• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN ADPATSI FISIOLOGIS MASA PORTPARTUM

5.1 Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian tentang hubungan kualitas tidur dengan adapatasi fisiologis masa postpartum di klinik Sumiariani Medan melalui proses pengumpulan data yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2016. Penyajian data meliputi deskripsi data demografi ibu postpartum, kualitas tidur, adaptasi fisiologis masa postpartum dan hubungan kualitas tidur dengan adaptasi fisiologis masa postpartum.

5.1.1 Deskripsi Karakteristik Demografi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden mayoritas berusia 26 – 35 tahun sebanyak 19 orang dengan persentase (62.7%). Lama masa nifas pada minggu 3-4 sebanyak 17 orang dengan persentase (56.7%). Jumlah anak, anak kedua sebanyak 13 orang dengan persentase (43.3 %).Pendidikan terakhir, pendidikan menengah sebanyak 21 orang dengan persentase (70.0%). Distribusi frekuensi karateristik responden dapat dilihat pada table 5.1

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi ibu postpartum di Klinik Sumiariani Medan (n=30)

Karakteristik responden Frekuensi Persentase Usia 19 - 25 tahun 26 -35 tahun 36 - 45 tahun Mean = (28.57) SD= (4.58)

Lama masa nifas Minggu 1-2 Minggu 3-4 Minggu 5-6 Jumlah anak Anak ke 1 Anak ke 2 Anak ke 3 Anak ke 4 7 19 4 7 17 6 9 10 7 4 23.3 62.7 13.2 23.3 56.7 20.0 30.0 33.3 23.3 13.3

5.1.2 Distribusi frekuensi kualitas tidur ibu postpartum

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 25 orang (82.5%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase kualitas tidur ibu pospartum (n=30)

Kualitas tidur Frekuensi Persentase

Buruk Baik 25 5 82.5 16.5

5.1.3 Distribusi frekuensi dan persentase adaptasi fisiologis masa postpartum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu postpartum mengalami adaptasi fisiologis normal sebanyak 26 orang (86.7%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 5.3

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase adaptasi fisiologis ibu postpartum (n=30). Adaptasi fisiologis masa postpartum Frekuensi Persentase Tidak normal Normal 4 26 13.3 86.7

5.1.4 Hubungan Kualitas Tidur dengan Adaptasi Fisiologis Postpartum Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis hubungan kualitas tidur dengan adaptasi fisiologis menggunakan uji Spearman rhocorrelation dengan bantuan program komputer SPSSdiperoleh nilai p-value= 0.645 (p > 0.05) yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan kualitas tidur dengan adaptasi fisiologis postpartum. Nilai r (koefisien korelasi) sebesar -0.088 yang menunjukkan arah hubungan negatif (tidak searah) dengan interpretasi kuat. Tabel 5.4Uji korelasi hubungan kualitas tidur dengan adaptasi fisiologis

postpartum (n =30).

Variabel Kualitas tidur Adaptasi fisiologis masa

postpartum

Kualitas tidur - -0.088 (0.645)

Adaptasi fisiologis masa postpartum

-0.088 (0.645) -

5.2 PEMBAHASAN

5.2.1 Gambaran kualitas tidur ibu postpartum

Hasil penelitian menunjukkan kualitas tidur ibu postpartum di Klinik Sumiariani mayoritas memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 25 orang (82.5%).Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh (Mindel, Sadeh, Kwon, & Goh, 2005 dalam Siallagan 2010) tentang an olfactory stimulus modifies night time sleep in young men and women mengatakan bahwa diberbagai negara lebih

dari setengah (54%) ibu postpartum memiliki kualitas tidur yang buruk, dengan rentang 50,9% (di Malaysia) hingga 77,8% (di Jepang).

Menurut Hidayat, (2006) kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang, gelisah, lesu, apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak mata bengkak,

konjungtiva merah, mata perih, sakit kepala, dan sering menguap atau mengantuk.Pada usia dewasa total tidur yang dibutuhkan adalah 7-8 jam per hari.Secara teori tidurmerupakan suatu multifase proses yang aktif dimana pusat tidur yang utama didalam tubuh terletak di hipotalamus (Mycance & Huether, 2006). Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan hipotalamus untuk tidur dan bangun.Reticular Activating System (RAS) di bagian batang otak atas diyakini mempunyai sel-sel khusus dalam mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran.RAS memberikan stimulus visual, auditori, nyeri, dan sensori raba, juga menerima stimulus cortex serebri (emosi dan proses fikir).

Kebutuhan dan kebiasaan tidur akan berubah pada masa-masa tertentu, khususnya ibu postpartum dimana kegunaannya sangat diperlukan dalam proses penyembuhan organ-organ reproduksi (Suhemi, Widyasih, dan Rahmawati, 2009).Tidur akan mempengaruhi adaptasi fisiologi postpartum mulai dari sistem reproduksi, kelenjar mammae, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem kardiovaskular dan sistem musculoskeletal. Ini dibuktikan dengan pendapat Bobak, Lowdermilk, Jensen, & Perry, 2005 yang mengatakan bahwa fungsi tidur

pada masa postpartum adalah untuk mengistirahatkan tubuh yang letih, meningkatkan kekebalan tubuh dari serangan penyakit, mempercepat involusi uteri, memperbanyak produksi ASI, menambah konsentrasi, dan kemampuan fisik.

Tubuh membutuhkan tidur secara rutin untuk memulihkan proses biologis tubuh. Selama tidur gelombang lambat dan dalam (NREM tahap 4), tubuh melepaskan hormon pertumbuhan manusia untuk memperbaiki dan pembaruan sel epitel dan sel-sel yang khusus seperti sel-sel otak (Jones, 2005).Menurut Jenkins, 2005 secara fisiologis kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan indivividu. Sama halnya dengan pendapat Coad & Dusnstall, 2006) ketika kurang tidur daya tahan tubuh menjadi lemah, dengan daya tahan tubuh lemah akan menghambat proses penyembuhan. Ketika proses penyembuhan terganggu, terjadi kegagalan penyembuhan pada tempat perlukaan yang timbul selama proses persalinan. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Marni, 2011 yang mengatakan bahwa kurang istirahat dan gangguan tidur akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal diantaranya involusi uteri.

Berdasarkan hasil yang didapatkan kualitas tidur dikatakan buruk diantaranya apabila jumlah total jam tidur ibu pada malam hari < 5 jam, merasa tidak puas dengan tidur dan ibu merasakan mengantuk pada pagi hari, saat diobservasi wajah ibu terlihat letih dan lesu. Data yang diperoleh menunjukkan dari total 30 responden sebanyak 16 orang (53.3%) mengatakan total jam tidurnya < 5 jam. 15 orang ( 50.0%) merasa tidak puas dengan tidurnya dan 10 orang ( 33.3%) merasakan mengantuk pada pagi hari, kemudian setelah dilakukan

observasi wajah ibu terlihat letih, dan ibu mengatakan sering terbangun 2-3 jam sekali setiap malam untuk menyusui atau mengganti popok.

5.2.2 Gambaran Adaptasi fisiologis ibu postpartum

Hasil penelitian didapatkan data yang menunjukan bahwa mayoritas ibu postpartum dengan kondisi adaptasi fisiologis normal sebanyak 30 orang (9.99%).Adaptasi fisiologis masa postpartum adalah proses penyesuaian terhadap hal-hal yang bersifat karakteristik selama masa postpartum, dimana proses proses pada saat kehamilan berjalan terbalik yang dimulai dari sistem reproduksi, sistem pencernaan, sistem perkemihan, tanda-tanda vital, dan sistem musculoskeletal ( Bobak, et al., 2005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar umur responden mayoritas berumur 26-35 tahun sebanyak 19 orang (62.7%). Menurut Depkes RI (2004), wanita usia subur adalah wanita yang masih dalam usia reproduktif yaitu antara usia 15-49 tahun dimana usia reproduktif (kehamilan) yang baik berada pada umur antara 20 -29 tahun. Masa reproduksi sehat wanita dibagi menjadi 3 periode yaitu kurun reproduksi muda (15-19 tahun) merupakan tahap menunda kehamilan, kurun reproduksi sehat 20-35 tahun) merupakan tahap untuk menjarangkan kehamilan dan kurun waktu repsoduksi tua (36-45 tahun).

Adapun puncak usia reproduksi yang paling baik adalah usia 20 -29 tahun dimana kondisi organ reproduksi masih berfungsi dengan baik sehingga lebih mudah untuk mendapatkan kehamilan. Saat wanita berusia sekitar 30 tahun kesempatan untuk mendapatkan kehamilan akan mulai berangsur berkurang dan beresiko untuk ibu dan bayi.

Berdasarkan hasil penelitian lama nifas yang paling dominan adalah minggu ke 3-4 sebanyak 17 orang (56.7%), dari 30 orang responden ditemukan adaptasi fisiologis ibu postpartum yang normal sebanyak 26 orang (86.7%). Dilihat dari sistem reproduksi, karakteristik yang ditemukan diantaranya warna lokhea sesuai dengan lama masa nifas yaitu lokhea alba, bahkan peneliti menemukan data bahwa ada responden yang sudah tidak mengeluarkan lokhea, sebanyak 28 orang (93.3%) mengalami penurunan tinggi fundus uteri normal yaitu 1-2 cm.

Jika ditinjau dari sistem pencernaan ditemukan sebanyak 11 orang (36.2%) diantaranya mengalami susah buang air besar. Rukiyah, dkk. (2011) berpendapat pada 2-3 hari setelah postpartum ibu biasanya akan mengalami konstipasi karena pada saat proses persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu persalinan, kurangnya asupan makanan dan cairan serta kurangnya aktivitas. Hari ke 3-4 faal usus akan kembali normal dan buang air besar ibu sudah kembali normal. Kemudian dari segi pengeluaran ASI, ditemukan karakteristik sebanyak 12 orang (40.0%) mengalami pengeluaran ASI pada hari pertama setelah melahirkan, sebanyak 13 orang (43.3%) payudara membengkak dan menegang seiring proses menyusui dan sebanyak 13 orang ibu tidak merasa nyeri dipayudara setelah melahirkan. Laktasi merupakan keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI di produksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI (Purwanti, 2004). Secara fisiologis selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh

kadarestrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga postpartum, kadar estrogen dan progesterone turun drastis, sehingga pengaruh prolactin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini terjadi perangsangan puting susu sehingga terbentuklah prolactin oleh hipofise yang menjadikan sekresi ASI menjadi lancar.

Pada wanita menyusui, isapan bayimenstimulasi produksi oksitosin oleh

hipofise posterior. Pelepasanoksitosin tidak hanya memicu refleks let down

(pengeluaran ASI) padapayudara, tetapi juga menyebabkan kontraksi uterus. Diperkirakan bahwa pembesaran payudara disebabkan oleh kombinasi akumulasi dan stasis air susu serta peningkatan vaskularitas dan kongesti.Kombinasi ini mengakibatkan kongesti lebih lanjut karena stasis limfatik9dan vena. Hal ini terjadi saat pasokan air susu meningkat, pada sekitarhari ketiga postpartum baik pada ibu menyusui maupun tidak menyusuidan berakhir sekitar 24 hingga 48 jam.

Berdasarkan hasil penelitian pada sistem pencernaan, ditemukan 12 orang responden (40.0 %) kesulitan buang air kecil karena perih pada luka jalan lahir dan 15 orang (50.0%).Fisiologi miksi yaitu sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu:Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkatdiatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul reflekssaraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkankandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akankeinginan untuk berkemih.Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan

kesempatan.Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari.Orang-orang biasanya berkemih pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan. Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi tergantung usia/ hari, volume urine orang dewasa berkisar 1500/ hari. Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka perlu lapor dan melakukan pemeriksaan. Normal urine berwarna kekuning-kuningan. Normal urine berbau khas yang memusingkan. Normal Ph urine sedikit asam (4,5 – 7,5).

Dilihat dari tanda- tanda vital ibu ditemukan sebanyak 15 orang diantaranya memiliki tekanan darah yang normal sekitar 80-120 mmHg. Sedangkan 23 orang (76.7%) memiliki suhu normal 37.2 °C, dan 30 orang (100%) memiliki pernafasan dan denyut nadi yang normal. Menurut Bobak, et al., 2005 setelah melahirkan tanda-tanda vital ibu mengalami beberapa perubahan yang meliputi peningkatan tekanan darah sistol dan diastole selama 4 hari setelah melahirkan, fungsi pernafasan akan kembali normal setelah 6 bulan, aksis jantung dan EKG kembali normal.

Pada sistem muskuloskeletal adaptasi fisiologis dikatakan normal dilihat dari kemampuan ibu untuk beraktivitas dengan karakteristik yang ditemukan sebanyak 16 orang (53.3 %) responden menyatakan tidak setuju untuk bergerak miring kiri dan miring kanan dalam 6 jam pertama setelah melahirkan karena ibu merasakan nyeri dan kelelahan sehingga menyebabkan ibu malas dan takut bergerak. Kemudian untuk aktivitas duduk ditepi tempat tidur dalam 6- 8 jam

pertama sebanyak 14 orang (46.7%) responden dan aktivitas berjalan disekitar tepi tempat tidur atau ruangan 8 jam setelah melahirkan 18 orang (60.0%) responden. Ini sesuai dengan hasil penelitian Rahayu dan Betty, (2014) tentang Hubungan antara Aktivitas dengan Kualitas Hidup Ibu postpartum di Wilayah Puskesmas Gemolong II Sragen yang menyatakan dari total 24 responden 21 responden tidak dapat melakakukan aktivitas bergerak miring ke kiri atau miring kekanan dan aktivitas turun dari tepi tempat tidur sebanyak 12 orang.

Untuk mencegah komplikasi setelah persalinan, hal pertama sekali yang perlu dilakukan adalah mobilisasi dini.Oleh karena itu setelah melahirkan, ibu disarankan untuk tidak malas bergerak. Semakin cepat bergerak akan semakin baik dengan catatan tetap dilakukan secara hati-hati (Wirnata, 2010). Mobilisasi dini dapat dilakukan 2- 6 jam pertama setelah postpartum. Gerak tubuh yang bisa dilakukan adalah merubah posisi semula ibu dari berbaring, miring ke kiri dan miring kanan, duduk, turun dari tempat tidur sampai berdiri sendiri setelah beberapa jam melahirkan. Tujuan mobilisasi dini bagi ibu adalah memperlancar pengeluaran lochea, mempercepat involusi, memperlancar fungsi organ gastrointestinal dan organ perkemihan serta memperlancar peredaran darah.

Bergerak dan beraktivitas diatas tempat tidur membantu mencegah komplikasi pada sistem pernafasan, kardiovaskuler, mencegah dekubitus, merangsang peristaltik usus, mengurangi rasa nyeri dan akan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat penyembuhan luka postpartum dan memudahkan kerja usus besar serta kandung kemih (Kasdu, 2005).

5.2.3 Hubungan Kualitas Tidur dengan Adaptasi Fisiologis Postpartum Hasil analisis bivariate menggunakan Spearman Rank Correlation dengan bantuan program komputer SPSS diperoleh nilai signifikansi = 0.645 (p < 0.05). Artinya tidak terdapat hubungan bermakna antara kualitas tidur dengan adaptasi fisiologis masa postpartum karena angka signifikansi yang diperoleh (p > 0.05). Nilai koefisien korelasi spearman= -0.088. Artinya hubungan antara kedua variabel negatif (tidak serarah) dengan interpretasi kuat.Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa Ha pada penelitian ini ditolak dan Hipotesa Ho diterima yaitu tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan adaptasi fisiologis masa postpartum.

Berdasarkan teori yang ditemukan, kualitas tidur berhubungan dengan adaptasi fisologis ibu postpartum, namun dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan antara kualitas tidur dengan adaptasi fisiologis ibu postpartum. Menurut asumsi peneliti, tidak adanya hubungan antara kualitas tidur dengan adaptasi fisiologis ibu postpartum dikarenakan bahwa kualitas tidur bukan hal yang paling dominan untuk menentukan adaptasi fisiologis masa postpartum berjalan dengan normal, ada beberapa faktor yang paling menentukan yaitu nutrisi, mobilisasi dini, menyusui, eliminasi, senam nifas, dan program keluarga berencana. Akan tetapi dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan penelitian tentang faktor-faktor pendukung yang disebutkan.

Potter & Perry, (2010) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi tidur bukan hanya faktor tunggal melainkan multifaktor seperti faktor fisiologis, psikologis dan lingkungan yang sering mengubah kualitas dan kuantitas

tidur.Faktor yang bisa mempengaruhi kualitas tidur salah satunya ibu postpartum Ini sesuai dengan pendapat Suryawati, (2007) yang mengatakan adaptasi fisiologis ibu postpartum didukung oleh beberapa faktor diantaranya kenyamanan, aktifitas, dan nutrisi, hampir sama pendapat Suherni, (2009) yang mengatakan kebutuhan dasar ibu postpartum dipengaruhi gizi, kebersihan diri, tidur, eliminasi, pemberian ASI dan KB.

Pendapat diatas didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi adaptasi fisiologis berjalan dengan normal diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Hayu, R. dkk (2013) tentang hubungan antara status nutrisi pada ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum di wilayah Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang mengatakan dari total 27 orang ibu nifas sebanyak 19 orang (82,6%) ibu nifas yang mengalami penyembuhan luka perineum nomal dengan status nutrisi baik sebanyak 4 orang (14,8 %).

Penelitian lain oleh Kuncahyana, (2013) tentang pengaruh nyeri episiotomi ibu nifas terhadap status psikologis ibu nifas di wilayah kecamatan Sukodono Sragen, berdasarkan hubungan kelelahan dengan kualitas tidur didapati bahwa kelelahan yang dialami oleh ibu postpartum berbanding terbalik dengan kualitas tidur yang dialami. Semakin tinggi tingkat kelelahan yang dialami maka kualitas tidur semakin buruk dan apabila tingkat kelelahan semakin rendah maka kualitas tidurnya semakin baik.

Berdasarkan hasil penelitian dari total 30 responden didapati jumlah responden yang memiliki jumlah anak ke 2 adalah mayoritas sebanyak 10

orang(33.3%). Menurut asumsi peneliti, jumlah anak juga mempengaruhi adaptasi fisiologis ibu postpartum karena saat pengumpulan data responden mengatakan kelelahan dalam mengurus anak karena banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi dan sering terbangun untuk menyusui di malam hari. Menurut Rokhmiati, 2002 dalam Ernawati, 2012 ibu postpartum mengalami kelelahan setelah melahirkan sehingga perlu diberikan kesempatan untuk beristrirahat. Ibu harus bisa mengatur waktu istirahat seperti saat bayi tidur untuk menggantikan waktu tidur yang hilang saat bayi terbangun malam hari.Waktu yang dibutuhkan ibu untuk beristirahat sekitar 1-2 jam pada siang hari dan 7-8 jam pada malam hari.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden pada ibu postpartum di Klinik Sumaiariani, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: Ibu postpartum mayoritas mengalami kualitas tidur yang buruk sebanyak 25 orang (82.5%),dengan adaptasi fisiologis normalmayoritas sebanyak 26 orang (86.7%), Hasil analisa statistik menggunakan uji statistik Spearman Rank Correlation dengan bantuan program komputer SPSS diperoleh nilai signifikansi = 0.645 (p < 0.05). Artinya tidak terdapat hubungan bermakna antara kualitas tidur dengan adaptasi fisiologis masa postpartum karena angka signifikansi yang diperoleh (p> 0.05). Nilai koefisien korelasi spearman = -0.088. Artinya hubungan antara kedua variabel negatif (tidak searah) dengan interpretasi kuat.Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa Ha pada penelitian ini ditolak dan Hipotesa Ho diterima yaitu tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan adaptasi fisiologis masa postpartum.

Adanya hubungan yang negatif (tidak searah) dengan interpretasi kuat dan nilai signifikansi yang tidak dapat diterima antara kedua variabel tersebut kemungkinan disebabkan adanya beberapa faktor lain yang lebih dominan dalam menentukan adaptasi fisiologis masa postpartum berjalan dengan normal yaitu nutrisi, mobilisasi dini, menyusui, eliminasi, senam nifas, dan program keluarga berencana. Akan tetapi dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan penelitian tentang faktor-faktor pendukung yang disebutkan.

6.2Saran

1. Bagi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan dan masukan bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan maternitas sehingga perlu diberikan penekanan materi tentang kebutuhan tidur ibu masa postpartum.

2. Bagi pelayanan keperawatan

Bagi pelayanan keperawatan agar lebih memberikan pendidikan kesehatan tentang kebutuhan tidur ibu postpartum.

3. Bagi penelitian keperawatan selanjutnya

Adanya hubungan negatif dengan interpretasi kuat antara kualitas tidur dengan adaptasi fisiologis masa postpartum menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi adaptasi fisiologis selain kualitas tidur sehingga diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai faktor-faktor lain yang lebih besar pengaruhnya terhadap adaptasi fisiologis ibu postpartum sehingga dipeoleh informasi yang akurat yang bisa digunakan untuk bahan acuan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

2. Konsep Dasar Tidur

Dokumen terkait