• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam efisiensi

kebijakan mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian Penyerahan wewenang untuk pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. Pemerintah Kabupaten harus memposisikan dirinya sebagai pengemban amanat di wilayahnya. Strategi pembangunan wilayah dan perkotaan mempunyai prinsip dasar pembangunan dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat. Hal ini dapat tercapai bila proses pembangunan berakar pada kemampuan sumber daya alamnya dan kreativitas seluruh pelaku pembangunan. Terkait dengan prinsip dasar di atas, pemerintah harus mengupayakan bentuk-bentuk partisipasi yang efektif dan produktif. Pemerintah pusat dalam hal ini adalah fasilitator untuk pencapaian community driven planning tersebut. Dengan demikian proses pelaksanaan pengembangan wilayah dan kota diharapkan akan mencapai hasil secara efektif dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien dan ditangani melalui kegiatan penataan ruang(http://regionalplaning.rft.governance).

a. Pengaturan mengenai tata lingkungan agar sesuai dengan keadaan suatu wilayah dan mempertahankan mahkluk hidup didalamnya merupakan kewajiban semua orang. Pelestarian sumber daya alam tidak lepas dari pelestarian lingkungan hidup untuk kepentingan pembangunan, kesejahteraan dan kemekmuran rakyat. Dalam pengaturan internasional mengenai pelestarian dan pengembangan kelestarian serta wilayah, The first declaration of tinos with this declaration we ecommit the promises made 40 year ago in country, we have seen the arrival of the global village we foretold and have witnessed our forecast materialize, not the least of which are megapolitan development around the globe. While many technological advances have improved our lives their bebefit are ill distributed. The global

commit to user

environment suffers, improvement in the standard of living must parallel

anticipated growth (Devas N and Rakodi C eds (1993) managing fast

Growing cities. Logman. New York. Vol. 31 No. 4 pp 331-338)

Dengan berkembangnya zaman mau tidak mau kebutuhan manusia akan berkembang pula. Kerasnya kehidupan memaksa manusia harus mampu bertahan bersaing dengan yang lain. Berbagai cara manusia tempuh untuk mencapai apa yang diinginkan. Bertambahnya populasi manusia pada suatu tempat tidak menambah pula jumlah luas lahan. Justru membuat lahan – lahan menjadi semakin menyempit digunakan sebagai tempat tinggal dan lain sebagainya. Bagi bangsa Indonesia ketersediaan tanah merupakan faktor penting untuk menjamin kelangsungan penyediaan pangan dan tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi lain di luar pertanian. Terjadinya pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi senantiasa mempengaruhi sisi permintaan terhadap tanah yang luasnya bersifat tetap.

Manusia adalah makhluk individu dan social. Ada perbedaan antara perilaku individu dan perilaku social dari manusia. Perilaku sosial manusia terkait dengan kebutuhan untuk berinteraksi antara satu sama lain. Interaksi dilakukan oleh manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia berfungsi sebagai tempat tinggal untuk berlindung diri dari cuaca dan gangguan lain. Rumah dan pemukiman mempunyai peranan yang sangat strategis, diantaranya untuk mewujudkan pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Selain kebutuhan akan rumah dan pemukiman, untuk meningkatan pembangunan nasional pula, dibangunlah kawasan industri atau pabrik untuk mencukupi kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan mengurangi tingkat pengangguran.

Secara sederhana Pemerintah sendiri berkewajiban menyediakan tanah yang diperlukan, baik untuk investasi maupun keperluan pembangunan lainnya. Sedangkan tanah harus diambil dari rakyat karena tanah negara dapat

commit to user

dikatakan sudah sulit dijumpai. Berlangsungnya fenomena penyusutan luas tanah pertanian, terutama persawahan di Pulau Jawa dan sekitar kota-kota besar, menunjukkan bahwa dinamika perubahan penggunaan tanah menjadi semakin intensif dengan semakin berkembangnya perekonomian wilayah. Dengan demikian, permasalahan ini tidak terlepas dari proses transformasi struktur ekonomi yang terjadi di Indonesia, yakni dari yang berbasiskan sektor pertanian ke sektor industri, jasa, dan perdagangan. Sebagai suatu konsekuensi pembangunan, hal ini dapat dinilai wajar terjadi. Pertumbuhan penduduk kota dan aktivitas perekonomian memerlukan tanah untuk perumahan, industri, sarana dan prasarana penunjang lainnya. Dalam konteks yang lebih luas, penyusutan tanah-tanah pertanian dapat pula menimbulkan persoalan ekonomi dan goncangan politik karena penyusutan tersebut berpotensi menciptakan kelangkaan pangan di masa mendatang.

Untuk melaksanakan amanat pelestarian dan pertahanan lingkungan pemerintah Kabupaten Karanganyar menyelenggarakan pemerintahan dengan kebijakan untuk mencegah terjadinya pembangunan yang tidak terkontrol yang tidak menyeimbangkan tata ruang di Kabupaten Karanganyar yaitu dengan kebijakan mencegah alih fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian. Untuk pelaksanaan pertahanan lahan yang diprioritaskan seperti lahan pertanian sebagai konsekuensi Negara agraris yang menghasilkan pangan dari pertanian. Kabupaten Karanganyar berusaha mencegah pengalihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian dengan kebijakan yang ditentukan yang dilaksanakan secara efisiensi, mengingat untuk melaksanakan kebijakan tersebut membutuhkan banyak dana yang dikeluarkan. Efisiensi dilakukan dengan penyederhanaan prosedur, proses, pengaturan, tahapan pelaksanaan, keterlibatan penyelenggara tanpa menghilangkan esensi dan landasan konstitusi.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan. Pengaturan tersebut dibentuk untuk dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun daerah dengan otonomi daerahnya. Pengaturan tersebut tidak lepas dengan pertahanan

commit to user

wilayah bangsa Indonesia dan menyeimbangkan fungsi agraris dan yang lainnya, mengingat bangsa Indonesia adalah negara agraris yaitu lahan pertanian yang dikelola dan dipertahankan untuk kemakmuran rakyat seluruhnya. Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (2), Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian. Sedangkan alih fungsi lahan pertanian menurut Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 adalah perubahan fungsi lahan pertanian menjadi bukan lahan pertanian yang dilakukan secara tetap maupun sementara.

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Negara Agraria Nomor 590/11108/SJ perihal Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian kemudian ditindaklanjuti dengan Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/107/1985 tentang Pencegahan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian Yang Tidak Terkendali, dan melalui Surat Keputusan Bupati Karanganyar Nomor 310/89 Tahun 2001 tentang Pembentukan Panitia Pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian Kabupaten Karanganyar, maka daerah Kabupaten Karanganyar yang mayoritas terdiri atas tanah persawahan, dapat dialih fungsikan ke sektor lain, seperti industri, perdagangan, dan pemukiman. Alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsi semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negative (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Pertanian sendiri mempunyai fungsi yaitu dapat mengukur hasil gabah, jerami yang dihasilkan untuk satuan luas tertentu, menjaga ketahanan pangan, menjaga kestabilan hidrologis daerah aliran sungai, menurunkan erosi, menyerap tenaga kerja, memberikan keunikan dan daya tarik pedesaan dan mempertahankan nilai – nilai budaya. Dan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup baik dari jumlah mutu, aman, merata, dan terjangkau.

Pertanian di Indonesia masih menghadapi persoalan klasik yang menjadi dampak berkurangnya lahan pertanian. Sedikitnya 180.000 ha lahan pertanian dialih fungsikan menjadi lahan non pertanian setiap tahunnya dan permasalahan

commit to user

yang timbul dari tahun ke tahun tidak pernah berubah seperti kelangkaan pupuk, kekeringan, banjir serta anjloknya harga gabah pada musim panen yang pada akhirnya berdampak pada penghasilan petani. Sebagai jalan keluar karena tidak ada kepedulian pelaku ekonomi terjadi pergeseran struktur ketenagakerjaan dan penguasaan pemilihan lahan pertanian pedesaan serta struktur ekonomi dari pertanian ke industri dan demografis dari pedesaan ke perkotaan.

Dari uraikan di atas didapat ada beberapa faktor yang memberikan sumbangan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian, yaitu : h. faktor eksternal, yaitu faktor dari luar. Dinamika pertumbuhan perkotaan

(fisik, spasial), lengkapnya sarana dan prasarana penunjang industri (geografis daerah), demografi (pertambahan jumlah penduduk) maupun ekonomi.

i. faktor internal, yaitu faktor dari dalam. Dapat disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan, kurangnya atau kelangkaan lahan dan air.

j. faktor kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan.

k. Faktor pengaruh warga dari desa-kelurahan perbatasan yang telah lebih dahulu menjual tanah mereka kepada pihak Perseroan Terbatas (PT);

l. Adanya penanaman modal pihak swasta dengan membeli lahan-lahan produktif milik warga;

m. Proses pengalihan pemillik lahan dari warga ke beberapa PT dan ke beberapa orang yang menguasai lahan dalam luasan yang lebih dari 10 hektar; dan

n. Intervensi pemerintah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Ada banyak teori pengembangan wilayah yang dapat dijadikan acuan dalam rangka penataan ruang Kabupaten Karanganyar. Secara umum teori pengembangan wilayah maupun penataan ruang sudah berkembang jauh dari

commit to user

sejak dikembangkannya pada tahap awal. Teori-teori pengembangan wilayah menganut berbagai azas atau dasar dari tujuan penerapan masing-masing teori. e. teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah (local

prosperity). Perkembangan wilayah harus mempunyai penekanan untuk

kemakmuran untuk hal-hal yang berkaitan dengan wilayah yaitu: masyarakat, flora, fauna.

f. menekankan pada sumber daya lingkungan dan faktor alam yang dinilai sangat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu daerah

(sustainable production activity). Kelompok ini sering disebut sebagai sangat

perduli dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). g. memberikan perhatian kepada kelembagaan dan proses pengambilan

keputusan di tingkat lokal sehingga kajian terfokus kepada governance yang bisa bertanggung jawab (resposnsible) dan berkinerja bagus (good).

h. perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang tinggal di suatu lokasi (people prosperity)

(http://www.pengembanganwilayahdalamalihfungsilahan.ekstrick.org?)

Rencana tata ruang wilayah menurut Lembaran Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 136 Tahun 1999 Seri D Nomor 112 Peraturan Daerah Dati II Karanganyar Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten daerah tingkat II Karanganyar adalah kebijaksanaan daerah yang menetapkan lokasi di kawasan yang harus dilindungi, lokasi dari kawasan budi daya termasuk kawasan produksi dan kawasan pemukiman, pola jaringan dan wilayah di dalam Kabupaten Daerah Tingat II Karanganyar yang akan diperioritaskan pengembangannya dalam kurun waktu perencanaan.

Untuk dapat melakukan proses peralihan lahan pertanian ke non pertanian, harus melalui izin dari :

commit to user

a. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah Cq. Kepala Direktorat Agraria bagi tanah yang luasnya lebih dari 10.000 m2 (lebih dari 1 ha). b. Bupati atau Walikota Kepala Daerah bagi tanah yang luasnya kurang dari

10.000m2 atau kurang dari 1 ha.

Dalam rangka penyelesaian permohonan izin Perubahan Tanah Pertanian ke non pertanian harus memperhatikan pertimbangan dari panitia pertimbangan perubahan tanah pertanian ke non pertanian yang dibentuk oleh Bupati atau Walikota Kepala Daerah setempat.

Untuk menindaklanjuti kegiatan proses peralohan lahan pertanian ke non pertanian, maka dibentu Panitia Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian. Susunan keanggotaan Panitia Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian Kabupaten Daerah Tingkat II adalah sebagai berikut :

a. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota sebagai ketua merangkap anggota;

b. Kepala Bagian Pemerintahan sebagai wakil Ketua merangkap sebagai anggota;

c. Seorang staf Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota sebagai Sekretaris bukan anggota;

d. Ketua BAPEDDA sebagai anggota;

e. Kepala Bagian Hukum dan Ortala sebagai anggota; f. Kepala Bagian Perekonomian sebagai anggota;

g. Kepala Cabang Dinas Pertanian Pangan sebagai anggota tidak tetap; h. Kepala Seksi Pengairan sebagai anggota tidak tetap;

i. Kepala Cabang Dinas Perkebunan sebagai anggota tidak tetap.

Tugas pokok Panitia Pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian adalah membantu Bupati atau Walikota Kepala Daerah dalam menyelesaikan permohonan izin perubahan tanah pertanian ke non pertanian

commit to user

dengan menyajikan bahan – bahan pertimbangan tentang tanah yang dimohonkan, sebagai hasil kegiatan – kegiatan :

a. Penelitian secara administratif atas permohonan izin; b. Pembahasan – pembahasan dengan memperhatikan :

1) fatwa tata guna tanah

2) planologi kota atau daerah, khususnya Perencanaan Pengembangan Irigasi (Koordinasi dengan instansi terkait)

3) peraturan perundang – undangan atau ketentuan – ketentuan yang berlaku.

c. Mengadakan peninjauan lapangan dan wawancara dengan pemohon yang bersngkutan, khususnya yang menyangkut status tanah, keadaan fisik tanah dan lingkungan hidup sekitarnya.

Selain itu, tugas – tugas lainnya adalah sebagai berikut ini :

a. Membuat berita acara atau pertimbangan pemeriksaan lapangan dan diajukan kepada Bupati.

b. Menyelesaikan hal – hal lain yang berhubungan dengan perubahan tanah pertanian kenon pertanian.

c. Melaporkan hasil atau tugasnya kepada Bupati.

Pertimbangan dari Panitia Pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian dipakai juga sebagai bahan pertimbangan Bupati atau Walikota Kepala Daerah dalam rangka pemberian rekomendasi atas permohonan ijin lokasi dan pembebasan tanah untuk keperluan perusahaan.

Saat ini kegiatan yang banyak dilakukan oleh seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahana (P3) dalah pertimbangan teknis penatagunaan tanah untuk permohonan hak atas tanah dan Ijin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT). Setiap badan hukum yang akan memperoleh tanah milik atau hak atas tanah lain dari perorangan harus mendapatkan ijin perubahan penggunan tanah. Biasanya dasar permohonan IPPT adalah Akta Perikatan Jual Beli. Dengan dasar akta tersebut,

commit to user

jika permohonan IPPT dikabulkan, maka dapat dilanjutkan pada proses sejanjutnya yaitu jual beli.

Dalam memberikan IPPT, Kantor Pertanahan perlu mendapatkan pertimbangan dari instansi terkait seperti Dinas Tata Kota, Dinas Bangunan, BAPPEDAL, Kecamatan, Kelurahan. Untuk itu sebelum penetapan perlu diadakan rapat koordinasi. Selama proses rapat koordinasi, pihak pemohon juga diundang untuk mendengarkan keterangan dari tiap-tiap instansi dan memberikan argumen mengenai permohonannya tersebut.

Pemohon yang hendak mengalihkan lahan pertanian ke lahan non pertanian harus melalui persyaratan – persyaratan. Permohonan Izin Perubahan Tanah Pertanian ke non pertanian diajukan dengan cara mengisi formulir yang tersedia di Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota setempat disertai kelengkapan sebagai lampiran, persyaratan yang harus dilengkapi oleh pemohon adalah sebagai berikut :

a. Keterangan identitas pemohon dan kelengkapan data yuridis yang terdiri dari :

1) fotocopi kartu tanda penduduk (KTP),

2) fotocopi sertifikat tanah atau bukti pemilikan lain yang sah. b. Keterangan fisik tanah untuk :

1) Perorangan

a) sketsa dan letak lokasi,

b) pernyataan rencana penggunaan dan pemanfaatan tanah yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu maksimal 36 bulan.

2) Badan Hukum dan Instansi Pemerintah a) sketsa dan letak lokasi,

b) proposal yang memuat Rencana penggunaan dan pemanfaatan tanah dan tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalam jangka waktu 36 bulan,

commit to user

Bahwa tidak semua lahan pertanian dapat dialihkan dengan mudah, ada kriteria – kriteria yang harus diperhatikan, yaitu antara lain :

a. untuk tanah pertanian sawah di daerah pedesaan yang dipertahankan sebagai tanah pertanian dan yang dapat dikonversi untuk kegiatan non pertanian dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :

1) sawah irigasi teknis, setengah teknis, sederhana, dan sawah tadah hujan yang dapat ditanami 2x padi setahun atau ditanami 1x padi dan 1x palawija setahun dengan intensitas pertanaman 200% atau lebih, tidak boleh dikonversi untuk kegiatan non pertanian, termasuk dalam sawah lestari,

2) sawah irigasi teknis, setengah teknis, sederhana yang dapat ditanami 1x padi setahun dengan intensitas pertanaman berkurang dari 200% boleh dikonversi untuk kegiatan non pertanian apabila tidak tersedia air irigasi yang cukup dan produktivitas 65% atau kurang dari rata – rata produktivitas pada tingkat wilayah administrasi yang bersangkutan, 3) sawah tadah hujan yang dapat ditanami 1 x padi setahun dengan

intensitas pertanaman kurang dari 200% dapat dikonversi untuk kegiatan non pertanian.

b. untuk tanah pertanian sawah di daerah perkotaan yang dipertahankan sebagai tanah pertanian dan yang dapat dikonversi untuk kegiatan non pertanian dengan menggunakan criteria sebagai berikut :

1) sawah irigasi teknis, setengah teknis yang dapat ditanami 2x padi setahun dengan intensitas pertanaman 200% atau lebih tidak boleh dikonversi untuk kegiatan non pertanian,

2) sawah irigasi teknis, setengah teknis yang dapat ditanami 1x padi dan 1x palawija setahun dengan intensitas pertanaman sama dengan 200% boleh dikonversi untuk kegiatan non pertanian apabila luas hamparan sawah kurang dari rata – rata produktivitas tingkat wilayah administrasi yang bersangkutan,

commit to user

3) sawah irigasi teknis, setengah teknis, sederhana dan sawah tadah hujan yang dapat ditanami 1x padi setahun dengan intensitas pertanaman kurang dari 200% boleh dikonversi untuk kegiatan non pertanian, 4) sawah irigasi sederhana dan tadah hujan yang dapat ditanami 2x padi

setahun dengan intensitas pertanaman 200% atau lebih, boleh dikonversi untuk kegiatan non pertanian,

5) sawah irigasi sederhana dan tadah hujan yang dapat ditanami 1x padi dan 1x palawija setahun dengan intensitas pertanaman sama dengan 200% boleh dikonversi untuk kegiatan non pertanian.

Setelah persyaratan dari pemohon terpenuhi, maka dapat dilakukan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Prosedur izin perubahan penggunaan tanah (IPPT) di Kabupaten Karanganyar :

1. petugas loket II menerima dan meneliti kelengkapan dokumen serta meneruskan permohonan ke Kakantah.

2. Kakantah mendisposisikan ke Kasi Pengaturan dan Penatagunaan Tanah. 3. Kasi Pengaturan dan Penatagunaan Tanah menerima berkas dan

mendisposisikan ke Kasubsi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu. 4. Kasubsi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu mengagendakan dan

mempelajari dokumen serta meneruskannya kepada Kasubsi Landreform dan Konsolidasi Pertanahan. Terhadap rencana perubahan penggunaan tanah pertanian, Kasubsi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu menginformasikan Kasubag Tata Usaha untuk mempersiapkan undangan Rapat Koordinasi.

5. Kasubag Tata Usaha atas nama Kepala Kantor Pertanahan mengagendakan rapat koordinasi dan menyiapkan undangan kepada instansi terkait.

6. Tim Koordinasi melaksanakan rapat koordinasi dan pemeriksaan lapangan untuk membahas permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian.

commit to user

7. Kasubsi Landreform dan Konsolidasi Pertanahan melaksanakan pemeriksaan lapangan meliputi antara lain penggunaan tanah setempat dan sekitarnya, jaringan irigasi, aksestabilitas, dan kondisi social ekonomi setempat.

8. Kasubsi Landreform dan Konsolidasi Pertanahan membuat peta PGT berdasarkan hasil pemeriksaan lapang dan diserahkan kepada Kasubsi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu.

9. Kasubsi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu melaksanakan analisis Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) yang meliputi antara lain analisis kesesuaian penggunan dan pemanfaatan tanah dengan RTRW, ketersediaan tanah, analisis perubahan penggunaan tanah, analisis lokasi (fasilitas, utilitas, aksesibilitas), analisis social ekonomi dan pembatasan penggunaan dan pemanfataan tanah.

10. Kasubsi Landreform dan Konsolidasi Tanah membuat konsep peta IPPT berdasarkan hasil analisis IPPT dan hasil rapat koordinasi apabila pemohon mengajukan perubahan penggunaan tanah pertanian.

11. Kasubsi Penggunaan Tanah dan Kawasan Tertentu menyiapkan konsep Izin Perubahan Penggunaan Tanah.

12. Kasi Pengaturan dan Penggunaan Tanah mengkoreksi dan membubuhkan tanda tangan pada konsep IPPT.

13. Kakantah menandatangani IPPT.

Pelaksanaan kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dilakukan dengan ijin pengalihan lahan pertanian ke non pertanian. Ijin tersebut melibatkan banyak pihak dan biaya yang banyak dalam prosedur, proses perijinan dan keterlibatan instansi lain seperti Dinas Tata Kota, Dinas Bangunan, BAPPEDAL, Kecamatan, Kelurahan, Gubernur, Bupati, Kantor Pertanahan. Hal tersebut menyita banyak waktu, biaya, Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam dan penyelenggara. Untuk mengefisiensikan diperlukan pengaturan khusus untuk penyederhanaan prosedur, proses dan tahapan pelaksanaan.

commit to user

4. Tujuan dan Sasaran kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar

dalam Efisiensi Kebijakan Pencegahan Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian

Efisiensi kebijakan Kabupaten Karanganyar mempunyai tujuan dan sasaran untuk meminimal dampak alih fungsi lahan dari pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dengan perijinan yang melibatkan banyak pihak dan sumber daya lainnya. Dampak pengalihan lahan pertanian ke non pertanian akan sangat dirasakan oleh petani khususnya di daerah karanganyar. Kabupaten karanganyar banyak memasok komoditi hasil pertanian ke daerah sekitarnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlidungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Pasal 3 mempunyai tujuan sebagai berikut: a. melindungi kawasan lahan pertanian;

b. menjamin tersedianya lahan pertanian pangan;

c. mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan; d. melindungi kepemilikan lahan pertanian

e. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan mayarakat; f. meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani;

g. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak; dan h. mempertahankan keseimbangan ekologis.

Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang masih diandalkan oleh Negara Indonesia dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional melalui salah satunya adalah ketahanan pangan nasional. Akan tetapi, setiap tahunnya kita dapat cermati sering terjadi alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Alih fungsi lahan pertanian di Karanganyar, terutama lahan sawah menjadi lahan non pertanian telah berlangsung dari tahun ke tahun dan sulit dihindari sebagai akibat berkembangnya ekonomi, demografis, pembangunan yang digunakan untuk pemukiman, industri, sarana – sarana infrastruktur dan lainnya. Permasalahan yang ditimbulkan oleh akibat peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian perlu dilihat bukan saja berdasarkan

commit to user

dampaknya kepada produksi padi saja, tetapi perlu dilihat dalam perspektif yang lebih luas. Dampak yang lebih luas tersebut antara lain adalah :

a. Dampak positif :

1) pembangunan di daerah – daerah semakin maju, sehingga apa yang menjadi rencana pemerintah daerah untuk memajukan masyarakat, seperti sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat dapat terpenuhi.

2) Penyerapan tenaga kerja. Dengan diberdirinya kawasan industri hal ini berarti membawa berkah bagi masyarakat karena dapat mengurangi pengangguran dan meningkatnya pendapatan masyarakat di daerah yang tidak hanya menggantungkan dari sector pertanian.

Dokumen terkait