• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN Input Program

Dalam dokumen UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (Halaman 77-146)

Keberhasilan sebuah program salah satunya adalah input program yang baik. Input merupakan segala sumber yang dibutuhkan untuk mendapatkan output yang kita inginkan. Pada Program Kewirausahaan Sosial beberapa hal yang menjadi input program antara lain; legalitas (peraturan dan pedoman), sumber daya manusia, dan anggaran.

Legalitas

Program kewirausahaan sosial dilandasi oleh Peraturan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial No. 11 Tahun 2019 Tentang Pedoman Umum Kewirausahaan Sosial. Pedoman ini merupakan landasan dan acuan serta rambu-rambu bagi semua pihak yang terlibat agar tercipta kesamaan persepsi dan pemahaman dalam melaksanaan program/kegiatan kewirausahaan sosial.

Peraturan diatas diturunkan lagi dalam sebuah petunjuk teknis agar dapat diimplementasikan oleh daerah. Petunjuk teknis ini ditetapkan melalui Peraturan Direktur Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga Dan Kelembagaan Masyarakat (PSPKKM) Nomor 5.2/Kpts/06/2020. Petunjuk teknis kewirausahaan sosial merupakan acuan dan landasan bagi semua pihak yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial, agar dapat terselenggara secara efektif, efisien dan akuntabel.

Peraturan dan petunjuk teknis tersebut menjadi acuan pelaksanaan Program Kewirausahaan Sosial di Daerah. Selama penelitian berlangsung belum ada daerah yang menurunkan aturan tersebut dalam peraturan daerah. Daerah masih sifatnya sebagai pelaksana program pusat karena perencanaan dan pelaksanaannya terlalu mendadak.

Bahkan petunjuk teknis yang dikeluarkan pun waktunya juga terlambat

BAB V

HASIL PENELITIAN Input Program

Keberhasilan sebuah program salah satunya adalah input program yang baik. Input merupakan segala sumber yang dibutuhkan untuk mendapatkan output yang kita inginkan. Pada Program Kewirausahaan Sosial beberapa hal yang menjadi input program antara lain; legalitas (peraturan dan pedoman), sumber daya manusia, dan anggaran.

Legalitas

Program kewirausahaan sosial dilandasi oleh Peraturan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial No. 11 Tahun 2019 Tentang Pedoman Umum Kewirausahaan Sosial. Pedoman ini merupakan landasan dan acuan serta rambu-rambu bagi semua pihak yang terlibat agar tercipta kesamaan persepsi dan pemahaman dalam melaksanaan program/kegiatan kewirausahaan sosial.

Peraturan diatas diturunkan lagi dalam sebuah petunjuk teknis agar dapat diimplementasikan oleh daerah. Petunjuk teknis ini ditetapkan melalui Peraturan Direktur Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga Dan Kelembagaan Masyarakat (PSPKKM) Nomor 5.2/Kpts/06/2020. Petunjuk teknis kewirausahaan sosial merupakan acuan dan landasan bagi semua pihak yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial, agar dapat terselenggara secara efektif, efisien dan akuntabel.

Peraturan dan petunjuk teknis tersebut menjadi acuan pelaksanaan Program Kewirausahaan Sosial di Daerah. Selama penelitian berlangsung belum ada daerah yang menurunkan aturan tersebut dalam peraturan daerah. Daerah masih sifatnya sebagai pelaksana program pusat karena perencanaan dan pelaksanaannya terlalu mendadak.

Bahkan petunjuk teknis yang dikeluarkan pun waktunya juga terlambat karena sudah berjalan program baru diadakan sosialisasi tentang

petunjuk teknis. Inilah yang menyebabkan pelaksana program di daerah agak kebingungan dalam melaksanakan program. Dalam sebuah forum group diskusi (FGD) peserta dari Dinas sosial mengusulkan: “Sebaiknya dibuatkan peraturan yang lebih kuat yaitu peraturan Menteri sosial, sehingga kami di daerah bisa pakai untuk keperluan penganggaran untuk meneruskan program kewirausahaan ini” (T, April 2021). Hal ini sebagai bahan evaluasi bahwa kedepan memang harus ada peraturan yang lebih kuat yang bisa dipakai pedoman dalam melaksanakan program di daerah secara mandiri. Keterlibatan daerah bukan hanya sebagai pelaksana program saja namun bisa merencanakan dan menganggarkan secara mandiri, sehingga keberlanjutan program lebih terjaga.

Sumber Daya Manusia,

Satuan Kerja Pengelola Kegiatan Kewirausahaan Sosial adalah Unit yang bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan dan bertangungjawab untuk melaksanakan rapat koordinasi dengan unit atau kementerian terkait. Sumberdaya manusia terdiri dari; Pertama, Tim Kewirausahaan Sosial adalah Tim ditetapkan oleh Direktur Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat. Kedua, Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Graduasi yang selanjutnya disebut KPM PKH Graduasi adalah sasaran kegiatan kewirausahaan sosial. Ketiga, Inkubator Bisnis adalah Lembaga yang dapat memberikan suatu program dan kegiatan yang didisain untuk membina dan mempercepat keberhasilan pengembangan bisnis yang dilakukan KPM PKH Graduasi. Keempat, Mentor Bisnis adalah Lembaga yang dapat membina dan membimbing serta mempercepat keberhasilan pengembangan bisnis yang dilakukan KPM PKH Graduasi.

Anggaran (sumber pendanaan)

Pendanaan pelaksanaan kegiatan kewirausahaan sosial melalui Mentor Bisnis ini berasal dari DIPA Direktorat Pemberdayaan Sosial Prorangan, Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat (PSPKKM),

Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia dan/atau dana sah lain yang tidak mengikat.

Banyak potensi daerah yang bisa diintegrasikan dengan program kewirausahaan sosial ini. Pada forum FGD salah satu peserta mengatakan; “Kami di Bantul yang merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta setiap tahun ada anggaran untuk KPM PKH yang graduasi sebesar tiga juta rupiah dari dana keistimewaan” (S, April 2021). Ini menjadi potensi daerah bahwa sebenarnya program kewirausahaan sosial bisa masuk ketika KPM PKH masih aktif untuk melakukan bimbingan usaha sehingga ketika sudah siap untuk berusaha dan siap graduasi bisa diberikan dana tersebut. Begitu juga dengan daerah lain seperti di DKI Jakarta ada program Jakpreuner yang hanya memberikan bimbingan maupun pelatihan berwirausaha, namun tidak memberikan modal usaha. Hal ini juga bisa diintegrasikan dengan program kewirausahaan ini.

Proses Program

Pada proses program ada empat parameter yang diukur antara lain:

Persyaratan menjadi KPM Prokus, Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU), Inkubasi Mentoring Bisnis (IMB), Pendampingan Usaha (Mentoring).

Persyaratan menjadi KPM ProKUS

Untuk menjadi KPM Program Kewirausahaan Sosial ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu pernah menjadi anggota PKH, telah graduasi, dan punya rintisan usaha. Persyaratan tersebut menjadi indikator yang diukur dalam penelitian ini.

1. Pernah menjadi anggota PKH

Seluruh responden (100%) menjawab bahwa mereka pernah menjadi anggota PKH. Ini terjadi karena data awal diperoleh dari

Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia dan/atau dana sah lain yang tidak mengikat.

Banyak potensi daerah yang bisa diintegrasikan dengan program kewirausahaan sosial ini. Pada forum FGD salah satu peserta mengatakan; “Kami di Bantul yang merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta setiap tahun ada anggaran untuk KPM PKH yang graduasi sebesar tiga juta rupiah dari dana keistimewaan” (S, April 2021). Ini menjadi potensi daerah bahwa sebenarnya program kewirausahaan sosial bisa masuk ketika KPM PKH masih aktif untuk melakukan bimbingan usaha sehingga ketika sudah siap untuk berusaha dan siap graduasi bisa diberikan dana tersebut. Begitu juga dengan daerah lain seperti di DKI Jakarta ada program Jakpreuner yang hanya memberikan bimbingan maupun pelatihan berwirausaha, namun tidak memberikan modal usaha. Hal ini juga bisa diintegrasikan dengan program kewirausahaan ini.

Proses Program

Pada proses program ada empat parameter yang diukur antara lain:

Persyaratan menjadi KPM Prokus, Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU), Inkubasi Mentoring Bisnis (IMB), Pendampingan Usaha (Mentoring).

Persyaratan menjadi KPM ProKUS

Untuk menjadi KPM Program Kewirausahaan Sosial ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu pernah menjadi anggota PKH, telah graduasi, dan punya rintisan usaha. Persyaratan tersebut menjadi indikator yang diukur dalam penelitian ini.

1. Pernah menjadi anggota PKH

Seluruh responden (100%) menjawab bahwa mereka pernah menjadi anggota PKH. Ini terjadi karena data awal diperoleh dari program PKH pada Direktorat Perlindungan dan Jaminan Sosial yang

selanjutnya ditindaklanjuti oleh Direktorat Jendral Pemberdayaan Sosial untuk diberikan program kewirausahaan sosial.

2. Graduasi

Salah satu persyaratan menjadi KPM Program Kewirausahaan Sosial adalah telah graduasi dari program PKH. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh KPM program kewirausahaan sosial (100%) merupakan KPM PKH yang telah graduasi. Tabel berikut adalah lamanya graduasi dari PKH tiap kab/kota yang menjadi lokasi penelitian.

Tabel 6

Persentase Lama Garaduasi Dari PKH per Lokasi

No Lama

Graduasi DKI

Jakarta Kab. Bandung

Barat Kab.

Majalengka Kab.

Semarang Kab.

Persentase lamanya graduasi dari PKH sangat bervariasi di setiap kabupaten atau kota. Kalau kita lihat hampir semua kabupaten atau kota sebagian besar ada di dua tahun dan satu tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa antara program yang satu dengan program lainnya tidak berkelanjutan. Padahal antara program PKH dengan Program Kewirausahaan Sosial bisa berjalan bersamaan. Bahkan program kewirausahaan sosial justru bisa mempercepat proses graduasi dari KPM PKH.

Bila kita lihat presentase lama graduasi secara keseluruhan lokasi penelitian dapat dilihat sebagai berikut

Gambar 23

Lama Garaduasi Dari PKH

KPM PKH graduasi artinya keluarga yang sudah lulus dari program PKH atau sudah dinyatakan mampu dan mendiri, karena usahanya telah berkembang. Lamanya graduasi menjadi informasi yang penting karena semakin lama graduasi seharusnya kehidupannya semakin mandiri dan tidak tergantung lagi dengan program bantuan. Pendamping juga mengalami kesulitan dalam menjangkau kembali karena sudah terlalu lama graduasi. Data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar sudah graduasi selama 2 tahun yaitu sebanyak 40%. Selanjutnya yang sudah graduasi selama satu tahun sebanyak 32, 16%. Dan yang sudah graduasi selama 3 tahun sebanyak 18,04%. Karena banyak KPM yang sudah lama graduasi, sehingga tingkat usahanya juga bervariasi, ada yang sudah berkembang pesat dan ada juga yang belum berkembang. Hal ini menyulitkan didalam pembinaan selanjutnya.

4,31%

32,16%

40,00%

18,04%

4,12%

0,98% 0,39%

< 1 tahun 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun > 5 tahun 0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

40,00%

45,00%

Bila kita lihat presentase lama graduasi secara keseluruhan lokasi penelitian dapat dilihat sebagai berikut

Gambar 23

Lama Garaduasi Dari PKH

KPM PKH graduasi artinya keluarga yang sudah lulus dari program PKH atau sudah dinyatakan mampu dan mendiri, karena usahanya telah berkembang. Lamanya graduasi menjadi informasi yang penting karena semakin lama graduasi seharusnya kehidupannya semakin mandiri dan tidak tergantung lagi dengan program bantuan. Pendamping juga mengalami kesulitan dalam menjangkau kembali karena sudah terlalu lama graduasi. Data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar sudah graduasi selama 2 tahun yaitu sebanyak 40%. Selanjutnya yang sudah graduasi selama satu tahun sebanyak 32, 16%. Dan yang sudah graduasi selama 3 tahun sebanyak 18,04%. Karena banyak KPM yang sudah lama graduasi, sehingga tingkat usahanya juga bervariasi, ada yang sudah berkembang pesat dan ada juga yang belum berkembang. Hal ini menyulitkan didalam pembinaan selanjutnya.

4,31%

3. Mempunyai rintisan usaha

Indikator yang harus dipenuhi untuk menjadi KPM ProKUS adalah sudah mempunyai rintisan usaha. Meskipun sebagian besar punya rintisan usaha, namun tidak semua sudah punya rintisan usaha. Berikut adalah persentase jumlah penerima manfaat yang sebelumnya sudah mempunyai rintisan usaha.

Gambar 24

Persentase KPM ProKUS yang Sebelumnya Punya Rintisan Usaha Per Lokasi

Memulai bisnis memang tak mudah, apalagi menjalankan dan mengembangkannya hingga mencapai kesuksesan. Namun untuk mencapai kesuksesan, rintisan bisnis ini harus dilalui. Program kewirausaan sosial ini mengharuskan KPM mempunyai rintisan usaha diharapkan usaha yang dijalankan tidak mulai dari nol dan diharapkan mempunyai jiwa kewirausahaan sosial. Usaha yang dikembangkan KPM sangat bervariasi. Berikut adalah daftar usaha yang dikembangkan KPM sebelum mendapatkan ProKUS.

96,5%

DKI Jakarta KBB Majalengka Semarang Bantul

Tabel 7

Persentase Usaha KPM Sebelum Mengikuti ProKUS per Lokasi

No Lama

Graduasi DKI

Jakarta Kab. Bandung

Barat Kab.

Majalengka Kab.

Semarang Kab.

Bantul

1 Kuliner 61,4 24,8 35,7 34,6 35,2

2 Agribisnis 5,3 33,1 7,1 3,8 18,5

3 Fesyen 0 11,0 ,6 0 0

4 Retail 12,3 26,9 5,2 0 20,4

5 Jasa 12,3 ,7 3,9 7,7 7,4

6 Kerajinan/

seni 0 ,7 1,3 2,9 7,4

7 Lainnya 8,8 2,8 46,1 51,0 11,1

Selain bervariasi pada tiap KPM juga bervariasi juga tiap daerahnya.

Di daerah DKI Jakarta fesyen dan kerajinan/seni tidak ada yang mengembangkan. Daerah Kabupaten Bandung Barat dan Majalengka cenderung sama variasinya. Daerah Kabupaten Semarang tidak mengembangkan fesyen dan retail. Sedangkan untuk daerah Kabupaten Bantul tidak mengembangkan fesyen. Dari keseluruhan lokasi penelitian yang menonjol adalah usaha kuliner. Berikut adalah usaha yang dikembangkan setelah ProKUS.

Tabel 8

Persentase Usaha KPM Setelah Mengikuti ProKUS per Lokasi

No Lama

Graduasi DKI

Jakarta Kab. Bandung

Barat Kab.

Majalengka Kab.

Semarang Kab.

Bantul

1 Lainnya 7,0 1,4 46,1 53,8 9,3

2 Kuliner 57,9 26,9 35,1 32,7 33,3

3 Agribisnis 7,0 31,7 7,8 3,8 20,4

4 Fesyen 0 11,0 ,6 1,0 0

5 Retail 12,3 27,6 5,8 0 24,1

6 Jasa 15,8 ,7 3,2 6,7 5,6

7 Kerajinan/

seni 0 ,7 1,3 1,9 7,4

Tabel 7

Persentase Usaha KPM Sebelum Mengikuti ProKUS per Lokasi

No Lama

Graduasi DKI

Jakarta Kab. Bandung

Barat Kab.

Majalengka Kab.

Semarang Kab.

Selain bervariasi pada tiap KPM juga bervariasi juga tiap daerahnya.

Di daerah DKI Jakarta fesyen dan kerajinan/seni tidak ada yang mengembangkan. Daerah Kabupaten Bandung Barat dan Majalengka cenderung sama variasinya. Daerah Kabupaten Semarang tidak mengembangkan fesyen dan retail. Sedangkan untuk daerah Kabupaten Bantul tidak mengembangkan fesyen. Dari keseluruhan lokasi penelitian yang menonjol adalah usaha kuliner. Berikut adalah usaha yang dikembangkan setelah ProKUS.

Tabel 8

Persentase Usaha KPM Setelah Mengikuti ProKUS per Lokasi

No Lama

Graduasi DKI

Jakarta Kab. Bandung

Barat Kab.

Majalengka Kab.

Semarang Kab.

Usaha yang dikembangkan saat menjadi KPM ProKUS sebagian besar adalah sama dengan sebelum mengikuti ProKUS. Hanya beberapa saja yang berbeda dan mulai dari awal. Rintisan usaha sangat penting karena dalam menjalankan usaha harus mengenali potensi dan kelemahan diri. Kita harus mencari tahu dan gali sedalam mungkin seberapa besar KPM mengenaliri diri sendiri. Ini penting karena sebelum bisa mengenali orang lain yang nantinya akan jadi karyawan, sehingga harus bisa mengenali diri sendiri dengan baik. Selain itu, mengenali diri sendiri ini penting agar bisa menggali potensi diri sebaik-baiknya dan memaksimalkan kemampuan diri. Sedangkan pentingnya upaya mengenali orang lain di sekitar tidak lain untuk mengetahui kebutuhan mereka untuk dijadikan mitra kerja. Sebab, dalam bisnis itu keberadaan orang lain sangat erat kaitannya dengan keberlangsungan hidup sebuah bisnis yang dirintis. Sehingga bisnis KPM bisa berjalan dengan baik di masa datang. Berikut adalah usaha yang dikembangkan sebelum dan setelah mengikuti Program Kewirausahaan Sosial.

Gambar 25

Usaha yang dikembangkan sebelum dan Setelah ProKUS

2,75%

Tidak Ada Kuliner Agribisnis Fesyen Retail Jasa Kerajinan/Seni Lainnya

Sebelum ProKUS Setelah ProKUS

Apabila dilihat dari usaha yang dilakukan KPM ProKUS, sebagian besar adalah usaha kuliner yaitu sebesar 35,49% sebelum mengikuti program dan 34,90% setelah mengikuti program. Selanjutnya adalah Agribisnis sebesar 14,90% sebelum mengikuti program dan 15,10%

setelah mengikuti program. Terbanyak ketiga adalah retail sebanyak 12,75% sebelum mengikuti program dan 13,53% setelah mengikuti program. Melihat data tersebut diatas bahwa usaha sebelum dan sesudah mengikuti program, sebagian besar adalah sama sehingga kebanyakan modal yang diberikan adalah untuk keperluan pengembangan usaha yang telah ada.

Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

Parameter yang diukur pada indikator Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU) antara lain: Penambahan Modal Usaha sebesar Rp. 3.500.000,-, Penambahan Alat Produksi, dan Penambahan Varian Produk/jasa. Modal merupakan unsur penting dalam menjalankan usaha, begitu pula dalam program kewirausahan sosial. Berikut adalah perbandingan modal yang dimiliki oleh calon penerima manfaat dengan modal yang diperlukan dalam pengembangan usaha yang akan dijalankan melalui ProKUS.

Gambar 26

Modal yang dimiliki sebelum ProKUS dan yang Dibutuhkan

30,00%

22,94%

12,16%

7,65% 9,61%

17,65%

3,14%

10,59% 9,41% 12,35%

21,76%

42,75%

Modal Sebelum ProKUS Modal yang Dibutuhkan

Apabila dilihat dari usaha yang dilakukan KPM ProKUS, sebagian besar adalah usaha kuliner yaitu sebesar 35,49% sebelum mengikuti program dan 34,90% setelah mengikuti program. Selanjutnya adalah Agribisnis sebesar 14,90% sebelum mengikuti program dan 15,10%

setelah mengikuti program. Terbanyak ketiga adalah retail sebanyak 12,75% sebelum mengikuti program dan 13,53% setelah mengikuti program. Melihat data tersebut diatas bahwa usaha sebelum dan sesudah mengikuti program, sebagian besar adalah sama sehingga kebanyakan modal yang diberikan adalah untuk keperluan pengembangan usaha yang telah ada.

Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU)

Parameter yang diukur pada indikator Bantuan Sosial Insentif Modal Usaha (BSIMU) antara lain: Penambahan Modal Usaha sebesar Rp. 3.500.000,-, Penambahan Alat Produksi, dan Penambahan Varian Produk/jasa. Modal merupakan unsur penting dalam menjalankan usaha, begitu pula dalam program kewirausahan sosial. Berikut adalah perbandingan modal yang dimiliki oleh calon penerima manfaat dengan modal yang diperlukan dalam pengembangan usaha yang akan dijalankan melalui ProKUS.

Gambar 26

Modal yang dimiliki sebelum ProKUS dan yang Dibutuhkan

30,00%

4.999.000 > 5.000.000

Modal Sebelum ProKUS Modal yang Dibutuhkan

Antara modal yang dimiliki dengan kebutuhan modal untuk pengembangan terlihat berbanding terbalik. Bagan diatas menunjukkan bahwa sebelum berjalannya ProKUS modal yang dimiliki sebagian besar adalah kurang dari satu juta rupiah sebanyak 30%. Sedangkan modal yang dibutuhkan secara ideal sebagian besar adalah lebih dari lima juta rupiah. Kondisi ini membutuhkan assesmen yang mendalam, sehingga kebutuhan yang dimaksud bukan hanya sekedar keinginan saja, tetapi harus mempertimbangkan peluang pasar.

1. Menerima Penambahan Modal sebesar Rp. 3.500.000,-

Salah satu indikator dari BSIMU adalah menerima penambahan modal sebesar Rp. 3.500.000,- yang disalurkan melalui bank Himbara.

Dalam hal ini semua KPM telah menerima bantuan modal usaha tersebut. Modal adalah sekumpulan uang atau barang yang digunakan sebagai dasar untuk menjalankan usaha agar memperoleh keuntungan.

Dengan demikian fungsi modal ini sangatlah penting dalam menjalankan usaha. Modal dalam bentuk uang atau yang lainnya merupakan bahan bakar bagi seseorang dalam menjalankan usaha.

Modal berupa uang bukan hanya dibutuhkan bagi pengusaha dalam skala besar saja, namun pengusaha dalam skala kecil seperti KPM ProKUS juga sangat membutuhkannya agar bisa berkembang. Inilah yang harus ditanamkan kepada KPM bahwa modal usaha yang diberikan adalah untuk mengembangkan usaha dan bukan untuk yang sifatnya konsumtif.

2. Penambahan Alat Produksi

Indikator selanjutnya adalah bahwa modal usaha yang diberikan kepada KPM adalah untuk menambah Alat Produksi. Alat produksi sangat penting artinya bagi keberlangsungan usaha.

Gambar 27

Penambahan Alat Produksi

Sebagian besar KPM ProKUS (74,31%) menggunakan modal usaha yang diberikan dengan menambah alat produksi. Alat produksi yang bertambah diharapkan akan ada efektifitas kerja dan jumlah produksi.

Selain itu penambahan alat produksi dimaksudkan untuk meningkatkan mutu atau kualitas barang yang dihasilkan yang akhirnya akan menambah keuntungan. Berikut adalah bagan yang menunjukkan bahwa ada penambahan alat produksi. Hampir semua KPM dari kelima daerah tersebut melakukan penambahan alat produksi. Melalui alat produksi tersebut maka efektivitas kerja akan tercipta dengan tujuan untuk menambah hasil produksi dan akhirnya akan menambah keuntungan.

3. Penambahan Varian Produk/jasa

Melalui modal usaha yang diberikan maka KPM bisa menambah varian produk yang sebelumnya tidak terjangkau.

87,7%

70,3% 70,8% 75,0% 77,8%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

90,0%

100,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

Gambar 27

Penambahan Alat Produksi

Sebagian besar KPM ProKUS (74,31%) menggunakan modal usaha yang diberikan dengan menambah alat produksi. Alat produksi yang bertambah diharapkan akan ada efektifitas kerja dan jumlah produksi.

Selain itu penambahan alat produksi dimaksudkan untuk meningkatkan mutu atau kualitas barang yang dihasilkan yang akhirnya akan menambah keuntungan. Berikut adalah bagan yang menunjukkan bahwa ada penambahan alat produksi. Hampir semua KPM dari kelima daerah tersebut melakukan penambahan alat produksi. Melalui alat produksi tersebut maka efektivitas kerja akan tercipta dengan tujuan untuk menambah hasil produksi dan akhirnya akan menambah keuntungan.

3. Penambahan Varian Produk/jasa

Melalui modal usaha yang diberikan maka KPM bisa menambah varian produk yang sebelumnya tidak terjangkau.

87,7%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

Gambar 28

Penambahan Varian Produk

Salah satu strategi bisnis untuk meningkatkan penjualan adalah dengan menambah jenis produk yang dipasarkan, untuk memperbesar peluang terjadinya transaksi pembelian setiap harinya. Adanya pernyataan makin banyak produk, maka makin besar pula peluang untuk laku terjual. Ini menjadi alasan penting bahwa pengusaha untuk memutuskan menambah jenis produk usaha mereka. Usaha yang memiliki banyak varian produk, ternyata lebih menarik di mata calon konsumen, dibanding dengan yang hanya menawarkan varian produk yang sedikit, sehingga dapat meningkatkan omset bulanan. Ada tiga alasan mengapa perlu menambah jenis produk antara lain: 1) Dapat meningkatkan daya tarik konsumen, 2) Menunjukkan profesional di bisnis online. 3) Memperbesar peluang terjadinya penjualan.

Inkubasi Mentoring Bisnis (IMB)

Parameter IMB mempunyai tiga indikator antara lain: Diberi pelatihan, Dibimbing market analysis, Ijin Usaha, dan Pameran Produk.

Berikut hasil penelitian dari parameter IMB.

1. Diberi pelatihan

Kewirausahaan sosial membutuhkan pelatihan keterampilan untuk KPM. Pelatihan diharapkan dapat membentuk sikap dan tingkah laku

64,9%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

para pengusaha dalam menjalin hubungan baik antar pengusaha, pengusaha dengan patner bisnis, pengusaha dengan karyawan, maupun pengusaha dengan konsumen. Memajukan sebuah usaha dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang mumpuni dari KPM. Pelatihan kewirausahaan yang tepat dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan ketrampilan dari para pelaku usaha, termasuk juga pengusaha pemula dan para pengusaha yang ingin mengembangkan bisnisnya. Dengan mengikuti pelatihan sebelum memulai usaha, para pengusaha mempunyai pengetahuan yang cukup untuk menjalankan bisnis mereka sehingga mereka dapat bekerja secara optimal, tanpa harus meraba-raba terlebih dahulu langkah apa yang harus dilakukan dan dapat memaksimalkan waktu yang ada. Pelatihan juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja dalam menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang sedang dihadapi, sehingga menjadi lebih efektif dan efisien, serta dapat menghasilkan inovasi-inovasi baru bagi bisnis mereka.

Gambar 29

KPM Prokus Yang Merasa Pelatihan

80,7% 85,5%

76,6%

89,4%

96,3%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

120,0%

DKI Jakarta Bandung Barat Majalengka Semarang Bantul

para pengusaha dalam menjalin hubungan baik antar pengusaha,

para pengusaha dalam menjalin hubungan baik antar pengusaha,

Dalam dokumen UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (Halaman 77-146)

Dokumen terkait