• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru (TB paru)

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis, adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis komplex. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Simon, 2002).

2.1.2 Morfologi dan struktur bakteri

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3- 0.6 mikrometer dan panjang 1-4 mikrometer. Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis ialah asam

Bisa dijadikan sebagai bahan bacaan di perpustakaan besar Universitas Sumatera Utara, yang diharapkan bermanfaat sebagai pembanding dan referensi untuk penelitian lebih lanjut.

1.4.3 Untuk Peneliti

i) Bisa mengetahui besarnya angka kejadian hepatotoksisitas di kalangan pesakit TB.

ii)Sebagai sarana pengembangan diri dan penerapan pengetahuan yang diperoleh penulis tentang metodologi penelitian.

1.4.4 Untuk pembaca

Bisa berupa suatu kesadaran untuk masyarakat dan juga untuk pasien-pasien TB akan efek samping OAT supaya mereka akan menjalani follow up di puskesmas untuk mengelakkan komplikasi yang serius akibat hepatotoksisitas.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru (TB paru)

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis, adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis komplex. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Simon, 2002).

2.1.2 Morfologi dan struktur bakteri

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3- 0.6 mikrometer dan panjang 1-4 mikrometer. Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis ialah asam

mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat yang disebut faktor kord, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60-C90) yang dihubungkan dengan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam –alkohol (Fhar, 2004).

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen Mycobacterium tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibody monoklonal. Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 dKa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa, yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mengdiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen Mycobacterium tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 alpha, protein MTP 40 dan lain-lain (Fahr, 2004).

2.1.3 Klasifikasi

Tuberkulosis dapat dibagi menjadi tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstraparu. TB paru adalah TB yang menyerang jaringan paru,vtidak termasuk pleura. TB paru dapat dibagi menjadi hasil pemeriksaan dahak dan tipe pasien. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas TB paru BTA (+) dan TB paru BTA (-). TB paru BTA (+) adalah di mana sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA (+), hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA (+) dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif dan hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA (+) dan biakan positif. TB paru BTA (-) pula adalah di mana hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-), gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif dan juga hasil pemeriksaan di mana dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) dan biakan Mycobacterium tuberculosis positif (Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2005).

Berdasarkan tipe pasien pula ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu, yang pertama adalah kasus baru, kedua adalah kasus kambuh (relaps), ketiga adalah kasus defaulted atau drop out, keempat adalah kasus gagal, kelima adalah kasus kronik dan keenam adalah kasus bekas TB. Kasus baru merangkumi pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. Kasus kambuh (relaps) merangkumi pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif/perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan yaitu lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur dan keganasan) dan TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus TB. Seterusnya ialah kasus defaulted atau drop out dimana ia merangkumi pasien yang telah menjalani pengobatan lebih dari satu bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatan selesai. Kasus gagal pula merangkumi pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan. Kasus kronik pula adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik. Seterusnya yang terakhir adalah kasus bekas TB di mana hasil pemeriksaannya BTAnya negatif dan biakannya juga negatif bila ada dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap (Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2005).

TB ekstraparu adalah TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain (Jagirdar, 1996).

2.1.4 Manifestasi Klinis

TB paru mempunyai onset yang cepat dan dapat menular dengan cepat. Simptomnya adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih, dahak bercampur darah,

batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat

malam walaupun tanpa kegiatan dan demam meriang lebih dari satu bulan.(Melo, 2000).

2.1.5 Patogenesis

Tuberkulosis Primer

Kuman TB yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut yaitu sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad intergrum), sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Gron, garis fibrotik, dan sarang perkapuran di hilus) dan menyebar dengan cara perkontinuitatum yaitu menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman TB akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. Penyebaran juga berlaku dengan cara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. Penyebaran juga berlaku dengan cara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, tuberkulosis

meningitis, dan typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, dan genitalia. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya

pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis atau tuberkuloma) atau komplikasinya atau penyebarannya berakhir dengan kematian. Semua kejadian di atas adalah perjalanan tuberkulosis primer (Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia, 2006).

Tuberkulosis Postprimer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, tuberkulosis lokalisasi dan tuberkulosis menahun. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut yaitu diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat atau sarang tersebut akan meluas dan segere terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut akan dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar (Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia, 2006).

Satu lagi jalan yang akan diikuti oleh sarang pneumoni ialah sarang pneumoni tersebut akan meluas dan membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,

kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas. Kemudian ia akan memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), yang disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. Kemudian kaviti tersebut akan melalui proses penyembuhan yang disebut open healed cavity atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemudian ia berakhir sebagai kaviti yang terbungkus

dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped) (Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia, 2006).

2.1.6 Diagnosa

Diagnosa TB paru dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori yaitu batuk lebih dari 2 minggu, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada. Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar (Hopewell, 2000).

Gejala sistemiknya pula ialah demam,malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun (Hopewell, 2000).

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur

paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum (Edward, 1997).

Seterusnya dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, likuor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH). Seterusnya ialah cara pengumpulan dan pengiriman bahan dimana dahak pasien diambil sebannyak 3 kali, yaitu

dahak sewaktu kunjungan, pagi (keesokan harinya) dan pada saat mengantarkan dahak pagi atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan /ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, likuor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar/ BAL, urin, feses dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopis dan biakan. Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl-Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana pewarnaannya dilakukan dengan auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan) (Hopewell, 2002).

Tabel 2.1. Interpretasi hasil pemeriksaan TB paru

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative

BTA positif

1 kali positif, 2 kali negatif Ulang BTA 3 kali, kemudian Bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif

Bila 3 kali negative BTA negative

( Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia, 2006).

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Mengikut Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease),

Tabel 2.2 Interpretasi pemeriksaan mikroskopis TB paru mengikut skala IUATLD

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang

Negatif

pandang ditemukan Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang

pandang

+ (1+)

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang ++ (2+) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang +++ (3+)

( Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia, 2006).

Seterusnya pemeriksaan bakteriologi dapat juga dilakukan dengan cara biakan kuman, yaitu pemeriksaan biakan Mycobacterium tuberculosis dengan metode konvensional, dengan cara Egg Base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh) dan agar base media (Middle brook) (Jacobs, 2001).

Seterusnya dilakukan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain yang berdasrkan indikasi ialah foto lateral, top-lordotik, oblik, dan CT-scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk multiform. Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif ialah bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. Gambaran yang lain ialah kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular. Selain itu bisa juga dilihat bayangan bercak milier dan efusi pleura unilateral atau bilateral. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif ialah gambaran yang berupa fibrotic, kalsifikasi atau penebalan pleura. Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut. Jadi perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit (Jacobs, 2001).

Ketiga ialah pemeriksaan serologi dengan berbagai metode yaitu Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), ICT, Mycodot, Uji peroksidae anti peroksidase (PAP) dan uji serologi yang baru/IgG TB (Jacobs, 2001).

Setelah diketahui bahwa TB paru terutama menyerang paru-paru, kerusakan paru-paru merupakan salah satu komplikasi yang paling sering, dan mungkin menyebabkan kegagalan paru-paru. Komplikasi TB paru antaranya ialah gangren paru. Selain daripada itu ditemukan juga trombosis vaskular dan arteritis. Komplikasi vaskular yang berlaku diperlukan untuk pengembangan gangren paru (jurnal CHEST). Dalam kasus-kasus di mana penyakit ini tidak diobati atau dalam kasus di

mana ia belum diobati tepat pada waktu dan dalam cara yang tepat, penyakit ini bisa menjadi sangat serius bahkan mengancam nyawa. Dalam kasus seperti itu, ia bisa menyebar ke bagian lain dari tubuh, sehingga membuat pengobatan lebih sulit, terutama jika menyebar ke tulang, karena kerusakan pada sendi diikuti dengan rasa sakit sangat mungkin harus dialami kemudian. Selain itu terjadi juga pneumotoraks dan efusi pleura ( Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005).

Tuberkulosis di luar paru terjadi akibat tuberkulosis paru sebagai komplikasinya. Ginjal dan kelenjar getah bening adalah situs yang paling umum untuk tuberkulosis yang berkembang di luar paru-paru. Tuberkulosis juga dapat mempengaruhi tulang, otak, rongga perut, membran sekitar jantung (pericardium), sendi (pinggul dan lutu), dan organ reproduksi (Rasjid,2000). Dalam sebuah infeksi TB paru, bakteri mungkin merebak dari paru-paru ke kelenjar getah bening yang mengalirkan paru-paru. Jika pertahanan alami tubuh dapat mengendalikan infeksi, ia pergi tidak lebih jauh, dan bakteri menjadi aktif. Namun, anak-anak yang sangat muda memiliki pertahanan lemah, dan di dalamnya, kelenjar getah bening ini akan menjadi cukup besar untuk menekan tabung bronkial, menyebabkan batuk nakal dan mungkin paru-paru runtuh. Kadang-kadang, bakteri menyebar sampai pembuluh getah bening ke kelenjar getah bening di leher. Infeksi pada kelenjar getah bening di leher dapat menembus kulit dan pembuangan nanah (Edward C, 1997).

Tuberkulosis yang menginfeksi selaput otak (TB meningitis) adalah berbahaya. Meningitis adalah komplikasi yang tak terelakkan dalam kasus-kasus ketika TB paru menyebar ke otak. Di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya, meningitis TB paling sering terjadi di kalangan orang tua atau orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Di negara-negara berkembang, meningitis TB yang paling umum di antara anak-anak sejak lahir sampai usia 5.

Tuberkulosis juga dapat menginfeksi otak itu sendiri, membentuk massa yang disebut tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat menyebabkan gejala seperti sakit kepala, kejang, atau kelemahan otot. Keseriusan

penyakit ini tersirat melalui fakta bahwa ia dapat menyebar ke seluruh tubuh, dan dalam kasus seperti itu, mengarah pada kegagalan ginjal, hati dan bahkan jantung, yang merupakan alasan untuk hasil yang fatal yang berhubungan dengan komplikasi ini (Tahaoglu, 2001).

Pada TBC perikarditis, terjadi kebocoran cairan ke dalam ruang antara perikardium dan jantung. Efek ini membatasi kemampuan jantung untuk memompa dan menyebabkan urat leher bengkak dan kesulitan bernafas. Di bagian dunia dimana TB adalah umum, perikarditis TB adalah penyebab umum dari gagal jantung (Tahaoglu, 2001).

Tuberkulosis usus terjadi terutama di negara-negara berkembang. Infeksi ini mungkin tidak menimbulkan gejala apapun tetapi dapat menyebabkan pembengkakan jaringan abnormal di perut (Tahaoglu, 2001).

2.2 Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan ( 4 atau 7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Obat anti tuberkulosis (OAT) lini pertama merupakan jenis obat utama yang digunakan. OAT lini pertama antaranya ialah Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin dan Etambutol. Kemasan obat-obat tersebut merupakan obat tunggal,disajikan secara terpisah, masing-masing Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol atau bisa juga sebagai obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination-FDC). Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan (Tahaoglu, 2003).

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB yaitu dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping, mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi

obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep dan jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien (Tahaoglu, 2003).

2.2.1 Dosis obat

Tabel 2.3. Jenis dan dosis OAT

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan untuk menggantikan paduan obat

tunggal dengan kombinasi tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti dilihat pada tabel di bawah (Buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia).

Obat Dosis (Mg/Kg BB/Hari)

Dosis yang dianjurkan --- Harian Intermitten (mg/kgBB/hari) (mg/Kg/BB/kali) Dosis Maks (mg) Dosis(mg)/ berat badan(kg) --- < 40 40-60 >60 R 8-12 10 10 600 300 450 600 H 4-6 5 10 300 150 300 450 Z 20-30 25 35 2000 750 1000 1500 E 15-20 15 30 2500 750 1000 1500 S 5-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

Tabel 2.4. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap

Fase intensif Fase lanjutan 2 bulan 4 bulan BB Harian Harian 3x/minggu Harian 3x minggu

(RHZE) 150/75/400/275 (RHZ) 150/75/400 (RHZ) 150/150/500 (RH) (RH) 150/75 150/150 30- 37 2 2 2 2 2 38- 54 3 3 3 3 3 55- 70 4 4 4 4 4 >71 5 5 5 5 5

Tabel 2.5. Paduan obat anti tuberkulosis

Kasus Paduan obat yang dianjurkan Keterangan I TB paru, BTA(+),

BTA(-), lesi luas

2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE

II Kambuh Gagal pengobatan *2 RHZE/ 4 R3H3

- RHZE/ 5 RHZE/ sesuai hasil

Uji resistensi atau 2RHZE/1 RHZE/ 5 RHE

3-6 kanamisin,ofloksasin, sikloserin/15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES/ 1 RHZE/ 5 RHE

Bila streptomisin alergi dapat diganti kanamisin II TB paru putus berobat

Lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis bakteriologi dan radiologi saat ini *2 RHZES/ 1 RHZE/ 5 R3H3E3 III TB paru BTA negatif lesi minimal Kronik

2 RHZE/ 4 RH atau 6 RHE atau *2 RHZE/4 R3H3

RHZES/ sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitive)+ obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan )

IV

MDR TB

Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

2.2.2 Evaluasi pengobatan

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat. Dari segi evaluasi klinisnya pasien harus dievaluasi setiap 2 minggu pada bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan. Evaluasinya harus merangkumi respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit. Selain itu, harus juga diperiksa keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisis. Dari segi evaluasi bakteriologinya harus dalam masa 0 hingga 2 bulan dan 2 hingga 6 bulan/9 bulan. Tujuannya ialah untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Pemeriksaan mikroskopis harus dilaksanakan sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan pengobatan yaitu setelah fase intensif dan pada akhir pengobatan. Evaluasi radiologinya harus dilaksanakan dalam durasi 0 hingga 2 bulan dan 2 hingga 6 bulan/9 bulan. Evaluasi foto toraks dilakukan sebelum pengobatan, setelah 2 bulan pengobatan dan pada akhir pengobatan. Evaluasi efek samping secara klinis pula merangkumi pemeriksaan fungsi hati. Pemeriksaan ini diperiksa dari awal, sebelum dan sesudah bermulanya pengobatan OAT. Fungsi hati selalunya dinilai dengan melihat

Dokumen terkait