• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI

LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN

DI KABUPATEN MADIUN

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh :

Rosianita Dewi Adia Siswi

NIM : E. 1107068

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN

PERTANIAN KE NON PERTANIAN

DI KABUPATEN MADIUN

Disusun oleh :

ROSIANITA DEWI ADIA SISWI

NIM : E1107068

Disetujui untuk Dipertahankan

Dosen Pembimbing

Lego Karjoko, S.H., M.H.

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN

PERTANIAN KE NON PERTANIAN

DI KABUPATEN MADIUN

Disusun oleh :

ROSIANITA DEWI ADIA SISWI

NIM : E 1107068

Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 14 April 2011

TIM PENGUJI

1. Pius Tri Wahyudi, S.H., M.Si :

Ketua

2. Purwono, S.R., S.H. :

Sekretaris

3. Lego Karjoko, S.H., M.H. :

Anggota

MENGETAHUI

Dekan,

(Moh. Jamin, S.H., M.Hum.)

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Rosianita Dewi Adia Siswi

NIM : E1107068

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:

KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN

PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN adalah

betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum

(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila

kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima

sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang

saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 30 Maret 2011

Yang membuat pernyataan

Rosianita Dewi Adia Siswi

(5)

commit to user

v MOTTO

Gemahripah lohjinawi tata tentrem kertaraharja ( Dengan alam yang asri warga hidup tentram dan nyaman)

Menjaga kelestarian lingkungan meningkatkan kualitas hidup

Barang siapa yang ingin kebahagiaan dunia harus dengan ilmu dan barang siapa

yang ingin kebahagiaan di akhirat harus dengan ilmu dan siapa yang ingin bahagia dunia dan akhirat harus berilmu.

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Sebuah karya sederhana ini, kupersembahkan kepada:

Allah SWT, Penguasa Alam Semesta, Pencipta Pemikiran Dan Ilmu

Pengetahuan serta

Pelindung Setiap Makhluk

Nabi Muhammad SAW, pemimpinku.

Beliau-beliau tercinta yang selalu menjaga, merawatku dan mendidikku

hingga aku dewasa,

beliau adalah Ibu dan Bapakku..

Kedua kakakku tersayang, yang telah memberikan warna dalam hidupku,

dan

Seseorang yang dengan ijin-Nya kelak akan menjadi bagian terpenting dalam

hidupku. Aku

percaya bahwa kamulah yang terbaik yang dikirimkan Allah untukku.

Sahabat-sahabatku tersayang, kalian adalah penggalan terindah dari

perjalanan hidup ini.

&

Civitas Akademika

(7)

commit to user

vii

ABSTRACT

Rosianita Dewi Adia Siswi. E1107068. 2011. A Juridical Review on the Implementation of the License of land use shift from agricultural to non-agricultural function in Madiun Regency. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. Law Writing (skripsi).

Nearly all physical buildings need land. The shift of land use results in decreased land width in Madiun Regency. The most converted land is farmland, namely, rice farmland changed into dry land and into non-agricultural land used for building, store, office, and etc.

The farmland width, particularly the rice farmland, relates to the rice production level. The land use shift of rice farmland occurring, of course, affects the rice production in Madiun Regency. If the rice farmland width decreases continually because of the land use shift from agricultural to non-agricultural function, the rice production would also decrease.

The problems studied in this research are (1) How is the implementation of the license of land use shift from agriculture to non-agriculture in Madiun Regency, (2) How is the Madiun Regency Government’s policy in controlling the land use shift from agricultural to non-agricultural function. This study belongs to a normative research while the analysis technique used was syllogism and interpretation, using deductive thinking pattern as well as juridical review that are logical and systematical in nature. Juridical review is the one adjusted to the writer’s thinking and organized by looking for the relationship of such thinking to the studied theories, all of which are related to the provisions used by Madiun Regency. The interpretation method used by the writer in this research is the processing and elaboration of data obtained from the related institutions relevant to the land use shift from agricultural to non-agricultural function in Madiun Regency.

The result obtained from the research is that the license application of land use shift from agricultural to non-agricultural function in Madiun Regency has been decrease with the enacted legislation, that is, to select the license application of land use shift from agricultural to non-agricultural function filed both administratively and technically. In the attempt of controlling the land use shift from agricultural to non-agricultural function, Madiun Regency has such policies as applying incentive and disincentive to maintain the farmland, so that it can mitigate and nullify the land use shift from agricultural to non-agricultural function.

(8)

commit to user

viii

ABSTRAK

ROSIANITA DEWI ADIA SISWI. E1107068. 2011. KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan 1) Bagaimana pelaksanaan ijin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di kabupaten madiun 2) Bagaimana kebijakan pemerintah kabupaten madiun dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah normatif dengan sifat penelitian preskriptif yaitu dilakukan untuk menghasilkan argumentasi argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. pendekatan penelitian yang di gunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang digunakan Kabupaten Madiun dalam memproses izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian serta upayanya dalam mengendalikan alih fungsi. Jenis dan Sumber Bahan Hukum, menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Primer terdiri atas peraturan perundang-undangan yang digunakan Kabupaten Madiun dalam hal alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, sedangkan bahan sekunder terdiri atas catatan-catatan resmi yang berkaitan dengan obyek penelitian dari instansi-instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian, antara lain dinas pertanian, pertanahan dan bapeda. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dengan melakukan studi dokumen atau bahan pustaka baik dari buku, media cetak maupun dari media elektronik serta bahan-bahan dari pemerintah Kabupaten Madiun, sedangkan teknik analisis bahan hukum dalam penelitian ini adalah silogisme dan interpretasi dengan pola berfikir deduktif serta tinjauan yuridis.

Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pertama pengajuan permohonan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di kabupaten madiun kurang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan, meskipun penerapan seleksi permohonan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang dimohonkan secara administratif maupun secara teknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan, namun terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan mengenai keputusan untuk menentukan dikabulkan atau tidaknya permohonan, hal ini tentunya termasuk dari pelanggaran kebijakan dari pemerintah Kabupaten Madiun dan jangka panjangnya luas lahan pertanian, khususnya lahan sawah yang berhubungan dengan tingkat produksi padi akan mempengaruhi produksi padi dan kelestarian lahan sawah secara nasional dan jangka panjang dari itu adalah akan terjadi krisis pangan di negara agraris indonesia. Kedua dalam mengupayakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, kabupaten madiun mempunyai kebijakan-kebijakan yaitu menerapkan mekanisme insentif dan disisentif untuk mempertahankan lahan pertanian, sehingga dapat diupayakan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dapat ditekan atau tidak terjadi.

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini dengan Judul “Kajian Yuridis

Pelaksanaan Ijin Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian Di Kabupaten

Madiun”. Penyusunan penulisan hukum ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan penulisan hukum

(skripsi) ini menemui berbagai rintangan, tantangan, dan hambatan yang harus

penulis lewati dan juga tidak terlepas dari bantuan serta dukungan moril maupun

spirituil dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum UNS

yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk

menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini.

2. Bapak Prasetyo Hadi P, S.H., M.S selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas

Hukum UNS, yang telah memberikan izin dan mempercayakan kepada

penulis untuk turun ke lokasi guna mencari data ke instansi-instansi

terkait.

3. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.Hum., selaku pembimbing Penulisan

Hukum (Skripsi) yang telah menyediakan waktu dan banyak memberikan

sumbangan pemikiran, serta dengan sabar telah memberikan bimbingan

dan arahan kepada penulis hingga tersusunnya Penulisan Hukum (Skripsi)

ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu

pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis

sehingga dapat dijadikan bekal penulis dalam penulisan hukum ini dan

(10)

commit to user

x

5. Bapak dan Ibu-ibu yang ada dalam pemerintahan Kabupaten Madiun, di

instansi-instansi terkait dimana penulis mencari data-data, terimakasih

karena telah memberikan kemudahan dalam pemberian data, penjelasan,

informasi serta masukan-masukan kepada penulis.

6. Ibu dan Bapak yang dengan tulus telah memberikan doa yang tiada henti,

semangat, cinta dan kasih sayang serta segalanya kepada penulis, semoga

Ananda dapat membalas budi jasa kalian dengan memenuhi harapan kalian

kepada Ananda.

7. Mas Wiwid Mbak Cristi dan Mas Endri, yang selalu mendukung dan

memberiku semangat dalam segala hal, sampai kapanpun kalian akan

selalu menjadi kakak yang terhebat bagi diriku.

8. Mas Errik Bagus Setiawan, yang telah memberikan semua kasih sayang,

dukungan, perhatian dan semangat, semoga Allah SWT meridhoi niat

tulus kita untuk bersama selamanya.

9. Teman-temanku : neri, kiki, ibel, anis, terima kasih atas semua perjalanan

indah yang kita lalui bersama selama kuliah. Persahabatan kita tak akan

pernah berakhir, aku akan selalu merindukan kalian.

10.Seluruh keluarga besar Angkatan 2007 Fakultas Hukum Tercinta, jaga

selalu kekompakan kita ya.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

membantu penyusunan skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak

kekurangan. Oleh karena itu, saran, teguran, dan kritik yang membangun

sangat diharapkan dari berbagai pihak demi kemajuan di masa yang akan

datang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, April 2011

(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN……… iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRACT……….………..……… vii

ABSTRAK……….. viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR RAGAAN... xiii

DAFTAR GAMBAR……….. xiv

DAFTAR TABEL……….………... DAFTAR LAMPIRAN……….. BAB I PENDAHULUAN xv xvi A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Skripsi ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 13

1. Tinjauan Tentang Penataan Ruang ……..………... 13

2. Tinjauan Tentang Perizinan …………... 18

B. Kerangka Pemikiran ... 30

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Obyek ………... 32

(12)

commit to user

xii

2. Jumlah Penduduk, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan di Kabupaten Madiun ... 34

3. Karakteristik Kabupaten Madiun ... 37

4. Penggunaan Lahan di Kabupaten Madiun ... 37

B. Pelaksanaan Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kabupaten Madiun………...……….. 43

C. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Madiun Dalam Mengupayakan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian……… 65

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 85

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR RAGAAN

RAGAAN 1. Kerangka Pemikiran

RAGAAN 2. Cakupan Manfaat Lahan Pertanian dan Konstelasinya

RAGAAN 3. Alur Pengajuan Permohonan Alih Fungsi Lahan.

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. Geografis Kabupaten Madiun

GAMBAR 2. Penggunaan Lahan Kabupaten Madiun

(15)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

TABEL 1 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Madiun Tahun 2006-

2010 Di Tiap Kecamatan

TABEL 2 Luas Total Lahan Pertanian Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010

TABEL 3 han Luas Lahan Sawah Beririgasi Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010

TABEL 4 Luas Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian Ke Non Pertanian

Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010

TABEL 5 Grafik Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Ke Non Pertanian

Kabupaten Madiun Tahun 2006-2009

TABEL 6 Realisasi IPPT (Ijin Perubahan Penggunaan Tanah) Kabupaten

Madiun Tahun 2009

TABEL 7 Perkembangan Hasil Produksi Padi Kabupaten Madiun Tahun

2006-2010

TABEL 8 Perkembangan Luas Panen, Produksi, Produktvitas dan Kelebihan

Setara Beras Tanaman Padi Di Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Pertimbangan Teknis Pertanahan di Kabupaten Madiun

LAMPIRAN 2 Surat Persetujuan Perubahan Penggunaan Tanah

LAMPIRAN 3 Kelengkapan Permohonan Persetujuan Perubahan Penggunaan Tanah

LAMPIRAN 4 Peta Lokasi/Letak Tanah Yang dimohon Perubahan Penggunaannya

LAMPIRAN 5 Laporan Hasil Penelitian Lapang Dalam Pertimbangan Teknis

Penatagunaan Tanah

LAMPIRAN 6 Data Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten

Madiun “Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Kelebihan Setara

Beras Tanaman Padi”

LAMPIRAN 7 Data Neraca Penggunaan Tanah 1992 s/d 2010

LAMPIRAN 8 Daftar RTRW Kabupaten/Kota dan RUTRK/RDTRK/RTRK

(17)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Sejak manusia pertama kali menempati bumi, tanah sudah menjadi

salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan.

Konkritnya, tanah difungsikan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

mempertahankan eksistensi. Aktivitas yang pertama kali dilakukan adalah

pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam (pertanian). Sektor pertanian adalah

sektor yang paling dominan di Indonesia sebagai negara yang berbasis agraris,

sektor ini juga telah lama menjadi bagian terbesar dari penduduk miskin di

negeri ini. Perlu adanya penyuluhan untuk menyadarkan kembali kepada

masyarakat arti pentingnya pertanian, salah satunya dengan memberdayakan

kemampuan pertanian tersebut. Sebagai negara yang sedang berkembang, kita

tidak dapat menghindar dari dampak globalisasi. Globalisasi menyebabkan

pertanian di Indonesia menghadapi masalah-masalah eksternal, yang

menyebabkan sektor pertanian semakin terkucil. Pembaharuan-pembaharuan

sebagai dampak globalisasi juga menyebabkan lahirnya modernisasi pertanian.

Pembangunan-pembangunan di perkotaan berimbas terhadap kehidupan di

pedesaan.

Isu dalam alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian tidak

sekedar wacana, apakah negara ingin mempertahankan tanah pertanian atau

tidak, akan tetapi lebih kepada menentukan dan mengimplementasikan

program-program yang efektif dalam mempertahankan tanah pertanian.

(William M. Rivera, 2004: 65). Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian

tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan

kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka

aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan

industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan

(18)

commit to user

meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. (Irawan, 2005: 32)

Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, disebutkan bahwa “Bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dari pasal tersebut dapat

kita ketahui bahwa negara merupakan sebuah organisasi terbesar yang

menguasai tanah dan mempunyai wewenang sebagai berikut: ( Pasal 2 UUPA )

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan

bumi, air, dan ruang angkasa serta, menentukan dan mengatur

hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,air dan ruang angkasa.

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

dengan bumi, air dan ruang angkasa.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang

angkasa.

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan

struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian

cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi

lahan pertanian ke non pertanian sulit dihindari. Beberapa kasus menunjukkan

jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak

lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif.

Pertumbuhan penduduk yang terus bertambah dan perkembangan

pembangunan yang terus meningkat akan berdampak pada perubahan

penggunaan tanah. Perubahan penggunaan tanah tesebut akan mengakibatkan

pergeseran penggunaan tanah dari tanah pertanian ke non pertanian yang akan

mempengaruhi produksi pangan. Tanah yang semula berfungsi sebagai tempat

bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur berubah menjadi multifungsi

pemanfaatan. Perubahan dari penggunaan tanah untuk pertanian ke

pemanfaatan bagi non pertanian semakin mengalami peningkatan. Pada

awalnya, tujuan utama dari perubahan penggunaan tanah pertanian ke non

(19)

commit to user

perekonomian bangsa. Namun pada pelaksanaannya dapat mengancam

kapasitas penyediaan pangan apabila tidak terkendali. Bahkan dalam jangka

panjang, perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian dapat

mengakibatkan kerugian sosial. Tanah pertanian pada umumnya adalah semua

tanah yang menjadi hak orang, selain tanah untuk perumahan dan perusahaan.

Yang termasuk tanah pertanian adalah semua tanah perkebunan, tambak untuk

perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak, tanah belukar bekas ladang

dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak.

Manajemen pertanahan dalam pengendalian perubahan penggunaan

tanah pertanian ke non pertanian perlu dioptimalkan dengan sejumlah

pertimbangan. Pertama, hingga kini secara nyata belum ada peraturan

perundang-undangan yang secara khusus mencegah perubahan penggunaan

tanah pertanian ke non pertanian. Kedua, diperlukan penetapan lahan pertanian

yang melindungi. Ketiga, saat ini proses administrasi pertanahan untuk lahan

pertanian mengacu kepada arahan peruntukan dalam Rencana Tata Ruang

Wilayah, dengan memberikan persyaratan penggunaan dan pemanfaatan lahan

yang sesuai dengan Penatagunaan Tanah (www.suaramerdeka.com> (20

Oktober 2010 pukul 14:30).

Untuk menghindari pergeseran penggunaan tanah pertanian ke non

pertanian yang tidak terkendali, perlu adanya peraturan khusus yang mengatur

izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Dengan

pertimbangan tersebut, pada tanggal 24-10-1984 Menteri Dalam Negeri

mengeluarkan Surat Edaran yang selanjutnya disebut dengan SE MENDAGRI

dengan nomor 590/11108/SJ/1984 tentang perubahan penggunaan tanah

pertanian ke non pertanian. Isi Surat Edaran tersebut adalah memerintahkan

kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk membuat peraturan yang

bertujuan untuk mengendalikan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non

pertanian dan juga menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004

tentang Penatagunaan Tanah.

Lahan harus dapat dimanfaatkan secara efisien dalam setiap aktivitas

(20)

commit to user

bersangkutan. Instansi pemerintah yang berwenang dalam masalah pengaturan

izin peralihan fungsi tanah pertanian ke non pertanian adalah Unit Pelayanan

Terpadu (UPT) yang merupakan instansi pemroses pemberi izin, Badan

Pertanahan Nasional (BPN), instansi ini juga termasuk instansi yang

berwenang mengeluarkan izin di bidang pertanahan, baik izin pengubahan

penggunaan tanah maupun izin lokasi yang dikeluarkan oleh komponen

penatagunaan tanah. BAPEDA, instansi ini bertugas mengawasi perkembangan

serta pembangunan yang terjadi di daerah, termasuk pengawasan terhadap

peralihan fungsi tanah pertanian ke non pertanian. Selain itu adanya campur

tangan dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU), instansi ini bertugas menilai serta

meneliti layak atau tidaknya konstruksi dan sekaligus yang berkitan langsung

dengan tata ruang daerah, instansi yang berkaitan dengan peralihan fungsi

tanah pertanian ke non pertanian selanjutnya tentu saja adalah Dinas Pertanian,

instansi ini bertugas untuk menganalisis.

Tekanan-tekanan dan kebijakan pembangunan daerah yang

mengakibatkan derasnya erosi perubahan penggunaan tanah pertanian untuk

menanam padi menjadi lahan untuk kegiatan industri, kegiatan properti dan

tanaman perkebunan, menurut hasil Sensus Pertanian, jumlah petani dalam

kurun waktu 1983-2003 memang meningkat., tetapi sayangnya peningkatan ini

tidak dibarengi oleh kepemilikan lahan pertanian. Rata-rata kepemilikan lahan

pertanian telah menurun drastis dari 1,30 ha menjadi 0,70 ha per petani

(www.businessenvironment.wordpress.com> (20 Oktober 2010 pukul 15:00).

Berdasarkan data nasional, laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah

1,3%-1,5%. Maka apabila luas lahan pertanian tidak mengalami penambahan,

dikhawatirkan 10-20 tahun mendatang krisis pangan akan melanda Indonesia

(Kapti Rahayu K, Solopos: April 2010). Dengan kondisi ini, maka tujuan

pembangunan agraria yang tercantum dalam Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang

Pokok Agraria, yaitu untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam

arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan

Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur tidak

(21)

commit to user

Izin perubahan penggunaan tanah diberikan untuk perorangan atau

badan hukum yang dimaksudkan untuk mengubah tanah pertanian ke non

pertanian. Sedangkan izin lokasi merupakan sarana perizinan yang dikeluarkan

oleh perusahaan bagi yang membutuhkan tanah berdasarkan peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 2 tahun 1993.

Sistem perizinan di bidang pertanahan, dalam hal ini perubahan dan

penggunaan tanah serta izin lokasi yang dikeluarkan oleh bagian penatagunaan

tanah, baik yang ada di kantor pertanahan tingkat kabupaten/kota maupun yang

ada di kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional tingkat provinsi harus

berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota

masing-masing.

Tercatat mulai dari tahun 1981-1998 di Indonesia dalam kurun waktu 8

tahun (1992-2000), luas lahan sawah telah berkurang dari 8,2 juta hektar

menjadi 7,8 juta hektar sedangkan di daerah jawa telah terjadi pengurangan

lahan sawah akibat konversi, hingga mencapai satu juta hektar atau sekitar 55

ribu hektar per tahun, sedangkan Perubahan ini paling cepat dibandingkan

dengan daerah lainnya (www.suaramerdeka.com> (20 Oktober 2010).

Kabupaten Madiun beberapa tahun ini menunjukkan adanya perkembangan

pembangunan yang cukup pesat. Perkembangan fisik ini terlihat pada

munculnya berbagai fasilitas umum dan pelayanan baik di daerah yang

merupakan simpul-simpul kegiatan maupun yang bukan, misalnya munculnya

berbagai fasilitas perdagangan dan perumahan. Kebutuhan lahan untuk

memenuhi fungsi-fungsi perkotaan telah menyebabkan perluasan kota ke arah

daerah pinggiran, dan pada akhirnya akan terjadi perubahan penggunaan tanah

pertanian menjadi non pertanian. Luas lahan pertanian akan semakin menurun

dengan semakin berkembangnya sektor-sektor jasa, industri, komersial,

perdagangan, serta pembukaan kawasan pemukiman baru yang memerlukan

lahan yang tidak sedikit.

Mengingat selama ini penerapan perundang-undangan dan peraturan

pengendalian alih fungsi lahan kurang berjalan efektif serta berpijak pada

(22)

commit to user

alternatif. Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu memecahkan

kebutuhan pengendalian alih fungsi lahan. Adapun komponennnya antara lain

instrumen hukum dan ekonomi, zonazi dan inisiatif masyarakat. Namun sejauh

ini perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di Kabupaten

Madiun dapat dikendalikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun melalui

Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian

Berkelanjutan, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Penatagunaan Tanah, Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4 Tahun

2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Peraturan Daerah Kabupaten

Madiun tentang Irigasi dan Peraturan Pelaksana lain yang terkait dengan

perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian.

Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk menmbahas lebih

lanjut dalam penulisan hukum (skripsi) dengan judul “ KAJIAN YURIDIS

PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON

PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN ”

B.Rumusan Masalah

Untuk mencapai sasaran penelitian yang terarah dan jelas serta

mengingat latar belakang masalah maka peneliti merumuskan beberapa pokok

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non

pertanian di kabupaten madiun?

2. Bagaimana kebijakan pemerintah Kabupaten Madiun dalam

pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai

jawaban atas permasalahan yang dihadapi (tujuan obyektif) maupun untuk

memenuhi kebutuhan (tujuan subyektif). Tujuan penelitian dirumuskan secara

(23)

commit to user

dicapai dengan penelitian tersebut (Soerjono Soekanto, 1986: 118). Secara

garis besar tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini, yaitu :

1. Tujuan Obyektif:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non

pertanian di Kabupaten Madiun

b. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan yang dilakukan pemerintah

Kabupaten Madiun dalam hal mengendalikan alih fungsi lahan

pertanian ke non pertanian.

2. Tujuan Subyektif:

a. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar

kesarjaanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah pengetahuan penulis di bidang Hukum Agraria dalam

hal pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di

Kabupaten Madiun.

c. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis

peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri pada

khususnya serta bagi masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna,

khususnya bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat

yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis:

a. Bagi mahasiswa penelitian ini bermanfaat untuk menambah

pengalaman, pengetahuan, dan wawasan mengenai alih fungsi lahan,

dari lahan pertanian ke lahan non pertanian.

b. Bagi Universitas Sebelas Maret, penelitian ini dapat digunakan sebagai

referensi mengenai pengalihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian

(24)

commit to user

hukum di bidang Hukum Administrasi Negara khususnya di bidang

Hukum Agraria mengenai alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.

c. Penelitian ini diharapkan dapat di gunakan untuk reverensi bagi

penelitian selanjutnya, yang berkaitan dengan permasalahan yang sama.

2. Manfaat Praktis:

a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran, pola pikir

dinamis dan untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan

ilmu hukum yang diperoleh selama menjalani perkuliahan di Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan yang

dapat digunakan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi

pihak-pihak yang terkait dan terlibat dengan bidang agraria.

c. Memberikan masukan bagi pemerintah untuk menyempurnakan regulasi

fungsi lahan pertanian ke non pertanian.

d. Memberi informasi kepada masyarakat tentang prosedur pengalihan

fungsi lahan pertanian ke non pertanian.

E. Metode Penelitian

“Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan

hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab

isu hukum yang dihadapi” (Peter Mahmud Marzuki, 2009:35). Dalam

penelitian hukum perlu adanya metode penelitian yang harus digunakan, agar

penelitian tersebut dapat terarah sesuai dengan tujuan dan tidak keluar dari

maksud dan tujuannya.

Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian hukum normatif.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal.

Adapun yang dimaksud metode penelitian hukum normatif adalah suatu

prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika

(25)

commit to user 2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat

preskriptif dan terapan (Peter Mahmud Marzuki, 2009:22). Dari hasil telaah

dapat dibuat opini atau pendapat hukum. Opini atau pendapat hukum yang

dikemukakan oleh ahli hukum merupakan suatu preskripsi. Untuk dapat

memberikan preskripsi itulah guna keperluan praktik hukum dibutuhkan

penelitian hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2009:37). Dalam penelitian ini

penulis menggambarkan mengenai bagaimana seharusnya pelaksanaan izin alih

fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun serta kebijakan

yang dilakukan pemerintah Kabupaten Madiun, dalam mengupayakan

pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek

mengenai isu yang sedang dicoba utuk dicari jawabannya.

Pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian hukum adalah Pendekatan-pendekatan

undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan comparatif (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). (Peter Mahmud Marzuki, 2009:93)

Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan Undang-Undang (statute approach). Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan

diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema

sentral (Johnny Ibrahim, 2005:302). Menurut Peter Mahmud Marzuki dalam

bukunya Metode Penelitian Hukum menjelaskan bahwa pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

(26)

commit to user

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Di dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data, yang ada

dalam penelitian hukum adalah bahan hukum, maka dalam hal ini penulis

mengguanakan istilah bahan hukum. Peter Mahmud Marzuki menjelaskan

bahwa untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi

mengenai apa yang seyogyanya diperlukan adanya sumber-sumber penelitian.

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber

penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum

sekunder. (Peter Mahmud Marzuki, 2009:141)

Dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan bahan hukum primer

yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, bahan hukun sekunder,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan yang

berkaitan dengan obyek penelitian, yang dalam penelitian hukum ini adalah

adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dalam suatu penelitian merupakan hal

yang sangat penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang

digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik studi dokumen

atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektronik serta bahan-bahan

dari pemerintah Kabupaten Madiun yang berhubungan dengan penelitian

hukum ini, yang kemudian dikategorisasi menurut jenisnya. Teknik

pengumpulan bahan hukum tersebut selanjutnya disebut sebagai studi pustaka.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Mengingat jenis penelitian ini adalah normatif, maka teknik analisis

yang penulis gunakan adalah dengan metode silogisme dan interpretasi dengan

menggunakan pola berpikir deduktif serta suatu tinjauan yuridis yang bersifat

logis dan sistematis. Yuridis yaitu suatu tinjauan yang disesuaikan dengan

pemikiran penulis dan disusun dengan mencari hubungan antara pemikiran dan

teori-teori yang telah diteliti semuanya itu dihubungkan dengan

(27)

commit to user

Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan

hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks

undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan

peristiwa tertentu. Metode interpretasi yang akan digunakan oleh penulis dalam

penelitian ini merupakan pengolahan serta penjabaran data yang diperoleh dari

instansi-instansi terkait yang berhubungan dengan alih fungsi lahan pertanian

ke non pertanian.

Silogisme yang penulis gunakan adalah silogisme dengan menggunakan

pendekatan deduktif. Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang

bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran

yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan

penerapan aturan.

Sedangkan berpikir deduktif disebut juga berpikir dengan menggunakan

silogisme terdiri dari tiga preposisi statement yang terdiri dari “premise” yaitu

dasar penarikan kesimpulan sebagai pernyataan akhir yang mengandung suatu

kebenaran. Berpikir deduktif prosesnya berlangsung umum dan yang menuju

ke khusus.

F. Sistematika Skripsi

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum,

maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika

penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tiap bab terbagi dalam

sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap

keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini

adalah sebagai berikut:

Dalam Bab I penulis akan mengemukakan tentang latar belakang

terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun,

dimana dari latar belakang tersebut akan penulis kerucutkan atau khususkan

menjadi dua rumusan masalah yang di dasarkan dengan dasar-dasar teori.

(28)

commit to user

Bab II. Secara khusus Bab II tersebut akan memaparkan sejumlah landasan

teori yang digunakan dalam penulisan hukum ini, antara lain mengenai tata

ruang, perizinan dan teori berlakunya perundang-undangan baik dari para pakar

dan doktrin hukum maupun berdasarkan literatur-literatur yang berhubungan

dengan permasalahan penelitian yang diangkat.

Dari landasan-landasan teori tersebut akan dikombinasikan dengan

bahan-bahan yang penulis dapatkan berkaitan dengan penelitian ini. Dimana

akan masuk dalam Bab III, dalam bab ini penulis akan mencoba untuk

menyajikan pembahasan berupa jawaban atas pertanyaan dalam perumusan

masalah. Setelah penulis melakukan pembahasan dalam Bab III tersebut,

kemudian dalam Bab IV, penulis akan mengemukakan dari hasil penelitian

serta memberikan saran yang relevan dengan penelitian terhadap pihak-pihak

(29)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Penataan Ruang

a. Pengertian Tata Ruang

Dalam Pasal 14 undang-undang Pokok Agraria yang berbunyi

”Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu

rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi,

air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya”. Ketentuan ini menegaskan perlunya suatu perencanaan tata

ruang. Oleh karena itu maka dibuat undang-undang Penataan Ruang

yang pertama kalinya pada tahun 1992 yaitu undang-undang Nomor 24

Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Selanjutnya, undang-undang

Penataan Ruang Tahun 1992 diganti oleh undang-undang Nomor 26

Tahun 2007.

Menurut Pasal 1 Ayat 2 undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang menyebutkan tata ruang adalah “wujud

struktural ruang dan pola ruang”. Adapun yang dimaksud dengan wujud

struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk

rona lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan buatan yang

secara hirarkis berhubungan satu dengan lainnya. Sedang yang

dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang meliputi pola lokasi, sebaran

permukiman, tempat kerja, industri, pertanian serta pola penggunaan

tanah perkotaan dan pedesaan; dimana tata ruang tersebut adalah tata

ruang yang direncanakan, sedangkan tata ruang yang tidak

direncanakan adalah tata ruang yang terbentuk secara alami, seperti

aliran sungai, gunung dan lain-lain (www.google.com< Makalah Temu

(30)

commit to user

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 undang-undang Nomor

26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, penyelenggaraan penataan

ruang harus didasarkan pada asas :

1) Keterpaduan

Penataan ruang yang diselenggarakan dengan mengintegrasikan

berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan

lintas pemangku kepentingan (stakeholders). 2) Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan

Penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian

antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan

manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan

perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan

kawasan perdesaan.

3) Keberlanjutan

Penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan

kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan

memperhatikan kepentingan generasi mendatang.

4) Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan

Penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat

ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta

menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.

5) Keterbukaan

Penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang

seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi

yang berkaitan dengan penataan ruang.

6) Kebersamaan dan Kemitraan

Penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh

pemangku kepentingan.

7) Perlindungan kepentingan umum

Penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan

(31)

commit to user

8) Kepastian hukum dan keadilan

Penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum atau

ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan

ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan

masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak

secara adil dengan jaminan kepastian hukum.

9) Akuntabilitas

Penyelenggaraan penataan ruang harus dapat

dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun

hasilnya.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan

bahwa penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah

nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan

berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

a. mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan

lingkungan buatan;

b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya

alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan

sumber daya manusia; dan

c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan

dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan

ruang.

Mengenai rencana tata ruang yang penyusunannya dilakukan

pemerintah pada hakekatnya dapat pula digambarkan sebagai

penjabaran dari instrument kebijakan Tata Guna Tanah, yang harus

merupakan pelaksanaan rencana tata ruang. Rencana Tata Guna Tanah

harus diserasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga

pengguanaan tanah sesuai dengan tujuan penataan ruang.

Rencana Umum Tata Ruang secara hirarki terdiri atas : Rencana

(32)

commit to user

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten / Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten memuat :

a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah

kabupaten;

b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi

sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan

kawasan perdesaan dan system jaringan prasarana wilayah

kabupaten;

c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi

kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya

kabupaten;

d. penetapan kawasan strategis kabupaten;

e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi

indikasi program utama jangka menengah lima tahunan;

f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah

kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi,

ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta

arahan sanksi.

Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten berlaku

mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan

ketentuan tambahan, yaitu :

a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;

b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non

hijau;

c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana

jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan informal,

dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk

menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan

(33)

commit to user

Menurut UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

Indonesia memberlakukan sistem zonasi guna mengendalikan

pemanfaatan ruang. Ketentuan ini dijabarkan dalam Pasal 35 dan 36:

Pasal 35

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan

peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta

pengenaan sanksi.

Pasal 36

(1) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35

disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.

(2) Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata

ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.

(3) Peraturan zonasi ditetapkan dengan:

a. peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi

sistem nasional;

b. peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi

sistem provinsi; dan

c. peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.

Zonasi pada tingkat nasional akan diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah. Zonasi pada tingkat provinsi akan diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Daerah Provinsi. Zona tingkat kabupaten/kota

diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Deborah

Oktavia, 2010: 48).

Diadakannya suatu perencanaan tata ruang bertujuan untuk

dapat menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan antar sektor dalam

pembangunan daerah, sehingga dalam pemanfaatan ruang dan lahan

dapat dilakukan seoptimal dan seefisien mungkin. Dan tujuan dari

dilaksanakannya suatu perencanaan tata ruang adalah untuk

mengarahkan struktur dan lokasi pembangunan yang serasi dan

seimbang dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam dan sumber

(34)

commit to user

optimal. Selain hal tersebut, perencanaan tata ruang dapat mencegah

kegiatan pembangunan yang akan merusak lingkungan hidup, penataan

ruang yang sesuai akan berguna sekali dalam hal perlindungan

lingkungan hidup, agar dalam penggunaan lingkungan hidup sampai

kapanpun tetap pada fungsinya serta tidak terkontaminasi.

b. Rencana Tata Ruang

Perencanaan merupakan suatu komponen yang penting dalam

setiap keputusan. Pada negara hukum dewasa ini, suatu rencana tidak

dapat dihilangkan dari hukum administrasi. Rencana dapat dijumpai

pada berbagai bidang kegiatan pemerintahan, misalnya dalam

pengaturan tata ruang. Rencana merupakan keseluruhan tindakan yang

saling berkaitan dari tata usaha negara yang mengupayakan

terlaksanakannya keadaan tertentu yang tertib dan teratur. Dengan

rencana maka semua akan lebih tertata dan akan sesuai dengan

pengalokasiannya, karena sudah di sesuaikan dengan tata ruang yang

digunakan.

Dalam kamus tata ruang dikemukakan yang dimaksud dengan

rencana tata ruang adalah “rekayasa atau metode pengaturan

perkembangan tata ruang dikemudian hari.” Demikian juga menurut

Pasal 1 Ayat 16 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang

Penataan Ruang.

Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan

Prasarana Wilayah No.327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam

Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan rencana tata

ruang adalah “hasil perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang”.

Adapun yang dimaksud dengan struktur pemanfaatan ruang adalah

susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan secara hirarkis dan saling

berhubungan dengan satu sama lainnya.

Maksud diadakannnya perencanaan tata ruang adalah untuk

menyerasikan berbagai kegiatan sektor pembangunan, sehingga dalam

(35)

commit to user

dan serasi. Sedangkan tujuan diadakannya suatu perencanaan tata ruang

adalah untuk mengarahkan struktur dan lokasi beserta hubungan

fungsionalnya yang serasi dan seimbang dalam rangka pemanfaatan

sumber daya manusia, sehingga tercapainya hasil pembangunan yang

optimal dan efisien bagi peningkatan kualitas manusia dan kualitas

lingkungan hidup secara berkelanjutan.

Dalam buku Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik yang berjudul

“Hukum Tata Ruang”, Saul M.Katz mengemukakan alasan atau dasar

dari diadakannya suatu perencanaan adalah:

1) Dengan adanya suatu perencanaan diharapkan terdapat suatu

pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan

kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian sauatu

perkiraan;

2) Dengan perencanaan daiharapkan terdapat sauatu perkiraan

terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui;

3) Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih

berbagai alternatif tentang cara atau kesempatan untuk

memilih kombinasi terbaik;

4) Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas.

Memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan,

saran maupun kegiatan usahanya dan

5) Dengan adanya rencana, maka aka nada suatu alat pengukur

atau standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi.

(Saul M.Katz, 2007:25)

Tujuan penyusunan rencana tata ruang menurut Buyung Azhari

adalah:

1) terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan

lingkungan berlandaskan Wawasan Nusantara dan

Ketahanan Nasional;

2) terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan

(36)

commit to user

3) tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk:

a. mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi

luhur, dan sejahtera;

b. mewujudkan keterpaduan dalam penggunaaan sumber

daya alam dan sumber daya buatan dengan

memperhatikan sumber daya manusia;

c. meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan

sumber daya buatan untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia;

d. mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan

mencegah serta menanggulangi dampak negatif

terhadap lingkungan (contoh yang paling sering kita

alami adalah banjir, erosi dan sedimentasi); dan

e. mewujudkan keseimbangan kepentingan

kesejahteraan dan keamanan

Mengenai rencana tata ruang yang penyusunannya dilakukan

pemerintah pada hakekatnya dapat pula digambarkan sebagai

penjabaran dari instrument kebijakan Tata Guna Tanah, yang harus

merupakan pelaksanaan rencana tata ruang. Rencana Tata Guna Tanah

harus diserasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga

pengguanaan tanah sesuai dengan tujuan penataan ruang. Rencana

Umum Tata Ruang secara hirarki terdiri atas : Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4 Tahun

2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Madiun,

dikatakan bahwa tujuan pemanfaatan ruang wilayah untuk peningkatan

kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan yang diwujudkan

melalui strategi pemanfaatan ruang wilayah untuk tercapainya

pemanfaatan ruang yang berkualitas. Dari pasal tersebut dapat dilihat

(37)

commit to user

masyarakat, bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat pada khususnya dan

ikut menjaga pertahanan keamanan Negara pada umumnya, yang dapat

diwujudkan dengan cara penggunaan strategi pemanfaatan ruang wilayah yang

berkualitas, tidak merugikan dan berdaya guna. Dan dengan pemanfaatan

ruang tanah yang berkualitas, maka penggunaan lahan dapat dilakukan secara

maksimal tanpa mengganggu penggunaan tanah yang lain. Untuk itulah dalam

pelaksanaannya pengadaan penataan ruang perlu adanya pengendalian

pemanfaatan ruang, agar dalam setiap penataan ruang yang tentunya

menggunakan lahan atau tanah dapat diperuntukkan dengan baik dan sesuai

dengan fungsinya, sehingga tidak ada suatu pembangunan yang menggunakan

lahan atau tanah tidak sesuai dengan tata ruangnya, untuk daerah kabupaten

madiun diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4

Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Madiun.

2. Tinjauan Tentang Perizinan

a. Pengertian Perizinan

Menurut Sjachran Basah yang dikutip dalam bukunya Ridwan HR

( 2010: 207) izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi

satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal kongkrit berdasarkan

persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh kekuatan

peraturan perundang-undangan. Sedangkan Bagir Manan menyebutkan

bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa

berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan

melakukan tindakan atau perbuatan yang secara umum dilarang.

N,M Spelt dan J.B.J.M ten Berge dalam bukunya Ridwan HR (

2010 . Hal 208) membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit

adalah sebagai berikut. Izin merupakan suatu instrumen yang banyak

digunakan dalam hukum administrasi negara sebagai sarana yudikatif

yang digunakan untuk mengendalikan warganya, dengan adanya izin

pemerintah memperkenankan orang yang memohonnya untuk

(38)

commit to user

Izin merupakan salah satu instrumen hukum yang berfungsi

mengendalikan perilaku orang atau lembaga (badan usaha) yang

bersifat proventif. Izin dimaksudkan dalam memberikan kontribusi

positif bagi kegiatan perekonomian, terutama dalam hal pendapatan

daerah dan investasi. Suatu izin yang diberikan oleh pemerintah

memiliki maksud untuk menciptakan kondisi yang aman dan tertib agar

setiap kegiatan sesuai dengan peruntukannya. Hukum perizinan timbul

karena adanya hubungan yang terjalin antara penguasa dengan

masyarakat. Pada suatu sisi, masyarakat mempengaruhi penguasa dalam

menjalankan tugasnya, pada sisi lain penguasa memberi pengaruh

tertentu pada masyarakat (Hery Listyawati, 2010: 49 ).

Perizinan merupakan salah satu perwujudan tugas mengatur dari

pemerintah. “Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak

digunakan dalam hukum administrasi. Hal ini dikarenakan pemerintah

menggunakan izin sebagai instumen untuk mempengaruhi hubungan

dengan para warganya agar mau mengikuti cara yang dianjurkan oleh

pemerintah guna mencapai tujuan yang konkrit”. (Toto T Suruaatmadja,

2007: 82 )

Izin adalah salah satu instrumen yang digunakan dalam hukum

administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis

untuk mengemudikan tingkah laku warga negara. Izin adalah

persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atatu peraturan

pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari

ketentuan-ketentuan larangan perundang-undangan. Dengan memberi izin

penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan

tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini merupakan

perkenaan sauatu tindakan yang demi kepentingan umum

mengharuskan pengawasan khusus atasnya. (Hery Listyawati, 2010:

49-50).

Dalam arti sempit, izin adalah memberi perkenaan, tetapi

(39)

cara-commit to user

cara tertentu yang dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan. Penolakan

izin hanya dilakukan jika kriteria yang diterapkan oleh penguasa tidak

dipenuhi atau karena suatu alasan tidak mungkin memberi izin kepada

semua orang yang memenuhi kriteria. Ini disebut izin restriktif, karena

alasan-alasan kesesuaian tujuan (doelmatigheid), penguasa dapat menganggap perlu untuk menjalankan kebijakan izin restriktif dan

membatasi jumlah pemegang izin. (Philipus M.Hadjon, 2002: 2-3 )

Menurut Prajudi Admosoedirjo, izin atau vergunning adalah dispensasi dari suatu larangan. Rumusan yang demikian menumbuhkan

dispensasi dengan izin . “Dispensasi beranjak dari ketentuan yang pada

dasarnya melarang suatu perbuatan, sebaliknya izin beranjak dari

ketentuan yang pada dasarnya tidak melarang suatu perbuatan tetapi

untuk untuk dapat melakukannya disyaratkan prosedur tertentu harus

dilalui.” (Philipus M Hadjon, 2002:143). Perizinan adalah kegiatan

tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang

pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,

pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang,

penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas

tertentu, guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian

lingkungan. Perizinan bertujuan untuk mengatur, membina dan

mengendalikan serta mengawasi kegiatan masyarakat yang beraneka

ragam sehingga tercipta ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat.

Ateng Syafrudin mengatakan, izin bertujuan dan berarti

menghilangkan halangan. Hal yang dilarang menjadi boleh. Penolakan

atas permohonan izin memerlukan perumusan limitatif (2007: 73).

Beberapa pendapat para sarjana tentang pengertian izin, antara lain

yaitu:

1) E Utrecht mengemukakan izin (vergunning) ialah bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang sauatu perbuatan, tetapi masih

juga memperkenankannya, asal saja diadakan secara yang ditentukan

(40)

commit to user

“indifferent”), maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat izin (vergunning) (E.Utrecht, 1986:187).

2) W.F Prins mendefinisikan izin yaitu biasanya yang menjadi

persoalan bukan perbuatan yang berbahaya bagi umum, yang pada

dasarnya harus dilarang, melainkan bermacam-macam usaha yang

pada hakekatnya tidak berbahaya, tapi berhubung dengan satu dan

lain sebab dianggap baik untuk diawasi oleh administrasi negara.

(W.F Prins-R. Kosim Adisapotra, 1983: 73-74).

3) Prajudi Atmosudirdjo dalam buku Philipus M.Hadjon mengartikan

izin ialah beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya tidak melarang

sauatu perbuatan tetapi untuk dapat melakukannya disyaratkan

prosedur tertentu harus dilalui. (Philipus M.Hadjon, 2002:143).

Ateng Syafrudin membedakan perizinan menjadi 4 (empat)

macam, yakni:

1) Izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal dilarang

menjadi boleh dan penolakan atas permohonan izin memerlukan

perumusan yang limitatif;

2) Dispensasi, bertujuan untuk menembus rintangan yang sebenarnya

secara formal tidak diizinkan, dispensasi merupakan hal yang

khusus;

3) Lisensi adalah izin yang memberikan hal untuk menyelenggarakan

sauatu perusahan dan

4) Konsensi merupakan sauatu izin sehubungan dengan pekerjaan besar

berkenaan dengan kepentingan umum yang seharusnya menjadi

tugas pemerintah, namun oleh pemerintah diberikan hak

penyelenggaraannya kepada pemegang izin yang bukan pejabat

pemerintah (Ateng Syafrudin, 2007: 106).

Lain halnya apa yang dikemukakan oleh Sjachan Basah yang

menyatakan “izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi

(41)

commit to user

persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.”

Fungsi dari sebuah izin adalah selaku ujung tombak instrumen

hukum sebagai pengarah , perekayasa dan perancang masyarakat adil

dan makmur itu dijelmakan ( Ridwan HR . 2010 . Hal 217-218). Dalam

hal ini persyaratan dalam sebuah izin merupakan pengendali dalam

memfungsikan izin itu sendiri. Sedangkan tujuan dari perizinan adalah :

a. Keinginan mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu

b. Izin mencegah bahaya lingkungan

c. Keinginan melindingi obyek-obyek tertentu

d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit

e. Izin memberikan pengarahan dengan menyeleksi orang-orang

dan aktivitas-aktivitas.

Dengan adanya kelonggaran yang tidak diatur dalam

undang-undang ini akan semakin banyak perusahaan yang mempekerjakan

wanita pada malam hari, karena mereka menganggap mudahnya

prosedur yang harus dilakukan, tanpa melakukan kewajiban-kewajiban

yang harus dilaksanakannya, sedangkan bagi pekerja sendiri yang

seharusnya dilindungi hak-haknya oleh adanya izin tersebut akan

semakin melemahkan kedudukannya, hal tersebut senada dengan apa

yang dikatakan Adrian Sutendi ( 2010 : 284-285 ) bahwa perizinan

memuat Kepentingan buruh, pekerja dan pemerintah, perizinan

merupakan instrumen pemerintah untuk mengatur Kepentingan

masyarakat secara umum, sedangkan bagi pengusaha perizinan

merupakan instrumen untuk melegalkan berbagai aktivitas yang ada.

Untuk para pekerja sendiri merupakan instrumen untuk melindungi

dirinya dari eksploitasi pengusaha dan kondisi kerja yang tidak

memadai. .

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun

2006 tentang Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu,

(42)

commit to user

berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan

bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau

badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Sedangkan

perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku

usaha atau kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda

daftar usaha.

Kaitan izin dalam perubahan penggunaan tanah pertanian ke non

pertanian adalah dalam pemberian izin perubahan penggunaan tanah

pertanian ke non pertanian harus mempertimbangkan aspek tata guna

tanah. Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata

guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan

tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan

kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu

kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil (pasal 1

Peraturan Pemerintah no. 16 tahun 2004).

Izin perubahan penggunaan tanah diberikan untuk perorangan

atau badan hukum yang dimaksudkan untuk mengubah tanah pertanian

ke non pertanian. Sedangkan izin lokasi merupakan sarana perizinan

yang dikeluarkan oleh perusahaan bagi yang membutuhkan tanah

berdasarkan peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional No. 2 tahun 1993. Pelaksanaannya diatur dengan

keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

no. 22 tahun 1993. Sistem perizinan di bidang pertanahan, dalam hal ini

perubahan dan penggunaan tanah serta izin lokasi yang dikeluarkan

oleh bagian penatagunaan tanah, baik yang ada di kantor pertanahan

tingkat kabupaten/ propinsi maupun yang ada di kantor wilayah Badan

Pertanahan Nasional/tingkat propinsi harus berpedoman pada Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/kotamadya.

b. Tujuan Pemerintah mengeluarkan izin

Sistem perizinan muncul karena tugas mengatur dari

(43)

commit to user

harus dipatuhi masyarakat yang berisikan larangan dan perimtah.

Dengan demikian izin ini akan digunakan oleh penguasa sebagai

instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warga agar mau

mengikuti cara yang dinajurkan, guna mencapai tujuan yang konkrit.

Adapun tujuan pemerintah mengatur sesuatu hal dalam

peraturan perizinan ada berbagai sebab yaitu:

1) Keinginan mengarahkan atau mengendalikan aktifitas-aktifitas

tertentu (misalnya izin mendirikan bangunan, termasuk izin alih

fungsi);

2) Keinginan mencegah bahaya bagi lingkungan (misalnya izin

lingkungan);

3) Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (misalnya izin tebang,

izin membongkar monument);

4) Keinginan membagi benda-benda yang sedikit jumlahnya

(misalnya izin menghuni di daerah padat penduduk);

5) Keinginan untuk menyeleksi orang-orang dan aktifitas-aktifitasnya

(misalnya pengurus organisasi harus memenuhi syarat-syarat

tertentu)(Prajudi Atmosudirjo, 2007:11).

Toto T Suruaatmadja menyatakan bahwa dengan izin seseorang

telah mempunyai hak untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sesuai

dengan isinya yang secara definitif dapat menimbukan akibat hukum

tertentu. Sehingga dengan perizinan ada sesuatu yang dituju, yaitu:

1) Keinginan mengarahkan aktivitas tertentu;

2) Mencegah bahaya yang mungkin akan timbul;

3) Untuk melindungi obyek-obyek tertentu;

4) Membagi benda-benda yang sedikit dan

5) Mengarahkan orang-orang tertentu untuk dapat melakukan

aktivitas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disebutkan bahwa izin

merupakan suatu perangkat hukum administrasi yang digunakan oleh

Gambar

GAMBAR 3. Peta Penggunaan Tanah Kabupaten Madiun
TABEL 1 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Madiun Tahun 2006-
Gambar 1: Geografis Kabupaten Madiun
Tabel 1: Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Madiun Tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi laju alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Bogor, menganalisis faktor – faktor apa saja

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar. Judul : Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian. Ke Non Pertanian Untuk

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis apakah pelaksanaan perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian untuk pembangunan

Penelitian tentang Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian Di Wilayah Kabupaten Jember ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

dalam pembangunan kawasan industri tidak boleh ada konversi tanah pertanian subur, Keppres Nomor 33 Tahun 1990 yang melarang pemberian izin perubahan fungsi lahan

Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di kabupaten karanganyar diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor

22 Juli 1994 tentang Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk Penggunaan Tanah Non-Pertanian, memberikan petunjuk kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/

Penelitian tentang Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian Di Wilayah Kabupaten Jember ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar