• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A dengan SK Menkes No.335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan juga merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Lokasinya dibangun diatas tanah seluas kurang lebih 10 Ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Km 12 Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara.

Dalam rangka melayani kesehatan masyarakat umum, RSUP H. Adam Malik Medan didukung oleh 1.995 orang tenaga yang terdiri dari 790 orang tenaga medis dari berbagai spesialisasi dan subspesialisasi, 604 orang paramedic perawatan, 298 orang paramedic non perawatan dan 263 orang tenaga non medis serta ditambah dengan Dokter Brigade Siaga Bencana (BSB) sebanyak 8 orang.

Bagian rekam medis terletak di lantai dasar tepat dibelakang poliklinik Obstetri Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan.

5.1.2 Karakteristik sampel

Jumlah sampel yang terlibat dalam studi ini adalah sebesar 51 sampel. Semua data responden diambil dari data rekam medis pasien penderita Tuberkulosis paru (TB paru) yang mengkonsumsi OAT tahun 2010.

Dari keseluruhan sampel yang ada, diperoleh angka kejadian hepatotoksisitas dan pengambilan OAT oleh penderita TB paru yang mencakup umur, jenis kelamin kadar SGOT dan kadar SGPT.

Tabel 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Frekuensi Persen(%)

Laki-laki 46 90.2 Perempuan 5 9.8

Total 51 100

Dari tabel 5.1, didapat sampel penelitian penderita TB paru yang mengkonsumsi OAT paling banyak jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 46 penderita (90.2%). Sedangkan perempuan sebanyak 5 penderita (9.8%).

Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

Kelompok Umur Frekuensi Persen(%)

≤20 2 3.9 21-40 15 29.4 41-60 27 52.9 >60 7 13.7 Total 51 100

Dari tabel 5.2 didapat penderita TB paru yang mengkonsumsi OAT paling banyak dijumpai pada kelompok umur 41-60 tahun, yaitu sebanyak 27 penderita (52.9%), yang paling sedikit dijumpai pada kelompok umur ≤20 tahun, yaitu sebanyak 2 penderita (3.9%).

Tabel 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Kadar SGOT

Kadar SGOT(IU/L) Frekuensi Persen(%)

≤ 35 39 76.5 36-50 9 17.6 51-300 3 5.9 >300 0 0 Total 51 100

Dari tabel 5.3, didapat penderita TB paru yang mengkonsumsi OAT, kadar SGOTnya paling banyak dijumpai pada kelompok SGOT ≤35 IU/L, yaitu sebanyak 39 penderita(76.5%), manakala yang paling sedikit dijumpai pada kelompok 51-300 IU/L,yaitu sebanyak 3 penderita(5.9%).Tidak ada pasien pada kelompok >300 IU/L.

Tabel 5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Kadar SGPT

Kadar SGPT(IU/L) Frekuensi Persen(%)

≤40 40 78.4 41-50 7 13.7 51-215 4 7.8 >215 0 0 Total 51 100

Dari tabel 5.4, didapat penderita TB paru yang mengkonsumsi OAT, kadar SGPTnya paling banyak dijumpai pada kelompok SGPT ≤40 IU/L, yaitu sebanyak 40 penderita(78.4%), manakala yang paling sedikit dijumpai pada kelompok 51-215 IU/L, yaitu sebanyak 4 penderita(7.8%).Tidak ada pasien pada kelompok >215 IU/L.

Tabel 5.5 Distribusi Sampel yang Mengalami Hepatotoksisitas Berdasarkan Jenis Kelamin

Kadar SGOT Kadar SGPT

Perempuan 10 9

Laki-laki 2 2

Total 12 11

Tabel 5.6 Distribusi Sampel yang Mengalami Hepatotoksisitas Berdasarkan Umur

Kadar SGOT Kadar SGPT

≤20 0 0

21-40 3 1

41-60 7 8

>60 2 2

5.2 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui angka kejadian hepatotoksisitas pada penderita

Tuberkulosis paru (TB paru) yang mengkonsumsi OAT dan angka kejadian penderita TB paru yang mengkonsumsi OAT berdasarkan umur dan jenis kelamin di RSUP H. Adam Malik medan pada periode 1 Jan 2010 hingga 31 Desember 2010.

Angka kejadian hepatotoksisitas pada penderita TB paru yang mengkonsumsi OAT adalah jumlah penderita TB paru yang mengalami hepatotoksisitas akibat penggunaan OAT di mana penyakit tuberkulosisnya didiagnosa oleh dokter dan ianya tercatat dalam rekam medik. Penderita TB paru Jan 2010 sampai Desember 2010 adalah sebanyak 288 penderita dan telah dibuat kriteria-kriteria ekslusif. Kriteria-kriteria ekslusif pada penelitian ini ialah faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan hepatotoksisitas. Antaranya adalah pasien yang mengkonsumsi alkohol, yang menderita hepatitis B dan C, dan yang mengkonsumsi obat-obatan yang bisa menyebabkan hepatotoksisitas seperti asetaminofen, amiodarone, omeprazole, klorpromazine, kaptopril. Kriteria ekslusif yang lain adalah pemeriksaan laboratoriumnya yang diambil kurang daripada 10 hari, penderita TB paru relaps, penderita rawat jalan, dan rekam medis yang tidak lengkap seperti yang tiada kadar SGOT/SGPT atau kedua-duanya, tiada “follow-up”,dan yang tidak jelas. Daripada sampel sebanyak 288 hanya didapati sebanyak 51 sampel yang lengkap dengan prevalensi hepatotoksisitas akibat penggunaan OAT adalah sebesar 23.5% untuk kadar SGOT dan 21.5% untuk kadar SGPT dan dikelompokan berdasarkan derajat hepatotoksisitas yaitu hepatotoksisitas ringan,sedang dan berat.

5.2.1 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin Penderita Tuberkulosis Paru yang menkonsumsi OAT di RSUP H.Adam Malik Tahun 2010

Dari hasil penelitian, terlihat penderita TB paru yang mengkonsumsi OAT terbanyak adalah laki-laki sebanyak 46 orang penderita(90.2%) sedangkan perempuan sebanyak 5 orang penderita(9.8%). Lebih banyak laki-laki menderita TB paru dari perempuan mungkin karena

kebanyakan laki-laki merokok. Faktor resiko yang lain pula ialah, kebanyakannya laki-laki yang bekerja berbanding perempuan, terutamanya di negara- negara seperti Indonesia dan Malaysia. Mengikut hasil yang saya dapat, kebanyakan pasien laki-laki bekerja sebagai wiraswasta,supir dan pegawai negeri di mana kebanyakan besar wanita mungkin tidak bekerja karena suami mereka yang bekerja. Kondisi ini akan menyebabkan mereka cenderung terkena alergen dan habuk sewaktu berada di luar rumah yang menyebabkan mereka jatuh sakit dengan mudah. Hal ini akan menyebabkan sistem imun mereka menjadi rendah dan mudah untuk terinfeksi bakteri mycobacterium. Pada hasil penelitian Khadka (2009), yaitu dari 114 orang penderita TB paru yang mengkonsumsi OAT terdapat 62 penderita atau 54.4% berjenis kelamin laki-laki. Mengikut hasil penelitian Rizvi(2003) di Karachi,Pakistan pula,ditemukan dari 103 orang penderita terdapat 55 penderita (55.3%) berjenis kelamin laki-laki dan 48 penderita (46.6%) berjenis kelamin perempuan. Mengikut penelitian Khadka dan Rizvi, meskipun laki-laki mempunyai prevalensi menderita TB paru yang tinggi daripada wanita tetapi persentase laki-laki menderita TB paru tidak mempunyai perbedaan yang banyak berbanding dengan wanita. Hal ini mungkin disebabkan oleh wanita juga bekerja sama banyak dengan laki-laki di daerah itu. Mengikut penelitian Low (2009) di Singapura, ditemukan 163 orang ( 80.3%) dari 203 penderita yang menderita TB paru yang mengkonsumsi OAT adalah laki-laki. Berdasarkan penelitian di Tehran Iran oleh Khalili, 2009, didapati 68 orang (66.7%) dari 102 penderita yang berjenis kelamin laki-laki yang menderita TB paru yang mengkonsumsi OAT. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Rizwan (2002), di mana dari 46 penderita TB paru yang menkonsumsi OAT, terdapat 15 orang (32,6%) berjenis kelamin laki-laki dan yang terbanyak ialah penderita berjenis kelamin perempuan iaitu sebanyak 31 orang (67.4%).

5.2.2 Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur Penderita Tuberkulosis Paru yang menkonsumsi OAT di RSUP H.Adam Malik Tahun 2010

Dari hasil penelitian, didapat penderita TB paru yang mengkonsumsi OAT paling banyak dijumpai pada kelompok umur 41-60 tahun sebanyak 27 penderita (52.9%), yang paling sedikit dijumpai pada kelompok umur ≤20 tahun sebanyak 2 penderita (3.9%). Mengikut hasil penelitian Khadka(2009) ditemukan bahawa penderita TB paru yang mengkonsumsi OAT paling banyak pada kelompok 21-40 tahun, dengan persentase 53.5% yaitu sebanyak 61 orang dari 114 orang penderita. Mengikut hasil penelitian Low di Singapura, kelompok umur yang paling banyak

menderita TB paru yang menkonsumsi OAT adalah pada kelompok >65 tahun yaitu sebanyak 136 orang (67%) daripada 203 penderita. TB paru terjadi pada kelompok umur >40 tahun pada penelitian saya dan juga pada hasil penelitian Low karena sistem imun badan berkurang dengan meningkatnya umur.

5.2.3 Distribusi sampel berdasarkan kadar SGOT Penderita Tuberkulosis Paru yang mengkonsumsi OAT di RSUP H.Adam Malik Tahun 2010

Dari hasil penelitian, terlihat sebanyak 39 penderita(76.5%) pada kadar SGOT ≤35 IU/L . Ini merupakan kelompok penderita yang normal tanpa efek hepatotoksisitas akibat penggunaan OAT yang dijumpai paling banyak manakala sebanyak 9 penderita(17.6%) dijumpai pada kadar SGOT 36-50 IU/L dan sebanyak 3 penderita (5.9%) pada kadar SGOT 51-300 IU/L dengan kadar SGOT 36-50 IU/L(hepatotoksisitas ringan) mempunyai jumlah penderita yang lebih banyak daripada kadar SGOT 51-300 IU/L (hepatotoksisitas sedang). Pada hasil penelitian Khadka (2009) di Bhaktapur,India dinyatakan bahawa penderita yang mengkonsumsi OAT, jumlahnya pada kadar SGOT <35 ternyata sebesar 81% dengan jumlah penderita mereka sebanyak 92 orang dari 114 penderita. Pada kadar SGOT 36-50 IU/L pula sebesar 4% dengan jumlah penderita mereka sebanyak 5 orang dari 114 penderita manakala pada kadar SGOT >51 IU/L pula sebesar 15% dengan jumlah penderitanya sebanyak 17 orang daripada 114 penderita. Perbedaan persentase dalam penelitian Khadka dengan penelitian saya untuk hepatotoksisitas ringan dan sedang ini mungkin karena pada penelitian Khadka tidak disertai faktor eksklusif sewaktu penelitian dijalankan. Dalam penelitian saya, saya sertakan faktor-faktor ekslusif yang bisa menyebabkan kenaikan kadar SGOT/SGPT seperti penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan kenaikan kadar SGOT/SGPT, obat-obatan (asetaminofen, amiodarone, omeprazole,klorpromazine, kaptopril,) dan penderita yang mengkonsumsi alkohol. Jadi persentase hepatotoksisitas sedang lebih besar daripada persentase hepatotoksisitas ringan pada penelitian Khadka berbanding dengan penelitian saya di mana persentase hepatotoksisitas ringan lebih besar dari persentase hepatotoksisitas berat. Menurut penelitian Syakya (2006) di Kathmandu, Nepal, sebanyak 4 (8%) daripada 50 orang pasien TB paru yang mengkonsumsi OAT mengalami hepatotoksisitas. Jumlah persentase hepatotoksisitas pada penelitian ini kurang daripada jumlah persentase hepatotoksisitas pada penelitian saya adalah karena dosis rifampisin

yang diberikan kepada responden-responden mereka bukan hanya sebanyak 300 mg dan 450 mg tetapi juga diberi sebanyak 600 mg berbanding dengan responden-reponden dalam penelitian saya di mana dosis rifampisin yang diberi adalah sebanyak 450 mg. Dosis obat mempengaruhi kejadian hepatotoksisitas. Semakin besar dosis obat, semakin tinggi peluang untuk terjadinya hepatotoksisitas dan isoniazid merupakan sebab utama terjadinya hepatotoksisitas. Mengikut penelitian Khalili (2009) di Tehran Iran, angka kejadian hepatotoksisitas adalah sebanyak 32 orang (31.37%) daripada 102 penderita.

Secara teori telah dibuktikan di dalam jurnal Toastmann (2007) yaitu salah satu efek utama pengambilan OAT adalah hepatotoksisitas. Terdapat 12 penderita yang mengalami hepatotoksisitas secara keseluruhan dan sebab terjadinya kejadian ini mungkin karena peningkatan umur. Mengikut hasil yang didapati dari penelitian saya, penderita yang mengalami hepatotoksisitas ringan adalah sebanyak 6 orang daripada 9 orang dan penderita yang mengalami hepatotoksisitas sedang adalah sebanyak 3 pemderita secara total dan 6 penderita yang mengalami hepatotoksisitas ringan kesemuanya adalah berumur sekitar 40-60 tahun dan ketiga-tiga penderita yang mengalami hepatotoksisitas sedang kesemuanya berumur lebih daripada 60 tahun. Jadi umur juga bisa menjadi faktor terjadinya hepatotoksisitas. Mengikut hasil penelitian Khadka (2007) juga semakin meningkatnya umur,semakin tinggi resiko terjadinya hepatotoksisitas karena fungsi hepar akan menurun dengan peningkatan umur. Mengikut penelitian Toastmann (2007) juga dinyatakan hepatotoksisitas akibat pengambilan obat terjadi pada orang yang berumur karena terjadi pengurangan “clearance” oleh obat yang dimetabolisasi oleh enzim CYP450 dan juga akan terjadi perubahan pengaliran darah di hepar dan perubahan size hepar dengan meningkatnya umur.

Daripada 21 penderita yang mengalami hepatotoksisitas, secara keseluruhan didapati tiada penderita pada kelompok umur ≤20 tahun yang mengalami hepatotoksisitas. Pada kelompok umur 21-40 tahun pula didapati sebanyak 4 penderita(19%) yang mengalami hepatotoksisitas, pada kelompok umur >60 tahun didapati sebanyak 3 penderita (14.3%) dan kelompok umur terbanyak yang mengalami hepatotoksisitas adalah kelompok 41-60 tahun yaitu sebanyak 14 penderita (66.7%). Dalam penelitian Khadka (2007) kelompok umur paling banyak yang mengalami hepatotoksisitas adalah kelompok umur 41-60 tahun yaitu sebanyak 14 penderita(45.1%) dan kelompok umur yang paling sedikit menderita hepatotoksisitas adalah kelompok umur >60 tahun yaitu sebanyak 1 penderita (25%).

Jenis kelamin yang mengalami hepatotoksisitas akibat penggunaan OAT yang paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 18 penderita (85.7%) dan perempuan pula ialah sebanyak 3 orang(14.3%). Mengikut penelitian Syakya (2006), lebih banyak penderita perempuan yang mengalami hepatotoksisitas akibat penggunaan OAT berbanding laki-laki. Mengikut penelitian saya terdapat banyak pasien laki-laki TB paru jadi angka kejadian hepatotoksisitas lebih banyak pada laki-laki.

5.2.4 Distribusi sampel berdasarkan kadar SGPT Penderita Tuberkulosis Paru yang menkonsumsi OAT di RSUP H.Adam Malik Tahun 2010

Dari hasil penelitian, terlihat sebanyak 40(78.4%) penderita pada kadar SGPT ≤40 IU/L. Ini merupakan kelompok penderita yang normal tanpa efek hepatotoksisitas akibat penggunaan OAT yang dijumpai paling banyak manakala sebanyak 7 penderita(13.7%) dijumpai pada kadar SGPT 41-50 IU/L dan sebanyak 4 penderita (7.8%) pada kadar SGPT 51-215 IU/L dengan kadar SGPT 41-50 IU/L(hepatotoksisitas ringan) mempunyai jumlah penderita yang lebih banyak daripada kadar SGPT 51-215 (hepatotoksisitas sedang). Pada hasil penelitian Khadka(2009) di Bhaktapur, India ditemukan bahawa penderita yang mengkonsumsi OAT, jumlahnya pada kadar SGPT <40 ternyata sebesar 84% dengan jumlah penderita mereka sebanyak 96 orang dari 114 penderita. Pada kadar SGPT 41-50 IU/L pula sebesar 7% dengan jumlah penderita mereka sebanyak 8 orang dari 114 penderita manakala pada kadar SGPT >51 IU/L pula sebesar 9% dengan jumlah penderitanya sebanyak 10 orang daripada 114 penderita. Perbedaan persentase dalam penelitian Khadka dengan penelitian saya untuk hepatotoksisitas ringan dan sedang ini mungkin karena pada penelitian Khadka tidak disertai faktor eksklusif sewaktu penelitian dijalankan. Dalam penelitian saya, saya sertakan faktor-faktor ekslusif yang bisa menyebabkan kenaikan kadar SGOT/SGPT seperti penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan kenaikan kadar SGOT/SGPT, obat-obatan (asetaminofen, amiodarone, omeprazole,klorpromazine, kaptopril,) dan penderita yang mengkonsumsi alkohol. Jadi persentase hepatotoksisitas sedang lebih besar daripada persentase hepatotoksisitas ringan pada penelitian Khadka berbanding dengan penelitian saya di mana persentase hepatotoksisitas ringan lebih besar dari persentase hepatotoksisitas berat. Menurut penelitian Syakya (2006) di Kathmandu, Nepal, 4 (8%) daripada 50 orang pasien TB paru yang mengkonsumsi OAT

mengalami hepatotoksisitas. Jumlah persentase hepatotoksisitas pada penelitian ini kurang daripada jumlah persentase hepatotoksisitas pada penelitian saya adalah karena dosis rifampisin yang diberikan kepada responden-responden mereka bukan hanya sebanyak 300 mg dan 450 mg tetapi juga diberi sebanyak 600 mg berbanding dengan responden-reponden dalam penelitian saya di mana dosis rifampisin yang diberi adalah sebanyak 450 mg. Dosis obat mempengaruhi kejadian hepatotoksisitas. Semakin besar dosis obat, semakin tinggi peluang untuk terjadinya hepatotoksisitas dan rifampisin merupakan salah satu sebab utama terjadinya hepatotoksisitas. Mengikut penelitian Khalili (2009) di Tehran Iran, angka kejadian hepatotoksisitas pada penderita TB paru yang mengkonsumsi OAT adalah sebanyak 32 orang (31.37%) daripada 102 penderita.

Secara teori telah dibuktikan di dalam jurnal Tostmann (2007), yaitu salah satu efek utama pengambilan OAT adalah hepatotoksisitas. Terdapat 11 penderita secara keseluruhan yang mengalami hepatotoksisitas dan sebab terjadinya hepatotoksisitas pada kelompok ini juga mungkin karena peningkatan umur. Mengikut hasil yang didapati dari penelitian saya, sebanyak 6 penderita daripada 7 penderita yang mengalami hepatotoksisitas sedang adalah berumur sekitar 40-60 tahun dan sebanyak 3 penderita daripada 4 penderita yang mengalami hepatotoksisitas sedang adalah berumur lebih dari 60 tahun. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian Khadka (2009) di mana resiko hepatotoksisitas meningkatnya dengan umur. Pada penelitian ini dinyatakan bahawa kadar hepatotoksisitas meningkat sebanyak 2-8% dengan peningkatan umur. Mengikut penelitian Tostmann (2007) juga dinyatakan hepatotoksisitas akibat pengambilan obat terjadi pada orang yang berumur karena terjadi pengurangan “clearance” oleh obat yang dimetabolisasi oleh enzim CYP450 dan juga akan terjadi perubahan pengaliran darah di hepar dan perubahan size hepar dengan meningkatnya umur.

Daripada 21 penderita yang mengalami hepatotoksisitas, secara keseluruhan didapati tiada penderita pada kelompok umur ≤20 tahun yang mengalami hepatotoksisitas. Pada kelompok umur 21-40 tahun pula didapati sebanyak 4 penderita(19%) yang mengalami hepatotoksisitas, pada kelompok umur >60 tahun didapati sebanyak 3 penderita (14.3%) dan kelompok umur terbanyak yang mengalami hepatotoksisitas adalah kelompok 41-60 tahun yaitu sebanyak 14 penderita (66.7%). Dalam penelitian Khadka (2009) kelompok umur paling banyak yang mengalami hepatotoksisitas adalah kelompok umur 41-60 tahun yaitu sebanyak 14

penderita(45.1%) dan kelompok umur yang paling sedikit menderita hepatotoksisitas adalah kelompok umur >60 tahun yaitu sebanyak 1 penderita (25%).

Jenis kelamin yang mengalami hepatotoksisitas akibat penggunaan OAT yang paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 18 penderita (85.7%) dan perempuan pula ialah sebanyak 3 orang(14.3%). Mengikut penelitian Syakya (2006), lebih banyak penderita perempuan yang mengalami hepatotoksisitas akibat penggunaan OAT berbanding laki-laki. Mengikut penelitian saya terdapat banyak pasien laki-laki TB paru jadi angka kejadian hepatotoksisitas lebih banyak pada laki-laki.

Kelebihan dan kelemahan penelitian saya Kelemahan

 Jenis kelamin yang mengalami hepatotoksisitas akibat penggunaan OAT yang paling banyak adalah laki-laki tetapi mengikut jurnal Rajani (2006) kebanyakannya yang mengalami hepatotoksisitas adalah perempuan.

 Kelompok umur yang menderita TB paru paling banyak didapati pada kelompok umur 41-60 tahun berbeda dengan penelitian Low (2009) di mana kelompok umur >65 tahun mempunyai penderita TB paru yang paling banyak.

 Daripada 283 sampel penderita TB paru didapati hanya 51 sampel yang lengkap dengan semua kriteria ekslusif seperti pasien yang mengkonsumsi alkohol, yang menderita hepatitis B dan C, yang mengkonsumsi obat-obatan yang bisa menyebabkan hepatotoksisitas seperti asetaminofen, amiodarone, omeprazole, klorpromazine, kaptopril, pemeriksaan laboratoriumnya yang diambil kurang daripada 10 hari, pederita TB paru relaps, penderita rawat jalan, dan rekam medis yang tidak lengkap seperti yang tiada kadar SGOT/SGPT, tiada follow-up,dan yang tidak jelas. Penelitian ini bisa dijalankan dengan lebih lengkap lagi dengan merangkumi aspek-aspek seperti meneliti hepatotoksisitas dengan durasi pengambilan OAT dan apakah kadar hepatotoksisitasnya lebih tinggi dengan kombinasi rifampisin dan isoniazid. Aspek-aspek ini tidak disertakan di dalam penelitian saya karena kebanyakan data-data pasien tidak lengkap. Penelitian saya bisa menjadi rujukan bagi peneliti seterusnya yang ingin meneliti mengenai hepatotoksisitas akibat pengambilan OAT dan mengambil kelemahan-kelemahan dalam

Dokumen terkait