commit to user
EFISIENSI KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR DALAM MENCEGAH
ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna
Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
DENY RACHMANTO
NIM.E0006102
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
PERNYATAAN
Nama : DENY RACHMANTO
NIM : E0006102
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
EFISIENSI KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN
KARANGANYAR DALAM MENCEGAH ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN KE NON PERTANIAN adalah betul - betul karya sendiri. Hal -
hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar sarjana yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi ) ini.
Surakarta, 12 Juli 2011
Yang membuat pernyataan
DENY RACHMANTO
commit to user
ABSTRAK
DENY RACHMANTO. E0006102. 2011. EFISIENSI KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR DALAM MENCEGAH ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pemerintah daerah kabupaten Karanganyar dalam efisiensi kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian serta mengetahui Tujuan dan sasaran efisiensi kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian Kabupaten Karanganyar.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat perspektif, untuk menemukan hukum atau norma yang dilaksanakan dan yang seharusnya mengatur. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data kepustakaan. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Analisis data yang dilaksanakan dengan intrepretasi terhadap kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar dalam efisiensi kebijakan mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dan tujuan dan sasaran efisiensi kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dengan simpulan: Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar melaksanakan kebijakan dalam rangka mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dengan Perijinan pengalihan fungsi lahan. Perijinan tersebut banyak menyita dana, sumber daya, pengaturan, dan keterlibatan para pihak untuk kelancaran kebijakan tersebut. Prosedur penyelenggaraan perijinan yang dilaksanakan perlu efisiensi yaitu menyederhanakan prosedur, proses, tahapan pelaksanaan, pengaturan serta sumber daya penyelenggara tanpa menghilangkan esensi dan landasan konstitusi. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar belum efisien untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Karena kurangnya koordinasi pihak terkait, penggunaan waktu dan biaya yang banyak, dan kurang terfokusnya kebijakan.Tujuan Efisiensi kebijakan Kabupaten Karanganyar mempunyai tujuan dan sasaran untuk meminimal dampak alih fungsi lahan dari pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dengan perijinan yang melibatkan banyak pihak dan sumber daya lainnya. Dampak pengalihan lahan pertanian ke non pertanian akan sangat dirasakan oleh petani khususnya di daerah karanganyar. Tujuan dan sasaran kebijakan kurang fokus pada lahan pertanian, sehingga tujuan belum mencapai sasaran.
commit to user
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Tuhan meninggikan derajat orang beriman yang berilmu pengetahuan ( S. Chandra)
Mimpi adalah kunci menaklukkan dunia ( Nidji)
Setiap langkah besar selalu diawali dengan sebuah langkah kecil
( Penulis)
PERSEMBAHAN
Tuhan pencipta seluruh alam, pencipta manusia, penciptaku, pencipta orang-orang
yang aku cintai. Terima kasih ya Tuhan atas segala rahmadmu, sehingga aku
mampu menjalani semua.
Orangtuaku yang selalu memberi kasih sayang dan semangat untuk aku jalani
segala hal tentang hidup.
Gina teman dalam suka dan duka yang selalu memberi spirit dan tempat bercurah.
Saudara - saudaraku yang selalu memberi semangat dalam meraih cita - cita
Teman - temanku fakultas hukum universitas sebelas maret angkatan 2006 yang
commit to user
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas karunianya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan penulisan hukum
yang berjudul “EFISIENSI KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN
KARANGANYAR DALAM MENCEGAH ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN KE NON PERTANIAN ”. Penulisan hukum atau skripsi
merupakan tugas wajib yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa untuk
melengkapi syarat memperoleh derajat sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya Penulisan Hukum ini tidak
terlepas dari bantuan dan dorongan baik moril maupun materiil serta doa dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Pius Triwahyudi S.H., Msi, selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara sekaligus selaku pembimbing Skripsi, yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat kepada penulis bagi
tersusunnya penulisan hukum ini.
3. Ketua PPH, Bapak Lego Karjoko S.H, M.Hum, dan Mas Wawan anggota PPH
yang banyak membantu penulis dalam skripsi ini.
4. Ibu Diana Tantri C, S.H., M.Hum selaku Pembimbing Akademik ,yang selalu
memberi nasehat dan bantuan selama penulis belajar di Fakultas Hukum
Univertas Sebelas Maret.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah
memberi ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga dapat dijadikan bekal
dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu tercinta yang selalu memberi dukungan dan motivasi dalam meraih cita-
cita penulis, sehinnga dapat menjalani penulisan skripsi dengan baik.
7. Almarhum Ayah tercinta yang selalu menjadi sumber motivasi dan inspirasi
commit to user
8. Teman terbaik dalam suka dan duka Gina Dwi Korina, yang selalu
memberikan dukungan dan nasehat, sehingga penulisan skripsi dapat
terlaksana dengan baik.
9. Sahabat-Sahabatku Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Hery, Bayu,
Wendy, Angga Brewok, Dody, Agus Toni, Fitri dan Rengga.
10. Dan semua pihak yang telah membantu penyusunan penulisan hukum atau
skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum masih jauh dari sempurna baik
dari segi substansi maupun teknis penulisan. Untuk itu sumbang saran dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
penulisan hukum selanjutnya. Demikian semoga penulisan hukum ini dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk penulisan, akademisi,
praktisi maupun masyarakat umum.
Surakarta, 12 Juli 2011
Penulis
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan Masalah ... 5
C. Perumusan Masalah... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 7
F. Metodelogi Penelitian ... 7
G. Sistematika Penulisan Hukum ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 13
1. Tinjauan Mengenai Kebijakan ... a. Kajian Ilmu Kebijakan dan Pengertian Kebijakan ... 13
b. Tahap-tahap Pembuatan Kebijakan ... 13
c. Kebijakan Publik ... 14
2. Tinjauan tentang Teori Efisiensi ... 15
3. Tinjauan tentang Tata Lahan dalam Lingkup Tata Ruang 15 a. Teori Pengembangan Wilayah ... 15
commit to user
a. Konsep Alih Fungsi Lahan ... 17
b. Konsep Lahan dan Fungsi Lahan ... 17
c. Pengertian Lahan... 18
5. Tinjauan Mengenai Lahan Pertanian ... 19
a. Pengertian Tanah... 19
b. Penguasaan Hak Tanah ... 21
c. Tanah Pertanian... 22
B. Kerangka Pikir ... 24
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar dalam - Efisiensi Kebijakan Mencegah Alih Fungsi LahanPertanian - Ke Non Pertanian ... ... 27
B. Tujuan dan Sasaran Kebijakan Pemerintah - Kabupaten Karanganyar dalam Mencegah Alih Fungsi Lahan -Pertanian Ke Non -Pertanian dalam efisiensi Kebijakan ... 39
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 52
B. Saran... 55
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah negara yang sedang berkembang yang saat ini
sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, termasuk
diantaranya adalah pembangunan di bidang hukum. Hukum mempunyai tempat
yang sangat penting dan tidak bisa terlepas dari realita atau kenyataan yang ada
dalam masyarakat, yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan beraneka ragam
adat istiadatnya diseluruh nusantara. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
perjalanan pembaharuan hukum di Indonesia, baik langsung maupun tidak
langsung terhadap kelancaran pembangunan nasional.
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi hak
asasi manusia dan menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung tinggi hukum dan
pemerintahan itu tanpa ada kecualinya, sehingga aturan-aturan yang ada itu tidak
hanya diperuntukan bagi orang-perorang atau kelompok tertentu saja tetapi
bersifat umum demi kepentingan individu dan atau masyarakat. Hukum adalah
harta pusaka dari seluruh kemanusiaan. Namun demikian, hukum tanpa
prinsip-prinsip kemanusiaan, pada hakekatnya adalah bukan hukum karena akan
merupakan penindasan dan tirani.
Pembangunan hukum tidak terlepas dari pertimbangan struktur masyarakat,
ekonomi, sosial, dan budaya karena sasaran utama pembangunan bangsa
Indonesia adalah terciptanya kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang
maju dalam suasana tentram sejahtera lahir maupun batin. Perkembangan dari
pembangunan hukum itu tidak terlepas kaitannya dengan dimensi kultural
nilai-nilai kemanusiaan yang beranjak dari nilai-nilai keadilan yang bersumber pada Hak
commit to user
menegakkan hukum dalam kerangka mencapai tujuan yaitu keadilan dan
kepastian hukum. Perkotaaan di Indonesia sedang mengalami percepatan
pertumbuhan yang tinggi yang membawa dampak pada peningkatan kebutuhan
ruang perkotaan dan penyediaan prasarana dan sarana dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang. Hal ini terutama dikaitkan
dengan kemungkinan peningkatan produktivitas (ekonomik) perkotaan. Berbagai
ragam dinamika perkotaan diprediksi membawa konsekuensi yang secara
signifikan menentukan laju pertumbuhan kota. Pergeseran tata nilai sosial dan
budaya maupun ruang wilayah terus menggejala dan mewarnai perkembangan
kota (Rijadi, 2006:35)
Karena kebutuhan manusia semakin bertambah, sehingga memaksa manusia
untuk membutuhkan lahan atau tanah yang lebih luas, baik untuk tempat tinggal
(pemukiman) ataupun untuk usaha bisnis (ekonomi). Maka dari itu membuat
lahan atau tanah pertanian baik dari sawah, tegalan ataupun pekarangan menjadi
berkurang. Taraf hidup manusia semakin tinggi, maka semakin bertambah pula
macam dan ragam kebutuhannya. Jelas bahwa taraf hidup manusia mempengaruhi
kebutuhan. Hal ini ditambah pula dengan tersedianya ilmu dan teknologi yang
memungkinkan ragam dan macam kebutuhan itu dipenuhi. Upaya untuk
memenuhi kebutuhan di atas dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber
daya alam yang tersedia di sekitarnya dengan melakukan berbagai macam
kegiatan, baik langsung maupun tidak. Kegiatan tersebut memerlukan ruang atau
tempat.
Pada umumnya, suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai
alternatif kegiatan, seperti pemukiman, industri, pertanian dan sebagainya.
Apabila suatu kegiatan tertentu telah dilakukan di suatu ruang tertentu, pada
waktu yang sama tidak dapat dilakukan suatu kegiatan lain. Karena itu, dapat
terjadi persaingan. Bahkan, terjadi konflik dalam pemanfaatan ruang antara
berbagai macam kegiatan, yang dapat menghambat kelancaran kegiatan itu. Hak
commit to user
terjadi tumpang tindih dengan kegiatan pertambangan berdasarkan hak kuasa
pertambangan.
Di samping itu, sutu kegiatan dapat mengganggu atau merugikan kegiatan
lain yang berada di dekatnya, seperti pengaruh kebisingan, asap tebal dan debu
pada tempat kediaman atau pemukiman. Bahkan, suatu kegiatan wilayah
meskipun jaraknya cukup jauh, misalnya pengaruh industri di hulu sungai
terhadap pemukiman atau penggundulan hutan terhadap pemukiman di bawahnya
karena erosi dan menurunnya air bawah tanah.
Banyaknya kebutuhan manusia mempengaruhi tinggi rendahnya pemakaian
lahan, sehingga penting adanya peraturan pemerintah sebagai fungsi engginering
dalam suatu masyarakat untuk mempertahankan tata ruang sebagai sarana kontrol
sosial. Dalam hal ini penelitian yang dilakukan dalam daerah kabupaten secara
khusus terfokus kabupaten Karanganyar sebagai kawasan pertanian yang semakin
hari semakin banyak pembangunan perumahan menginggat banyaknya lahan
produksi bahan setengah jadi, dan bahan setengah jadi yang mendirikan
pabrik-pabrik kawasan industri.
Pertanian di Indonesia masih menghadapi persoalan klasik yang menjadi
dampak berkurangnya lahan pertanian. Sedikitnya 180.000 ha lahan pertanian
dialih fungsikan menjadi lahan non pertanian setiap tahunnya dan permasalahan
yang timbul dari tahun ke tahun tidak pernah berubah seperti kelangkaan pupuk,
kekeringan, banjir serta anjloknya harga gabah pada musim panen yang pada
akhirnya berdampak pada penghasilan petani. Sebagai jalan keluar karena tidak
ada kepedulian pelaku ekonomi terjadi pergeseran struktur ketenagakerjaan dan
penguasaan pemilihan lahan pertanian pedesaan serta struktur ekonomi dari
pertanian ke industri dan demografis dari pedesaan ke perkotaan.
Terdapat beberapa faktor yang memberikan sumbangan terjadinya alih
fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian, yaitu :
commit to user
Dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik, spasial), lengkapnya sarana dan
prasarana penunjang industri (geografis daerah), demografi (pertambahan
jumlah penduduk) maupun ekonomi.
b. Faktor internal, yaitu faktor dari dalam.
Dapat disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian
pengguna lahan, kurangnya atau kelangkaan lahan dan air.
c. Faktor kebijakan.
Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun
daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan.
d. Faktor pengaruh warga dari desa-kelurahan perbatasan yang telah lebih
dahulu menjual tanah mereka kepada pihak Perseroan Terbatas (PT);
e. Adanya penanaman modal pihak swasta dengan membeli lahan-lahan
produktif milik warga;
f. Proses pengalihan pemillik lahan dari warga ke beberapa PT dan ke
beberapa orang yang menguasai lahan dalam luasan yang lebih dari 10
hektar; dan
g. Intervensi pemerintah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Sebagai bentuk pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, pemerintah harus
mengupayakan bentuk-bentuk partisipasi yang efektif dan produktif. Pemerintah
pusat dalam hal ini adalah fasilitator untuk pencapaian community driven planning
tersebut. Dengan demikian proses pelaksanaan pengembangan wilayah dan kota
diharapkan akan mencapai hasil secara efektif dengan memanfaatkan sumber daya
secara efisien dan ditangani melalui kegiatan penataan ruang.( Yainal, 2006:28)
Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat
akseleratif untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, industri dan
transportasi menjadi meningkat. Bagaikan kepingan uang logam yang memiliki
dua sisi, demikian pun dengan yang terjadi pada peningkatan pertumbuhan
perekonomian dan pembangunan kota. Di satu sisi dengan mengejar tingkat
commit to user
prasarana kota dapat menjadi jaminan bagi kesejahteraan rakyat, namun di sisi
lain pembangunan yang dilakukan dengan tidak terencana dapat membawa
dampak yang luar biasa bagi kerusakan lingkungan alam.
Di daerah Karanganyar khususnya yang mana masyarakatnya dahulu hidup
dari sektor pertanian, sekarang sebagian telah beralih ke sektor industri. Lahan
yang dialihkan tersebut harus melalui beberapa prosedur dan persyaratan. Dengan
adanya peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian ini diharapkan dapat
memberikan dampak posistif terhadap perkembangan daerah Karanganyar. Dalam
hal ini penelitian yang dilakukan dalam daerah kabupaten secara khusus terfokus
kabupaten Karanganyar sebagai kawasan pertanian yang semakin hari semakin
banyak pembangunan perumahan mengingat banyaknya lahan produksi bahan
setengah jadi, dan bahan setengah jadi yang mendirikan pabrik-pabrik kawasan
industri. Kebijakan mencegah alih fungsi pertanian ke non pertanian merupakan
upaya pencegahan tata ruang yang tidak terkontrol dan mempertahankan lahan
pertanian dalam kawasan karanganyar. Akan tetapi, meskipun memberikan sisi
positifnya pasti ada sisi negatif dari pelaksanaan peralihan fungsi lahan pertanian
ke non pertanian tersebut. Pelaksanaan kebijakan akan sangat menguras Sumber
Daya Manusia, Sumber Daya Alam, dana dan tenaga, sehingga untuk pelaksanaan
memperlukan efisiensi pelaksanaan kebijakan mencegah alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian.
Dengan latar belakang tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk
mengangkat persoalan mengenai: “EFISIENSI KEBIJAKAN PEMERINTAH
KABUPATEN KARANGANYAR DALAM MENCEGAH ALIH FUNGSI
LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN”
B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam suatu penelitian merupakan suatu pedoman untuk
menganalisis persoalan yang diteliti, serta untuk mempermudah pembatasan
commit to user
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan pokok
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam
efisiensi kebijakan mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian?
2. Apakah Tujuan dan sasaran dalam efisiensi kebijakan Pemerintah Kabupaten
Karanganyar mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian telah
dapat dicapai sesuai sasaran?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian tentunya mempunyai tujuan yang jelas dan ringkas
sehingga memberikan arah pada penelitinya. Adapun tujuan yang ingin dicapai
penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui bagaimanakah efisiensi kebijakan pengalihan fungsi
dari lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Karanganyar.
b. Untuk mengetahui apakah tujuan dan sasaran mengenai efesiensi
kebijakan mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian di Kabupaten karanganyar telah dapat dicapai sesuai sasaran.
2. Tujuan subyektif
a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dibidang
Hukum administrasi Negara, khususnya dalam pelaksanaan alih fungsi
lahan dari petanian ke non pertanian.
b. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam
menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan
dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hokum yang telah peneliti peroleh agar
commit to user
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan
yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari
penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data
sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk
mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Diharapkan dapat menambah literatur dan bahan-bahan informasi ilmiah
yang dapat dijadikan acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk
tahap berikutnya.
c. Memberikan jawaban atas permasalahan yang sedang diteliti.
2. Manfaat Praktis
a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat membantu dan memberikan
masukan serta sumbangan pemikiran bagi para pihak yang terkait dalam
masalah yang diteliti.
b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam
penelitian dalam penelitian ini.
E. Metode Penelitian
Sebelum menguraikan tentang metode penelitian, terlebih dahulu akan
dikemukakan mengenai pengertian, metode itu sendiri. Kata ”metode” (Inggris:
method, Latin: methodus, Yunani: methodus-meta) yang berarti sesudah, diatas,
sedangkan hodos berarti suatu jalan atau suatu cara.
Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini
commit to user
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum yang merupakan suatu proses
untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin
hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,
2006 : 35). Penelitian hukum ini merupakan penelitian doktrinal karena
keilmuan hukum bersifat preskriptif (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 33).
2. Sifat penelitian
Sifat penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian hukum
doktrinal di mana keilmuan hukumya bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang
bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai
keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma
hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22).
3. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang dapat digunakan di dalam penelitian hukum adalah
pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case
approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)
(Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 93). Dari kelima pendekatan tersebut,
pendekatan yang relevan dengan penelitian hukum yang penulis angkat
adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan
konseptual (conceptual approach).
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah suatu tempat di mana penelitian dilaksanakan
guna memperoleh keterangan-keterangan, informasi, dan data yang
diperlukan dalam penelitian yang sedang diteliti oleh peneliti. Penulis
mengambil lokasi penelitian di kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar
commit to user
lain yang terdapat data-data yang diperlukan, dalam rangka mengidentifikasi
data-data secara sistematis.
5. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Sumber-sumber penelitian hukum ini terdiri dari:
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan Hukum Primer
meliputi:
1). Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
2). Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.
3). Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009
Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
4). Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
5). Peraturan Menteri Agraria Nomor 5332/MK/9/1994 tentang
Perubahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk
Penggunaan Tanah Non Pertanian.
6). Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 410-2261
tentang Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi
Teknis Untuk Penggunaan Non Pertanian.
7). Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 460-1594
tentang Pencegahan Konversi Tanah Sawah Irigasi Teknis
Menjadi Tanah Kering.
8). Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 460-3346
tentang Perubahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi
commit to user
9). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
10). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor
Pertanahan
11). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor
Pertanahan
12). Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 jo Nomor 6 Tahun
2003 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
13). Surat Edaran Menteri Agraria Nomor 590/11108/SJ tentang
Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian.
b. Bahan hukum sekunder yang berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum
meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan. Peneliti menggunakan
buku-buku teks, kamus-kamus hukum serta jurnal-jurnal hukum yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki,
2006 : 141).
6. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan- bahan hukum
yang relevan dengan isu hukum yang dihadapi. Peneliti menggunakan teknik
studi pustaka dengan mengumpulkan data-data mengenai isu hukum yang
dihadapi yakni mengenai efisiensi kebijakan Pemerintah Kabupaten
Karanganyar dalam mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
commit to user
buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
7. Teknik Analisis Data
Penelitian ini mempergunakan teknis analisis data dengan metode
deduksi. Sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan
metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian
diajukan premis minor. Dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu
commit to user
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika
penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan dalam penulisan karya ilmiah,
maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun
sistematika penulisan hokum terbagi dalam 4 (empat) bab yang saling berkaitan
dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hokum ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang gambaran singkat mengenai keseluruhan
skripsi, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Perumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode
Penelitian Hukum, Sistematika Penulisan Hukum
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi mengenai teori dasar dalam skripsi ini meliputi :
Tinjauan Umum tentang Kebijakan, Teori mengenai Efisiensi,
Tata Lahan dalam Lingkup Tata Ruang, mengenai Alih Fungsi
Lahan, Lahan Pertanian
BAB III : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini dijelaskan mengenai : Kebijakan pemerintah
kabupaten Karanganyar dalam efisiensi kebijakan mencegah
alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dan tujuan dan
sasaran efisiensi kebijakan mencegah alih fungsi Lahan
Pertanian ke Non pertanian
BAB IV : PENUTUP
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Mengenai Kebijakan
a). Kajian ilmu kebijakan dan pengertian kebijakan:
1). Secara harfiah ilmu kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata
policy science, dikaitkan dengan keputusan pemerintah,karena
pemerintah yang mempunyai wewenang kekuasaan untuk
mengarahkan masyarakat dan bertanggung jawab melayani
kepentingan umum.
2). Kebijakan dalam arti yang luas
Sebagai usaha pengadaan informasi yang diperlukan untuk
menunjang proses pengambilan kebijakan.
3). Kebijakan menurut Thomas Dye
Kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu.
4). Kebijakan menurut H.hugh Heglo
Kebijakan sebagai a course of action intended to accomlist some
end atau sebagai tindakan yang dimaksud untuk mencapai tujuan
tertentu (Said Zainal, 2004, Buku Teori Kebijakan :vol.34 No.3).
b). Tahap-tahap pembuatan kebijakan menurut William Dun yaitu;
1) Penyusunan agenda
Agenda setting adalah fase atau proses sangat strategis dalam realitas
kebijakan publik.
2) Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian
dibahas oleh para pembuat kebijakan.
commit to user
Memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan
4) Penilaian atau evaluasi kebijakan
Kegiatan menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang
mencakup substansi, implementasi dan dampak
c). Kebijakan Publik
Tiga bentuk utama analisis kebijakan publik, yaitu:
1). Analisis kebijakan prospektif Analisis, yang berupa produksi dan
transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan
diimplementasikan. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat
untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan
alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara
komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif
sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan
kebijakan.
2). Analisis kebijakan retrospektif adalah sebagai penciptaan dan
transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3
tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok
analis ini yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis yang
berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi.
Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan
kelemahan.
3). Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang
mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh
perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan
sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang
terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk
mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi
commit to user
mentransformasikan informasi setiap saat ( William N Dunn,
2000:117)
2. Tinjauan Mengenai Teori Efisiensi
Efisiensi secara umum tidak dapat dilepaskan dari kata efektivitas, dalam
suatu kebijakan yang akan dilaksanakan secara efisien meliputi:
a. penyederhanaan prosedural;
b. proses yang sederhana;
c. pengaturan yang efisien dapat dilaksanakan;
d. tahapan pelaksanaan dapat dilaksanakan secara sederhana berkaitan
dengan proses; dan
e. dari segi logistik dan keterlibatan penyelenggara tidak memakan banyak
sumber daya dan dana,tanpa menghilangkan esensi dan landasan konstitusi
(http://efisiensikebijakan.artf//pdf//legalgovernment.go.id )
Efisiensi berhubungan dengan ekonomis, efisien, dan efektif. Ekonomis
adalah perbandingan input dengan output value yang dinyatakan dalam
moneter, yaitu menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif.
Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas, pengukuran efisiensi
dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan
terhadap input yang digunakan( cost of output) atau penggunaan sumber daya
dan dana yang serendah-rendahnya. Efektivitas merupakan hubungan antara
keluaran dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai, dikatakan efektif
apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan(
Mardiasmo, 2002:34)
3. Tinjauan Mengenai Tata Lahan dalam Lingkup Tata Ruang
Teori-teori pengembangan wilayah menganut berbagai azas atau dasar dari
tujuan penerapan masing-masing teori.
a. teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah (local
commit to user
kemakmuran untuk hal-hal yang berkaitan dengan wilayah yaitu:
masyarakat, flora, fauna.
b. menekankan pada sumber daya lingkungan dan faktor alam yang dinilai
sangat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu
daerah (sustainable production activity). Kelompok ini sering disebut
sebagai sangat perduli dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development).
c. memberikan perhatian kepada kelembagaan dan proses pengambilan
keputusan di tingkat lokal sehingga kajian terfokus kepada governance
yang bisa bertanggung jawab (resposnsible) dan berkinerja bagus (good).
d. perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang tinggal di
suatu lokasi (people prosperity).
Hukum Penataan Ruang dapat diberi batasan sebagai keseluruhan aturan
hukum yang mengatur seluk-beluk dalam penataan ruang, balk bersifat
heteronom maupun otonom. Pengertian seluk-beluk dalam penataan ruang
tersebut adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan wewenang, tugas, hak,
kewajiban, tanggung jawab, kriteria, klasifikasi, dan aspek-aspek teknis
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan di bidang penataan ruang. Dari
batasan pengertian hukum penataan ruang tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa hukum tata ruang sepenuhnya memiliki bersifat publik atau menjadi
bagian integral dari aspek yuridis kenegaraan maupun kemasyarakatan. Peran
pengaturan hukum dalam penataan ruang secara teoritik dapat disandarkan
pada pandangan Roscoe Pound sebagai tugas hukum sebagai “law as a tool of
social engineering”, bahwa aturan dapat dipakai sebagai alat untuk
merekayasa masyarakat dalam sistem tata ruang atau penataan lahan
(Rijadi,2005:42).
commit to user
Burgess The Growth of the City: An Introduction to a Research Project Robert E. Park, Ernest W. Burgess, and Roderick D. Mekenzie, The City The global environment suffers. Important in the standard of living must pararallel anticipated growth,our goal continues to be the achievement of sustainable development with effective protection of the ecosystem, an equitable distribution of resourses an the achievement of cultural weel Chicakago The Concentric Zone Theory urban area concentric zone radially
business centre Zone The Loop downtown The Zone in Transition” (Zona d
Pemukiman adalah tempat manusia hidup dan berkehidupan, oleh karena itu suatu permukiman terdiri atas manusia dan alam yaitu tempat fisik manusia tinggal yang meliputi elemen alam dan buatan manusia.Permukiman tidak hanya digambarkan tiga dimensi saja tapi empat dimensi alam masyarakat terbagi atas zona Daerah-daerah lingkaran ini mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan berkembang radial dan pusat perdagangan sebagai sentrum pengembangan kota yang merupakan daerah pusat perdagangan sebagai daerah dalam transisi dan sentra industri (Journal America ernestw in journal of the American institute of planner vol.31 no 4
pp.burgess,twitterdel.icio.usstumbleuponreddit.journal urban area)
4. Tinjauan Mengenai Alih Fungsi Lahan
a. Konsep Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan
lahan dari fungsi semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain
yang menjadi dampak negative (masalah) terhadap lingkungan dan
potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan memerlukan biaya, Sumber
Daya Manusia, Sumber Daya Alam, dan penyelenggara. Alih fungsi
lahan dalam daerah Kabupaten dilaksanakan berdasar otonomi daerah
yang diterima dari pemerintah pusat untuk pengolahan wilayah daerah
tersebut. Dampak yang sering terjadi dari pengalihan fungsi lahan adalah
dampak negatif. (http://www.wikipedia.alihfungsilahan//indo//?.com)
b. Konsep Lahan dan Fungsi Lahan
1). Secara Agraria
Pengertian agraria menurut UUPA 1960 (UU No.5 Tahun 1960)
adalah seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang
commit to user
(a). Jenis-jenis sumber agraria meliputi:
(1). Tanah atau permukaan bumi, yang merupakan modal
alami utama dari pertanian dan peternakan.
(2). Perairan, yang merupakan modal alami dalam kegiatan
perikanan.
(3). Hutan, merupakan modal alami utama dalam kegiatan
ekonomi komunitas perhutanan.
(4). Bahan tambang, yang terkandung di “tubuh bumi”
(5). Udara, yang termasuk juga materi “udara” sendiri.
2). Pengertian Lahan
Tanah atau lahan merupakan salah satu sumber daya yang penting
dalam kehidupan manusia karena setiap aktivitas manusia selalu
terkait dengan tanah. Tanah merupakan tanah sekumpulan tubuh
alamiah, mempunyai kedalaman lebar yang ciri-cirinya mungkin
secara langsung berkaitan dengan vegetasi dan pertanian sekarang,
ditambah ciri-ciri fisik lain seperti penyediaan air dan tumbuhan
penutup yang dijumpai (Akbar, 2008: 12).
Utomo menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami yang
melandasi kegiatan kehidupan dan penghidupan, memiliki dua
fungsi dasar, yakni:
1. Fungsi kegiatan budaya; suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik sebagai
kawasan perkotaan maupun pedesaan, perkebunan hutan produksi
dan lain-lain.
2. Fungsi lindung; kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan
nilai sejarah serta budaya bangsa yang bisa menunjang
commit to user
Sihaloho membedakan penggunaan tanah ke dalam tiga kategori,
yaitu:
1. Masyarakat yang memiliki tanah luas dan menggarapkan
tanahnya kepada orang lain; pemilik tanah menerapkan sistem
sewa atau bagi hasil.
2. Pemilik tanah sempit yang melakukan pekerjaan usaha tani
dengan tenaga kerja keluarga, sehingga tidak memanfaatkan
tenaga kerja buruh tani.
3. Pemilik tanah yang melakukan usaha tani sendiri tetapi banyak
memanfaatkan tenaga kerja buruh tani, baik petani bertanah
sempit maupun bertanah luas.
5. Tinjauan Mengenai Lahan Pertanian
a). Tinjauan tentang Tanah
1). Pengertian tanah
Sebutan tanah dalam bahasa kita dapat dipakai dalam berbagai arti.
Maka dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui
dalam arti apa istilah tersebut digunakan.
Dalam Hukum Tanah kata sebutan tanah dipakai dalam arti
yuridis, sebagai suatu pengertianyang telah diberi batasan resmi oleh
UUPA.
Dalam Pasal 4 dinyatakan, bahwa Atas dasar hak menguasai
dari Negara....ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada
dan dipunyai oleh orang-orang...
Dengan demikian jelaslah, bahwa tanah dalam pengertian
yuridis adalah permukaan bumi (ayat 1). Sedang hak atas tanah
adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas,
berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.
Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan
commit to user
hanya pada tanah sebagai permukaan bumi saja. Untuk keperluan
apa pun tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga penggunaan sebagian
tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang yang ada
diatasnya. Oleh karena itu dalam ayat (2) dinyatakan bahwa hak-hak
atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk
mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang
bersangkutan, yang disebut ”tanah”, tetapi juga tubuh bumi yang ada
di bawahnya dan air serta ruang yang ada di atasnya.
Dengan demikian maka yang dipunyai dengan hak atas tanah itu
adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi.
Tetapi wewenang menggunakan yang bersumber pada hak tersebut
diperluas hingga meliputi juga penggunaan ”sebagian tubuh bumi
yang ada di bawah tanah dan air serta ruang yang ada di atasnya”.
Tubuh bumi dan air serta ruang yang dimaksudkan itu bukan
kepunyaan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Ia hanya
diperbolehkan menggunakannya. Dan itu pun ada batasnya seperti
yang dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (2) dengan kata-kata: sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu, dalam batas-batas kewajaran, perhitungan
teknis kemampuan tubuh buminya sendiri, kemampuan pemegang
haknya serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.
Penggunaan tubuh bumi itu harus ada hubungannya langsung
dengan gedung yang dibangun di atas tanah yang bersangkutan.
Misalnya untuk untuk pemancngan tiang-tiang pondasi, untuk
basement, ruang parkir dan lain-lain keperluan yang langsung
berhubungan dengan pembangunan dan penggunaan gedung yang
dibangun.
Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia (1994) tanah adalah:
(a). Permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;
commit to user
(c). Permukaan bumi yang diberi batas;
(d). Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir,
cadas, napal dan sebagainya);
2). Pengertian Hak Penguasaan Atas Tanah
Dalam tiap Hukum Tanah terdapat pengaturan mengenai
berbagai ”hak penguasaan atas tanah”.
Dalam UUPA misalnya diatur dan sekaligus ditetapkan tata
jenjang atau hirearki hak-hak penguasaan tanah dalam Hukum Tanah
Nasional kita, yaitu:
(a). Hak Bangsa Indonesia yang disebut dala Pasal 1, sebagai hak
penguasaan atas tanah yang tertinggi, beraspek perdata dan
publik;
(b). Hak Menguasai sari Negara yang disebut dalam Pasal 2,
semata-mata beraspek publik;
(c). Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang disebut dala Pasal 3,
beraspek perdata dan publik;
(d). Hak-hak perorangan/individual, semuanya beraspek perdata,
terdiri atas:
(1). Hak-hak atas Tanah sebagai hak-hak individual yang
semuanya secara langsung ataupun tidak langsung
bersumber pada Hak Bangsa, yang disebut dalam Pasal 16
dan 53.
(2). Wakaf, yaitu hak milik yang sudah diwakafkan dalam Pasal
49.
(3). Hak jaminan atas Tanah yang disebut ”Hak Tanggungan”
dalam pasal 25, 33, 39, dan 51.
Biarpun bermacam-macam, tetapi semua hak penguasaan atas
tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan
commit to user
dihaki. ”Sesuatu” yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat,
yang merupkan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriterium
atau tolak pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang
diatur dalam Hukum Tanah.
3). Pengertian Tanah Pertanian, Sawah dan Tanah kering
Dalam Undang-undang No.56 Prp Tahun 1960 tidak diberikan
penjelasan apakah yang dimaksud dengan tanah pertanian, sawah
dan tanah kering. Berhubungan dengan itu dalam Instruksi Menteri
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Menteri Agraria tanggal
5 januari 1961 no. Sekra/9/12 diberikan penjelasan sebagai berikut:
”yang dimaksud dengan tanah pertanian ialah juga semua tanah perkebunan, tambak untuk perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak, tanah belukar bekas ladang dan hutan dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak. Pada umumnya tanah pertanian adalah semua tanah yang menjadi hak orang, selainnya tanah untuk perumahan dan perusahaan. Bila atas sebidang tanah luas berdiri rumah tempat tinggal seorang, maka pendapat setempat itulah yang menentukan, berapa yang merupakan
tanah pertanian”. (Boedi Harsono, ibid, kode H 4).
Biasanya tidaklah sukar untuk menentukan apakah sebidang
tanah itu termasuk golongan sawah atau tanah kering. Tambak untuk
perikanan dimasukkan ke dalam golongan tanah kering, sesuai
dengan praktek Instansi Pajak Hasil Bumi pada waktu itu.
Angka maksimum yang ditetapkan oleh Undang-undang No.56
Prp 1960 dan ditegaskan oleh Menteri Agraria tersebut mengenai
sawah atau tanah kering. Bagaimanakah maksimumnya kalau yang
dikuasai itu sawah dan tanah kering? Dalam hal yang demikian
Pasal1 ayat 2 menetapkan, bahwa untuk menghitung luas maksimum
tersebut luas sawah dijumlahkan dengan luas tanah kering dengan
commit to user
daerah yang tidak padat dan 20% di daerah-daerah yang padat, tidak
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Bagan 1.1
1.Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 Pasal 33
2.Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009
3.Perda No.2 Tahun 1999 jo No.6 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar
1.Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian
2.Efisiensi Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian
1.Pencegahan Alih fungsi Lahan pertanian ke Non pertanian sudah terlaksana atau belum?
2.Efisiensi Alih fungsi Lahan Pertanian ke Non pertanian sudah terlaksana atau belum?
1.Alih fungsi lahan pertanian ke Non-pertanian di Kabupaten Karanganyar untuk memenuhi kebutuhan industi, teknomogi
commit to user
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, kita
berkewajiban untuk mengelola Sumber Daya Alam termasuk tanah
untuk kemakmuran rakyat serta mempertahankan kelestarian
lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009,
adalah bukti pelaksanaan Undang-Undang Dasar untuk pengelolaan
lahan pertanian berkelanjutan. Efisiensi adalah sistem dan metode
untuk menekan pengeluaran secara dana, Efisiensi tidak lepas dari
efektifitas yang juga merupakan ketepatan waktu.
Efisiensi berhubungan dengan ekonomis, efisien, dan efektif.
Ekonomis adalah perbandingan input dengan output value yang
dinyatakan dalam moneter, yaitu menghindari pengeluaran yang
boros dan tidak produktif. Efisiensi berhubungan erat dengan konsep
produktivitas, pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan
perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang
digunakan( cost of output) atau penggunaan sumber daya dan dana
yang serendah-rendahnya. Sesuai Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun
1999 jo Nomor 6 Tahun 2003, yangmana di Daerah Kabupaten
Karanganyar merencanakan Tata Ruang Wilayah Khususnya
pengalihan fungsi lahan pertanian.
Berdasarkan rumusan masalah kebijakan Pemerintah Kabupaten
untuk melaksanakan alih fungsi lahan difokuskan untuk efisiensi
kebijakan mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
dengan tujuan dan arah sasaran yang tepat. Tujuan dan sasaran yang
dimaksud adalah untuk mencapai efisiensi kebijakan pemerintah
Kabupaten Karanganyar mencegah alih fungsi lahan pertanian ke
Non Pertanian. Menginggat, di daerah Karanganyar khususnya yang
mana masyarakatnya dahulu hidup dari sektor pertanian, sekarang
sebagian telah beralih ke sektor industri. Lahan yang dialihkan
tersebut harus melalui beberapa prosedur dan persyaratan. Dengan
commit to user
diharapkan dapat memberikan dampak posistif terhadap
perkembangan daerah Karanganyar.
Dalam hal ini penelitian yang dilakukan dalam daerah kabupaten
secara khusus terfokus kabupaten Karanganyar sebagai kawasan
pertanian yang semakin hari semakin banyak pembangunan
perumahan mengingat banyaknya lahan produksi bahan setengah jadi,
dan bahan setengah jadi yang mendirikan pabrik-pabrik kawasan
industri.
Kebijakan mencegah alih fungsi pertanian ke non pertanian
merupakan upaya pencegahan tata ruang yang tidak terkontrol dan
mempertahankan lahan pertanian dalam kawasan karanganyar. Akan
tetapi, meskipun memberikan sisi positifnya pasti ada sisi negatif dari
pelaksanaan peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian
tersebut. Pelaksanaan kebijakan akan sangat menguras Sumber Daya
Manusia, Sumber Daya Alam, dana dan tenaga, sehingga untuk
pelaksanaan memperlukan efisiensi pelaksanaan kebijakan mencegah
alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Dalam pelaksanaan
efisiensi kebijakan tersebut penulis ingin mengetahui pelaksanaan
kebijakan tersebut sesuai dengan efisiensi yang dimaksudkan apa
belum atau telah mengarah pada tujuan dan sasaran utama untuk
efisiensi Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam
commit to user
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam efisiensi
kebijakan mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
Penyerahan wewenang untuk pelaksanaan otonomi daerah yang
seluas-luasnya untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. Pemerintah Kabupaten
harus memposisikan dirinya sebagai pengemban amanat di wilayahnya. Strategi
pembangunan wilayah dan perkotaan mempunyai prinsip dasar pembangunan dari
masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat. Hal ini dapat tercapai bila
proses pembangunan berakar pada kemampuan sumber daya alamnya dan
kreativitas seluruh pelaku pembangunan. Terkait dengan prinsip dasar di atas,
pemerintah harus mengupayakan bentuk-bentuk partisipasi yang efektif dan
produktif. Pemerintah pusat dalam hal ini adalah fasilitator untuk pencapaian
community driven planning tersebut. Dengan demikian proses pelaksanaan
pengembangan wilayah dan kota diharapkan akan mencapai hasil secara efektif
dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien dan ditangani melalui kegiatan
penataan ruang(http://regionalplaning.rft.governance).
a. Pengaturan mengenai tata lingkungan agar sesuai dengan keadaan suatu
wilayah dan mempertahankan mahkluk hidup didalamnya merupakan
kewajiban semua orang. Pelestarian sumber daya alam tidak lepas dari
pelestarian lingkungan hidup untuk kepentingan pembangunan, kesejahteraan
dan kemekmuran rakyat. Dalam pengaturan internasional mengenai
pelestarian dan pengembangan kelestarian serta wilayah, The first
declaration of tinos with this declaration we ecommit the promises made 40
year ago in country, we have seen the arrival of the global village we foretold
and have witnessed our forecast materialize, not the least of which are
megapolitan development around the globe. While many technological
commit to user
environment suffers, improvement in the standard of living must parallel
anticipated growth (Devas N and Rakodi C eds (1993) managing fast
Growing cities. Logman. New York. Vol. 31 No. 4 pp 331-338)
Dengan berkembangnya zaman mau tidak mau kebutuhan manusia
akan berkembang pula. Kerasnya kehidupan memaksa manusia harus mampu
bertahan bersaing dengan yang lain. Berbagai cara manusia tempuh untuk
mencapai apa yang diinginkan. Bertambahnya populasi manusia pada suatu
tempat tidak menambah pula jumlah luas lahan. Justru membuat lahan –
lahan menjadi semakin menyempit digunakan sebagai tempat tinggal dan lain
sebagainya. Bagi bangsa Indonesia ketersediaan tanah merupakan faktor
penting untuk menjamin kelangsungan penyediaan pangan dan tempat
berlangsungnya kegiatan ekonomi lain di luar pertanian. Terjadinya
pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi senantiasa
mempengaruhi sisi permintaan terhadap tanah yang luasnya bersifat tetap.
Manusia adalah makhluk individu dan social. Ada perbedaan antara
perilaku individu dan perilaku social dari manusia. Perilaku sosial manusia
terkait dengan kebutuhan untuk berinteraksi antara satu sama lain. Interaksi
dilakukan oleh manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Perumahan
dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia berfungsi sebagai
tempat tinggal untuk berlindung diri dari cuaca dan gangguan lain. Rumah
dan pemukiman mempunyai peranan yang sangat strategis, diantaranya untuk
mewujudkan pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Selain kebutuhan akan rumah
dan pemukiman, untuk meningkatan pembangunan nasional pula,
dibangunlah kawasan industri atau pabrik untuk mencukupi kebutuhan
manusia yang semakin meningkat dan mengurangi tingkat pengangguran.
Secara sederhana Pemerintah sendiri berkewajiban menyediakan tanah
yang diperlukan, baik untuk investasi maupun keperluan pembangunan
commit to user
dikatakan sudah sulit dijumpai. Berlangsungnya fenomena penyusutan luas
tanah pertanian, terutama persawahan di Pulau Jawa dan sekitar kota-kota
besar, menunjukkan bahwa dinamika perubahan penggunaan tanah menjadi
semakin intensif dengan semakin berkembangnya perekonomian wilayah.
Dengan demikian, permasalahan ini tidak terlepas dari proses transformasi
struktur ekonomi yang terjadi di Indonesia, yakni dari yang berbasiskan sektor
pertanian ke sektor industri, jasa, dan perdagangan. Sebagai suatu konsekuensi
pembangunan, hal ini dapat dinilai wajar terjadi. Pertumbuhan penduduk kota
dan aktivitas perekonomian memerlukan tanah untuk perumahan, industri,
sarana dan prasarana penunjang lainnya. Dalam konteks yang lebih luas,
penyusutan tanah-tanah pertanian dapat pula menimbulkan persoalan
ekonomi dan goncangan politik karena penyusutan tersebut berpotensi
menciptakan kelangkaan pangan di masa mendatang.
Untuk melaksanakan amanat pelestarian dan pertahanan lingkungan
pemerintah Kabupaten Karanganyar menyelenggarakan pemerintahan dengan
kebijakan untuk mencegah terjadinya pembangunan yang tidak terkontrol yang
tidak menyeimbangkan tata ruang di Kabupaten Karanganyar yaitu dengan
kebijakan mencegah alih fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian. Untuk
pelaksanaan pertahanan lahan yang diprioritaskan seperti lahan pertanian sebagai
konsekuensi Negara agraris yang menghasilkan pangan dari pertanian. Kabupaten
Karanganyar berusaha mencegah pengalihan fungsi lahan pertanian ke non
pertanian dengan kebijakan yang ditentukan yang dilaksanakan secara efisiensi,
mengingat untuk melaksanakan kebijakan tersebut membutuhkan banyak dana
yang dikeluarkan. Efisiensi dilakukan dengan penyederhanaan prosedur, proses,
pengaturan, tahapan pelaksanaan, keterlibatan penyelenggara tanpa
menghilangkan esensi dan landasan konstitusi.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan Undang- Undang Nomor 41 Tahun
2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan. Pengaturan
tersebut dibentuk untuk dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun daerah
commit to user
wilayah bangsa Indonesia dan menyeimbangkan fungsi agraris dan yang lainnya,
mengingat bangsa Indonesia adalah negara agraris yaitu lahan pertanian yang
dikelola dan dipertahankan untuk kemakmuran rakyat seluruhnya. Menurut
Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (2), Lahan Pertanian adalah
bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian. Sedangkan alih fungsi lahan
pertanian menurut Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009
adalah perubahan fungsi lahan pertanian menjadi bukan lahan pertanian yang
dilakukan secara tetap maupun sementara.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Negara Agraria Nomor 590/11108/SJ
perihal Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian kemudian ditindaklanjuti
dengan Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/107/1985 tentang
Pencegahan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian Yang Tidak Terkendali,
dan melalui Surat Keputusan Bupati Karanganyar Nomor 310/89 Tahun 2001
tentang Pembentukan Panitia Pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian ke Non
Pertanian Kabupaten Karanganyar, maka daerah Kabupaten Karanganyar yang
mayoritas terdiri atas tanah persawahan, dapat dialih fungsikan ke sektor lain,
seperti industri, perdagangan, dan pemukiman. Alih fungsi lahan adalah
perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsi semula (seperti
yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negative (masalah)
terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Pertanian sendiri mempunyai
fungsi yaitu dapat mengukur hasil gabah, jerami yang dihasilkan untuk satuan luas
tertentu, menjaga ketahanan pangan, menjaga kestabilan hidrologis daerah aliran
sungai, menurunkan erosi, menyerap tenaga kerja, memberikan keunikan dan
daya tarik pedesaan dan mempertahankan nilai – nilai budaya. Dan ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan secara cukup baik dari jumlah mutu, aman,
merata, dan terjangkau.
Pertanian di Indonesia masih menghadapi persoalan klasik yang menjadi
dampak berkurangnya lahan pertanian. Sedikitnya 180.000 ha lahan pertanian
commit to user
yang timbul dari tahun ke tahun tidak pernah berubah seperti kelangkaan pupuk,
kekeringan, banjir serta anjloknya harga gabah pada musim panen yang pada
akhirnya berdampak pada penghasilan petani. Sebagai jalan keluar karena tidak
ada kepedulian pelaku ekonomi terjadi pergeseran struktur ketenagakerjaan dan
penguasaan pemilihan lahan pertanian pedesaan serta struktur ekonomi dari
pertanian ke industri dan demografis dari pedesaan ke perkotaan.
Dari uraikan di atas didapat ada beberapa faktor yang memberikan
sumbangan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian, yaitu :
h. faktor eksternal, yaitu faktor dari luar. Dinamika pertumbuhan perkotaan
(fisik, spasial), lengkapnya sarana dan prasarana penunjang industri
(geografis daerah), demografi (pertambahan jumlah penduduk) maupun
ekonomi.
i. faktor internal, yaitu faktor dari dalam. Dapat disebabkan oleh kondisi sosial
ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan, kurangnya atau
kelangkaan lahan dan air.
j. faktor kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah
pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan.
k. Faktor pengaruh warga dari desa-kelurahan perbatasan yang telah lebih
dahulu menjual tanah mereka kepada pihak Perseroan Terbatas (PT);
l. Adanya penanaman modal pihak swasta dengan membeli lahan-lahan
produktif milik warga;
m. Proses pengalihan pemillik lahan dari warga ke beberapa PT dan ke
beberapa orang yang menguasai lahan dalam luasan yang lebih dari 10
hektar; dan
n. Intervensi pemerintah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Ada banyak teori pengembangan wilayah yang dapat dijadikan acuan
dalam rangka penataan ruang Kabupaten Karanganyar. Secara umum teori
commit to user
sejak dikembangkannya pada tahap awal. Teori-teori pengembangan wilayah
menganut berbagai azas atau dasar dari tujuan penerapan masing-masing teori.
e. teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah (local
prosperity). Perkembangan wilayah harus mempunyai penekanan untuk
kemakmuran untuk hal-hal yang berkaitan dengan wilayah yaitu: masyarakat,
flora, fauna.
f. menekankan pada sumber daya lingkungan dan faktor alam yang dinilai
sangat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu daerah
(sustainable production activity). Kelompok ini sering disebut sebagai sangat
perduli dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
g. memberikan perhatian kepada kelembagaan dan proses pengambilan
keputusan di tingkat lokal sehingga kajian terfokus kepada governance yang
bisa bertanggung jawab (resposnsible) dan berkinerja bagus (good).
h. perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang tinggal di suatu
lokasi (people prosperity)
(http://www.pengembanganwilayahdalamalihfungsilahan.ekstrick.org?)
Rencana tata ruang wilayah menurut Lembaran Daerah Kabupaten
Karanganyar Nomor 136 Tahun 1999 Seri D Nomor 112 Peraturan Daerah Dati II
Karanganyar Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Karanganyar adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten daerah
tingkat II Karanganyar adalah kebijaksanaan daerah yang menetapkan lokasi di
kawasan yang harus dilindungi, lokasi dari kawasan budi daya termasuk kawasan
produksi dan kawasan pemukiman, pola jaringan dan wilayah di dalam Kabupaten
Daerah Tingat II Karanganyar yang akan diperioritaskan pengembangannya
dalam kurun waktu perencanaan.
Untuk dapat melakukan proses peralihan lahan pertanian ke non pertanian,
commit to user
a. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah Cq. Kepala Direktorat
Agraria bagi tanah yang luasnya lebih dari 10.000 m2 (lebih dari 1 ha).
b. Bupati atau Walikota Kepala Daerah bagi tanah yang luasnya kurang dari
10.000m2 atau kurang dari 1 ha.
Dalam rangka penyelesaian permohonan izin Perubahan Tanah Pertanian
ke non pertanian harus memperhatikan pertimbangan dari panitia pertimbangan
perubahan tanah pertanian ke non pertanian yang dibentuk oleh Bupati atau
Walikota Kepala Daerah setempat.
Untuk menindaklanjuti kegiatan proses peralohan lahan pertanian ke non
pertanian, maka dibentu Panitia Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian.
Susunan keanggotaan Panitia Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian
Kabupaten Daerah Tingkat II adalah sebagai berikut :
a. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota sebagai ketua merangkap
anggota;
b. Kepala Bagian Pemerintahan sebagai wakil Ketua merangkap sebagai
anggota;
c. Seorang staf Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota sebagai Sekretaris
bukan anggota;
d. Ketua BAPEDDA sebagai anggota;
e. Kepala Bagian Hukum dan Ortala sebagai anggota;
f. Kepala Bagian Perekonomian sebagai anggota;
g. Kepala Cabang Dinas Pertanian Pangan sebagai anggota tidak tetap;
h. Kepala Seksi Pengairan sebagai anggota tidak tetap;
i. Kepala Cabang Dinas Perkebunan sebagai anggota tidak tetap.
Tugas pokok Panitia Pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian ke Non
Pertanian adalah membantu Bupati atau Walikota Kepala Daerah dalam
commit to user
dengan menyajikan bahan – bahan pertimbangan tentang tanah yang dimohonkan,
sebagai hasil kegiatan – kegiatan :
a. Penelitian secara administratif atas permohonan izin;
b. Pembahasan – pembahasan dengan memperhatikan :
1) fatwa tata guna tanah
2) planologi kota atau daerah, khususnya Perencanaan Pengembangan
Irigasi (Koordinasi dengan instansi terkait)
3) peraturan perundang – undangan atau ketentuan – ketentuan yang
berlaku.
c. Mengadakan peninjauan lapangan dan wawancara dengan pemohon yang
bersngkutan, khususnya yang menyangkut status tanah, keadaan fisik tanah
dan lingkungan hidup sekitarnya.
Selain itu, tugas – tugas lainnya adalah sebagai berikut ini :
a. Membuat berita acara atau pertimbangan pemeriksaan lapangan dan
diajukan kepada Bupati.
b. Menyelesaikan hal – hal lain yang berhubungan dengan perubahan tanah
pertanian kenon pertanian.
c. Melaporkan hasil atau tugasnya kepada Bupati.
Pertimbangan dari Panitia Pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian ke
Non Pertanian dipakai juga sebagai bahan pertimbangan Bupati atau Walikota
Kepala Daerah dalam rangka pemberian rekomendasi atas permohonan ijin lokasi
dan pembebasan tanah untuk keperluan perusahaan.
Saat ini kegiatan yang banyak dilakukan oleh seksi Pengaturan dan
Penataan Pertanahana (P3) dalah pertimbangan teknis penatagunaan tanah untuk
permohonan hak atas tanah dan Ijin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT). Setiap
badan hukum yang akan memperoleh tanah milik atau hak atas tanah lain dari
perorangan harus mendapatkan ijin perubahan penggunan tanah. Biasanya dasar