• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides dengan Status Gizi pada Siswa-Siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides dengan Status Gizi pada Siswa-Siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Infeksi

Ascaris lumbricoides

dengan Status Gizi pada

Siswa-Siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan

Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

Oleh :

AMAR HAZWAN B ZAINAL ARIFFIN

080100324

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Hubungan Infeksi

Ascaris lumbricoides

dengan Status Gizi pada

Siswa-Siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan

Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

AMAR HAZWAN B ZAINAL ARIFFIN

080100324

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Antara Infeksi Ascaris lumbricoides dengan Status Gizi pada Siswa-Siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit,

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

Nama : Amar Hazwan B Zainal Ariffin

NIM : 080100324

Pembimbing, Penguji I,

……….. …..……… (dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med.Ed) (dr Rina Amelia, MARS)

NIP: 197410192001122001 NIP: 197604202003122002

Penguji II,

.….………

(dr Bugis Mardina, Sp A)

NIP: 140355917

Medan, 12 Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Pendahuluan: Prevalensi infeksi Soil Transmitted Helmith (STH) di Indonesia masih tinggi yaitu 60% - 90% pada anak usia sekolah dasar. Kejadian infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada anak menunjukkan adanya hubungan dengan status gizi anak.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

cross sectional. Subjek penelitian adalah siswa – siswi SD Negeri 101837 Suka Makmur Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang dan yang memenuhi kriteria sebanyak 64 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak lalu dibandingkan dengan kurva tinggi badan dan berat badan berdasarkan umur NCHS CDC 2000 untuk menilai status gizi dan pemeriksaan tinja dengan metode Kato – Katz untuk medeteksi adanya telur cacing dalam tinja.

Hasil: Penelitian menunjukkan bahawa prevalensi infeksi Ascaris sebesar 76,6%

dengan derajat infeksi ringan paling banyak. Terdapat hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides dengan status gizi.

Kesimpulan: Prevalensi infeksi Ascaris masih tinggi. Ada hubungan antara infeksi

A. lumbricoides dengan status gizi pada siswa – siswi SD Negeri 101837 Suka Makmur Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

(5)

ABSTRACT

Introduction: Prevalence of Soil Transmitted Helminth (STH) infection in Indonesia

is still high with the percentage of 60% - 90% among the primary school children. Worm infection incidences show that there was a relation between the infection and nutritional status in children.

Methode: This descriptive analytical study used cross – sectional design with a total sample of 64 children of SD Negeri 101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang that passes all the criteria that have been made. The data in this study was taken by measuring their stature and weight and compared to NCHS CDC 2000 growth chart for nutritional status and using Kato – Katz technique to detect the presence of Ascaris eggs in feces.

Results: The results of this study showed that the prevalence of Ascariasis is 76.6%

with mild infection was the highest incidence. The results also suggest that Ascariasis can affect nutritional status in children.

Conclusion: The prevalence of Ascaris infection is still high. Ascariasis can affect

nutritional status in children.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Adapun penilitian ini dilaksanakan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran dan sebagai tanda kasihnya saya terhadap Fakultas Kedokteran.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med.Ed yang telah membimbing saya dalam

penyusunan proposal penelitian ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada dosen-dosen Ilmu Kesehatan Komunitas (IKK) yang sudah membimbing peneliti selama perkuliahan, serta keluarga dan teman-teman yang telah membantu dan mendukung saya dalam laporan penelitian ini.

Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Sebagai manusia biasa saya tidak bisa lari dari melakukan kesilapan dan sebagai mahasiswa, saya masih berada di tahap pembelajaran yang tetap ingin belajar memperbaiki kesalahan. Untuk itu, saya mohon maaf sebesar-besarnya dan semoga bisa lebih baik lagi untuk ke depannya. Saya juga sangat berharap saran dan kritik dari pembaca agar

saya dapat menyempurnakan lagi laporan penelitian ini.

Dan akhirnya saya harap penelitian yang akan saya jalankan ini akan dapat dilaksanakan dengan baik dan berguna untuk masa hadapan serta mendapat kerjasama dari semua pihak yang terlibat. Sekian, terima kasih.Wassalam.

Kepala Batas 11 November 2011

Amar Hazwan B Zainal Ariffin

(7)

DAFTAR ISI

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 15

3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 15

(8)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 17

4.1 Rancangan Penelitian ... 17

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 17

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 19

4.5 Metode Olah dan Analisis Data ... 21

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 22

5.1 Hasil Penelitian ... 22

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 22

5.1.2 Karekteristik Individu ... 22

5.1.3 Hasil Analisa Data ... 23

5.2 Pembahasan ... 25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

6.1 Kesimpulan ... 27

6.2 Saran ... 27

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1. Distribusi Jenis Kelamin Sampel………... 22

Tabel 5.2. Distribusi umor pada anak………...………... 23

Tabel 5.3. Distribusi Infeksi Ascaris Berdasarkan Derajat Infeksi Pada Anak 23

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 (Riwayat Hidup)

Lampiran 2 (Surat Pertanyaan Persetujuan Mengikuti Penelitian)

Lampiran 3 (Informed Consent)

Lampiran 4 (Kurva Berat dan Tinggi Badan Terhadap Umur (Laki-Laki) NCHS-CDC

2000)

Lampiran 5 (Kurva Berat dan Tinggi Badan Terhadap Umur (Perempuan) NCHS-CDC 2000)

(11)

ABSTRAK

Pendahuluan: Prevalensi infeksi Soil Transmitted Helmith (STH) di Indonesia masih tinggi yaitu 60% - 90% pada anak usia sekolah dasar. Kejadian infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada anak menunjukkan adanya hubungan dengan status gizi anak.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

cross sectional. Subjek penelitian adalah siswa – siswi SD Negeri 101837 Suka Makmur Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang dan yang memenuhi kriteria sebanyak 64 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak lalu dibandingkan dengan kurva tinggi badan dan berat badan berdasarkan umur NCHS CDC 2000 untuk menilai status gizi dan pemeriksaan tinja dengan metode Kato – Katz untuk medeteksi adanya telur cacing dalam tinja.

Hasil: Penelitian menunjukkan bahawa prevalensi infeksi Ascaris sebesar 76,6%

dengan derajat infeksi ringan paling banyak. Terdapat hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides dengan status gizi.

Kesimpulan: Prevalensi infeksi Ascaris masih tinggi. Ada hubungan antara infeksi

A. lumbricoides dengan status gizi pada siswa – siswi SD Negeri 101837 Suka Makmur Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

(12)

ABSTRACT

Introduction: Prevalence of Soil Transmitted Helminth (STH) infection in Indonesia

is still high with the percentage of 60% - 90% among the primary school children. Worm infection incidences show that there was a relation between the infection and nutritional status in children.

Methode: This descriptive analytical study used cross – sectional design with a total sample of 64 children of SD Negeri 101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang that passes all the criteria that have been made. The data in this study was taken by measuring their stature and weight and compared to NCHS CDC 2000 growth chart for nutritional status and using Kato – Katz technique to detect the presence of Ascaris eggs in feces.

Results: The results of this study showed that the prevalence of Ascariasis is 76.6%

with mild infection was the highest incidence. The results also suggest that Ascariasis can affect nutritional status in children.

Conclusion: The prevalence of Ascaris infection is still high. Ascariasis can affect

nutritional status in children.

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminths) adalah infeksi umum yang termasuk dalam kelas nematode dan melibatkan banyak penduduk dunia. Estimasi terbaru menunjukkan Ascaris lumbricoides menginfeksi lebih satu milyar orang, Trichuris trichiura 795 juta orang dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) 740 juta orang. Jumlah terbanyak infeksi cacing berlaku pada sub- Saharan Afrika, Amerika,

China dan Asia Timur (WHO, 2011).

Menurut Hadidjaya dkk. (1998) dalam Lestari (2009), prevalensi Soil Transmitted Helminths (STH) di Indonesia masih tinggi yaitu 60% - 90% pada anak usia sekolah dasar. Di Indonesia, angka nasional prevalensi kecacingan pada tahun

1987 sebesar 78,6 % masih relatif cukup tinggi. Program pemberantasan penyakit

kecacingan pada anak yang dicanangkan tahun 1995 efektif menurunkan prevalensi

kecacingan menjadi 33,0 % pada tahun 2003. Sejak tahun 2002 hingga 2006,

prevalensi penyakit kecacingan secara berurutan adalah sebesar 33,3 %, 33,0 %,

46,8 % 28,4 % dan 32,6 % (DepKes RI, 2006).

Dalam laporan hasil survei prevalensi infeksi cacing usus pada 10 propinsi

tahun 2004, Sumatera Utara menduduki peringkat ketiga (60,4 %) dalam hal penyakit

cacingan (DepKes RI, 2004). Pemantauan secara terus menerus (1987-1994)

pada kelompok anak usia sekolah dasar di Jakarta menunjukkan tingginya prevalensi

cacingan pada kelompok ini, yang rata-ratanya mencapai 60-70 % (DinKes

Jateng, 2006). Menurut Ritarwan (2006) dalam Lestari (2009), di kota Medan

(14)

Penularan infeksi cacing yang tergolong Soil Transmitted Helminths (STH) umumnya terjadi melalui cara tertelan telur infeksius atau larva menembus kulit

seperti cacing tambang. Disebut sebagai STH karena bentuk infektif cacing tersebut

berada di tanah (Gandahusada, Ilahude dan Pribadi, 1998). Terdapat banyak efek

yang akan didapati pada anak yang terinfeksi STH antaranya menghambat tumbuh

kembang anak dan kecerdasan anak terinfeksi. Menurut Khuroo (1996) dalam Lestari

(2009), infeksi cacing dengan derajat sedang akan menyebabkan gangguan

pertumbuhan yang berakibat pada gangguan fungsi kognitif dan gangguan gizi.

Sementara itu kejadian infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada anak di

Desa Tanjung Anom, Sumatera Utara menunjukkan adanya hubungan dengan status

gizi anak. Anak yang tidak terinfeksi cacing memiliki status gizi yang relatif lebih

baik dibandingkan anak yang terinfeksi cacing (Elmi.et al, 2004).

Sehubungan dengan penjelasan di atas, maka perlu dilakukan penelitian

tentang hubungan infeksi Ascaris lumbricoides dengan status gizi pada anak-anak sekolah dasar.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan antara infeksi Asca ris lumbricoides dengan status gizi pada siswa-siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit Kabupaten

(15)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara infeksi Asca ris lumbricoides dengan status gizi pada siswa-siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit

Kabupaten Deli Serdang.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui prevalensi infeksi Asca ris lumbricoides pada siswa-siswi SD Negeri No.1011837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli

Serdang.

2. Untuk mengetahui status gizi siswa-siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur,

Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah dan orang tua untuk lebih peduli

tentang status gizi anak dengan infeksi cacing terutamanya Ascaris lumbricoides.

1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat

terutama anak-anak dan orang tua tentang infeksi cacing terutama Ascaris lumbricoides dengan status gizi pada anak.

1.4.3 Sebagai bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin melaksanakan penelitian

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ascariasis

Seramai 807 – 1,221 juta orang di dunia diestimasikan terinfeksi Ascaris lumbricoides (CDC 2010). Ascariasis sering dijumpai pada negara tropikal dan subtropikal kerana kondisinya yang hangat dan lembap ini membisakan

perkembangan dan survival telur-telur Ascaris lumbricoides. Majoriti infeksi terjadi di Asia (>73%), diikuti Afrika (~12%) dan Amerika Latin (~8%) (CDC, 2010).

Ascaris lumbricoides merupakan cacing usus yang terbesar, mampu membesar sehingga 35cm panjang dan 0,5cm garis tengah. Ascaris hidup di dalam usus dan telurnya terdapat pada feses orang yang terinfeksi. Jika orang yang terinfeksi defekasi

di luar atau feses orang yang terinfeksi digunakan sebagai baja, maka telur akan

berada di tanah, lalu menjadi matang dan berada dalam bentuk infeksius. Ascariasis

disebabkan oleh telur yang tertelan. Hal ini bisa terjadi apabila jari atau tangan yang

mengandungi tanah yang mengandung telur tadi dimasukkan ke dalam mulut atau

terjadi akibat konsumsi sayuran atau buah yang tidak dicuci, tidak dibuang kulit atau

tidak dimasak dengan cara yang benar (CDC 2010).

Antara faktor-faktor resiko kejadian infeksi cacing adalah adanya lahan pertanian

terutama dengan suhu 28-300C yang optimum untuk pertumbuhan larva Necator americanus, sedangkan suhu 23-250C adalah suhu optimum untuk pertumbuhan larva Ascaris lumbricoides (Sebastian dan Santiago, 2000). Di Sumatera Utara, ibu yang memiliki pekerjaan sebagai petani berhubungan bermakna dengan kejadian

kecacingan pada anak. Ibu yang kurang memperhatikan kebersihan diri dalam

kehidupan sehari-hari ditambah dengan pekerjaan selalu kontak dengan tanah, maka

anak yang berada dalam asuhannya berpeluang cukup besar untuk terinfeksi penyakit

kecacingan (Ginting, 2003). Menurut Hotez (2008), semakin parah tingkat

(17)

cacing. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan dalam menjaga personal higine dan

sanitasi lingkungan tempat tinggal. Menurut Ginting (2003), kejadian infeksi yang

lebih kecil ditemukan pada anak sekolah yang orang tuanya memilki tingkat

pendidikan yang lebih baik. Selain itu, di Kabupaten Jembara Bali, ditemukan bahwa

tempat kebiasaan buang air besar merupakan salah satu faktor yang berhubungan

dengan kejadian infeksi cacing (Maryanti, 2006).

2.2 Morfologi

Cacing dewasa berbentuk giling (silindris) memanjang, berwarna krem / merah muda

keputihan dan panjangnya dapat mencapai 40cm. Ukuran cacing betina 20-35cm,

diameter 3-6mm dan cacing jantan 15-31cm dan diameter 2,4mm. Mulut terdapat tiga

tonjolan bibir berbentuk segitiga (satu tonjolan di bagian dorsal dan dua lainnya di

ventrolateral) dan bagian tengahnya terdapat rongga mulut (buccal cavity). Cacing jantan mempunyai ujung posterior melengkung ke ventral seperti kait, mempunyai 2

buah copulatory spicule panjangnya 2mm yang muncul dari orifisium kloaka dan di sekitar anus terdapat sejumlah papillae. Cacing betina pula mempunyai ujung posterior tidak melengkung ke arah ventral tetapi luas. Cacing ini juga mempunyai

vulva yang sangat kecil terletak di ventral antara pertemuan bagian anterior dan

tengah tubuh dan mempunyai tubulus genitalis berpasangan terdiri dari uterus,

saluran telur (oviduct) dan ovarium (Ideham dan Pusarawati, 2007).

Telur Ascaris ditemukan dalam dua bentuk, yang dibuahi (fertilized) dan tidak dibuahi (unfertilized). Telur yang dibuahi berbentuk bulat lonjong, ukuran panjang 45-75 mikron dan lebarnya 35-50 mikron. Telur ini berdinding tebal terdiri dari tiga

lapis; lapisan dalam dari bahan lipoid (tidak ada pada telur unfertile), lapisan tengah dari bahan glikogen, lapisan paling luar dari bahan albumin (tidak rata, bergerigi,

berwarna coklat keemasan berasal dari warna pigmen empedu). Telur yang dibuahi

ini mempunyai bagian dalam tidak bersegmen berisi kumpulan granula lesitin yang

kasar. Kadang-kadang telur yang dibuahi, lapisan albuminnya terkelupas dikenal

(18)

– 94 mikron dan lebarnya 44 mikron. Telur unfertile dikeluarkan oleh cacing betina yang belum mengalami fertilisasi atau pada periode awal pelepasan telur oleh cacing

betina fertile (Ideham dan Pusarawati, 2007). 2.3 Siklus Hidup

Cacing dewasa hidup di dalam lumen usus kecil. Cacing Ascaris lumbricoides yang sangat aktif berkembang biak, mampu menghasilkan sehingga 240.000 telur per hari

yang akan dijumpai di dalam feses orang yang terinfeksi. Telur Acaris lumbricoides yang sangat tahan terhadap lingkungan, menjadi infektif setelah beberapa minggu di

dalam tanah dan masih dalam keadaan infektif untuk beberapa tahun. Setelah telur

dalam bentuk infektif termakan oleh penderita, larva akan menetas di dalam usus dan

menginvasi mukosa usus lalu, larva akan masuk ke sirkulasi dan bermigrasi ke

paru-paru, kemudian masuk ke alveoli dan naik ke bronkus dan menjadi matur. Akibat

tertelan, larva matur tadi akan kembali semula ke usus kecil dan membesar menjadi

cacing dewasa. Terdapat 2 hingga 3 bulan selepas seseorang itu tertelan telur dalam

(19)

Siklus hidup Asca ris lumbricoides.1)Cacing dewasa, 2)Telur infertil dan telur fertile, 5)Larva yang telah menetas, 7)Larva matur

(Sumber: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx)

2.4 Diagnosis

Pada fase migrasi diagnosis larva dapat ditetapkan dari penemuan larva pada sediaan

sputum atau kumbah lambung. Selama fase intestinal diagnosis dapat ditetapkan dari

penemuan cacing dewasa / telur. Cacing betina Ascaris mengeluarkan telur secara konstan, telur dapat dihitung untuk memperkirakan jumlah cacing dewasa yang

(20)

sediaan basah apus tinja (direct wet smea r) atau sediaan basah dari sedimen pada metode konsentrasi. Perlu diperhatikan telur Ascaris unfertile tidak mengapung pada cara flotasi menggunakan zink sulfat jenuh kerana telur terlalu berat. Juga pada

sediaan basah menggunakan iodine yang terlalu banyak, telur tampak seperti debris

gelap. Pada sediaan permanen, telur akan sulit untuk diamati karena sisa bahan

pewarna, menjadi gelap dan asimetris (Ideham dan Pusarawati, 2007).

2.5 Manifestasi Klinis

Biasanya infeksi yang melibatkan 1 hingga 10 ekor cacing sering tidak diketahui oleh

penderita sehinggalah pada pemeriksaan feses rutin atau langsung dijumpai adanya

cacing dewasa pada feses. Keluhan yang paling sering dikeluhkan oleh penderita

infeksi Asca ris ini adalah nyeri pada daerah abdomen yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Pada saat migrasi larva akan terjadi eosinophilia akan tetapi pada

pasien yang mempunyai cacing dewasa mungkin menunjukkan eosinophilia yang

sedikit atau tidak ada sama sekali. Migrasi larva cacing di paru-paru dapat

menimbulkan pneumonia dengan gejala berupa demam, batuk, sesak dan dahak

berdarah. Ini kerana saat migrasi larva cacing di paru-paru mungkin terjadi sensitisasi

hos yang menyebabkan manifestasi allergi seperti gejala-gejala di atas. Pneumonia

disertai gejala allergi ini disebut sebagai Sindrom Loeffler atau Ascaris pneumonia (Brown, 1975).

Efek serius maupun fatal bisa ditimbulkan sewaktu migrasi cacing dewasa. Cacing

dewasa bisa mengoklusi ampulla Vater dan menyebabkan perdarahan akut

pankreatitis. Cacing ini juga bisa menarik bakteri usus ke daerah ini lalu memicu

proses terjadinya abses. Selain itu, cacing bisa menembus dinding usus lalu

bermigrasi ke dalam rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis. Volvulus usus,

intussussepsi, dan obstruksi usus juga bisa disebabkan oleh infeksi Ascaris. Walaupun cacing itu sendiri tidak menimbulkan efek yang nyata pada tubuh tetapi

hasil dari cacing yang hidup ataupun yang mati bisa menyebabkan manifestasi toksik

(21)

insomnia, hilang selera makan dan penurunan berat badan. Walaupun infeksi sering

tidak menimbulkan gejala, tetapi bisa memberi efek pada kesehatan anak apabila

melibatkan malnutrisi, pneumonia, penyakit pada usus dan defisiensi vitamin A (Carneiro, Cifuentes, Maria, Pojo dan Romieu, 2002).

Khinzir muda sebagai hospes yang terinfeksi Ascaris tidak menunjukkan pertambahan berat badan dan ini sama seperti Ascaris yang menginfeksi manusia yang bisa mengganggu tumbesaran anak dengan terganggunya status gizi anak. Berat

badan yang tidak bertambah ini bisa disebabkan oleh karena makanan yang

dikonsumsi penderita tidak diserap ke dalam usus sebaliknya menjadi makanan utama

kepada cacing ini dan juga bisa karena inhibisi tripsin oleh bahan yang dihasilkan

cacing ini sehingga terganggunya pencernaan dan penyerapan protein dalam tubuh

penderita. Telah dibuktikan bahawa 20 ekor cacing dewasa mengkonsumsi 2,8g

karbohidrat dan 0,7g protein per hari. Sehubungan itu, pada infeksi berat yang

melibatkan ratusan ekor cacing bisa menunjukkan efek signifikan pada status gizi

penderita (Brown, 1975).

2.6 Status Gizi

Menurut Sediaoetama (2000) dalam Sari (2010), anak sekolah atau masa kanak-kanak

pertengahan merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap ketidakcukupan

gizi, sehingga anak sekolah harus dipantau agar ketidakcukupan gizi bisa dihindari.

Dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia

menyonsong Era Globalisasi dan Visi Indonesia Sehat 2010, diperlukan penyiapan

SDM sejak usia dini melalui berbagai upaya, antara lain upaya peningkatan kesehatan

masyarakat (MenKes, 2006). Walaupun begitu menurut Sediaoetama (2000) dalam

Sari (2010), masih terdapat berbagai kondisi gizi anak sekolah yang tidak

memuaskan, misalnya: berat badan kurang, anemia defisiensi besi, defisiensi vitamin

C dan di daerah-daerah tertentu juga dijumpai defisiensi iodium. Tiga faktor yang

(22)

asupan makanan bergizi seimbang, tidak cukup mendapat asupan gizi yang memadai

dan anak mungkin menderita penyakit infeksi (DinKes, 2009).

2.7 Pengertian Status Gizi

Status gizi diartikan sebagai keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok

orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi

tertentu (Soekirman, 2000). Status gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh

memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga

memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak , kemampuan kerja dan

kesehatan secara umum. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi

dalam jumlah berlebihan, sedangkan status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami

kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial (Sari, 2010).

2.8 Faktor-Faktor Mempengaruhi Status Gizi

Menurut Soekirman (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi terdiri dari

penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung adalah asupan makanan

dan penyakit infeksi yang mungkin diderita. Anak dengan asupan makanan yang

kurang akan bisa menyebabkan daya tahan tubuhnya kurang hingga anak lebih rentan

terhadap penyakit, kurang nafsu makan hingga akhirya akan kekurangan gizi. Anak

dengan penyakit infeksi seperti infeksi Asca ris lumbricoides akan kekurangan gizi kerana terganggunya penyerapan karbohidrat dan protein yang dibutuhkan untuk

tumbuh kembang anak. Akibatnya anak akan mengalami kekurangan gizi dan tumbuh

kembang anak terganggu. Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan

(23)

2.9 Tujuan Penilaian Status Gizi

Menurut FKMUI (2007), tujuan penilaian status gizi adalah untuk memberikan

gambaran secara umum mengenai metode penilaian status gizi, memberikan

penjelasan mengenai keuntungan dan kelemahan dari masing-masing metode yang

ada dan memberikan gambaran singkat mengenai pengumpulan data, perencanaan

dan implementasi untuk penilaian status gizi. Komponen penilaian status gizi terdiri

dari penilaian pola diet, penilaian biokimia, penilaian antropometrik, tanda-tanda fisik

atau klinik dan penilaian kebiasaan makan (DepKes, 2007).

2.10 Pengukuran Status Gizi

Penilaian status gizi terbagi kepada secara langsung dan tidak secara langsung.

Menurut FKMUI (2007), penilaian secara langsung adalah tes laboratorium,

pemeriksaan biofisik, pemeriksaan tanda-tanda klinik dan pengukuran antropometri.

1. Tes laboratorium meliputi pemeriksaan biokimia, hematologi dan parasitologi.

Pada pemeriksaan biokimia dibutuhkan spesimen yang akan diuji seperti darah,

urin, tinja dan jaringan tubuh seperti hati, otot, tulang, rambut, kuku dan lemak di

bawah kulit. Beberapa kelebihan penggunaan tes biokimia yaitu bersifat objektif,

gradable yaitu dapat dikelaskan apakah ringan, sedang atau berat. Keterbatasan penggunaan tes laboratorium pula adalah memerlukan biaya yang tinggi,

keberadaan dari laboratorium (lokasi survei jauh dari laboratorium), kesukaran

yang berhubungan dengan spesimen pada saat pengumpulan, pengawetan, dan

transportasi dan dibutuhkan data referensi untuk menentukan hasil laboratoium

(FKMUI, 2007).

2. Pemeriksaan biofisik adalah penentuan status gizi berdasarkan kemampuan fungsi

dari jaringan dan perubahan struktur jaringan. Contoh pemeriksaan biofisik yang

sering dilakukan adalah pada kasus rabun senja dilakukan tes adaptasi dalam

gelap (night blindness test) (FKMUI, 2007).

3. Pemeriksaan tanda-tanda klinik berdasarkan pada perubahan yang terjadi yang

(24)

pada jaringan epitel di mata, kulit, rambut, mukosa mulut dan organ yang dekat

dengan permukaan tubuh seperti kalenjar tiroid. Kelebihan penggunaan tanda

klinik adalah murah karena tidak memerlukan peralatan, cepat sehingga dapat

dilakukan pada populasi yang besar dan tidak menimbulkan rasa sakit pada orang

yang diperiksa. Keterbatasan dari penggunaan pemeriksaan ini adalah subjektif

sehingga memerlukan standarisasi, keterbatasan kepastian penyebab zat gizi atau

penyebab yang lain seperti infeksi, memerlukan staf yang terlatih dan banyak

tanda klinik yang hanya muncul pada tingkat defisiensi berat (FKMUI, 2007).

4. Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang paling sering digunakan

sebagai metode penilaian status gizi secara langsung untuk menilai dua masalah

utama yaitu: (1) kurang energi protein (KEP), khususnya pada anak-anak dan ibu

hamil dan, (2) obesitas pada semua kelompok umur. Kelebihan penggunaan

antropometri adalah relative murah, cepat sehingga dapat dilakukan pada populasi

yang besar, objektif, gradable dan tidak menimbulkan rasa sakit pada responden. Keterbatasan pula membutuhkan data referensi yang relevan, hanya dapat data

pertumbuhan, obesitas, malnutrisi karena kurang energi protein dan tidak dapat

memperoleh informasi karena defisiensi zat gizi makro (FKMUI, 2007).

Pengukuran antropometri ada 2 tipe yaitu pertumbuhan dan ukuran komposisi tubuh

yang dibagi menjadi pengukuran lemak tubuh dan massa tubuh yang bebas lemak.

Penilaian pertumbuhan merupakan komponen esensial dalam surveilan kesehatan

anak karena hampir setiap masalah yang berkaitan dengan fisiologi, interpersonal dan

domain sosial dapat memberikan efek yang buruk pada pertumbuhan anak. Alat yang

sangat penting untuk penilaian pertumbuhan adalah kurva pertumbuhan (growth chart) dilengkapi dengan alat timbangan yang akurat, papan pengukur, stadiometer dan pita pengukur (Narendra, 2010). Perlu ditekankan bahwa pengukuran

antropometri hanyalah satu dari sejumlah teknik yang dapat untuk menilai status gizi.

Pengukuran dengan cara-cara yang baku dilakukan beberapa kali secara berkala pada

(25)

(skinfold) diperlukan untuk penilaian pertumbuhan dan status gizi pada bayi dan anak (Narendra, 2010).

1. Berat dan Tinggi Badan terhadap umur:

Pengukuran antropometri sesuai dengan cara-cara yang baku, beberapa kali

secara berkala misalnya berat badan anak diukur tanpa baju, mengukur panjang

bayi dilakukan oleh 2 orang pemeriksa pada papan pengukur (infantometer), tinggi badan anak diatas 2 tahun dengan berdiri diukur dengan stadiometer. Baku yang dianjurkan adalah buku NCHS secara Internasional untuk anak usia 0-18

tahun yang dibedakan menurut jender laki-laki dan wanita. Cara canggih yang

lebih tepat untuk menetapkan obesitas pada anak dengan kalkulasi skor Z (atau

standard deviasi) dengan mengurangi nilai berat badan yang dibagi dengan

standard deviasi populasi referens (Narendra, 2010).

2. Lingkar kepala, lingkar lengan, lingkaran dada diukur dengan pita pengukur yang

tidak melar. Baku Nellhaus dipakai dalam menentukan lingkaran kepala.

Pengukuran lingkar kepala biasa digunakan pada kedokteran anak untuk

mendeteksi kelainan seperti hydrocephalus atau microcephaly (FKMUI, 2007). Pertumbuhan lingkar dada pesat sampai anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar

kepala dan dada dapat digunakan sebagai indikator KEP pada balita (FKMUI,

2007). Sedangkan lingkar lengan atas biasa digunakan pada anak balita serta

wanita usia subur. Pengukuran lingkar lengan atas mencerminkan cadangan

energi sehingga pengukuran ini dapat mencerminkan status KEP pada balita dan

kurang energi kronik (KEK) pada ibu waktu usia subur (FKMUI, 2007).

Pengukuran lingkaran lengan menggunakan baku dari Wolanski, 1961 yang

berturut-turut diperbaiki pada tahun 1969 (Narendra, 2010).

3. Tebal kulit diukur dengan alat Skinfold caliper pada kulit lengan, subskapula dan daerah pinggul, penting untuk menilai kegemukan. Memerlukan latihan karena

(26)

4. Body Mass Index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) yang telah dipakai secara luas, yaitu berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2). IMT ini merupakan

cara mudah dan cepat untuk menentukan komposisi tubuh dan secara luas. Pada

orang dewasa IMT 24-27 kg/m2 untuk perempuan dan 25-27 kg/m2 untuk laki-laki

mengindikasikan adanya kelebihan berat badan (overweight), dan bila IMT >27 kg/m2 menandakan obesitas sedangkan nilai IMT <18 kg/m2 menyatakan adanya

malnutrisi. Pada anak nilai IMT lebih digunakan untuk menilai kelebihan berat

badan serta digunakan kurva yang dikembangkan oleh CDC 2000 untuk anak

2-20 tahun dan akhir-akhir ini WHO 2-2006 membuat kurva IMT untuk anak 0-18

tahun (DepKes, 2007).

Untuk populasi usia sekolah dasar (7-10 tahun), status gizi diukur dengan berat dan

(27)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2 Definisi Operasional

3.2.1. Ascariasis adalah penemuan telur Ascaris lumbricoides pada feses yang diambil dari anak-anak SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit

Kabupaten Deli Serdang.

Cara ukur : Pemeriksaan feses

Alat ukur : Pemeriksaaan Kato-Katz

Hasil ukur : Telur ditemukan (positif)

: Telur tidak ditemukan (negatif)

Skala pengukuran : Nominal

3.2.2. Status gizi adalah status gizi responden yang diukur berdasarkan pengukuran

berat dan tinggi badan terhadap umur yang diambil pada anak-anak SD Negeri

No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.

Cara ukur : Pengukuran berat dan tinggi badan terhadap umur

berdasarkan kurva NCHS-CDC 2000.

(28)

Alat ukur : Alat penimbang berat badan dan alat pengukur tinggi badan.

Hasil ukur : Gizi baik (90% - 110%)

: Gizi buruk (< 90%)

Skala pengukuran :Ordinal

3.2.3. Asupan makanan yang tidak cukup adalah pengambilan makanan yang kurang

dari tiga kali dan menu makanan yang hanya berasaskan nasi atau nasi dan sayur

sahaja, yang diperoleh melalui wawancara.

3.2.4. Penyakit kronis adalah penyakit yang dideritai anak selama lebih tiga bulan

yang dapat mempengaruhi status gizi pada anak termasuk penyakit sistemik atau

infeksi atau pernah dirawat di rumah sakit lebih satu bulan yang diperoleh melalui

wawancara.

3.3 Hipotesis

(29)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi cross-sectional deskriptif analitik, yang menggambarkan perbandingan status gizi pada anak-anak yang terinfeksi cacing

Ascaris lumbricoides dengan anak-anak yang tidak terkena infeksi.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit

Kabupaten Deli Serdang.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak pencarian dan penentuan judul (bulan

Februari 2011) hingga pembuatan laporan hasil penelitian (bulan

November 2011). Selama pembuatan proposal dan laporan hasil penelitian, telah

dilakukan beberapa kali proses bimbingan. Pengumpulan data penelitian dilakukan

selama bulan Juni-Juli 2011.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah siswa-siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur,

Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang yang berumur antara 7-12 tahun.

4.3.2 Sampel

(30)

Besar sampel diukur berdasarkan rumus (Notoatmodjo, 2002)

n = N / (1+ Nd2)

N = besar populasi

n = besar sampel

d = tingkat kepercayaan yang diinginkan. Penyimpangan statistik dari sampel

terhadap populasi ditetap sebesar 0,10.

n = 174 / (1 + 174[0.1]2 )

n = 63.5

n = 64 orang

Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat relatif adalah

sebesar 10%, jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 64 orang.

4.3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi:

1. Anak yang bersedia ikut dalam penelitian.

2. Anak yang hadir saat penelitian dijalankan.

Kriteria Eksklusi:

1. Anak yang tidak mendapat asupan makanan yang cukup.

2. Anak yang mengalami penyakit kronis.

3. Anak yang tidak hadir saat penelitian dijalankan.

(31)

4.4 Metode Pengumpulan Data

4.4.1 Data Primer

Data primer meliputi data tentang identifikasi kehadiran infestasi cacing Ascaris lumbricoides melalui pengambilan feses dari siswa-siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang untuk dilakukan

pemeriksaan di laboratorium parasitologi dan data tentang penentuan status gizi

secara pengukuran berat dan tinggi badan berdasarkan umur dari siswa-siswi sekolah

tersebut.

4.4.2 Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti kantor cabang dinas dan Kepala

Sekolah tentang jumlah populasi dan kegiatan harian siswa-siswi di SD Negeri

No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang.

4.4.3 Cara Pemeriksaan Tinja dengan Teknik Modifikasi Kato-Katz

Peralatan: Wadah penampung tinja, gelas preparat, lembar selofan, kawat saring,

batang aplikator bambu, kertas minyak dan mikroskop.

Cara pengambilan: Sampel feses diambil dari siswa-siswi SD Negeri No.101837

Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang yang telah dipilih

secara rawak. Feses ditampung dalam beg penampung yang telah diberi kode. Berat

feses minimal yang didapatkan adalah 30 mg per sampel. Pemeriksaan laboratorium

akan dilakukan sebelum 12 jam selepas sampel diambil.

Pengiriman contoh feses:

(32)

b) Bahan yang digunakan terdiri dari 100 bahagian aquades (6%), 100 bahagian

gliserin, 1 bahagian malachite green 3% dan tinja 30mg.

Prosedur pemeriksaan laboratorium:

a) Sebelum pemakaian, pita selophane di masukkan ke dalam larutan melachite

green selama kurang lebih 24 jam.

b) Di atas kertas minyak, ditaruh tinja sebesar butir kacang, selanjutnya di atas tinja

tersebut ditumpangi dengan kawat saringan dan ditekan-tekan sehingga

didapatkan tinja yang kasar tertinggal di bawah kawat dan tinja yang halus keluar

di atas penyaring.

c) Dengan lidi, tinja yang sudah halus tersebut di ambil di atas kawat penyaring

kurang lebih 30mg, dengan menggunakan cetakan karton yang berlubang di taruh

gelas preparat yang bersih.

d) Selanjutnya ditutup dengan pita selophane dengan meratakan tinja di seluruh

permukaan pita sampai sama tebal, dengan bantuan gelas preparat yang lain.

e) Dibiarkan dengan temperatur kamar selama 30-60 menit supaya menjadi

transparan.

f) Seluruh permukaan di periksa dengan menghitung jumlah semua telur yang

ditemukan dengan perbesaran lemah (10x dan 40x).

Interpretasi:

1. Positif (kecacingan) : bila didapat ada telur cacing dalam tinja.

2. Negatif (tidak kecacingan) : bila tidak didapat ada telur cacing dalam tinja.

4.4.4 Pengukuran antropometri:

(33)

Cara pengambilan:

a) Data diambil dengan meminta anak melepaskan sepatu sebelum naik ke atas

alat pengukur. Tanyakan umur anak.

b) Kemudian setelah anak naik ke alat pengukur, data diambil yaitu tinggi badan

anak dan berat badan anak.

c) Setelah itu data dimasukkan ke dalam tabel; tinggi badan dalam sentimeter,

dan berat badan dalam kilogram.

d) Data dibandingkan dengan kurva berat dan tinggi badan terhadap umur

NCHS-CDC 2000 (lihat lampiran).

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer melalui

program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisa dengan uji Chi-Square. Kemudian hasilnya ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diagram yang

disertai dengan uraian mengenai jumlah dan persentase menurut masing-masing

variabel.

Tabel 4.1 Tabel Chi-Square Status Gizi

Infeksi

Gizi Baik Gizi Buruk Jumlah

Ascariasis a b a + b

Tidak Ascariasis c d c + d

(34)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan

Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang. Di kecamatan ini rata-rata penduduk bekerja

sebagai petani dan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Berdasarkan hasil

pengamatan langsung peneliti di sekolah ini, keadaan lingkungan dan sanitasi masih

sangat kurang hingga memungkinkan kejadian infeksi Ascariasis pada anak-anak

sekolah. Sarana pendukung yang tersedia di sekolah ini hanyalah perpustakaan,

kantin dan kamar mandi. Terdapat 3 kamar mandi yang tidak terurus serta kotor dan

bekalan air yang kurang memuaskan.

5.1.2 Karakteristik Individu

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 64 orang dari populasi 174 orang anak

berusia 7 – 12 tahun. Sampel dipilih sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Tabel 5.1 Distribusi jenis kelamin sampel

Jenis Kelamin Frekuensi (orang) %

LELAKI 31 48.4

PEREMPUAN 33 51.6

Total 64 100.0

Tabel 5.1 menunjukkan distribusi jenis kelamin sampel yaitu 48,4% bagi

(35)

Tabel 5.2. Distribusi umur pada anak

Tabel 5.2 menunjukkan distribusi umur pada anak. Persentase umur paling

banyak adalah tujuh tahun hingga lapan tahun (46,9%).

5.1.3 Hasil Analisis Data

Tingkat infeksi dibedakan menjadi tiga kategori yaitu berat, sedang dan ringan.

Infeksi berat dikatakan apabila hasil pemeriksaan tinja ditemukan > 50.000 telur per

gram. Infeksi sedang dikatakan apabila hasil pemeriksaan tinja ditemukan 5.000 –

49.999 telur per gram dan infeksi ringan dikatakan apabila hasil pemeriksaan tinja

ditemukan 1 – 4.999 telur per gram (WHO, 1987).

Tabel 5.3. Distribusi infeksi A lumbricoides berdasarkan derajatinfeksi pada anak

Derajat infeksi Frekuensi (orang) %

NEGATIF 15 23.4

RINGAN 41 64.1

SEDANG 7 10.9

BERAT 1 1.6

Total 64 100.0

Berdasarkan distribusi derajat infeksi pada anak seperti yang ditunjukkan

tabel 5.3, infeksi ringan merupakan infeksi yang paling banyak (64,1%) diikuti

infeksi sedang (10,9%) dan infeksi berat (1,6%).

Sementara status gizi dibedakan menjadi baik dan buruk. Berdasarkan

(36)

dikatakan gizi baik apabila mendapat nilai 90% – 110% dan gizi buruk bernilai

kurang dari 90% (CDC, 2000).

Tabel 5.4. Distribusi status gizi pada anak berdasarkan kurva NCHS-CDC 2000

Status gizi Frekuensi (orang) %

BAIK 54 84.4

BURUK 10 15.6

Total 64 100.0

Distribusi status gizi pada anak seperti yang terdapat pada tabel 5.4

menunjukkan paling banyak anak dengan status gizi baik sebanyak 54 orang (84,4%)

sementara anak dengan status gizi buruk sebanyak 10 orang (15,6%).

Tabel 5.5. Distribusi status gizi berdasarkan derajat infeksi

Derajat infeksi

Tabel 5.5 menunjukkan status gizi berdasarkan derajat infeksi. Pada tabel

tersebut anak status gizi baik dengan derajat infeksi yang ringan menunjukkan

persentase yang paling banyak yaitu 34 orang (53,1%). Sementara persentase yang

paling rendah adalah anak status gizi baik dengan infeksi berat dan anak status gizi

buruk dengan tidak terinfeksi yang hanya sebanyak satu orang (1,6%). Anak dengan

(37)

Syarat penggunaan chi square tidak terpenuhi kerana terdapat kotak yang mempunyai nilai ekspektasi kurang dari lima. Jadi statistik chi squa re tidak dapat digunakan.

5.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian diperoleh, 49 orang anak positif terinfeksi Ascaris manakala

yang negatif terinfeksi berjumlah 15 orang sahaja. Ini menunjukkan anak yang

terkena infeksi lebih banyak dari anak yang tidak terkena infeksi. Hasil tersebut

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2009), prevalensi Soil Transmitted Helminths (STH) di Indonesia masih tinggi yaitu 60% - 90% pada anak usia sekolah dasar. Hal ini menunjukkan bahawa kejadian infeksi cacing masih tinggi

pada anak usia sekolah dasar.

Berdasarkan hasil penelitian, anak yang mendapat infeksi ringan sebanyak 41

orang (64,1%) diikuti infeksi sedang 7 (10,9%) orang dan infeksi berat hanya 1 orang

(1,6%). Hasil tersebut sejalan menurut hasil penelitian oleh Chairuddin dkk. (2004),

pada infestasi cacing tunggal, derajat infestasi terbanyak adalah ringan sebanyak

94%. Hal ini menunjukkan infeksi dengan derajat ringan adalah lebih banyak

berbanding derajat sedang dan berat.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang menderita status

gizi buruk dengan infeksi Ascaris (14%) lebih banyak berbanding anak yang tidak

terinfeksi Ascaris (1,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Parhatun (2011) di dalam penelitiannya yang berjudul „Hubungan

Infeksi Soil Transmitted Helminth dengan Status Gizi Anak Usia 4 – 10 tahun Penduduk Kampung Sri Rahayu Purwokerto Selatan‟. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa hasil uji chi square (p<0,01) menunjukkan bahwa cacing STH berpengaruh terhadap status gizi dan anak – anak usia 4 – 10 tahun mempunyai status

gizi kurang 1 – 1,5 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi

(38)

Menurut Brown (1975) satu ekor cacing Ascaris bisa mengkonsumsi 2,8g

karbohidrat dan 0,7g protein per hari. Jika dilihat pada faktor persekitaran sekolah

didapatkan tingkat kebersihan sekolah kurang memuaskan ditambah pula dengan

anak-anak yang bermain tanpa memakai sepatu meningkatkan lagi resiko terinfeksi

cacing. Faktor lain yang mempengaruhi status gizi secara langsung adalah asupan

makanan. Kemungkinan anak-anak yang menunjukkan status gizi buruk tidak

mendapat asupan makanan yang cukup sehingga memungkinkan infeksi cacing

mempengaruhi status gizi pada anak-anak tersebut.

Status gizi tidak semata – mata dipengaruhi oleh infeksi kecacingan. Asupan

makanan memiliki peran yang lebih besar. Namun dalam penelitian ini asupan

makanan tersebut dinilai hanya berdasarkan kuesioner yang menanyakan mengenai

frekuensi makan per hari dan ada atau tidak adanya lauk pauk tanpa

mempertimbangkan apakah kualitas maupun kuantitas setiap zat gizinya sudah

memadai atau tidak. Contohnnya pada anak usia sekolah dasar memerlukan 1.800 –

2.050 Kkal energy per hari dan 45 – 50g protein per hari (Depkes, 2004).

Penelitian ini hanya menghitung infeksi askariasis, sementara infeksi lainnya

tidak ikut diperhitungkan walaupun ada di antara sampel yang mengalami infeksi

nematode usus non askaris. Walaupun tidak sebesar Ascaris lumbricoides, nematode usus lain yang lain juga dapat menimbulkan gangguan nutrisi. Misalnya pada infeksi

Necator a mericanus, jumlah darah yang hilang per hari per satu ekor cacing adalah 0,03ml dan 0,15ml pada infeksi Ancylostoma duodenale. Akibatnya zat nutrisi yang ada di dalam darah tidak bias digunakan tubuh untuk tumbuh kembang anak sehingga

(39)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tentang hubungan antara status gizi dengan infeksi Ascaris lumbricoides yang dilakukan pada 64 orang murid SD Negeri No. 101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang didapatkan bahawa:

1. Prevalensi infeksi Ascaris sebanyak 49 orang (76,6%). Hal ini menunjukkan

bahawa kejadian infeksi cacing masih tinggi pada anak usia sekolah dasar.

2. Distribusi status gizi pada anak dijumpai paling banyak pada status gizi baik

sebanyak 54 orang (84,4%).

3. Anak yang menderita status gizi buruk 70% memiliki derajat infeksi ringan,

20% sedang, dan 10% tanpa infeksi

4. Ada hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides dengan status gizi pada siswa-siswi SD Negeri No. 101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit

Kabupaten Deli Serdang.

6.2 Saran

Berbagai upaya atau perubahan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki penelitian

ini.Misalnya, bagi mendapatkan hasil yang tidak bias dan lebih akurat bisa dilakukan

pemilihan lokasi penelitian di kawasan yang terpapar kepada faktor resiko untuk

terkena infeksi cacing dan mempunyai jumlah populasi yang banyak, pemilihan

sampel yang lebih terarah, dan kriteria inklusi dan eksklusi yang diperbanyak.

Sebagai saranan kepada masyarakat perlu dilakukan penyampaian edukasi yang lebih

(40)

pemberian ubat anti – helmintik pada anak – anak agar kejadian infeksi cacing bias

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Beaver, P.C., Jung, R.C. and Cupp, E.W. (Eds) 1984. Helminths and Helmintic Infections. In: Clininal Parasitology. 9th edition, pp 221 – 334. Lea & Febiger Philadelphi

Brown, W.H. 1975. Basic Clinal Parasitology 4th Edition. New York: Appleton Century Crofts.

Carneiro, F.F., Cifuentes, E., Maria, M., Pojo, T., Romieu, I. 2002.The Risk of Ascaris lumbricoides Infection In Children As An Environmental Health Indicator to Guide Preventive Activities in Caparaó and Alto Caparaó, Brazil. Bulletin of the World Health Organization. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc2567625. [Accessed 10 March

2011]

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Progra m Nasional

Pemberantesan Ca cingan di Era Desentralisasi. Jakarta: Subdit Diare dan Penyakit Pencernaan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Tabel Angka Kecukupan Gizi

2004 bagi orang Indonesia.

Available from:

http://gizi.depkes.go.id/download/AKG2004.pdf [Accessed on 10 October 2011] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Profil Kesehatan Indonesia. Available from:

http://www.depkes.go.id/ [Accessed 24 May 2011]

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Skrining Malnutrisi Pada Anak yang Dira wat di RumahSakit. Health Technology Assessement Indonesia. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo

(42)

Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Utara. 2009. Tentang Gizi Buruk, Faktor-Faktor Terjadinya Gizi Buruk. Available from:

http://www.luwuutara.go.id/ [Accessed 5 May 2011]

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2006. Hasil Survei Kecacingan Provinsi Ja wa Tengah. Available from:

http://www.dinkesjatengprov.go.id/ [Accessed 25 May 2011]

Elmi, Sembiring T, Dewiyani B.S, Hamid E.D, Pasaribu S, Lubis C.P. 2004. Status Gizi Dan Infestasi Cacing Usus Pada Anak Sekolah Dasar, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Sumatera Utara.

Gandahusada, S., Ilahude, H.D., Pribadi, W. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi ke III. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ginting, S.A. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Kecacingan pada Anak Sekolah Dasar di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Sumatera Utara. Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Available from:

http://www.repository.usu.ac.id/xmlui/handle/123456789/6195 [Accessed 7

May 2011]

Global Health-Division of Parasitic Disease and Malaria. 2010. Acariasis. Center for Control Diease. Available from:

http://www.cdc.gov./parasites/ascariasis. [Accessed 20 February]

Hotez, P. 2008. Hookworm and Poverty. Department of Microbiology, Immunology and Tropical Medicine.The George Washington University, Washington D.C,

USA.

Ideham, B., Pusarawati, S. 2007. Helmintologi Kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press.

(43)

http://www.lontar.ui.ac.id/ [Accessed 20 February 2011]

Maryanti. 2006. Hubungan Perilaku Pemakaian APD dan Kebersihan Diri dengan Kejadian Infeksi Cacing Tambang. Perpusatakaan Universitas Airlangga. Available from:

http://www.library@unair.ac.id [Accessed 7 May 2011]

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 424/MENKES/SK/VI/2006 Tentang Pedoman Pengendalian Cacing. Narendra, B.M. 2010. Pengukuran Antropometri pada Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak. Divisi Tumbuh Kembang Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Available from:

http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-873im2-pkb.pdf [Accessed 5 May

2011]

Notoatmojo, S. 2002. Metodologi Penilaian Kesehatan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Parhatun, A. 2011. Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) dengan Status Gizi Anak Usia 4 10 Tahun Penduduk Kampung Sri Rahayu Purwokerto Selatan. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Available from:

http://bio.unsoed.ac.id/ [Accessed on 11 November 2011]

Sari, N.P. 2010.Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kecerdasan Intelektual (IQ) Pada Anak Usia Sekolah Dasar Ditinjau dari Status Sosial-Ekonomi Orang Tua Dan Tingkat Pendidikan Ibu. Fakultas Kedokteran Universitas Surakarta.

Available from:

http://www.digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/174700501201108461.pdf. [Accessed 5 May 2011]

Sebastian, M., Santi, S. 2000. Control of Intestinal Helminths in School Children in

Low-Napo, Ecuador: impact of a two year chemotherapy program, Revista da Socredade Brasileira deMedicine Tropical. Jan-Feb:33(1): 69-73.

(44)

Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Weller, F.P., Nutman, B.T. 2008. Intestinal Nematodes. In: Fauci, S.A., Kasper, L.D., Longo, L.D., Loscalzo, J., Jameson, L.J., Hauser, L.S.,

Braunwald, E. Harrison’s Principles Of Internal Medicine 17th Edition Volume I. United State of America. McGraw Hill. Page: 1329-1323.

World Health Organization. 2011. Intestinal Worms, Soil Transmitted Helminths Available from:

(45)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Amar Hazwan B Zainal Ariffin

Tempat/Tanggal Lahir : 17 September 1989 / Malaysia

Agama : Islam

Alamat : Malaysia

Riwayat Pendidikan: 1. Sekolah Kebangsaan Rawang

2. Sekolah Menengah Sains Seremban

3. ACMS Pulau Pinang

Riwayat Pelatihan: 1. Peserta Penyambutan Mahasiswa Baru 2008 FK USU,

Medan

2. Peserta Minggu Suai Kenal Pelajar Malaysia 2008

Riwayat Organisasi: 1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia se-

Indonesia (PKPMI)

(46)

Lampiran 2: Surat Pertanyaan Persetujuan Mengikuti Penelitian

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Amar Hazwan B Zainal Ariffin Nim : 080100324

Alamat : Jl dr Sufian, No 34 Medan

Adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides dengan Status Gizi Pada Siswa-Siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan infeksi Asca ris lumbricoides dengan status gizi. Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesedian anak Bapak / Ibu untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini dengan memberikan kerjasama dalam pengambilan spesimen tinja dan pengukuran tinggi dan berat badan.

Identitas pribadi anak Bapak / Ibu sebagai partisipan akan dirahsiakan dan semua informasi yang Bapak / Ibu berikan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian sahaja. Jika Bapak / Ibu bersedia untuk membenarkan anak Bapak / Ibu berpartisipasi, silahkan menandatangani persetujuan sebagai bukti kesukarelaan. Atas perhatian dan kesedian Bapak / Ibu berpartisipasi dalam penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih.

Medan, 2010

(47)

Lampiran 3: Informed Consent

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bersedia untuk membenarkan

anak saya menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh Amar Hazwan B Zainal Ariffin dengan NIM 080100324, berjudul “Hubungan Infeksi Asca ris lumbricoides dengan Status Gizi pada Siswa-Siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011”.

Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat buruk terhadap saya

dan anak saya. Kerahsiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga oleh peneliti

dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.

Medan, 2011

Responden

(48)
(49)
(50)

Lampiran 6: Hasil data SPSS

Frekuensi variabel – variabel

INFEKSI ASCARIS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid BAIK 54 84.4 84.4 84.4

BURUK 10 15.6 15.6 100.0

(51)

INFEKSI ASCARIS * STATUS GIZI Crosstabulation

Continuity Correctionb .470 1 .493

Likelihood Ratio 1.389 1 .239

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.34.

(52)

DERAJAT INFEKSI * STATUS GIZI Crosstabulation

STATUS GIZI

Total BAIK BURUK

DERAJAT INFEKSI NEGATIF Count 14 1 15

% within STATUS GIZI 25.9% 10.0% 23.4%

RINGAN Count 34 7 41

% within STATUS GIZI 63.0% 70.0% 64.1%

SEDANG Count 5 2 7

% within STATUS GIZI 9.3% 20.0% 10.9%

BERAT Count 1 0 1

% within STATUS GIZI 1.9% .0% 1.6%

Total Count 54 10 64

% within STATUS GIZI 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.053a 3 .561

Likelihood Ratio 2.274 3 .518

Linear-by-Linear Association 1.102 1 .294

N of Valid Cases 64

Gambar

Tabel 4.1 Tabel Chi-Square
Tabel 5.1 Distribusi jenis kelamin sampel
Tabel 5.3. Distribusi infeksi A lumbricoides berdasarkan derajat infeksi pada anak
Tabel 5.4. Distribusi status gizi pada anak berdasarkan kurva NCHS-CDC 2000

Referensi

Dokumen terkait

Jenis yang kedua adalah living walls, merupakan jenis taman vertikal yang terdiri dari dinding yang diberikan media tanam untuk tempat tanaman dapat.. berdiri dan

The steady state output voltage of switched inductor boost dc-dc converter and conventional boost dc- dc converter for each duty cycle values are shown in figure 13 to

Gambaran tingkat pengetahuan tentang seksualitas pada ibu nifas berdasarkan karakteristik responden dapat diperlihatkan : Berdasarkan umur, responden yang paling banyak berumur

Dari hasil pengukuran terlihat bahwa nilai kapasitansi yang ditunjukkan oleh alat ukur yang dibuat tidak jauh berbeda dengan nilai kapasitansi yang ditunjukkan

Bagaimana efek potensial soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada materi barisan dan deret bilangan di SMA

Pengembangan Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini4. Bahasa

Atap dan plafond) dan Pemasangan Dinding Aluminium Composite Panel Lokasi : Jalan Sutomo No.2 Tebing Tinggi1. Tahun Anggaran :

Pada kuadran 3 menampilkan faktor-faktor yang oleh pengguna dirasa masih belum sesuai dengan ha- rapan dan sekaligus dianggap tidak penting.. Dari sisi pengelola faktor-faktor yang