dilakukan dengan mengesampingkan faktor-faktor seperti, genetik (heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria) , penyakit hati, pola makan, kadar hematokrit dan aktivitas fisik. Sehingga faktor-faktor yang tidak terkendali

tersebut mungkin menyebabkan beberapa sampel tidak mempunyai nilai tekanan darah yang diharapkan dalam penelitian ini.

(56)

45

ditemukan mengalami OSA. Dari 16 orang tersebut 11 orang (10 laki-laki dan 1 perempuan ) setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

11 orang pasien hipertensi berulang dengan OSA, efek akut CPAP pada tekanan darah diamati selama tidur dan efek jangka panjang pada tekanan darah

diamati setelah 2 bulan. Selama penggunaan CPAP pada malam pertama, dapat menghilangkan OSA dan mengurangi tekanan darah sistolik dari 138, 3±6, 8 mmHg menjadi 126, 0 ±6, 3 mmHg. Begitu juga rata-rata tekanan diastolik

berkurang dari 77, 7 ±4, 5 mmHg menjadi 72, 9±4, 5 mmHg. Setelah 2 bulan penggunaan CPAP tekanan harian sistolik berkurang rata-rata 11, 0±4, 4 mmHg.

Tekanan darah diastolik juga berkurang rata-rata 7, 8±3, 0 mmHg.

Pada pasien dengan hipertensi berulang, terapi OSA dengan menggunakan CPAP dapat mengurangi tekanan darah nokturnal. Data diatas juga

memperlihatkan bahwa CPAP dimungkinkan dapat mengurangi tekanan darah sistolik nokturnal dan siang hari yang berlangsung secara kronik.

Obstruksi Sleep Apnea (OSA) mempunyai pengaruh yang besar dalam menimbulkan hipertensi. Obstructive Sleep Apnea (OSA) dapat menaikan tekanan darah melalui efek hipoksemia yaitu melalui peningkatan stimulasi saraf

simpatis dan disfungsi endotel. Obstructive Sleep Apnea (OSA) juga dapat menyebabkan terjadinya stroke melalui berbagai mekanisme antara lain kenaikan

(57)

46

Dengan demikian Obstructive Sleep Apnea (OSA) mempunyai peranan yang cukup besar dalam terjadinya hipertensi, dan juga merupakan faktor yang

patut diperhitungkan dalam menanggulangi kejadian hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti stroke dan infark miokard

Secara teoritis, Obstructive Sleep Apnea (OSA) dapat menyebabkan terjadinya hipertensi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini, yaitu setelah data diolah secara statistik disimpulkan terdapat hubungan antara Obstructive Sleep

(58)

47

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di poliklinik unit rawat jalan bagian penyakit saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari 2010 sampai Februari 2010 dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

B. Saran

1. Perlu diberikan perhatian khusus pada penderita yang mengalami

Obstructive Sleep Apnea (OSA) guna mencegah terjadinya hipertensi.

2. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut tentang pengaruh Obstructive

Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi dengan mengendalikan

berbagai variabel yang tidak terkendali dan dengan menggunakan desain penelitian yang lebih bagus serta dengan jumlah sampel yang lebih besar.

(59)

48

DAFTAR PUSTAKA

Arief, M. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta : GCSF

Bandiara R. 2008. An Update Management Concept in Hypertension. Sub Bagian Ginjal Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS. Hasan Sadikin Bandung.

Budiarto E. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC, p 13.

Coleman Jack. A. 2003. Pathophysiologi of Snoring and Obstructive Sleep Apnea in Snoring and Obstructive Sleep Apnea. Philadelphia, p:19

Dian. dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipetensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008. http: //yayanakhyar. wordpress. com. (01 Januari 2010)

Daniel. 2008. Misteri Sleep Apnea Tidak Hanya Sekedar Dengkuran. http//:www. majalah-farmacia. com. (25 September 2009)

Fairbanks david N. 2003. Snoring A General Overview with Historical Perpective in Snoring and Obstructive Sleep Apnea. Philadelphia. p:1 Guyton A. C. 1997. Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Granato AA & Schwab RJ. 2003. Cardiovascular, Pulmonary , and Neurological Consequences of Sleep-Disorder Breathing. in Snoring and Obstructive Sleep Apnea. Philadelphia, p:25

Hadi, Sutrisno. 1996. Statistik Jilid II. Andi Offset. Yogyakarta. p: 276-284. Hariyono T. 2006. Hipertensi dan Stroke. SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD

Banyumas. http://www. tempointeraktif. com/medika/arsip/052002/pus-1. htm (1 Januari 2010)

Iswanto. 2009. Gangguan Bernapas Saat Tidur. Dalam Seminar Hubungan mendengkur dan Stroke. Yogyakarta:RS. Bethesda

(60)

49

Iswarini. 2009. Penanganan Mendengkur di Bidang THT. Dalam Seminar Hubungan mendengkur dan Stroke. Yogyakarta:RS. Bethesda

Jing F& Yuan BC. 2009. Prevalence and Incidence of Hypertension in Obstructive Sleep Apnea Patiens and the Relationship Between Obstructive Sleep Apnea and its Confounders.. Tianjin:1464-1648

Lanny Sutrani, dkk. 2004. Hipertensi. Jakarta. PT. Gramedia Jakarta Utama. Laksmiasanti. 2009. Obstructive Sleep Apnea/OSA dan Stroke. . Dalam

Seminar Hubungan mendengkur dan Stroke. Yogyakarta:RS. Bethesda Logan et al. 2003. Refactory Hypertension and Sleep Apnoea :Effect of CPAP on

Blood Pressure and Baroreflex. ERS Jornal Ltd. 21:241-247

Murti, Bisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, pp:67, 113-3

Nugroho. 2008. Hipertensi. Surakarta. SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi.

Prasadja. A. 2008. Serba-serbi Obstructive Sleep Apnea. http://sleepclinicjakarta. com (01 Januari 2010)

Rosenberg R, Mickelson S. A. 2003. Obstuctive Sleep Apnea Evaluation by History and Polysomnography in Snoring and Obstructive Sleep Apnea. Philadelphia, p:39

Suheni. Y. 2007. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Laki-laki Usia 40 Tahun Keatas di Badan Rumah Sakit Cepu.. Fakultas Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Sumardi. dkk. 2006. Sleep Apnea (Gangguan Bernapas Saat Tidur). Dalam :Buku Ajar, Ilmu Penyakit Dalam. edisi ke 4. Jakarta :Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, p:1096

Sugiyanto E. 2007. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskuler. Jakarta:Cermin Dunia Kedokteran No. 157.

(61)

50

Heart Association untuk Penelitiaan Tekanan Darah Tinggi. http//:www. satria’sperwira. webblog. htm. (26 januari 2010)

Saragih Abdul R. 2007. Mendengkur “The Silent Killer”dan Upaya Penanganannya Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup. Dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(62)

1

Lampiran A

Lampiran B

(63)

2

Lampiran C

NO NO.RM JENIS

KELAMI N

UMUR TEKAN

AN DARAH

KATEGORI KETERANG

(64)
(65)
(66)

5

Lampiran D

KUISIONER HUBUNGAN ANTARA OBSTRUKSI SLEEP APNEA (OSA) DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI POLI SARAF RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Identitas pasien : Tanggal :

Nama : Umur : Alamat :

No.RM

Riwayat Penyakit : ( ) Jantung

( ) DM

(67)

6

Lampiran D

THE EPWORTH SLEEPINESS SCALE SLEEP LABORATORY

Jawablah pertanyaan dibawah ini (no 1-8) dengan berdasarkan score yang telah ditentukan :

Score

0 :Tidak mungkin mengantuk

1 :Kemungkinan sedikit untuk mengantuk 2 :Kemungkinan sedang untuk mengantuk 3 :Sangat mungkin untuk mengantuk

NO. KEADAAN KEMUNGKINAN

SCORE 1 Duduk dan membaca

2 Menonton tv

3 Duduk diam di area public

4 Menjadi penumpang kendaraan lebih dari 1 jam lebih 5 Berbaring pada siang hari

6 Duduk pada siang hari dan berbicara pada seseorang 7 Duduk diam seelah makan siang

8 Berhenti pada lampu lalu lintas selama beberapa saat NILAI TOTAL (NILAI EPWORTH)

Gambar

Tabel 2. 1.  Klasifikasi tekanan darah menurut ESH 2007
Tabel 4. 1.  Jumlah responden Obstructive Sleep Apnea  (OSA)
Tabel 4. 2. Jumlah responden Hipertensi
Gambar 1.  Perbandingan laki-laki dan perempuan pada responden OSA.
+3

Referensi

Dokumen terkait

pernah mengatakan kepada raja dalam alasannya, &#34;Apakah engkau menginginkan makan bersama denganku, sedangkan aku adalah Yusuf ibnu Ya'qub nabiyyullah ibnu

Tahap V Gagas • Peserta didik mempresentasikan masalah yang berkaitan dengan menggunakan diagram gans, diagram batang, diagram lingkaran untuk menyelesaikan permasalahan

Untuk mengetahui pendidikan agama dalam keluarga di Dusun Banaran Desa Banyukuning penulis memperoleh data dari hasil angket yang telah diberikan kepada responden. Angket

Dengan demikian dalam kerangka penelitian ini dikemukakan variabel yang akan diteliti yaitu pengetahuan kewirausahaan, strategi pemasaran, manajemen permodalan dan keuangan,

Oksitosin, metergin, misoprostol, cairan kristaloid, cairan koloid, oksigen, produk darah, antibiotik, analgetik Luka jalan lahir Cairan kristaloid,.

An advanced feeding management of ruminant is defined as: (1) Processing feed ingredients to improve the nutritive value; (2) Supplementing the animal with substances into

Dari uraian di atas terlihat bahwa usaha peternakan kerbau rawa di daerah ini (yang hanya satu- satunya pengembangan ternak kerbau di lahan rawa di Indonesia) sangat cocok

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kasus kejahatan tindak pidana korupsi Kepala Badan Pertanahan Kota Surabaya masuk dalam jenis tindak pidana korupsi gratifikasi