• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit milik pemerintah. Rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Prov. Sumatera Utara. Rumah Sakit ini terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan Indonesia. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan Rumah Sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes no. 547/Menkes/SK/VII/1998 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991.

RSUP H. Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis (instalasi rawat jalan, rawat inap, perawatan intensif, gawat darurat, bedah pusat, hemodialisa), pelayanan penunjang medis (instalasi diagnostik terpadu, patologi klinik, patologi anatomi, radiologi, rehabilitasi medis, kardiovaskular, mikrobiologi), pelayanan penunjang non-medis (instalasi gizi, farmasi, Central Sterilization Supply Depart (CSSD), bioelektrik medik, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS), dan pelayanan non-medis (instalasi tata usaha pasien, teknik sipil pemulasaraan jenazah).

Bagian rekam medis terletak di lantai dasar tepat dibelakang poliklinik Obstetri Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan.

5.1.2. Deskripsi Karekteristik Responden

Responden pada penelitian ini sebanyak 43 orang bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia di RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011. Karakteristik responden pada penelitian in dapat dijabarkan sebagai berikut:

5.1.2.1. Jenis kelamin bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia Dari tabel 5.1, didapati jumlah responden laki-laki lebih banyak daripada responden perempuan dengan perbedaan yang sangat tipis, dimana terdapat 22 orang (51,2%) responden bayi laki-laki dan 21 orang (48,8%) responden bayi perempuan yang menderita hiperbilirubinemia.

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentasi (%)

1. Laki-laki 22 51,2

2. Perempuan 21 48,8

Jumlah 43 100

Tabel 5.1. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin pada Tahun 2011

5.1.2.2. Usia gestasi bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia

Dari tabel 5.2, didapati lebih banyak responden dari kelompok prematur bila dibandingkan dengan responden yang term. Jumlah responden prematur adalah 30 orang (69,8%).

No. Usia gestasi Jumlah Persentasi (%)

1. Prematur 30 69,8

2. Term 13 30,2

Jumlah 43 100

Tabel 5.2. Distribusi Responden Menurut Usia Gestasi pada Tahun 2011

5.1.2.3. Berat badan lahir bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia Dari tabel 5.3, responden yang paling banyak menderita hiperbilirubinemia adalah dari kelompok ‘berat badan lahir rendah’ sebanyak 21 orang(48,8%).

Tabel 5.3. Distribusi Responden Menurut Berat badan Lahir pada Tahun 2011

No. Berat Badan Lahir Jumlah Persentasi (%)

1. Sangat rendah 8 18,6

2. Rendah 21 48,8

3. Normal 14 32,6

5.1.2.4. Cara partus pada ibu yang melahirkan bayi yang menderita hiperbilirubinemia

Dari tabel 5.4, didapati lebih banyak responden yang melahirkan secara spontan bila dibandingkan dengan responden yang melahirkan secara seksio sesarea. Jumlah responden yang melahirkan spontan adalah 27 orang (62,8%).

No. Cara partus Jumlah Persentasi (%)

1. Spontan 27 62,8

2. Seksio sesarea 16 37,2

Jumlah 43 100

5.2. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan data sekunder rekam medis di RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011, diperoleh data mengenai karakteristik atau gambaran yang dimiliki oleh bayi yang menderita hiperbilirubinemia yang menjadi responden dalam penelitian ini. Data-data tersebutlah yang akan digunakan sebagai dasar dari pembahasan hasil akhir penelitian ini, yang dapat dijabarkan sebagai berikut.

Secara keseluruhannya, sejumlah 43 orang bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia dari jumlah 401 bayi yang lahir dari Januari 2011- Desember 2011. Penelitian ini menunjukkan responden bayi laki-laki lebih banyak berbanding bayi perempuan dengan perbedaan yang sangat tipis. Sebanyak 22 orang bayi adalah laki-laki(51,2%) dan 21 orang bayi adalah perempuan(48,85%). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit DR Sardjito Yogyakarta pada tahun 2006 yang menyatakan bahwa bayi perempuan(59,4%) lebih banyak menderita hiperbilirubinemia dibanding bayi laki-laki(40,6%).

Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah bayi perempuan yang lahir lebih banyak di Rumah Sakit DR Sardjito Yogyakarta. Jumlah bayi laki-laki lebih banyak ini sesuai dengan pendapat Tioesco dkk bahawa mekanisme pengaruh jenis kelamin terhadap peningkatan kadar bilirubin belum jelas. Faktor yang diduga mempengaruhi metabolisme bilirubin pada neonatus laki-laki adalah kromosom Y yang menyebabkan peningkatan metabolisme dan terjadinya defisiensi maturasi sistem enzim pada pembentukan, metabolisme, dan eliminasi serum bilirubin, tetapi hal ini menjadi perdebatan para ahli. Penelitian oleh Newman dkk, mengemukakan bahawa jenis kelamin merupakan salah satu prediktor hiperbilirubinemia pada neonatus(Tiesco,2005).

Apabila dilihat dari segi usia gestasi, kelompok neonatus yang lebih banyak menderita hiperbilirubinemia adalah bayi prematur sebanyak 30 orang(69,8%). Bayi matur yang menderita hiperbilirubinemia adalah sebanyak 13 orang(30,2%). Hasil ini sesuai dengan penelitian dari RS Dr.Sarditjo menunjukkan pada bayi yang cukup bulan, kejadian ikterus dan hiperbilirubinemia adalah sebanyak 82% dan 16,6%. Padahal pada bayi prematur, kejadian ikterus dan hiperbilirubinemia adalah sebanyak 95% dan 56%. Penelitian Maisels dkk mendapatkan bahawa hiperbilirubinemia terjadi terbanyak pada bayi prematur, rata-rata 37-38 minggu. Penelitian yang dilakukan oleh Sarici dkk menemukan bahawa neonatus dengan usia gestasi 36-37 minggu memiliki faktor risiko 5,7 kali terjadinya hiperbilirubinemia dibanding dengan neonatus dengan usia gestasi 39-40 minggu.

Berdasarkan semua data ini, hiperbilirubinemia lebih cenderung terjadi pada neonatus dari kelompok prematur. Risiko hiperbilirubinemia meningkat sesuai dengan kelahiran yang lebih dini. Ini adalah karena pada bayi prematur, peningkatan kadar bilirubin serum hampir sama atau lebih kurang dari bayi matur, tetapi bilirubin menetap untuk waktu yang lebih lama. Ini yang menyebabkan kadar bilirubin lebih tinggi pada bayi prematur dibanding matur(Nelson, 2007).

Jika dilihat dari segi berat badan lahir, kelompok ‘berat badan sangat rendah’ adalah sebanyak 8 orang(18,6%), kelompok ‘berat badan rendah’ adalah 21 orang(48,8%) dan kelompok ‘berat badan normal’ adalah sebanyak 14 orang(32,6%). Kelompok yang paling banyak menderita hipebilirubinemia adalah neonatus dari kelompok ‘berat badan lahir rendah’ yaitu dari 1500- 2500 gram. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit DR Sardjito Yogyakarta pada tahun 2006 yang menyatakan bahawa neonatus dengan berat badan lahir rendah mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi.

Bayi yang berat badannya lebih rendah dikategorikan kurang sehat. Maka bayi tersebut akan mengalami kesulitan dalam konjugasi bilirubin dan eksresi

bilirubin keluar dari tubuh jika dibandingkan dengan bayi yang mempunyai berat badan lahir normal. Selain itu, uptake bilirubin oleh hati juga akan terganggu yang menyebabkan kadar bilirubin meningkat(Gotoff, 1999).

Dari segi cara partus, neonatus dari ibu yang melahirkan secara spontan lebih tinggi dari yang melahirkan secara seksio sesarea. Neonatus lahir spontan adalah sebanyak 27 orang neonatus(62,8%) dan seksio sesarea sebanyak 16 orang neonatus(37,2%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RS. Dr. Kariadi Semarang pada 2007 yang menyatakan bahwa bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia dengan cara lahir spontan adalah 54 orang(60%) dan dengan cara lahir dengan tindakan adalah 36 orang(40%).

Cara partus seksio sesarea atau dengan tindakan yang seharusnya mempunyai angka kejadian hiperbilirubinemia yang lebih tinggi. Ini karena pada persalinan sesarea atau dengan tindakan, risiko terjadi infeksi lebih besar dibanding persalinan spontan. Tetapi penelitian ini menujukkan sebaliknya. Hal tersebut mungkin terjadi karena jumlah subjek penelitian terlalu sedikit.

Dokumen terkait