commit to user
i
KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI
LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN
DI KABUPATEN MADIUN
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
Rosianita Dewi Adia Siswi
NIM : E. 1107068
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN KE NON PERTANIAN
DI KABUPATEN MADIUN
Disusun oleh :
ROSIANITA DEWI ADIA SISWI
NIM : E1107068
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing
Lego Karjoko, S.H., M.H.
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN KE NON PERTANIAN
DI KABUPATEN MADIUN
Disusun oleh :
ROSIANITA DEWI ADIA SISWI
NIM : E 1107068
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 14 April 2011
TIM PENGUJI
1. Pius Tri Wahyudi, S.H., M.Si :
Ketua
2. Purwono, S.R., S.H. :
Sekretaris
3. Lego Karjoko, S.H., M.H. :
Anggota
MENGETAHUI
Dekan,
(Moh. Jamin, S.H., M.Hum.)
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Rosianita Dewi Adia Siswi
NIM : E1107068
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila
kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang
saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 30 Maret 2011
Yang membuat pernyataan
Rosianita Dewi Adia Siswi
commit to user
v MOTTO
Gemahripah lohjinawi tata tentrem kertaraharja ( Dengan alam yang asri warga hidup tentram dan nyaman)
Menjaga kelestarian lingkungan meningkatkan kualitas hidup
Barang siapa yang ingin kebahagiaan dunia harus dengan ilmu dan barang siapa
yang ingin kebahagiaan di akhirat harus dengan ilmu dan siapa yang ingin bahagia dunia dan akhirat harus berilmu.
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Sebuah karya sederhana ini, kupersembahkan kepada:
Allah SWT, Penguasa Alam Semesta, Pencipta Pemikiran Dan Ilmu
Pengetahuan serta
Pelindung Setiap Makhluk
Nabi Muhammad SAW, pemimpinku.
Beliau-beliau tercinta yang selalu menjaga, merawatku dan mendidikku
hingga aku dewasa,
beliau adalah Ibu dan Bapakku..
Kedua kakakku tersayang, yang telah memberikan warna dalam hidupku,
dan
Seseorang yang dengan ijin-Nya kelak akan menjadi bagian terpenting dalam
hidupku. Aku
percaya bahwa kamulah yang terbaik yang dikirimkan Allah untukku.
Sahabat-sahabatku tersayang, kalian adalah penggalan terindah dari
perjalanan hidup ini.
&
Civitas Akademika
commit to user
vii
ABSTRACT
Rosianita Dewi Adia Siswi. E1107068. 2011. A Juridical Review on the Implementation of the License of land use shift from agricultural to non-agricultural function in Madiun Regency. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. Law Writing (skripsi).
Nearly all physical buildings need land. The shift of land use results in decreased land width in Madiun Regency. The most converted land is farmland, namely, rice farmland changed into dry land and into non-agricultural land used for building, store, office, and etc.
The farmland width, particularly the rice farmland, relates to the rice production level. The land use shift of rice farmland occurring, of course, affects the rice production in Madiun Regency. If the rice farmland width decreases continually because of the land use shift from agricultural to non-agricultural function, the rice production would also decrease.
The problems studied in this research are (1) How is the implementation of the license of land use shift from agriculture to non-agriculture in Madiun Regency, (2) How is the Madiun Regency Government’s policy in controlling the land use shift from agricultural to non-agricultural function. This study belongs to a normative research while the analysis technique used was syllogism and interpretation, using deductive thinking pattern as well as juridical review that are logical and systematical in nature. Juridical review is the one adjusted to the writer’s thinking and organized by looking for the relationship of such thinking to the studied theories, all of which are related to the provisions used by Madiun Regency. The interpretation method used by the writer in this research is the processing and elaboration of data obtained from the related institutions relevant to the land use shift from agricultural to non-agricultural function in Madiun Regency.
The result obtained from the research is that the license application of land use shift from agricultural to non-agricultural function in Madiun Regency has been decrease with the enacted legislation, that is, to select the license application of land use shift from agricultural to non-agricultural function filed both administratively and technically. In the attempt of controlling the land use shift from agricultural to non-agricultural function, Madiun Regency has such policies as applying incentive and disincentive to maintain the farmland, so that it can mitigate and nullify the land use shift from agricultural to non-agricultural function.
commit to user
viii
ABSTRAK
ROSIANITA DEWI ADIA SISWI. E1107068. 2011. KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan 1) Bagaimana pelaksanaan ijin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di kabupaten madiun 2) Bagaimana kebijakan pemerintah kabupaten madiun dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah normatif dengan sifat penelitian preskriptif yaitu dilakukan untuk menghasilkan argumentasi argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. pendekatan penelitian yang di gunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang digunakan Kabupaten Madiun dalam memproses izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian serta upayanya dalam mengendalikan alih fungsi. Jenis dan Sumber Bahan Hukum, menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Primer terdiri atas peraturan perundang-undangan yang digunakan Kabupaten Madiun dalam hal alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, sedangkan bahan sekunder terdiri atas catatan-catatan resmi yang berkaitan dengan obyek penelitian dari instansi-instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian, antara lain dinas pertanian, pertanahan dan bapeda. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dengan melakukan studi dokumen atau bahan pustaka baik dari buku, media cetak maupun dari media elektronik serta bahan-bahan dari pemerintah Kabupaten Madiun, sedangkan teknik analisis bahan hukum dalam penelitian ini adalah silogisme dan interpretasi dengan pola berfikir deduktif serta tinjauan yuridis.
Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pertama pengajuan permohonan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di kabupaten madiun kurang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan, meskipun penerapan seleksi permohonan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang dimohonkan secara administratif maupun secara teknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan, namun terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan mengenai keputusan untuk menentukan dikabulkan atau tidaknya permohonan, hal ini tentunya termasuk dari pelanggaran kebijakan dari pemerintah Kabupaten Madiun dan jangka panjangnya luas lahan pertanian, khususnya lahan sawah yang berhubungan dengan tingkat produksi padi akan mempengaruhi produksi padi dan kelestarian lahan sawah secara nasional dan jangka panjang dari itu adalah akan terjadi krisis pangan di negara agraris indonesia. Kedua dalam mengupayakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, kabupaten madiun mempunyai kebijakan-kebijakan yaitu menerapkan mekanisme insentif dan disisentif untuk mempertahankan lahan pertanian, sehingga dapat diupayakan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dapat ditekan atau tidak terjadi.
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini dengan Judul “Kajian Yuridis
Pelaksanaan Ijin Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian Di Kabupaten
Madiun”. Penyusunan penulisan hukum ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan penulisan hukum
(skripsi) ini menemui berbagai rintangan, tantangan, dan hambatan yang harus
penulis lewati dan juga tidak terlepas dari bantuan serta dukungan moril maupun
spirituil dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum UNS
yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
2. Bapak Prasetyo Hadi P, S.H., M.S selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas
Hukum UNS, yang telah memberikan izin dan mempercayakan kepada
penulis untuk turun ke lokasi guna mencari data ke instansi-instansi
terkait.
3. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.Hum., selaku pembimbing Penulisan
Hukum (Skripsi) yang telah menyediakan waktu dan banyak memberikan
sumbangan pemikiran, serta dengan sabar telah memberikan bimbingan
dan arahan kepada penulis hingga tersusunnya Penulisan Hukum (Skripsi)
ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis
sehingga dapat dijadikan bekal penulis dalam penulisan hukum ini dan
commit to user
x
5. Bapak dan Ibu-ibu yang ada dalam pemerintahan Kabupaten Madiun, di
instansi-instansi terkait dimana penulis mencari data-data, terimakasih
karena telah memberikan kemudahan dalam pemberian data, penjelasan,
informasi serta masukan-masukan kepada penulis.
6. Ibu dan Bapak yang dengan tulus telah memberikan doa yang tiada henti,
semangat, cinta dan kasih sayang serta segalanya kepada penulis, semoga
Ananda dapat membalas budi jasa kalian dengan memenuhi harapan kalian
kepada Ananda.
7. Mas Wiwid Mbak Cristi dan Mas Endri, yang selalu mendukung dan
memberiku semangat dalam segala hal, sampai kapanpun kalian akan
selalu menjadi kakak yang terhebat bagi diriku.
8. Mas Errik Bagus Setiawan, yang telah memberikan semua kasih sayang,
dukungan, perhatian dan semangat, semoga Allah SWT meridhoi niat
tulus kita untuk bersama selamanya.
9. Teman-temanku : neri, kiki, ibel, anis, terima kasih atas semua perjalanan
indah yang kita lalui bersama selama kuliah. Persahabatan kita tak akan
pernah berakhir, aku akan selalu merindukan kalian.
10.Seluruh keluarga besar Angkatan 2007 Fakultas Hukum Tercinta, jaga
selalu kekompakan kita ya.
11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu penyusunan skripsi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saran, teguran, dan kritik yang membangun
sangat diharapkan dari berbagai pihak demi kemajuan di masa yang akan
datang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, April 2011
commit to user
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERNYATAAN……… iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRACT……….………..……… vii
ABSTRAK……….. viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR RAGAAN... xiii
DAFTAR GAMBAR……….. xiv
DAFTAR TABEL……….………... DAFTAR LAMPIRAN……….. BAB I PENDAHULUAN xv xvi A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Metode Penelitian ... 7
F. Sistematika Skripsi ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 13
1. Tinjauan Tentang Penataan Ruang ……..………... 13
2. Tinjauan Tentang Perizinan …………... 18
B. Kerangka Pemikiran ... 30
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Obyek ………... 32
commit to user
xii
2. Jumlah Penduduk, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan di Kabupaten Madiun ... 34
3. Karakteristik Kabupaten Madiun ... 37
4. Penggunaan Lahan di Kabupaten Madiun ... 37
B. Pelaksanaan Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kabupaten Madiun………...……….. 43
C. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Madiun Dalam Mengupayakan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian……… 65
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 85
B. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 88
commit to user
xiii
DAFTAR RAGAAN
RAGAAN 1. Kerangka Pemikiran
RAGAAN 2. Cakupan Manfaat Lahan Pertanian dan Konstelasinya
RAGAAN 3. Alur Pengajuan Permohonan Alih Fungsi Lahan.
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1. Geografis Kabupaten Madiun
GAMBAR 2. Penggunaan Lahan Kabupaten Madiun
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
TABEL 1 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Madiun Tahun 2006-
2010 Di Tiap Kecamatan
TABEL 2 Luas Total Lahan Pertanian Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010
TABEL 3 han Luas Lahan Sawah Beririgasi Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010
TABEL 4 Luas Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian Ke Non Pertanian
Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010
TABEL 5 Grafik Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Ke Non Pertanian
Kabupaten Madiun Tahun 2006-2009
TABEL 6 Realisasi IPPT (Ijin Perubahan Penggunaan Tanah) Kabupaten
Madiun Tahun 2009
TABEL 7 Perkembangan Hasil Produksi Padi Kabupaten Madiun Tahun
2006-2010
TABEL 8 Perkembangan Luas Panen, Produksi, Produktvitas dan Kelebihan
Setara Beras Tanaman Padi Di Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Pertimbangan Teknis Pertanahan di Kabupaten Madiun
LAMPIRAN 2 Surat Persetujuan Perubahan Penggunaan Tanah
LAMPIRAN 3 Kelengkapan Permohonan Persetujuan Perubahan Penggunaan Tanah
LAMPIRAN 4 Peta Lokasi/Letak Tanah Yang dimohon Perubahan Penggunaannya
LAMPIRAN 5 Laporan Hasil Penelitian Lapang Dalam Pertimbangan Teknis
Penatagunaan Tanah
LAMPIRAN 6 Data Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten
Madiun “Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Kelebihan Setara
Beras Tanaman Padi”
LAMPIRAN 7 Data Neraca Penggunaan Tanah 1992 s/d 2010
LAMPIRAN 8 Daftar RTRW Kabupaten/Kota dan RUTRK/RDTRK/RTRK
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Sejak manusia pertama kali menempati bumi, tanah sudah menjadi
salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan.
Konkritnya, tanah difungsikan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk
mempertahankan eksistensi. Aktivitas yang pertama kali dilakukan adalah
pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam (pertanian). Sektor pertanian adalah
sektor yang paling dominan di Indonesia sebagai negara yang berbasis agraris,
sektor ini juga telah lama menjadi bagian terbesar dari penduduk miskin di
negeri ini. Perlu adanya penyuluhan untuk menyadarkan kembali kepada
masyarakat arti pentingnya pertanian, salah satunya dengan memberdayakan
kemampuan pertanian tersebut. Sebagai negara yang sedang berkembang, kita
tidak dapat menghindar dari dampak globalisasi. Globalisasi menyebabkan
pertanian di Indonesia menghadapi masalah-masalah eksternal, yang
menyebabkan sektor pertanian semakin terkucil. Pembaharuan-pembaharuan
sebagai dampak globalisasi juga menyebabkan lahirnya modernisasi pertanian.
Pembangunan-pembangunan di perkotaan berimbas terhadap kehidupan di
pedesaan.
Isu dalam alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian tidak
sekedar wacana, apakah negara ingin mempertahankan tanah pertanian atau
tidak, akan tetapi lebih kepada menentukan dan mengimplementasikan
program-program yang efektif dalam mempertahankan tanah pertanian.
(William M. Rivera, 2004: 65). Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan
kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka
aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan
industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan
commit to user
meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. (Irawan, 2005: 32)
Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, disebutkan bahwa “Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dari pasal tersebut dapat
kita ketahui bahwa negara merupakan sebuah organisasi terbesar yang
menguasai tanah dan mempunyai wewenang sebagai berikut: ( Pasal 2 UUPA )
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
bumi, air, dan ruang angkasa serta, menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,air dan ruang angkasa.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa.
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan
struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian
cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi
lahan pertanian ke non pertanian sulit dihindari. Beberapa kasus menunjukkan
jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak
lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif.
Pertumbuhan penduduk yang terus bertambah dan perkembangan
pembangunan yang terus meningkat akan berdampak pada perubahan
penggunaan tanah. Perubahan penggunaan tanah tesebut akan mengakibatkan
pergeseran penggunaan tanah dari tanah pertanian ke non pertanian yang akan
mempengaruhi produksi pangan. Tanah yang semula berfungsi sebagai tempat
bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur berubah menjadi multifungsi
pemanfaatan. Perubahan dari penggunaan tanah untuk pertanian ke
pemanfaatan bagi non pertanian semakin mengalami peningkatan. Pada
awalnya, tujuan utama dari perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
commit to user
perekonomian bangsa. Namun pada pelaksanaannya dapat mengancam
kapasitas penyediaan pangan apabila tidak terkendali. Bahkan dalam jangka
panjang, perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian dapat
mengakibatkan kerugian sosial. Tanah pertanian pada umumnya adalah semua
tanah yang menjadi hak orang, selain tanah untuk perumahan dan perusahaan.
Yang termasuk tanah pertanian adalah semua tanah perkebunan, tambak untuk
perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak, tanah belukar bekas ladang
dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak.
Manajemen pertanahan dalam pengendalian perubahan penggunaan
tanah pertanian ke non pertanian perlu dioptimalkan dengan sejumlah
pertimbangan. Pertama, hingga kini secara nyata belum ada peraturan
perundang-undangan yang secara khusus mencegah perubahan penggunaan
tanah pertanian ke non pertanian. Kedua, diperlukan penetapan lahan pertanian
yang melindungi. Ketiga, saat ini proses administrasi pertanahan untuk lahan
pertanian mengacu kepada arahan peruntukan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah, dengan memberikan persyaratan penggunaan dan pemanfaatan lahan
yang sesuai dengan Penatagunaan Tanah (www.suaramerdeka.com> (20
Oktober 2010 pukul 14:30).
Untuk menghindari pergeseran penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian yang tidak terkendali, perlu adanya peraturan khusus yang mengatur
izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Dengan
pertimbangan tersebut, pada tanggal 24-10-1984 Menteri Dalam Negeri
mengeluarkan Surat Edaran yang selanjutnya disebut dengan SE MENDAGRI
dengan nomor 590/11108/SJ/1984 tentang perubahan penggunaan tanah
pertanian ke non pertanian. Isi Surat Edaran tersebut adalah memerintahkan
kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk membuat peraturan yang
bertujuan untuk mengendalikan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian dan juga menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004
tentang Penatagunaan Tanah.
Lahan harus dapat dimanfaatkan secara efisien dalam setiap aktivitas
commit to user
bersangkutan. Instansi pemerintah yang berwenang dalam masalah pengaturan
izin peralihan fungsi tanah pertanian ke non pertanian adalah Unit Pelayanan
Terpadu (UPT) yang merupakan instansi pemroses pemberi izin, Badan
Pertanahan Nasional (BPN), instansi ini juga termasuk instansi yang
berwenang mengeluarkan izin di bidang pertanahan, baik izin pengubahan
penggunaan tanah maupun izin lokasi yang dikeluarkan oleh komponen
penatagunaan tanah. BAPEDA, instansi ini bertugas mengawasi perkembangan
serta pembangunan yang terjadi di daerah, termasuk pengawasan terhadap
peralihan fungsi tanah pertanian ke non pertanian. Selain itu adanya campur
tangan dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU), instansi ini bertugas menilai serta
meneliti layak atau tidaknya konstruksi dan sekaligus yang berkitan langsung
dengan tata ruang daerah, instansi yang berkaitan dengan peralihan fungsi
tanah pertanian ke non pertanian selanjutnya tentu saja adalah Dinas Pertanian,
instansi ini bertugas untuk menganalisis.
Tekanan-tekanan dan kebijakan pembangunan daerah yang
mengakibatkan derasnya erosi perubahan penggunaan tanah pertanian untuk
menanam padi menjadi lahan untuk kegiatan industri, kegiatan properti dan
tanaman perkebunan, menurut hasil Sensus Pertanian, jumlah petani dalam
kurun waktu 1983-2003 memang meningkat., tetapi sayangnya peningkatan ini
tidak dibarengi oleh kepemilikan lahan pertanian. Rata-rata kepemilikan lahan
pertanian telah menurun drastis dari 1,30 ha menjadi 0,70 ha per petani
(www.businessenvironment.wordpress.com> (20 Oktober 2010 pukul 15:00).
Berdasarkan data nasional, laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah
1,3%-1,5%. Maka apabila luas lahan pertanian tidak mengalami penambahan,
dikhawatirkan 10-20 tahun mendatang krisis pangan akan melanda Indonesia
(Kapti Rahayu K, Solopos: April 2010). Dengan kondisi ini, maka tujuan
pembangunan agraria yang tercantum dalam Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang
Pokok Agraria, yaitu untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam
arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan
Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur tidak
commit to user
Izin perubahan penggunaan tanah diberikan untuk perorangan atau
badan hukum yang dimaksudkan untuk mengubah tanah pertanian ke non
pertanian. Sedangkan izin lokasi merupakan sarana perizinan yang dikeluarkan
oleh perusahaan bagi yang membutuhkan tanah berdasarkan peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 2 tahun 1993.
Sistem perizinan di bidang pertanahan, dalam hal ini perubahan dan
penggunaan tanah serta izin lokasi yang dikeluarkan oleh bagian penatagunaan
tanah, baik yang ada di kantor pertanahan tingkat kabupaten/kota maupun yang
ada di kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional tingkat provinsi harus
berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota
masing-masing.
Tercatat mulai dari tahun 1981-1998 di Indonesia dalam kurun waktu 8
tahun (1992-2000), luas lahan sawah telah berkurang dari 8,2 juta hektar
menjadi 7,8 juta hektar sedangkan di daerah jawa telah terjadi pengurangan
lahan sawah akibat konversi, hingga mencapai satu juta hektar atau sekitar 55
ribu hektar per tahun, sedangkan Perubahan ini paling cepat dibandingkan
dengan daerah lainnya (www.suaramerdeka.com> (20 Oktober 2010).
Kabupaten Madiun beberapa tahun ini menunjukkan adanya perkembangan
pembangunan yang cukup pesat. Perkembangan fisik ini terlihat pada
munculnya berbagai fasilitas umum dan pelayanan baik di daerah yang
merupakan simpul-simpul kegiatan maupun yang bukan, misalnya munculnya
berbagai fasilitas perdagangan dan perumahan. Kebutuhan lahan untuk
memenuhi fungsi-fungsi perkotaan telah menyebabkan perluasan kota ke arah
daerah pinggiran, dan pada akhirnya akan terjadi perubahan penggunaan tanah
pertanian menjadi non pertanian. Luas lahan pertanian akan semakin menurun
dengan semakin berkembangnya sektor-sektor jasa, industri, komersial,
perdagangan, serta pembukaan kawasan pemukiman baru yang memerlukan
lahan yang tidak sedikit.
Mengingat selama ini penerapan perundang-undangan dan peraturan
pengendalian alih fungsi lahan kurang berjalan efektif serta berpijak pada
commit to user
alternatif. Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu memecahkan
kebutuhan pengendalian alih fungsi lahan. Adapun komponennnya antara lain
instrumen hukum dan ekonomi, zonazi dan inisiatif masyarakat. Namun sejauh
ini perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di Kabupaten
Madiun dapat dikendalikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun melalui
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Berkelanjutan, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah, Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4 Tahun
2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Peraturan Daerah Kabupaten
Madiun tentang Irigasi dan Peraturan Pelaksana lain yang terkait dengan
perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk menmbahas lebih
lanjut dalam penulisan hukum (skripsi) dengan judul “ KAJIAN YURIDIS
PELAKSANAAN IZIN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON
PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN ”
B.Rumusan Masalah
Untuk mencapai sasaran penelitian yang terarah dan jelas serta
mengingat latar belakang masalah maka peneliti merumuskan beberapa pokok
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian di kabupaten madiun?
2. Bagaimana kebijakan pemerintah Kabupaten Madiun dalam
pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai
jawaban atas permasalahan yang dihadapi (tujuan obyektif) maupun untuk
memenuhi kebutuhan (tujuan subyektif). Tujuan penelitian dirumuskan secara
commit to user
dicapai dengan penelitian tersebut (Soerjono Soekanto, 1986: 118). Secara
garis besar tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini, yaitu :
1. Tujuan Obyektif:
a. Untuk mengetahui pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian di Kabupaten Madiun
b. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan yang dilakukan pemerintah
Kabupaten Madiun dalam hal mengendalikan alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian.
2. Tujuan Subyektif:
a. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar
kesarjaanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah pengetahuan penulis di bidang Hukum Agraria dalam
hal pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di
Kabupaten Madiun.
c. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis
peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri pada
khususnya serta bagi masyarakat pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna,
khususnya bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis:
a. Bagi mahasiswa penelitian ini bermanfaat untuk menambah
pengalaman, pengetahuan, dan wawasan mengenai alih fungsi lahan,
dari lahan pertanian ke lahan non pertanian.
b. Bagi Universitas Sebelas Maret, penelitian ini dapat digunakan sebagai
referensi mengenai pengalihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian
commit to user
hukum di bidang Hukum Administrasi Negara khususnya di bidang
Hukum Agraria mengenai alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
c. Penelitian ini diharapkan dapat di gunakan untuk reverensi bagi
penelitian selanjutnya, yang berkaitan dengan permasalahan yang sama.
2. Manfaat Praktis:
a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran, pola pikir
dinamis dan untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan
ilmu hukum yang diperoleh selama menjalani perkuliahan di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan yang
dapat digunakan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi
pihak-pihak yang terkait dan terlibat dengan bidang agraria.
c. Memberikan masukan bagi pemerintah untuk menyempurnakan regulasi
fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
d. Memberi informasi kepada masyarakat tentang prosedur pengalihan
fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
E. Metode Penelitian
“Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab
isu hukum yang dihadapi” (Peter Mahmud Marzuki, 2009:35). Dalam
penelitian hukum perlu adanya metode penelitian yang harus digunakan, agar
penelitian tersebut dapat terarah sesuai dengan tujuan dan tidak keluar dari
maksud dan tujuannya.
Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian hukum normatif.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal.
Adapun yang dimaksud metode penelitian hukum normatif adalah suatu
prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika
commit to user 2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif dan terapan (Peter Mahmud Marzuki, 2009:22). Dari hasil telaah
dapat dibuat opini atau pendapat hukum. Opini atau pendapat hukum yang
dikemukakan oleh ahli hukum merupakan suatu preskripsi. Untuk dapat
memberikan preskripsi itulah guna keperluan praktik hukum dibutuhkan
penelitian hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2009:37). Dalam penelitian ini
penulis menggambarkan mengenai bagaimana seharusnya pelaksanaan izin alih
fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun serta kebijakan
yang dilakukan pemerintah Kabupaten Madiun, dalam mengupayakan
pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
3. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek
mengenai isu yang sedang dicoba utuk dicari jawabannya.
Pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian hukum adalah Pendekatan-pendekatan
undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan comparatif (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). (Peter Mahmud Marzuki, 2009:93)
Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan Undang-Undang (statute approach). Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan
diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema
sentral (Johnny Ibrahim, 2005:302). Menurut Peter Mahmud Marzuki dalam
bukunya Metode Penelitian Hukum menjelaskan bahwa pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
commit to user
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Di dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data, yang ada
dalam penelitian hukum adalah bahan hukum, maka dalam hal ini penulis
mengguanakan istilah bahan hukum. Peter Mahmud Marzuki menjelaskan
bahwa untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi
mengenai apa yang seyogyanya diperlukan adanya sumber-sumber penelitian.
Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber
penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum
sekunder. (Peter Mahmud Marzuki, 2009:141)
Dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan bahan hukum primer
yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, bahan hukun sekunder,
catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan yang
berkaitan dengan obyek penelitian, yang dalam penelitian hukum ini adalah
adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dalam suatu penelitian merupakan hal
yang sangat penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik studi dokumen
atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektronik serta bahan-bahan
dari pemerintah Kabupaten Madiun yang berhubungan dengan penelitian
hukum ini, yang kemudian dikategorisasi menurut jenisnya. Teknik
pengumpulan bahan hukum tersebut selanjutnya disebut sebagai studi pustaka.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Mengingat jenis penelitian ini adalah normatif, maka teknik analisis
yang penulis gunakan adalah dengan metode silogisme dan interpretasi dengan
menggunakan pola berpikir deduktif serta suatu tinjauan yuridis yang bersifat
logis dan sistematis. Yuridis yaitu suatu tinjauan yang disesuaikan dengan
pemikiran penulis dan disusun dengan mencari hubungan antara pemikiran dan
teori-teori yang telah diteliti semuanya itu dihubungkan dengan
commit to user
Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan
hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks
undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan
peristiwa tertentu. Metode interpretasi yang akan digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini merupakan pengolahan serta penjabaran data yang diperoleh dari
instansi-instansi terkait yang berhubungan dengan alih fungsi lahan pertanian
ke non pertanian.
Silogisme yang penulis gunakan adalah silogisme dengan menggunakan
pendekatan deduktif. Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang
bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran
yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan
penerapan aturan.
Sedangkan berpikir deduktif disebut juga berpikir dengan menggunakan
silogisme terdiri dari tiga preposisi statement yang terdiri dari “premise” yaitu
dasar penarikan kesimpulan sebagai pernyataan akhir yang mengandung suatu
kebenaran. Berpikir deduktif prosesnya berlangsung umum dan yang menuju
ke khusus.
F. Sistematika Skripsi
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum,
maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tiap bab terbagi dalam
sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini
adalah sebagai berikut:
Dalam Bab I penulis akan mengemukakan tentang latar belakang
terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun,
dimana dari latar belakang tersebut akan penulis kerucutkan atau khususkan
menjadi dua rumusan masalah yang di dasarkan dengan dasar-dasar teori.
commit to user
Bab II. Secara khusus Bab II tersebut akan memaparkan sejumlah landasan
teori yang digunakan dalam penulisan hukum ini, antara lain mengenai tata
ruang, perizinan dan teori berlakunya perundang-undangan baik dari para pakar
dan doktrin hukum maupun berdasarkan literatur-literatur yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian yang diangkat.
Dari landasan-landasan teori tersebut akan dikombinasikan dengan
bahan-bahan yang penulis dapatkan berkaitan dengan penelitian ini. Dimana
akan masuk dalam Bab III, dalam bab ini penulis akan mencoba untuk
menyajikan pembahasan berupa jawaban atas pertanyaan dalam perumusan
masalah. Setelah penulis melakukan pembahasan dalam Bab III tersebut,
kemudian dalam Bab IV, penulis akan mengemukakan dari hasil penelitian
serta memberikan saran yang relevan dengan penelitian terhadap pihak-pihak
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Penataan Ruang
a. Pengertian Tata Ruang
Dalam Pasal 14 undang-undang Pokok Agraria yang berbunyi
”Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu
rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi,
air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya”. Ketentuan ini menegaskan perlunya suatu perencanaan tata
ruang. Oleh karena itu maka dibuat undang-undang Penataan Ruang
yang pertama kalinya pada tahun 1992 yaitu undang-undang Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Selanjutnya, undang-undang
Penataan Ruang Tahun 1992 diganti oleh undang-undang Nomor 26
Tahun 2007.
Menurut Pasal 1 Ayat 2 undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang menyebutkan tata ruang adalah “wujud
struktural ruang dan pola ruang”. Adapun yang dimaksud dengan wujud
struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk
rona lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan buatan yang
secara hirarkis berhubungan satu dengan lainnya. Sedang yang
dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang meliputi pola lokasi, sebaran
permukiman, tempat kerja, industri, pertanian serta pola penggunaan
tanah perkotaan dan pedesaan; dimana tata ruang tersebut adalah tata
ruang yang direncanakan, sedangkan tata ruang yang tidak
direncanakan adalah tata ruang yang terbentuk secara alami, seperti
aliran sungai, gunung dan lain-lain (www.google.com< Makalah Temu
commit to user
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 undang-undang Nomor
26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, penyelenggaraan penataan
ruang harus didasarkan pada asas :
1) Keterpaduan
Penataan ruang yang diselenggarakan dengan mengintegrasikan
berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan
lintas pemangku kepentingan (stakeholders). 2) Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
Penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian
antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan
manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan
perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan.
3) Keberlanjutan
Penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan
memperhatikan kepentingan generasi mendatang.
4) Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan
Penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat
ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta
menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.
5) Keterbukaan
Penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi
yang berkaitan dengan penataan ruang.
6) Kebersamaan dan Kemitraan
Penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan.
7) Perlindungan kepentingan umum
Penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan
commit to user
8) Kepastian hukum dan keadilan
Penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum atau
ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan
ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan
masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak
secara adil dengan jaminan kepastian hukum.
9) Akuntabilitas
Penyelenggaraan penataan ruang harus dapat
dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun
hasilnya.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan
bahwa penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan
sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan
dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan
ruang.
Mengenai rencana tata ruang yang penyusunannya dilakukan
pemerintah pada hakekatnya dapat pula digambarkan sebagai
penjabaran dari instrument kebijakan Tata Guna Tanah, yang harus
merupakan pelaksanaan rencana tata ruang. Rencana Tata Guna Tanah
harus diserasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga
pengguanaan tanah sesuai dengan tujuan penataan ruang.
Rencana Umum Tata Ruang secara hirarki terdiri atas : Rencana
commit to user
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten / Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten memuat :
a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah
kabupaten;
b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi
sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan
kawasan perdesaan dan system jaringan prasarana wilayah
kabupaten;
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi
kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya
kabupaten;
d. penetapan kawasan strategis kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan;
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi,
ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi.
Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten berlaku
mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan
ketentuan tambahan, yaitu :
a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non
hijau;
c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan informal,
dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan
commit to user
Menurut UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
Indonesia memberlakukan sistem zonasi guna mengendalikan
pemanfaatan ruang. Ketentuan ini dijabarkan dalam Pasal 35 dan 36:
Pasal 35
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
pengenaan sanksi.
Pasal 36
(1) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata
ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.
(3) Peraturan zonasi ditetapkan dengan:
a. peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi
sistem nasional;
b. peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi
sistem provinsi; dan
c. peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.
Zonasi pada tingkat nasional akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Zonasi pada tingkat provinsi akan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Daerah Provinsi. Zona tingkat kabupaten/kota
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Deborah
Oktavia, 2010: 48).
Diadakannya suatu perencanaan tata ruang bertujuan untuk
dapat menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan antar sektor dalam
pembangunan daerah, sehingga dalam pemanfaatan ruang dan lahan
dapat dilakukan seoptimal dan seefisien mungkin. Dan tujuan dari
dilaksanakannya suatu perencanaan tata ruang adalah untuk
mengarahkan struktur dan lokasi pembangunan yang serasi dan
seimbang dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
commit to user
optimal. Selain hal tersebut, perencanaan tata ruang dapat mencegah
kegiatan pembangunan yang akan merusak lingkungan hidup, penataan
ruang yang sesuai akan berguna sekali dalam hal perlindungan
lingkungan hidup, agar dalam penggunaan lingkungan hidup sampai
kapanpun tetap pada fungsinya serta tidak terkontaminasi.
b. Rencana Tata Ruang
Perencanaan merupakan suatu komponen yang penting dalam
setiap keputusan. Pada negara hukum dewasa ini, suatu rencana tidak
dapat dihilangkan dari hukum administrasi. Rencana dapat dijumpai
pada berbagai bidang kegiatan pemerintahan, misalnya dalam
pengaturan tata ruang. Rencana merupakan keseluruhan tindakan yang
saling berkaitan dari tata usaha negara yang mengupayakan
terlaksanakannya keadaan tertentu yang tertib dan teratur. Dengan
rencana maka semua akan lebih tertata dan akan sesuai dengan
pengalokasiannya, karena sudah di sesuaikan dengan tata ruang yang
digunakan.
Dalam kamus tata ruang dikemukakan yang dimaksud dengan
rencana tata ruang adalah “rekayasa atau metode pengaturan
perkembangan tata ruang dikemudian hari.” Demikian juga menurut
Pasal 1 Ayat 16 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang.
Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan
Prasarana Wilayah No.327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam
Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan rencana tata
ruang adalah “hasil perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang”.
Adapun yang dimaksud dengan struktur pemanfaatan ruang adalah
susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan secara hirarkis dan saling
berhubungan dengan satu sama lainnya.
Maksud diadakannnya perencanaan tata ruang adalah untuk
menyerasikan berbagai kegiatan sektor pembangunan, sehingga dalam
commit to user
dan serasi. Sedangkan tujuan diadakannya suatu perencanaan tata ruang
adalah untuk mengarahkan struktur dan lokasi beserta hubungan
fungsionalnya yang serasi dan seimbang dalam rangka pemanfaatan
sumber daya manusia, sehingga tercapainya hasil pembangunan yang
optimal dan efisien bagi peningkatan kualitas manusia dan kualitas
lingkungan hidup secara berkelanjutan.
Dalam buku Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik yang berjudul
“Hukum Tata Ruang”, Saul M.Katz mengemukakan alasan atau dasar
dari diadakannya suatu perencanaan adalah:
1) Dengan adanya suatu perencanaan diharapkan terdapat suatu
pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian sauatu
perkiraan;
2) Dengan perencanaan daiharapkan terdapat sauatu perkiraan
terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui;
3) Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih
berbagai alternatif tentang cara atau kesempatan untuk
memilih kombinasi terbaik;
4) Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas.
Memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan,
saran maupun kegiatan usahanya dan
5) Dengan adanya rencana, maka aka nada suatu alat pengukur
atau standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi.
(Saul M.Katz, 2007:25)
Tujuan penyusunan rencana tata ruang menurut Buyung Azhari
adalah:
1) terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan
lingkungan berlandaskan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional;
2) terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan
commit to user
3) tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk:
a. mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi
luhur, dan sejahtera;
b. mewujudkan keterpaduan dalam penggunaaan sumber
daya alam dan sumber daya buatan dengan
memperhatikan sumber daya manusia;
c. meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya buatan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia;
d. mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan
mencegah serta menanggulangi dampak negatif
terhadap lingkungan (contoh yang paling sering kita
alami adalah banjir, erosi dan sedimentasi); dan
e. mewujudkan keseimbangan kepentingan
kesejahteraan dan keamanan
Mengenai rencana tata ruang yang penyusunannya dilakukan
pemerintah pada hakekatnya dapat pula digambarkan sebagai
penjabaran dari instrument kebijakan Tata Guna Tanah, yang harus
merupakan pelaksanaan rencana tata ruang. Rencana Tata Guna Tanah
harus diserasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga
pengguanaan tanah sesuai dengan tujuan penataan ruang. Rencana
Umum Tata Ruang secara hirarki terdiri atas : Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4 Tahun
2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Madiun,
dikatakan bahwa tujuan pemanfaatan ruang wilayah untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan yang diwujudkan
melalui strategi pemanfaatan ruang wilayah untuk tercapainya
pemanfaatan ruang yang berkualitas. Dari pasal tersebut dapat dilihat
commit to user
masyarakat, bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat pada khususnya dan
ikut menjaga pertahanan keamanan Negara pada umumnya, yang dapat
diwujudkan dengan cara penggunaan strategi pemanfaatan ruang wilayah yang
berkualitas, tidak merugikan dan berdaya guna. Dan dengan pemanfaatan
ruang tanah yang berkualitas, maka penggunaan lahan dapat dilakukan secara
maksimal tanpa mengganggu penggunaan tanah yang lain. Untuk itulah dalam
pelaksanaannya pengadaan penataan ruang perlu adanya pengendalian
pemanfaatan ruang, agar dalam setiap penataan ruang yang tentunya
menggunakan lahan atau tanah dapat diperuntukkan dengan baik dan sesuai
dengan fungsinya, sehingga tidak ada suatu pembangunan yang menggunakan
lahan atau tanah tidak sesuai dengan tata ruangnya, untuk daerah kabupaten
madiun diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4
Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Madiun.
2. Tinjauan Tentang Perizinan
a. Pengertian Perizinan
Menurut Sjachran Basah yang dikutip dalam bukunya Ridwan HR
( 2010: 207) izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi
satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal kongkrit berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh kekuatan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan Bagir Manan menyebutkan
bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan
melakukan tindakan atau perbuatan yang secara umum dilarang.
N,M Spelt dan J.B.J.M ten Berge dalam bukunya Ridwan HR (
2010 . Hal 208) membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit
adalah sebagai berikut. Izin merupakan suatu instrumen yang banyak
digunakan dalam hukum administrasi negara sebagai sarana yudikatif
yang digunakan untuk mengendalikan warganya, dengan adanya izin
pemerintah memperkenankan orang yang memohonnya untuk
commit to user
Izin merupakan salah satu instrumen hukum yang berfungsi
mengendalikan perilaku orang atau lembaga (badan usaha) yang
bersifat proventif. Izin dimaksudkan dalam memberikan kontribusi
positif bagi kegiatan perekonomian, terutama dalam hal pendapatan
daerah dan investasi. Suatu izin yang diberikan oleh pemerintah
memiliki maksud untuk menciptakan kondisi yang aman dan tertib agar
setiap kegiatan sesuai dengan peruntukannya. Hukum perizinan timbul
karena adanya hubungan yang terjalin antara penguasa dengan
masyarakat. Pada suatu sisi, masyarakat mempengaruhi penguasa dalam
menjalankan tugasnya, pada sisi lain penguasa memberi pengaruh
tertentu pada masyarakat (Hery Listyawati, 2010: 49 ).
Perizinan merupakan salah satu perwujudan tugas mengatur dari
pemerintah. “Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak
digunakan dalam hukum administrasi. Hal ini dikarenakan pemerintah
menggunakan izin sebagai instumen untuk mempengaruhi hubungan
dengan para warganya agar mau mengikuti cara yang dianjurkan oleh
pemerintah guna mencapai tujuan yang konkrit”. (Toto T Suruaatmadja,
2007: 82 )
Izin adalah salah satu instrumen yang digunakan dalam hukum
administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis
untuk mengemudikan tingkah laku warga negara. Izin adalah
persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atatu peraturan
pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari
ketentuan-ketentuan larangan perundang-undangan. Dengan memberi izin
penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini merupakan
perkenaan sauatu tindakan yang demi kepentingan umum
mengharuskan pengawasan khusus atasnya. (Hery Listyawati, 2010:
49-50).
Dalam arti sempit, izin adalah memberi perkenaan, tetapi
cara-commit to user
cara tertentu yang dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan. Penolakan
izin hanya dilakukan jika kriteria yang diterapkan oleh penguasa tidak
dipenuhi atau karena suatu alasan tidak mungkin memberi izin kepada
semua orang yang memenuhi kriteria. Ini disebut izin restriktif, karena
alasan-alasan kesesuaian tujuan (doelmatigheid), penguasa dapat menganggap perlu untuk menjalankan kebijakan izin restriktif dan
membatasi jumlah pemegang izin. (Philipus M.Hadjon, 2002: 2-3 )
Menurut Prajudi Admosoedirjo, izin atau vergunning adalah dispensasi dari suatu larangan. Rumusan yang demikian menumbuhkan
dispensasi dengan izin . “Dispensasi beranjak dari ketentuan yang pada
dasarnya melarang suatu perbuatan, sebaliknya izin beranjak dari
ketentuan yang pada dasarnya tidak melarang suatu perbuatan tetapi
untuk untuk dapat melakukannya disyaratkan prosedur tertentu harus
dilalui.” (Philipus M Hadjon, 2002:143). Perizinan adalah kegiatan
tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang
pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas
tertentu, guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan. Perizinan bertujuan untuk mengatur, membina dan
mengendalikan serta mengawasi kegiatan masyarakat yang beraneka
ragam sehingga tercipta ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat.
Ateng Syafrudin mengatakan, izin bertujuan dan berarti
menghilangkan halangan. Hal yang dilarang menjadi boleh. Penolakan
atas permohonan izin memerlukan perumusan limitatif (2007: 73).
Beberapa pendapat para sarjana tentang pengertian izin, antara lain
yaitu:
1) E Utrecht mengemukakan izin (vergunning) ialah bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang sauatu perbuatan, tetapi masih
juga memperkenankannya, asal saja diadakan secara yang ditentukan
commit to user
“indifferent”), maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat izin (vergunning) (E.Utrecht, 1986:187).
2) W.F Prins mendefinisikan izin yaitu biasanya yang menjadi
persoalan bukan perbuatan yang berbahaya bagi umum, yang pada
dasarnya harus dilarang, melainkan bermacam-macam usaha yang
pada hakekatnya tidak berbahaya, tapi berhubung dengan satu dan
lain sebab dianggap baik untuk diawasi oleh administrasi negara.
(W.F Prins-R. Kosim Adisapotra, 1983: 73-74).
3) Prajudi Atmosudirdjo dalam buku Philipus M.Hadjon mengartikan
izin ialah beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya tidak melarang
sauatu perbuatan tetapi untuk dapat melakukannya disyaratkan
prosedur tertentu harus dilalui. (Philipus M.Hadjon, 2002:143).
Ateng Syafrudin membedakan perizinan menjadi 4 (empat)
macam, yakni:
1) Izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal dilarang
menjadi boleh dan penolakan atas permohonan izin memerlukan
perumusan yang limitatif;
2) Dispensasi, bertujuan untuk menembus rintangan yang sebenarnya
secara formal tidak diizinkan, dispensasi merupakan hal yang
khusus;
3) Lisensi adalah izin yang memberikan hal untuk menyelenggarakan
sauatu perusahan dan
4) Konsensi merupakan sauatu izin sehubungan dengan pekerjaan besar
berkenaan dengan kepentingan umum yang seharusnya menjadi
tugas pemerintah, namun oleh pemerintah diberikan hak
penyelenggaraannya kepada pemegang izin yang bukan pejabat
pemerintah (Ateng Syafrudin, 2007: 106).
Lain halnya apa yang dikemukakan oleh Sjachan Basah yang
menyatakan “izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi
commit to user
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.”
Fungsi dari sebuah izin adalah selaku ujung tombak instrumen
hukum sebagai pengarah , perekayasa dan perancang masyarakat adil
dan makmur itu dijelmakan ( Ridwan HR . 2010 . Hal 217-218). Dalam
hal ini persyaratan dalam sebuah izin merupakan pengendali dalam
memfungsikan izin itu sendiri. Sedangkan tujuan dari perizinan adalah :
a. Keinginan mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu
b. Izin mencegah bahaya lingkungan
c. Keinginan melindingi obyek-obyek tertentu
d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit
e. Izin memberikan pengarahan dengan menyeleksi orang-orang
dan aktivitas-aktivitas.
Dengan adanya kelonggaran yang tidak diatur dalam
undang-undang ini akan semakin banyak perusahaan yang mempekerjakan
wanita pada malam hari, karena mereka menganggap mudahnya
prosedur yang harus dilakukan, tanpa melakukan kewajiban-kewajiban
yang harus dilaksanakannya, sedangkan bagi pekerja sendiri yang
seharusnya dilindungi hak-haknya oleh adanya izin tersebut akan
semakin melemahkan kedudukannya, hal tersebut senada dengan apa
yang dikatakan Adrian Sutendi ( 2010 : 284-285 ) bahwa perizinan
memuat Kepentingan buruh, pekerja dan pemerintah, perizinan
merupakan instrumen pemerintah untuk mengatur Kepentingan
masyarakat secara umum, sedangkan bagi pengusaha perizinan
merupakan instrumen untuk melegalkan berbagai aktivitas yang ada.
Untuk para pekerja sendiri merupakan instrumen untuk melindungi
dirinya dari eksploitasi pengusaha dan kondisi kerja yang tidak
memadai. .
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun
2006 tentang Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu,
commit to user
berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan
bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau
badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Sedangkan
perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku
usaha atau kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda
daftar usaha.
Kaitan izin dalam perubahan penggunaan tanah pertanian ke non
pertanian adalah dalam pemberian izin perubahan penggunaan tanah
pertanian ke non pertanian harus mempertimbangkan aspek tata guna
tanah. Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata
guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan
kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu
kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil (pasal 1
Peraturan Pemerintah no. 16 tahun 2004).
Izin perubahan penggunaan tanah diberikan untuk perorangan
atau badan hukum yang dimaksudkan untuk mengubah tanah pertanian
ke non pertanian. Sedangkan izin lokasi merupakan sarana perizinan
yang dikeluarkan oleh perusahaan bagi yang membutuhkan tanah
berdasarkan peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 2 tahun 1993. Pelaksanaannya diatur dengan
keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
no. 22 tahun 1993. Sistem perizinan di bidang pertanahan, dalam hal ini
perubahan dan penggunaan tanah serta izin lokasi yang dikeluarkan
oleh bagian penatagunaan tanah, baik yang ada di kantor pertanahan
tingkat kabupaten/ propinsi maupun yang ada di kantor wilayah Badan
Pertanahan Nasional/tingkat propinsi harus berpedoman pada Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/kotamadya.
b. Tujuan Pemerintah mengeluarkan izin
Sistem perizinan muncul karena tugas mengatur dari
commit to user
harus dipatuhi masyarakat yang berisikan larangan dan perimtah.
Dengan demikian izin ini akan digunakan oleh penguasa sebagai
instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warga agar mau
mengikuti cara yang dinajurkan, guna mencapai tujuan yang konkrit.
Adapun tujuan pemerintah mengatur sesuatu hal dalam
peraturan perizinan ada berbagai sebab yaitu:
1) Keinginan mengarahkan atau mengendalikan aktifitas-aktifitas
tertentu (misalnya izin mendirikan bangunan, termasuk izin alih
fungsi);
2) Keinginan mencegah bahaya bagi lingkungan (misalnya izin
lingkungan);
3) Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (misalnya izin tebang,
izin membongkar monument);
4) Keinginan membagi benda-benda yang sedikit jumlahnya
(misalnya izin menghuni di daerah padat penduduk);
5) Keinginan untuk menyeleksi orang-orang dan aktifitas-aktifitasnya
(misalnya pengurus organisasi harus memenuhi syarat-syarat
tertentu)(Prajudi Atmosudirjo, 2007:11).
Toto T Suruaatmadja menyatakan bahwa dengan izin seseorang
telah mempunyai hak untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sesuai
dengan isinya yang secara definitif dapat menimbukan akibat hukum
tertentu. Sehingga dengan perizinan ada sesuatu yang dituju, yaitu:
1) Keinginan mengarahkan aktivitas tertentu;
2) Mencegah bahaya yang mungkin akan timbul;
3) Untuk melindungi obyek-obyek tertentu;
4) Membagi benda-benda yang sedikit dan
5) Mengarahkan orang-orang tertentu untuk dapat melakukan
aktivitas.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disebutkan bahwa izin
merupakan suatu perangkat hukum administrasi yang digunakan oleh