• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang. Di kecamatan ini rata-rata penduduk bekerja sebagai petani dan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Berdasarkan hasil pengamatan langsung peneliti di sekolah ini, keadaan lingkungan dan sanitasi masih sangat kurang hingga memungkinkan kejadian infeksi Ascariasis pada anak-anak sekolah. Sarana pendukung yang tersedia di sekolah ini hanyalah perpustakaan, kantin dan kamar mandi. Terdapat 3 kamar mandi yang tidak terurus serta kotor dan bekalan air yang kurang memuaskan.

5.1.2 Karakteristik Individu

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 64 orang dari populasi 174 orang anak berusia 7 – 12 tahun. Sampel dipilih sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Tabel 5.1 Distribusi jenis kelamin sampel

Jenis Kelamin Frekuensi (orang) %

LELAKI 31 48.4

PEREMPUAN 33 51.6

Total 64 100.0

Tabel 5.1 menunjukkan distribusi jenis kelamin sampel yaitu 48,4% bagi lelaki dan 51,6% bagi perempuan.

Tabel 5.2. Distribusi umur pada anak

Umur (tahun) Frequensi (orang) %

7 – 8 30 46.9

9 – 10 25 39.1

11 – 12 9 14.0

Total 64 100.0

Tabel 5.2 menunjukkan distribusi umur pada anak. Persentase umur paling banyak adalah tujuh tahun hingga lapan tahun (46,9%).

5.1.3 Hasil Analisis Data

Tingkat infeksi dibedakan menjadi tiga kategori yaitu berat, sedang dan ringan. Infeksi berat dikatakan apabila hasil pemeriksaan tinja ditemukan > 50.000 telur per gram. Infeksi sedang dikatakan apabila hasil pemeriksaan tinja ditemukan 5.000 – 49.999 telur per gram dan infeksi ringan dikatakan apabila hasil pemeriksaan tinja ditemukan 1 – 4.999 telur per gram (WHO, 1987).

Tabel 5.3. Distribusi infeksi A lumbricoides berdasarkan derajatinfeksi pada anak

Derajat infeksi Frekuensi (orang) %

NEGATIF 15 23.4

RINGAN 41 64.1

SEDANG 7 10.9

BERAT 1 1.6

Total 64 100.0

Berdasarkan distribusi derajat infeksi pada anak seperti yang ditunjukkan tabel 5.3, infeksi ringan merupakan infeksi yang paling banyak (64,1%) diikuti infeksi sedang (10,9%) dan infeksi berat (1,6%).

Sementara status gizi dibedakan menjadi baik dan buruk. Berdasarkan pengukuran berat dan tinggi badan terhadap umur mengikut kurva NCHS-CDC 2000

dikatakan gizi baik apabila mendapat nilai 90% – 110% dan gizi buruk bernilai kurang dari 90% (CDC, 2000).

Tabel 5.4. Distribusi status gizi pada anak berdasarkan kurva NCHS-CDC 2000

Status gizi Frekuensi (orang) %

BAIK 54 84.4

BURUK 10 15.6

Total 64 100.0

Distribusi status gizi pada anak seperti yang terdapat pada tabel 5.4 menunjukkan paling banyak anak dengan status gizi baik sebanyak 54 orang (84,4%) sementara anak dengan status gizi buruk sebanyak 10 orang (15,6%).

Tabel 5.5. Distribusi status gizi berdasarkan derajat infeksi

Derajat infeksi

STATUS GIZI

BAIK BURUK Total

n % n % n % NEGATIF 14 21.9 1 1.6 15 23.4 RINGAN 34 53.1 7 10.9 41 64.1 SEDANG 5 7.8 2 3.1 7 10.9 BERAT 1 1.6 0 0 1 1.6 Total 54 84.4 10 15.6 64 100

Tabel 5.5 menunjukkan status gizi berdasarkan derajat infeksi. Pada tabel tersebut anak status gizi baik dengan derajat infeksi yang ringan menunjukkan persentase yang paling banyak yaitu 34 orang (53,1%). Sementara persentase yang paling rendah adalah anak status gizi baik dengan infeksi berat dan anak status gizi buruk dengan tidak terinfeksi yang hanya sebanyak satu orang (1,6%). Anak dengan status gizi buruk pada derajat infeksi berat tidak pula ditemukan dalam penelitian ini.

Syarat penggunaan chi square tidak terpenuhi kerana terdapat kotak yang mempunyai nilai ekspektasi kurang dari lima. Jadi statistik chi squa re tidak dapat digunakan.

5.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian diperoleh, 49 orang anak positif terinfeksi Ascaris manakala yang negatif terinfeksi berjumlah 15 orang sahaja. Ini menunjukkan anak yang terkena infeksi lebih banyak dari anak yang tidak terkena infeksi. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2009), prevalensi Soil Transmitted Helminths (STH) di Indonesia masih tinggi yaitu 60% - 90% pada anak usia sekolah dasar. Hal ini menunjukkan bahawa kejadian infeksi cacing masih tinggi pada anak usia sekolah dasar.

Berdasarkan hasil penelitian, anak yang mendapat infeksi ringan sebanyak 41 orang (64,1%) diikuti infeksi sedang 7 (10,9%) orang dan infeksi berat hanya 1 orang (1,6%). Hasil tersebut sejalan menurut hasil penelitian oleh Chairuddin dkk. (2004), pada infestasi cacing tunggal, derajat infestasi terbanyak adalah ringan sebanyak 94%. Hal ini menunjukkan infeksi dengan derajat ringan adalah lebih banyak berbanding derajat sedang dan berat.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang menderita status gizi buruk dengan infeksi Ascaris (14%) lebih banyak berbanding anak yang tidak terinfeksi Ascaris (1,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Parhatun (2011) di dalam penelitiannya yang berjudul „Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminth dengan Status Gizi Anak Usia 4 – 10 tahun Penduduk Kampung Sri Rahayu Purwokerto Selatan‟. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa hasil uji chi square (p<0,01) menunjukkan bahwa cacing STH berpengaruh terhadap status gizi dan anak – anak usia 4 – 10 tahun mempunyai status gizi kurang 1 – 1,5 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi cacing STH.

Menurut Brown (1975) satu ekor cacing Ascaris bisa mengkonsumsi 2,8g karbohidrat dan 0,7g protein per hari. Jika dilihat pada faktor persekitaran sekolah didapatkan tingkat kebersihan sekolah kurang memuaskan ditambah pula dengan anak-anak yang bermain tanpa memakai sepatu meningkatkan lagi resiko terinfeksi cacing. Faktor lain yang mempengaruhi status gizi secara langsung adalah asupan makanan. Kemungkinan anak-anak yang menunjukkan status gizi buruk tidak mendapat asupan makanan yang cukup sehingga memungkinkan infeksi cacing mempengaruhi status gizi pada anak-anak tersebut.

Status gizi tidak semata – mata dipengaruhi oleh infeksi kecacingan. Asupan makanan memiliki peran yang lebih besar. Namun dalam penelitian ini asupan makanan tersebut dinilai hanya berdasarkan kuesioner yang menanyakan mengenai frekuensi makan per hari dan ada atau tidak adanya lauk pauk tanpa mempertimbangkan apakah kualitas maupun kuantitas setiap zat gizinya sudah memadai atau tidak. Contohnnya pada anak usia sekolah dasar memerlukan 1.800 – 2.050 Kkal energy per hari dan 45 – 50g protein per hari (Depkes, 2004).

Penelitian ini hanya menghitung infeksi askariasis, sementara infeksi lainnya tidak ikut diperhitungkan walaupun ada di antara sampel yang mengalami infeksi nematode usus non askaris. Walaupun tidak sebesar Ascaris lumbricoides, nematode usus lain yang lain juga dapat menimbulkan gangguan nutrisi. Misalnya pada infeksi Necator a mericanus, jumlah darah yang hilang per hari per satu ekor cacing adalah 0,03ml dan 0,15ml pada infeksi Ancylostoma duodenale. Akibatnya zat nutrisi yang ada di dalam darah tidak bias digunakan tubuh untuk tumbuh kembang anak sehingga terjadi gangguan status gizi pada anak (Beaver dkk, 1984).

Dokumen terkait