• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN Karateristik Keluarga

Hasil penelitian data deskriptif pada keluarga contoh yang tersaji dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata usia suami berbeda nyata (p<0.10). Rata-rata usia suami yang berada di wilayah pedesaan 40.57 tahun dan di perkotaan 37.03 tahun. Sedangkan rata-rata usia istri diwilayah pedesaan lebih tinggi (35.20 tahun) dibandingkan dengan rata-rata umur istri di perkotaan (31.93 tahun). Pada umumnya, orang dewasa menurut Hurlock (1978) dapat dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu dewasa muda (usia 18 – 40 tahun), dewasa madya (41 – 65 tahun), dan dewasa lanjut (usia lebih dari 65 tahun). Apabila dilihat secara keseluruhan, rata-rata usia suami dan istri berada pada tahapan usia dewasa muda (18-40 tahun).

Pola pikir dan perilaku seseorang dalam kesehariannya akan dipengaruhi oleh pendidikan (Muflikhati 2010). Rata-rata lama pendidikan suami pada keluarga contoh sebesar 7.20 tahun dan istri sebesar 7.15 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pendidikan suami maupun istri apabila dilihat dari perbedaan wilayah baik di pedesaan dan perkotaan. Besarnya keluarga atau ukuran keluarga merupakan jumlah seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah (Muflikhati 2010). Rata-rata besar keluarga contoh adalah 5.08 orang. Terdapat

15

perbedaan yang signifikan antara besar keluarga di pedesaan dan perkotaan (p=0.009). Rata-rata jumlah anggota keluarga di desa 5.80 orang dan rata-rata jumlah anggota keluarga di kota sebesar 4.37 tahun.

Tabel 3 Sebaran karateristik keluarga berdasarkan karateristik wilayah

Variabel (satuan) Karateristik wilayah Total p-value

Desa Kota

Rataan±Sd Rataan±Sd

Usia suami (tahun) 40.57±8.869 37.03±7.117 38.80±8.169 0.094* Usia istri (tahun) 35.20±6.305 31.93±6.346 33.57±6.484 0.050** Lama pendidikan suami (tahun) 6.90±2.631 7.5±2.193 7.20±2.420 0.341 Lama pendidikan istri (tahun) 6.80±1.919 7.50±2.047 7.15±1.999 0.177 Pendapatan per bulan (rupiah) 1 519 333.33±1 044 281.417 927 000±328 645.601 1 223 166.67±823 595.86 0.005** Pendapatan per kapita (rupiah) 346 522.61±325 180.125 224 766±79 363. 519 285 644.64±242 568.138 0.055* Jumlah anggota keluarga (orang) 5.80±2.441 4.37±1.564 5.08±2.157 0.009** Keterangan: *= signifikan pada p<0.10; **= signifikan pada p<0.05

Pendapatan merupakan imbalan yang diterima seseorang dari pekerjaannya yang dinyatakan dalam bentuk uang (Sumarwan 2011). Pada penelitian ini pendapatan yang diamati merupaka pendapatan per bulan keluarga yang didapatkan dari total keseluruhan pemasukan keluarga baik melalui ayah, ibu, atau anggota keluarga lainnya. Berdasarkan pendapatan per bulan keluarga miskin terdapat perbedaan nyata antara pedesaan dan perkotaan. Pendapatan per bulan keluarga miksin di pedesaan lebih besar (Rp1 519 333.33) bila dibandingkan dengan pendapatan per bulan di perkotaan (Rp927 000.00). Sementara itu, pendapatan per kapita adalah hasil pembagian dari total pendapatan keluarga per bulan dengan jumlah anggota keluarga. Rata-rata pendapatan per kapita keseluruhan keluarga adalah Rp285 644.64. Angka tersebut lebih tinggi dari garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat tahun 2013 yaitu sebesar Rp276 825.00 per kapita per bulan (BPS 2013). Apabila dilihat lebih jauh lagi, pendapatan per kapita keluarga di pedesaan (Rp346 522.61) lebih besar dibandingkan dengan wilayah perkotaan (Rp224 766.00).

Secara keseluruhan karateristik keluarga contoh memiliki perbedaan nyata antara pedesaan dan perkotaan. Hasil menunjukkan bahwa di wilayah pedesaan umur suami dan istri lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Jumlah anggota keluarga di pedesaan lebih banyak dibandingkan di perkotaan. Begitupula pendapatan keluarga dan pendapatan per kapita menujukkan hasil yang sama, yaitu pada wilayah pedesaan memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan. Namun, lama pendidikan di kedua wilayah tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Rata-rata pendidikan suami dan istri pada keluarga miskin setara dengan tamat sekolah dasar.

Selanjutnya, pada Tabel 4 disajikan sebaran pencari nafkah utama pada keluarga miskin yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga. Secara umum, pecari nafkah utama keluarga contoh adalah suami. Menurut Muflikhati

16

(2010) suami atau kepala keluarga pada umumnya merupakan pencari nafkah utama (a main breadwinner).

Tabel 4 Sebaran pencari nafkah utama keluarga berdasarkan karateristik wilayah

Pencari nafkah Karateristik wilayah Total

Desa Kota

n % n % n %

Suami 19 63.3 26 86.7 45 75.0

Istri 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Suami dan Istri 11 36.7 4 13.3 15 25.0

Total 30 100 30 100 60 100

Hasil penelitan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tiga dari empat pencari nafkah utama keluarga contoh adalah suami dan selebihnya adalah suami dan istri sebagai pencari nafkah utama. Sedangkan dalam penelitian ini tidak terdapat istri sebagai pencari nafkah utama. Apabila dilihat lebih jauh lagi, hampir seluruh keluarga miskin di perkotaan, suami merupakan pencari nafkah utama dan hanya terdapat 4 keluarga miskin (13.3%) yang suami dan istri sebagai pencari nafkah utama. Sedangkan dipedesaan, tiga dari sepuluh keluarga contoh di pedesaan pencari nafkah utama adalah suami dan istri. Hal ini menunjukkan bahwa pada wilayah pedesaan terdapat pola nafkah ganda yang dilakukan oleh keluarga miskin di pedesaan. Adanya pola nafkah ganda tersebut menunjukkan bahwa keluarga miskin memiliki pendapatan yang terbatas, sedangkan keluarga miskin harus mencukupi kebutuhan keluarga yang tidak terbatas. Sehingga untuk memenuhi semua kebutuhan, keluarga miskin melakukan pola nafkah ganda dengan istri ikut serta sebagai pencari nafkah.

Tabel 5 Sebaran suami berdasarkan jenis pekerjaan suami di karateristik wilayah yang berbeda

Jenis pekerjaan Karateristik wilayah Total

Desa Kota n % n % n % Petani/buruh tani 5 16.7 0 0.0 5 8.33 Nelayan 0 0.0 1 3.3 1 1.67 Buruh bata 8 26.7 0 0.0 8 13.33 Buruh sepatu 0 0.0 5 16.7 5 8.33 Buruh lainnya 14 46.7 12 40.0 26 43.33 Supir 1 3.3 3 10.0 4 6.67 Pedagang 1 3.3 3 10.0 4 6.67 Tukang becak 1 3.3 2 6.7 3 5.00 Pekerjaan lain 0 0.0 4 13.3 4 6.67 Total 30 100 30 100 60 100

Lebih dari setengah suami pada keluarga contoh dari penelitian ini bekerja sebagai buruh (64.99%). Pekerjaan buruh dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu buruh bata, buruh sepatu, dan buruh lainnya. Hampir setengah dari suami pada keluarga contoh bekerja sebagai buruh lainnya, misalnya buruh bangunan ataupun buruh pabrik. Hampir setengah suami pada wilayah pedesaan bekerja sebagai buruh bata. Hal ini dikarenakan disalah satu wilayah penelitian merupakan salah satu wilayah penghasil bata di Indramayu. Sedangkan pekerjaan lainnya yang digeluti oleh suami di wilayah tersebut adalah buruh bangunan, petani, buruh tani, supir, dan tukang becak. Pada wilayah perkotaan hampir setengah suami bekerja sebagai buruh lainnya dan satu dari enam suami di perkotaan bekerja sebagai buruh sepatu.

17

Hal ini dikarenakan bahwa pada wilayah Perkotaan Bogor dalam penelitian ini merupakan salah satu pengrajin sepatu di wilayah Bogor.

Tabel 6 Sebaran istri berdasarkan jenis pekerjaan di karateristik wilayah yang berbeda

Jenis pekerjaan Karateristik wilayah Total

Desa Kota

n % n % n %

Petani/buruh tani 3 10.0 0 0.0 3 5.0

Ibu rumah tangga 19 63.3 26 86.7 45 75.0

Buruh bata 4 13.3 0 0.0 4 6.7

Pedagang 2 6.7 0 0.0 2 3.3

Pekerjaan lain 2 6.7 4 13.3 2 3.3

Total 30 100 30 100 60 100

Tabel sebaran pekerjaan istri yang tersaji pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tiga dari empat istri pada keluarga contoh bekerja sebagai ibu rumah tangga. Hal ini didukung oleh Puspitawati (2009) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki peran domestik rumahtangga (a homemaker). Pada wilayah pedesaan lebih dari setengah istri pada keluarga contoh sebagai ibu rumah tangga. Satu dari sepuluh istri bekerja sebagai petani ataupun buruh tani. Sebanyak 13.3 persen bekerja sebagai buruh bata. Hal tersebut mempertegas bahwa di wilayah pedesaan lebih dari setengah suami dan istri sebagai pekerja utama. Sedangkan pada wilayah perkotaan hampir seluruh ibu pada keluarga contoh bekerja sebagai ibu rumah tangga. Hanya 13.3 persen istri bekerja di sektor publik pada wilayah perkotaan. Hal ini mempertegas bahwa peran istri sebagai ibu rumah tangga (Homemakerl housewife) (Puspitawati 2012). Namun, banyak alasan bagi ibu rumahtangga untuk bekerja di luar rumah. Setiap istri atau ibu rumahtangga bekerja di luar rumah berbeda pada setiap keluarga. menurut Rambe (2004) menyatakan bahwa pada keluarga dengan pendapatan yang rendah, ibu bekerja diluar rumah untuk mendukung pendapatan rumahtangga. Sedangkan untuk rumahtanga dengan berpendapatan tinggi lebih untuk memenuhi partisipasi sosial.

Tabel 7 Sebaran suami dan istri berdasarkan pendidikan di karateristik wilayah yang berbeda

Pencari nafkah Karateristik wilayah Total

Desa Kota n % n % n % Suami Tidak sekolah 1 3.3 0 0.0 1 1.67 Tidak tamat SD 2 6.7 0 0.0 2 3.33 Tamat SD 17 56.7 19 63.3 36 60.00 Tamat SMP 7 23.3 7 23.3 14 23,33 Tamat SMA 3 10.0 4 13.3 7 11,67 Total 30 100 30 100 60 100 Istri Tidak sekolah 1 3.3 0 0.0 1 1.67 Tidak tamat SD 0 0.0 1 3.3 1 1.67 Tamat SD 19 63.3 15 50.0 34 56.67 Tamat SMP 10 33.3 12 40.0 22 36.67 Tamat SMA 0 0.0 2 6.7 2 3.33 Total 30 100 30 100 60 100

18

Rata-rata pendidikan suami pada penelitian ini adalah 7.20 tahun dan pada istri sebesar 7.15 tahun. Lebih dari setengah baik suami maupun istri pada keluarga contoh memiliki lama pendidikan setara dengan taman sekolah dasar (SD). Satu dari lima suami dan tiga dari sepuluh istri pada keluarga contoh telah tamat sekolah menengah pertama (SMP). Pada wilayah pedesaan lebih dari setengah baik suami maupun istri tamat sekolah dasar (SD). Terdapat satu responden suami dan istri yang tidak tamat sekolah di wilayah pedesaan. Satu dari sepuluh suami telah lulus sekolah menengah atas (SMA). Pada wilayah perkotaan lebih dari setengah suami telah tamat sekolah dasar (SD). satu dari lima telat tamat sekolah menegah pertama (SMP). Sedangkan istri pada wilayah perkotaan setengahnya telah tamat sekolah dasar (SD) dan dua dari lima istri di perkotaan telah tamat sekolah menengah pertama (SMA). Pada wilayah perkotaan terdapat satu istri yang tidak tamat sekolah dasar (SD).

Menurut Rambe (2004) menyatakan bahwa pendidikan dan kemiskinan merupakan suatu lingkaran yang saling mempengaruhi. Perubahan jenjang pendidikan sangat mempengaruhi perkembangan tingkat kemiskinan. Sebaliknya di sisi lain, tingkat kemiskinan itu sendiri akan berpengaruh terhadap perkembangan pendapatan seseorang dan tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang. Setiap kenaikan pendidikan akan mampu mendorong tingkat pendapatan melampaui garis kemiskinan, baik secara relatif maupun mutlak. Jadi, pada dasarnya kemampuan mengatasi masalah jenjang pendidikan mengandung pula pengertian semakin besarnya daya tolak mengatasi masalah kemiskinan. Hal ini didukung oleh pernyataan Sumarwan (2011) yang menyatakan bahwa pendidikan dan pekerjaan merupakan dua karakter yang saling berhubungan, yaitu pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pekerjaan yang didapatkannya.

Karateristik sosial ekonomi keluarga miskin yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga miskin memiliki keterbatasan, yaitu penghasilan keluarga yang rendah dan lebih dari setengah keluarga contoh yang tingkat pendidikannya masih belum memenuhi wajib belajar sembilan tahun. Keterbatasan tersebut memaksa keluarga miskin bekerja dengan mengandalkan pekerjaan yang pendapatannya tidak pasti. Sedangkan kebutuhan keluarga yang semakin besar memaksa keluarga miskin mempekerjakan istri atau bahkan anggota keluarga lain untuk menambah pendapatan keluarga. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dengan keterbatasan ekonomi dan keterbatasan kualitas modal manusia (Alfiasari 2007).

Modal Aset Keluarga Contoh

Secara konseptual menurut Chambers dan Conway dalam Ellis (2000) dan menurut FAO dan ILO (2009) terdapat lima tipe modal yang dapat dikuasai rumahtangga untuk percapaian nafkahnya, yaitu modal alam, modal finansial, modal sosial, modal manusia, dan modal fisik. Kelima modal tersebut digunakan untuk mempertahankan hidup atau hanya untuk menghadapi krisis ekonomi dan mengembangkan derajat kesejahteraan rumahtangga (Ellis 2000).

19

Modal Alam

Modal alam dalam penelitian ini dilihat berdasarkan kepemilikan lahan dan kepemilikan hewan ternak keluarga contoh. Hasil penelitian pada Tabel 8 menunjukkan bahwa hampir seluruh keluarga contoh tidak memiliki lahan usaha dan lebih dari setengah keluarga contoh memiliki hewan ternak. Penelitian ini menunjukkan bawa proposi keluarga yang memiliki hewan ternak lebih besar berada di pedesaan daripada di perkotaan, yaitu hampir setengah dari keluarga contoh di pedesaan memiliki hewan ternak dan hanya satu dari sepuluh keluarga di perkotaan yang memiliki hewan ternak. Hewan yang biasa diternakan oleh keluarga contoh adalah ayam, unggas, dan kambing.

Tabel 8 Sebaran kepemilikan modal alam keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah

Variabel Karateristik wilayah Total P-value

Desa Kota n % n % n % Kepemilikan lahan usaha 8 26.7 0 0.0 8 26.7 0.003** Kepemilikan hewan ternak 13 43.3 4 13.3 17 56.7 0.010**

Keterangan: *= signifikan pada p<0.10; **= signifikan pada p<0.05

Proposi kepemilikan lahan usaha lebih besar dimiliki oleh keluarga contoh di pedesaan (26.7 %). Lahan usaha di pedesaan lebih banyak berupa lahan pertanian. Wilayah pedesaan dicirikan oleh pertanian sebagai sumber penghasilan sehingga lahan pertanian masih banyak dimiliki oleh keluarga di pedesaan. Hasil uji beda menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kepemilikan lahan usaha di pedesaan dan perkotaan, yaitu kepemilikan lahan usaha di pedesaan lebih besar daripada di perkotaan. Tidak ada lahan usaha satupun yang dimiliki oleh keluarga contoh di perkotaan.

Modal Finansial

Modal finansial dalam penelitian ini dilihat dari kepemilikan uang tunai, kepemilikan tabungan di Bank, kepemilikan kredit/hutang, kepemilikan asuransi, dan kemepilikan sumber dana darurat. Hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 9 menunjukkan bahwa tiga dari empat keluarga contoh memiliki uang tunai. Seluruh keluarga contoh tidak memiliki tabungan di Bank. Tujuh dari sepuluh (70%) keluarga contoh memiliki kredit ataupun hutang dan tiga dari sepuluh responden memiliki asuransi. Sedangkan untuk kepemilikan sumber dana darurat, seluruh responden memiliki sumber dana darurat. Apabila dilihat lebih dalam lagi, hampir seluruh keluarga contoh yang bertempat tinggal di wilayah pedesaan memiliki uang tunai, sedangkan pada wilayah perkotaan lebih dari setengah keluarga contoh memiliki uang tunai. Hasil yang sama juga ditujukkan pada kepemilikan asuransi, bahwa kepemilikan asuransi lebih banyak dimiliki oleh keluarga contoh di pedesaan (43.3 persen) dan hanya satu dari lima keluarga di perkotaan yang memiliki asuransi. Asuransi yang dimiliki oleh keluarga adalah asuransi kesehatan.

20

Tabel 9 Sebaran kepemilikan modal finansial keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah

Variabel Karateristik wilayah Total P-value

Desa Kota

n % n % n %

Kepemilikan uang tunai 26 86.7 19 63.3 45 75.0 0.037** Kepemilikan tabungan di Bank 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1.000 Kepemilikan kredit/hutang 24 80.0 18 60.0 42 70.0 0.094* Kepemilikan asuransi 13 43.3 6 20.0 19 31.7 0.053* Kepemilikan sumber dana darurat 30 100 30 100 60 100 1.000

Keterangan: *= signifikan pada p<0.10; **= signifikan pada p<0.05

Seluruh keluarga memiliki sumber dana darurat baik keluarga di pedesaan ataupun perkotaan. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa terdapat peredaan nyata antara kepemilikan uang tunai dan kepemilikan asuransi pada wilayah pedesaan dan perkotaan, yang mana kepemilikan asuransi dan uang tunai lebih tinggi pada wilayah pedesaan. Kepemilikan kredit/hutang lebih banyak dimiliki oleh keluarga di pedesaan yaitu hampir seluruh keluarga contoh di pedesaan memiliki kredit/hutang. Sedangkan di perkotaan lebih dari setengah keluarga memiliki kredit atau hutang (Tabel 9).

Tabel 10 Sebaran sumber kredit/hutang keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah

Variabel Karateristik wilayah Total

Desa Kota

n % n % n %

Tidak memiliki sumber kredit/hutang 6 20.0 12 40.0 18 30.0 Bank harian 7 23.3 0 0.0 7 11.7 Kredit keliling 4 13.3 7 23.3 11 18.3 Koperasi 1 3.3 3 10.0 4 6.7 Warung 10 33.3 4 13.3 14 23.3 Tetangga/teman/ saudara 1 3.3 3 10.0 4 6.7

Bos dan kredit keliling 1 3.3 0 0.0 1 1.7

Bank dan koperasi 0 0.0 1 3.3 1 1.7

Sumber-sumber kredit/hutang keluarga contoh dalam penelitian ini bersumber pada kredit/hutang kepada bank harian, kredit keliling, koperasi, warung, dan tetangga/teman/saudara. Hasil penelitian yang tersaji dalam Tabel 10 menunjukkan bahwa satu dari tiga keluarga contoh tidak memiliki sumber kredit/hutang. Satu dari lima total keluarga contoh memiliki sumber kredit/hutang dari warung. Pada wilayah pedesaan, sumber kredit lebih banyak bersumber dari warung (33.3%) dan satu dari lima keluarga contoh pada wilayah tersebut memiliki kredit/hutang yang bersumber pada bank harian. Satu dari lima keluarga contoh di pedesaan tidak memiliki sumberdana kredit/hutang. Pada wilayah perkotaan, hampir setengah keluarga contoh tidak memiliki sumber kredit/hutang. Sedangkan keluarga yang memiliki sumber kredit/hutang bersumber pada kredit keliling (23.3 %), warung, koperasi, tetangga/teman/saudara, serta bank dan koperasi.

21

Tabel 11 Sebaran kepemilikan asuransi keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah

Variabel Karateristik wilayah Total

Desa Kota

n % n % n %

Tidak memiliki asuransi 17 56.7 24 80.0 41 68.3

Asuransi kesehatan 13 43.3 6 20.0 19 31.7

Sebaran kepemilikan asuransi keluarga contoh yang tersaji pada Tabel 11 menunjukkan bahwa tiga dari sepuluh responden yang memiliki asuransi kesehatan. Kepemilikan asuransi lebih banyak terdapat pada wilayah pedesaan, hampir setengah dari keluarga contoh memiliki asuransi kesehatan. Hasil yang berbeda terlihat pada wilayah perkotaan, satu dari lima keluarga contoh di perkotaan memiliki asuransi kesehatan. Sumber dana darurat yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari tabungan, dengan menjual tanah, menjual perhiasan, menjual alat elektronik, meminjam ke bank, meminjam ke rentenir, dan sumber dana darurat lainnya seperti meminjam kepada orang tua, saudara, tetangga ataupun teman (Tabel 12).

Tabel 12 Sebaran kepemilikan sumber dana darurat keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah

Sumber dana darurat Karateristik wilayah Total

Desa Kota

n % n % n %

Tabungan 1 2.5 0 0.0 1 1.4

Menjual tanah 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Menjual perhiasan 4 10.0 0 0.0 4 5.5

Menjual alat elektronik 3 7.5 0 0.0 3 4.2

Meminjam ke bank 1 2.5 2 6.25 3 4.2

Meminjam ke rentenir 2 5.0 2 6.25 4 5.5

Sumber dana lainnya 29 72.5 28 87.5 57 79.2

Hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 12 menunjukkan bahwa hampir seluruh keluarga contoh memiliki sumber dana darurat berasal dari orang tua, saudara, tetangga ataupun teman. Pada wilayah pedesaan hampir seluruh keluarga memiliki sumber dana darurat bersumber dari orang tua, saudara, tetangga ataupun teman (72.5%) dan satu dari sepuluh keluarga yang memiliki sumber dana darurat dengan menjual perhiasan (7.5%), meminjam ke rentenir (5.0%), meminjam ke bank (2.5%), dan tabungan (2.5%). Sedangkan pada wilayah perkotaan, hampir seluruh keluarga contoh memiliki sumber dana darurat yang bersumber pada orang tua, saudara, tetangga ataupun teman (87.5%) dan selebihnya meminjam ke bank (6.25%) serta meminjam ke rentenir (6.25%).

Modal Sosial

Modal sosial dalam penelitian ini meliputi kepemilikan bantuan dari pemerintah, kepemilikan jaringan pinjaman modal usaha, dan pemberian dukungan sosial kepada orang lain. Hasil penelitian terkait modal sosial yang tersaji pada Tabel 13 menunjukkan bahwa seluruh keluarga contoh dalam penelitian ini memperoleh bantuan dari pemerintah seperti bantuan langsung tunai sementara. Sebesar 73.3 persen keluarga contoh tidak memiliki jaringan pinjaman modal

22

usaha. Setengah dari keluarga contoh memberikan dukungan sosialnya kepada orang lain. Dukungan sosial yang diberikan dapat berupa uang tunai, faktor produksi, ataupun tenaga.

Tabel 13 Sebaran kepemilikan modal sosial keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah

Variabel Karateristik wilayah Total P-value

Desa Kota

n % n % n %

Bantuan dari pemerintah 30 100 30 100 60 100 1.000 Memiliki pinjaman modal

usaha

9 30.0 7 23.3 16 26.7 0.254 Memberikan dukungan

sosial kepada orang lain

15 50.0 15 50.0 30 50.0 1.000 Keterangan: *= signifikan pada p<0.10; **= signifikan pada p<0.05

Satu dari tiga keluarga contoh di pedesaan memiliki jaringan pinjaman modal usaha dan setengah dari keluarga contoh memberikan dukungan sosial kepada orang lain. Sedangkan pada wilayah perkotaan, satu dari lima keluarga contoh memiliki jaringan pinjaman modal usaha dan setengah keluarga contoh memberikan dukungan sosial kepada orang lain. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara kepemilikan modal usaha, memberikan dukungan sosial, dan bantuan dari pemerintah pada wilayah yang berbeda.

Modal Manusia

Besarnya modal manusia di ukur berdasarkan rata-rata pendidikan anggota keluarga. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan anggota keluarga contoh menunjukkan perbedaan yang nyata (p=0.000). Hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 14 menunjukkan bahwa tiga per empat dari total keluarga contoh memiliki rata-rata lama pendidikan anggota keluarga setara dengan tamat sekolah dasar (SD). Satu dari lima keluarga memiliki rata-rata pendidikan antara 6.1-9 tahun.

Tabel 14 Kepemilikan modal manusia keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah

Rata-rata Karateristik wilayah Total P-value

Pendidikan Desa Kota

keluarga contoh n % n % n %

≤6 tahun 26 86.7 20 66.7 46 76.7 0.045**

6.1-9 tahun 4 13.3 8 26.6 12 20.0 0.046**

9.1-12 tahun 0 0.0 2 6.7 2 3.3 0.045**

Keterangan: *= signifikan pada p<0.10; **= signifikan pada p<0.05

Hampir seluruh keluarga contoh di pedesaan memiliki rata-rata pendidikan setara dengan sekolah dasar dan lebih dari setengah keluarga di perkotaan memiliki rata-rata pendidikan setara dengan sekolah dasar. Terdapat satu dari lima keluarga contoh di perkotaan yang memiliki rata-rata pendidikan keluarga berkisar antara 6.1-9 tahun dan tidak ada satupun rata-rata pendidikan anggota keluarga di pedesaan berkisar antara 9.1-12 tahun. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kepemilikan modal manusia di pedesaan dan perkotaan.

23

Modal Fisik

Modal fisik dalam penelitian ini merupakan sumberdaya materi yang dimiliki oleh keluarga yang bernilai secara ekonomi. Besarnya modal fisik dalam penelitian ini diukur berdasarkan kepemilikan rumah, kepemilikan kendaraan roda dua, kepemilikan alat elektronik, kepemilikan emas, dan kepemilikan perlengkapan usaha. Lebih dari setengah keluarga contoh memiliki rumah pribadi, selebihnya masih tinggal bersama orang tua ataupun kontrak rumah. Jika dilihat dari kepemilikan kendaran roda dua, lebih dari setengah keluarga contoh (51.7%) memiliki motor sebagai penunjang usaha. Kendaraan roda dua tersebut merupakan alat transportasi yang paling banyak dimiliki oleh keluarga contoh.

Tabel 15 Kepemilikan modal fisik keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah

Sumber dana darurat Karateristik wilayah Total P-value

Desa Kota n % n % n % Kepemilikan rumah sendiri 23 76.7 11 36.7 35 58.3 0.000* Kepemilikan

kendaraan roda dua

16 53.3 15 50.0 31 51.7 0.800 Kepemilikan alat elektronik 28 93.3 29 96.7 57 95.0 0.561 Kepemilikan emas 15 50.0 9 30.0 24 40.0 0.118 Kepemilikan perlengkapan usaha 14 46.7 8 26.6 22 36.7 0.112

Keterangan: *= signifikan pada p<0.10; **= signifikan pada p<0.05

Hampir seluruh keluarga contoh (95%) memiliki alat elektronik, sedangkan dua dari lima keluarga contoh memiliki emas. Keluarga membeli emas disamping untuk dipakai sebagai perhiasan juga dapat berfungsi sebagai tabungan, karena emas merupakan barang yang liquid sehingga relatif mudah untuk dijual (Muflikhati 2010). Tiga dari sepuluh keluarga contoh memiliki perlengkapan usaha sebagai penunjang usahanya. Tujuh dari sepuluh keluarga di pedesaan memiliki rumah sendiri dan tiga dari sepuluh keluarga miskin di perkotaan memiliki rumah sendiri. Terdapat perbedaan nyata antara kepemilikan rumah di pedesaan dan perkotaan, yaitu kepemilikan rumah sendiri di pedesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Hampir seluruh keluarga baik di pedesaan dan perkotaan memiliki alat elektronik. Sedangkan untuk kepemilikan perlengkapan usaha kurang dari setengah keluarga di pedesaan memiliki perlengkapan usaha. Satu dari lima keluarga perkotaan memiliki perlengkapan usaha. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hanya lima persen dari total keluarga contoh yang masih kontrak/sewa.

Tabel 16 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan rumah pada wilayah yang berbeda

Kepemilikan rumah Karateristik wilayah Total

Desa Kota

n % n % n %

Rumah pribadi 24 80.0 11 36.7 35 58.3

Rumah orangtua 6 20.0 16 53.3 22 36.7

24

Hasil penelitian terkait kepemilikan rumah yang tersaji pada Tabel 16 menunjukkan bahwa lebih dari setengah keluarga miskin sudah memiliki rumah sendiri. Tiga dari sepuluh keluarga contoh dalam penelitian ini masih tinggal bersama orangtua. Apabila dilihat berdasarkan wilayah pedesaan dan perkotaan, kepemilikan rumah pribadi lebih banyak terdapat pada keluarga contoh yang

Dokumen terkait