KEHIDUPAN BURUH PERKEBUNAN DELI MAATSCHAPPIJ 1920-1942 SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
l O
e
h
NAMA : Debi Yusmin Ardiani NIM : 040706026
DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KEHIDUPAN BURUH PERKEBUNAN DELI MAATSCHAPPIJ 1920-1942
SKRIPSI SARJANA OLEH
NAMA : Debi Yusmin Ardiani NIM : 040706026
Pembimbing,
Drs. Wara Sinuhaji, M.Hum NIP. 131 460 532
DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
KEHIDUPAN BURUH PERKEBUNAN DELI MAATSCHAPPIJ 1920-1942 Yang diajukan oleh :
NAMA : Debi Yusmin Ardiani NIM : 040706026
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh : Pembimbing,
Drs. Wara Sinuhaji, M.Hum tanggal……….
NIP. 131 460 532
Ketua Departemen Sejarah,
Dra. Fitriaty Harahap, SU tanggal……….
NIP. 131 284 309
DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2009
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O
l e h
NAMA : Debi Yusmin Ardiani NIM : 040706026
Pembimbing,
Drs. Wara Sinuhaji, M. Hum NIP. 131 460 532
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan, Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra
Dalam bidang Ilmu Sejarah
DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lembar Persetujuan Ketua Jurusan
DISETUJUI OLEH :
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
DEPARTEMEN SEJARAH
Ketua Departemen,
Dra. Fitriaty Harahap, SU NIP. 131 284 309
Lembar pengesahan skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian
Diterima oleh.
Panitia Ujian Fakultas Sastra Uneversitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan.
Pada : Hari : Tanggal :
Fakultas Sastra USU Dekan
Drs. Syaifuddin, M.A,. Ph.D Nip 132 098 531
Panitia Ujian.
No. Nama Tanda Tangan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kasih sayang
dan karunia-Nya yang tiada tara sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih
kepada :
1. Ayahanda Alm. M. S. Yusuf dan Ibunda Dra. Hj. Armita yang tercinta dan tersayang yang telah membesarkan, mendidik dan menyekolahkan Ananda serta tidak henti-hentinya memberikan do’a dan dukungannya kepada Ananda selama dalam mengikuti perkuliahan. Segala bentuk nasehat dan petuah yang Ayahanda dan Ibunda berikan senantiasa akan selalu Ananda ingat. Tak mungkin Ananda dapat membalas semua pengorbanan yang Ayahanda dan Ibunda berikan, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya. Terakhir Ananda hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah SWT agar Ayahanda dan Ibunda selalu mendapat lidunganNYA amin.
2. Bapak Pimpinan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, penulis tak lupa mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan selama mengikuti perkuliahan.
3. Ibu Dra. Fitriaty Harahap S.U, selaku Pimpinan Departeman Sejarah yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama dalam perkuliahan.
5. Bapak Drs. Wara Sinuhaji, M. Hum sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang telah begitu banyak memberikan dorongan, semangat, dan telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis.
6. Bapak Drs. Timbun Ritonga, selaku Dosen Wali yang telah banyak memberikan nasehat-nasehat kepada penulis mulai dari awal perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini. Semua nasehat yang bapak berikan akan selalu penulis ingat.
7. Seluruh Dosen, Staf Pengajar, Staf Administrasi pendidikan Departemen Sejarah yang telah banyak membantu penulis dari mulai masa perkuliahan hingga dalam penyelesaian skripsi ini. Terkhusus penulis ucapkan kepada Bapak Edi Sumarno yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Semoga Allah SWT yang akan membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis amin.
8. My Honey Deka Andri Tarigan. S.Pd., Jet ‘Aime...Thank’s for everything and your support in this past years.
9. Kakakku Wiwik D. Ningsih, Yulfahani Yusuf, dan abangku Ferizal D. Armansyah., yang telah memberikan anjuran-anjuran dan saran-saran sehingga adikmu ini bisa menamatkan sarjana.
10.Abang, Kakak senior dan alumni serta Adik-adik sejurusan terima kasih atas dukungan yang kalian berikan. Sahabat-sahabat ku Stambuk ‘04 terkhusus kepada Ains, Piolina, Dence, Wardicha, Oriza, dan Iche serta bang Cipleks ’03 and Budi ‘07 yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis. Semoga Tuhan YME memberikan ganjaran yang setimpal atas semua kebaikan yang telah diberikan.
Akhirnya untuk semua pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan beribu ucapan terima kasih. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan ganjaran yang berlipat ganda.
Medan, Juni 2009. Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar……….... i
Daftar Isi………..……… iii
Abstrak……… v
BAB I PENDAHULUAN………... 1
BAB II KONDISI DAN SITUASI SUMATERA TIMUR………...…….. 13
2.1 Kondisi Alam dan Masyarakat Sumatera Timur………...…… 13
2.2 Pemerintahan Tradisional …....………...………...………...….. 16
2.3 Hubungan dengan Kolonial ………... 20
2.4 Kedatangan Nienhuys ………..………... 23
BAB III PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERKEBUNAN DI SUMATERA TIMUR………...………...…… 26
3.1 Masuknya Investor Asing ………..……....……. 26
3.2 Kedatangan Buruh dan Pekerja ke Sumatera Timur……… 28
3.3 Perkebunan Deli Maatschappij ………..…...…. 32
3.4 Sarana dan Jaringan Infrastruktur di Sumatera Timur………... 33
3.5 Berubahnya Komposisi Masyarakat Sumatera Timur ……….... 36
BAB IV KEHIDUPAN BURUH DI PERKEBUNAN DELI MAATSCHAPPIJ 1920-1942………...………...………...… 40
4.1 Ketergantungan pada Kontrak………...………...………...……. 40
4.2 Tingkat Pendapatan ………..……… 43
4.4 Sarana dan Fasilitas Hiburan ………..………...……... 53
4.5 Konflik Antar Buruh dan Tuan Kebun ………...………...……... 57
BAB V PENUTUP………..………..……….. 62
5.1. Kesimpulan………..………..…... 62
5.2. Saran………..………..………….. 64
DAFTAR PUSTAKA………..………..…….. 65
Abstrak
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Daftar Gambar
1. Gedung Kantor Deli Maatschappij pada tahun 1920 67
2. Rumah Seorang Administrateur 68
3. Dua Orang Tamil yang Bertugas Menjaga Keamanan Perkebunan 69
4. Pembukaan Hutan Di tanah Deli 70
5. Bersama Jacobus Nienhuys, J.T Cremer dan P.W. Janssen 71
Abstrak
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa lampau manusia untuk sebagian besar tidak dapat ditampilkan kembali,
bahkan juga mereka yang dikaruniai ingatan sekalipun tidak akan dapat menyusun
kembali masa lampaunya secara utuh. Di dalam proses kehidupan manusia sudah
tentu pasti ada peristiwa, tetapi hanya peristiwa yang banyak merubah kehidupan
manusialah yang melekat dalam pikirannya sebagai sebuah kesan, sedangkan
peristiwa yang tidak menimbulkan kesan akan cepat sekali dilupakan oleh manusia
itu sendiri. Dengan demikian, sebenarnya peristiwa sejarah baik yang berkesan
maupun tidak dalam pikiran manusia secara moral sebenarnya merupakan tanggung
jawab sejarawan untuk mengeksplorasinya untuk direkonstuksi menjadi sebuah
historiografi. Pengalaman suatu generasi yang telah lama mati atau mungkin juga
sebagian besar anggotanya tidak meninggalkan jejak dan rekaman, terlebih-lebih jika
jejak tersebut tidak pernah sampai ke tangan sejarawan, maka jejak tersebut tidak
pernah ditulis sebagai sebuah peristiwa sejarah. Demikian juga sebaliknya, jika jejak
dan rekaman peristiwa tersebut sampai ke tangan sejarawan sudah barang tentu tidak
pula akan seutuhnya akan dapat direkonstruksi oleh para sejarawan karena
manusia pada masa yang lampau, meskipun menjadi tujuan sejarawan, merupakan
suatu tujuan yang sepenuhnya mereka sadari tidak akan pernah mereka capai.1
Buruh adalah merupakan pekerja yang pada umumnya menggunakan tenaga
sebagai alat untuk mendapatkan upah atau gaji sebagai penghasilan. Dalam
kehidupan sehari-hari, buruh dapat juga dibedakan sebagai buruh halus dan buruh
kasar. Buruh halus biasanya bekerja di kantor yang disebut dengan pegawai atau
karyawan sedangkan buruh kasar adalah pekerja yang mengandalkan tenaga fisik,2
Perburuhan menyangkut masalah antara manusia dan manusia di
tengah-tengah masyarakat. Konsepsi yang wajar tentang manusia dan masyarakat menjadi
unsur hakikat yang penting dari social relation. Unsur hakikat atau norma didalam
kehidupan masyarakatnya sangat diperlukan. Norma-norma dalam masyarakat yang
mengalami ketegangan akan hilang dan timbul kekuatan atau match. sering juga disebut dalam konotasi kuli.
3
Buruh adalah manusia, dan sebagai manusia dia harus hidup dalam
masyarakat. Masyarakat yang dimasuki oleh buruh ini adalah : masyarakat keluarga,
masyarakat Negara, masyarakat buruh atau organisasi buruh. Perkembangan sejarah
buruh dapat dilihat dari apa yang disebut “budak” sampai ke buruh. Pada zaman apa
yang disebut dengan ekonomi tertutup atau ekonomi tradisional, kebutuhan
masyarakat atau kebutuhan rumah tangga dipenuhi atau diproduksi oleh rumah
1
Gotschalk, Louis., Mengerti Sejarah (terj) Nugroho Notosusanto, Jakarta : penerbit Universitas Indonesia (UI Press),1986,hlm.27
2 Historisme,edisi no.21/Tahun X/Agustus 2005,hlm.19
tangga itu sendiri. Sehingga semua anggota rumah tangga itu bekerja untuk dapat
memenuhi kebutuhan rumah tangganya masing-masing.4
Peranan kaum buruh dalam meningkatkan jumlah produktifitas adalah besar
sekali, Sebagai subjek produktifitas kaum buruh memiliki kesempatan untuk
memegang peranan penting dalam meningkatkan partisipasinya dalam mencapai
cita-cita meningkatkan hasil produktifitas sebuah perusahaan. Kaum buruh bersama
golongan lain dalam masyarakat seperti golongan pengusaha misalnya, dan lain-lain
golongan merupakan pelaku utama dalam usaha tersebut. Itulah sebabnya betapa
pentingnya untuk menjaga hubungan keserasian antara pihak buruh dan pihak
pengusaha demi ketenangan kerja mereka dalam menunjang suksesnya perusahaan
yang memperkerjakan kaum buruh tersebut.
5
Selama ada tekanan dan ketidak adilan yang dirasakan oleh kaum buruh,
selama itu pula ketenteraman tidak akan pernah tercipta. Misalnya tentang pengaturan
dan penetapan tentang lamanya jam kerja, termasuk ketentuan-ketentuan mengenai
hari kerja minimum, peraturan mengenai atas jaminan kebutuhan buruh, pencegahan
pengangguran, ketentuan mengenai upah yang cukup untuk hidup, perlindungan
terhadap kesehatan buruh, penyakit dan luka-luka yang timbul karena pekerjaan,
perlindungan terhadap anak-anak, pemuda dan kaum wanita, pengaturan tentang
jaminan hari tua dan kecelakaan.6
4 Ibid . hlm.3-4
5 Hasibuan, RM Syaiful Jalil.,Sejarah Konstitusi ILO dan FBSI, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1985, hlm.1-2
6 Ibid hlm. 4
Di masa lampau buruh di Indonesia terpecah belah dan sulit dipersatukan
karena adanya perbedaan paham politik atau ideologi yang dianut oleh pemimpinnya.
Mereka menitikberatkan perjuangannya ke perjuangan politik dan kurang
memperhatikan perjuangan untuk memperbaiki nasib serta kesejahteraan sosial
ekonomi anggotanya.7
Bersama sejumlah rekanan, dan ditunjang oleh Nederlandsche Handel
Maatschappij (NHM) pada tahun 1869, Nienhuys mendirikan perusahaan Deli
Maatschappij, sebuah perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas pertama yang
beroperasi di Hindia Belanda.
Atas dasar pernyataan ini, maka penulis memiliki pandangan untuk membuat
suatu penelitian mengenai sejarah perburuhan dengan judul Kehidupan Buruh
Perkebunan di Perusahaan Deli Maatschappij 1920-1942. Penelitian ini didasarkan
pada pemikiran bahwa terdapat jejak peristiwa masa lalu yang banyak berhubungan
dengan masalah-masalah perburuhan terutama di perusahaan Deli Maatschappij,
seperti yang sudah diketahui bahwa kapitalisme perusahaan Belanda pertama kali di
Sumatera Timur diterapkan di perusahaan perkebunan ini.
8
7
Ibid hlm. 49
8
Jan Breman, Menjinakkan Sang Kuli, Politik Kolonial Pada Abad ke-20, (terj) Koesalah Soebagyo Toer, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1997, hlm.26
Perusahaan ini berada pada jalur pantai Timur
Sumatera yang selama masa pemerintahan kolonial Belanda terkenal dengan nama
Sumatra Ooskust. Pada tahun 1873, pantai timur Sumatera ketika itu terdiri dari
beberapa landschape. Kemudian, karena perkembangan perusahaan-perusahaan asing
penebasan pohon-pohon besar, pembuatan saluran air, pengelolaan tanah penanaman
tembakau dan sebagainya sangat memerlukan tenaga manusia dalam jumlah yang
besar. Sulitnya mencari tenaga kerja sudah diketahui sejak semula. Para pengusaha
perkebunana mengetahui penduduk asli tidak bersedia bekerja di perkebunan dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan, juga karena penduduk pribumi Karo lebih suka
bertani sendiri, sedangkan pribumi Melayu kesannya “malas” di mata kolonial.
Pertumbuhan perusahaan-perusahaan perkebunan di Sumatera Timur,
terutama setelah tahun 1871 sampai sebelum terjadinya jaman Malaise tahun 1930
berjalan dengan sangat pesatnya. Perkembangan dan perluasan daerah-daerah
perkebunan, diikuti pula oleh kebutuhan tenaga kerja yang semakin meningkat. Hal
ini menyebabkan terjadinya persaingan dalam usaha mendapatkan tenaga buruh. Pada
awalnya agen-agen dan para perantara ini mengambil tenaga buruh yang rajin dan
trampil, tatapi setelah permintaan jumlah tenaga buruh semakin meningkat, mereka
tidak selektif lagi memilih buruh yang akan dibawa untuk dipekerjakan di Sumatera
Timur.
Sebelumnya, perkebunan-perkebunan hanya mendatangkan pekerja-pekerja
dari India dan Tiongkok. Kekurangan tenaga kerja menyebabkan tuan kebun
melakukan berbagai cara apa saja untuk mendapatkan para pekerja tersebut. Mulai
dari tipu muslihat hingga bujuk rayu dilakukan guna mendatangkan pekerja
sebanyak-banyaknya ke Deli. Ada beberapa alasan mengapa orang Jawa tertarik
untuk bekerja di perkebunan Deli Maatschappij, yang pertama padatnya penduduk
penduduk tidak memiliki lahan pertanian dan tidak memiliki pekerjaan. Yang kedua,
tingginya angka kelahiran dan menurunnya angka kematian sehingga hal ini
menyebabkan pertambahan jumlah penduduk. Alasan selanjutnya adalah adanya
penipuan dalam memberikan upah yang dijanjikan ketika seorang buruh mampu
bekerja di perkebunan, namun ketika sampai di Deli upah tersebut tidak dibayar
secara penuh.
Di dalam komunitas masyarakat perkebunan terdapat beberapa sarana dan
fasilitas dalam mencari hiburan dan bentuk-bentuk rekreasi lainnya, namun hal ini
hanya diperuntukkan bagi kaum-kaum tertentu, kaum Eropa berkumpul di Sociate
atau disingkat Soos, antara lain untuk minum-minum, dansa, main kartu, bilyard dan
lain sebagainya. Sebagai lapisan atas mereka memandang rendah golongan pribumi
dan kontak terbatas hanya terjadi pada sebatas hubungan kerja. Mereka memiliki hak
istimewa yaitu hak untuk memilih wanita yang baru didatangkan dari Jawa atau
tempat lain. Kebanyakan hubungan itu tidak dikukuhkan sebagai hubungan
perkawinan. Dapatlah di putuskan menurut si tuan kecil. Adapun masalah pelacuran
dapat dianggap sebagai konsekuensi dari masyarakat perkebunan, karena
perbandingan antara pria dan wanita tidak seimbang. Dampak lain ialah bahwa ikatan
perkawinan tidak terlalu ketat, pada wanita ada lebih banyak kebebasan pergaulan
dengan pria, meskipun sudah kawin. Dalam jenis perdagangan semacam ini wajar
pula pelayanan mendahulukan pembayaran yang tinggi, apakah itu orang Eropa
ataupun golongan Cina. Tidak mengherankan bila penyakit kelamin mulai tersebar
Pembukaan lahan perkebunan umumnya merupakan konversi dari hutan alam,
sehingga lokasi perkebunan umumnya berada di daerah baru yang jauh dari
pemukiman. Untuk mencegah akulturasi dari masyarakat sekitar yang dinilai akan
merugikan kultur perkebunan, pengusaha Belanda mendesain lokasi pemukiman
pekerja tidak didekat jalan raya dan pemukiman masyarakat. Fenomena ini ditemui
hampir di sebagian besar pemukiman perkebunan yang dibangun sebelum Perang
Dunia II. Maksudnya agar terpisah dari keramaian dan pemukiman penduduk. Dalam
aspek tertentu ternyata hal ini cukup kondusif untuk mensterilkan buruh dari
pengaruh budaya luar. Konsep kemasyarakatannya memiliki tiga pilar utama yaitu,
pertama stratifikasi jenjang struktur mirip di kehidupan militer, tujuannya agar
berlangsungnya hubungan hierarki bersendikan kepatuhan kepada atasan. Kedua,
disiplin dari bangun pagi, mulai bekerja, makan siang, istirahat dan sebagainya yang
sampai kini masih berlaku dan ditaati. Fondasi Yang ketiga, membentuk masyarakat
yang memiliki kultur kerja. Kegiatan perkebunan memiliki prosedur kerja baku yang
menjadi prioritas utama bagi pelakunya. Umumnya, interaksi sosial pemukiman yang
terhimpit dengan masyarakat mengalami penyimpangan berupa kultur kerja yang
merosot. Isi kelemahan pemukiman enclave adalah kurang memberi ruang bagi
akulturasi masyarakat sekitar, sehingga sering terjadi salah pengertian. Tipikal
perkebunan yang dibangun belakangan, faktor-faktor tersebut terkadang diabaikan,
akibatnya, kurang optimalnya pembentukan masyarakat perkebunan yang memiliki
Sebagai konsekuensi menyatunya hubungan kerja dengan hubungan sosial,
stratifikasi sosial tersusun sesuai jenjang struktur pada organisasi perkebunan.
Heterogenitas susunan penduduknya membentuk pola budaya warna-warni, tanpa
adanya dominasi satu kultur budaya. Mobilitas social (vertikal) terjadi melalui
promosi jabatan, dan bagi anak-anak pekerja yang memperoleh pendidikan tinggi
biasanya keluar dari lingkungan perkebunan dan memilih profesi lain atau memasuki
struktur perusahaan melalui jenjang rekruitmen sebagai menejer junior.9
Buruh perkebunan di perusahaan perkebunan tembakau Deli memiliki ciri-ciri
yang tersendiri dan khas yang umumnya tertutup dan membentuk komunitas tertentu.
Pada perkebunan tembakau Deli tersendiri, hal ini berarti adanya pola budaya yang
terpetakkan sehingga menyebabkan golongan-golongan di dalamnya. Misalnya saja,
para administrateur yang terdiri dari masyarakat bangsa asing menciptakan
klub-klub tersendiri dan mengharamkan bagi masyarakat pribumi dan pekerja yang masuk
kedalam area ini. Sedangkan bagi buruh pekerja lebih mengandalkan perjudian dan
pelacuran yang lebih kotor untuk mendapatkan hiburan semacam itu. Selain daripada
masalah tersebut, jurang pemisah antara juragan dan buruh tampak sangat jelas.
Diskriminasi tentunya menjadi hal yang utama untuk lebih membuat penderitaan para Hal seperti
inilah yang sering terjadi pada perkebunan-perkebunan tembakau di Sumatera Timur,
khususnya pada perkebunan tembakau Deli.
9
buruh semakin lengkap. Diskriminasi dapat berupa pemberian gaji yang tidak merata
antara beberapa suku bangsa para pekerja (bangsa Cina, Jawa, Tamil dan lain-lain).
Kehidupan pelacuran ditengah buruh perkebunan di perusahaan perkebunan
Tembakau Deli menyebabkan banyak sekali permasalahan, diantaranya yaitu
terjangkitnya berbagai penyakit kelamin dan pertengkaran-pertengkaran untuk
memperebutkan wanita-wanita, sebagaimana yang kita ketahui perbedaan jumlah
buruh pria dan wanita sangat jauh. Budaya lainnya yang tidak kalah menariknya
adalah budaya Mestizo, dimana budaya peranakan sangat dianggap asing oleh
masyarakat sekitar perkebunan, sehingga hal ini menyebabkan ketertutupan bagi
wanita-wanita yang menghasilkan anak-anak peranakan. Mestizo dikenal dengan
budaya yang mencampuradukkan sisi genital Indonesia dengan sisi galur Belanda
murni. Selain itu pergundikan juga masalah yang sangat penting jika dikaitkan
dengan masalah kehidupan masyarakat perburuhan di perkebunan Tembakau Deli.
Pergundikan dilakukan oleh staf berkedudukan rendah yang berhubungan dengan
Nyai tanpa ikatan nikah.
Ruang lingkup penelitian dalam skripsi ini berkisar pada tahun 1920- 1942.
Awal penelitian dimulai pada tahun 1920 karena pada kisaran tahun ini jadi lonjakan
hasil produksi perkebunan dan jumlah tenaga kerja yang sangat besar sehingga
dengan demikian dapat dianalisa bagaiman buruh yang sangat besar jumlahnya
memberikan dampak pula pada perusahaan dari segi kehidupannya. Kemudian,
penelitian akan diakhiri pada tahun 1942, diselingi sekitar sepuluh tahun dari tahun
yang sangat menurun drastis sehingga otomatis dengan berkurangnya jumlah tenaga
kerja maka budaya pada perusahaan juga dapat berubah. Dan sekitar tahun 1942
adalah tahun dimana pendudukan Kolonial Belanda berakhir di Sumatera Timur.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kehidupan buruh perkebunan di antara masyarakat sekitar
perkebunan
2. Bagaimana kebijakan pemerintah kolonial terhadap buruh perkebunan Deli
Maatschappij
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah kolonial terhadap buruh
perkebunan di Sumatera Timur
2. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan para buruh pada masa kolonial yang
ada di perkebunan Deli Maatschappij
Sedangkan manfaat penelitian adalah :
1. Memperbanyak khasanah bacaan tentang sejarah buruh perkebunan
2. Juga agar seluruh jajaran masyarakat dan akademisi dapat memahami
bagaimana keadaan buruh perkebunan yang menciptakan klasifikasi
1.4 Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa buku yang berkaitan
tentang masalah-masalah perburuhan di perkebunan tembakau Deli di antaranya :
Buku utama yang dipakai dalam penelusuran proposal ini adalah buku
Mohammad A.Ghani, Sumber Daya Manusia Perkebunan Dalam Perspektif,
Jakarta; Ghalia Indonesia, 2003. Buku ini adalah literatur utama dimana didalamnya
terdapat berbagai informasi mengenai tenaga kerja diantaranya rekrutmen, seleksi dan
penilaian karir. Di dalamnya juga terdapat berbagai analisa mengenai kehidupan
buruh perkebunan.
Buku selanjutnya yaitu karangan Jan Breman yang berjudul Menjinakkan
Sang Kuli, Politik Kolonial pada Awal Abad ke-20, (terj) Koesalah Soebagyo Toer,
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997. Buku ini berisi tentang fakta sejarah sosial serta
mengungkapkan segi-segi negatif dari system kapitalisme dan kolonialisme, juga
memberikan contoh yang sangat berharga sebagai cendekiawan kepada pakar-pakar
ilmu sosial dan masyarakat pada umumnya. Dalam buku ini dikhususkan pada
masalah yang dewasa ini pun masih sangat relevan yaitu nasib golongan pekerja yang
miskin dan lemah.
T. Keizerina Devi, Poenale Sanctie, Studi Tentang Globalisasi Ekonomi dan
Perubahan Hukum di Sumatera Timur tahun 1870-1950, Medan: Program Pasca
pada peristiwa-peristiwa di Sumatera Timur pada masa lampau serta mengurangi
arbitrase tersendiri dalam globalisasi ekonomi antara suatu wilayah di bawah alam
kolonialisme, namun tuntutan perubahan bukan semata-mata bersumber pada
kesetiaan tetapi berdasarkan pada kalahnya persaingan.
Untuk bahan tinjauan selanjutnya, penulis menggunakan novel sejarah yang
ditulis oleh Emil W Aulia dengan judul Berjuta-juta dari Deli Satoe Hikayat Koeli
Kontrak. Di dalam novel ini banyak mengemukakan peristiwa sehari-hari buruh
perkebunan, mulai dari perekrutan hingga diterbitkannya De Millionnen Uit Deli
yang banyak membela hak-hak buruh. Didalam novel ini diceritakan bagaimana
cara-cara perekrutan tenaga kerja yaitu dengan menculik dan menipu orang-orang dari
Jawa untuk dijadikan sebagai kuli di Sumatera Timur.
Kronologi Tembakau Deli Tahun 1998, didalamnya terdapat informasi
mengenai keadaan perusahaan tembakau Deli.
1.5 Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yang terdiri atas
empat tahap yaitu: tahap pertama adalah mengumpulkan data-data yang terkait
dengan objek penelitian dari berbagai sumber, baik merupakan sumber primer
maupun sumber skunder. Tahap ini disebut sebagai tahap heuristik.
Tahap yang kedua adalah melakukan kritik dan seleksi terhadap
mendapatkan keabsahan sumber. Hal ini sangat terasa perlu untuk memperkuat
verifikasi sebelum akan diinterpretasikan.
Tahap ketiga adalah melakukan interpretasi terhadap berbagai sumber yang
telah didapatkan, karena sebagian besar metode penelitian berupa studi komparatif,
maka data-data yang terkumpul akan di interpretasikan sehingga menjadi sebuah
historiografi atau penulisan sejarah yang diskriftif analitis yang bersifat objektif.
BAB II
KONDISI DAN SITUASI SUMATERA TIMUR
2.1. Kondisi Alam dan Masyarakat Sumatera Timur
Sumatera Timur dibatasi oleh Aceh di barat laut, Tapanuli di barat daya
Bengkalis di tenggara dan Selat Malaka di timur laut. Luas daerah Sumatera Timur
meliputi 31.715 kilometer persegi atau 6,7% dari seluruh daerah Sumatra. Sumatera
Timur membentang mulai dari titik batas di puncak barisan yang dulu disebut
Wilhelmina dan bukit simanuk-manuk. Dari bukit ini menurun menyentuh pantai
timur Danau Toba, terus ke dataran rendah dan rawa pantai sepanjang Selat Malaka.
Dua barisan bukit itu adalah bagian dari system Bukit Barisan yang membentang dari
Banda Aceh di utara sampai Tanjung Cina di Selat Sunda, di selatan.10
10
Karl Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), hlm.31
Sumatera Timur terletak antara garis khatulistiwa dan garis lintang utara 4 °
dengan iklim pantai tropik yang dalam sifat iklim mikronya dipengaruhi oleh
topografi seperti daerah-daerah tanah tinggi, pegunungan Simalungun dan
pegunungan Habinsaran. Di daerah-daerah pantai rata-rata suhu kira-kira 25 °C,
dengan maksimum 32 °C. Dataran-dataran rendah pantai menikmati embusan angin
darat dan laut dan sejuk pada malam hari. Karena suhu menurun dengan 0,6 °C per
rendah. Di daerah-daerah yang lebih tinggi suhu menurun sampai rata-rata 12 °C dan
berkisar antara 5,5 °C dan 18 °C.11
Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah
pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan
Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan
keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai
melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu
adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badera, Sei
Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. Mengenai curah hujan di Tanah Deli
digolongkan dua macam yakni : Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima
Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober s/d bulan Desember sedang Maksima
Tambahan antara bulan Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan
rata-rata 2000 per tahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.
Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru
Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu
merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama
kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya
kurang popular. Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli
Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang
berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah diantara
kedua sungai tersebut.
penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun
1910 bahwa di samping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang
spesifik. Tanah liat ini lah pada waktu penjajahan Belanda di tempat yang bernama
Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata
yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli
Klei.
Sumatera Timur sampai pertengahan abad ke-19 didiami oleh kelompok etnis
Melayu, Batak Karo, dan Batak Simalungun.12
Orang Batak Karo biasanya mendiami Dataran Tinggi Karo. Di Dataran
Tinggi Karo tidak dijumpai sistem kerajaan. Akan tetapi pada masa kolonial, Belanda
menciptakan lembaga-lembaga kerajaan di Dataran Tinggi Karo. Secara administrasi,
unit terkecil di pemerintahan di Tanah Karo adalah kuta (kampung). Kuta didirikan
oleh marga tertentu dan dipimpin oleh seorang penghulu. Pada mulanya ada banyak
kesain di sana sehingga perlu digabungkan menjadi kuta. Gabungan dari kuta ini
disebut urung, yang dipimpin oleh seorang Raja urung. Kuta induk disebut Mereka inilah yamg dikenal sebagai
penduduk asli Sumatera Timur. Orang Melayu sebagian besar bermukim di daerah
pantai Timur. Menurut Lah Husni yang dimaksud suku Melayu adalah golongan
bangsa yang menyatukan dirinya dalam pembauran ikatan perkawinan antar etnis
serta memakai adat resam dan Melayu secara sadar dan kontinu. Orang Melayu
mayoritas beragama Islam, masuk Melayu sama dengan masuk Islam.
12
Anthony Reid J,Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera,
perbapaan, sedangkan kampong anak disebut dusun. Gabungan dari perbapaan dan
dusun-dusun disebut urung. Urung-urung ini kemudian membentuk sebuah federasi
yang dikenal dengan sibayak,13
Orang Simalungun menetap di dataran tinggi Simalungun. Sama seperti
Melayu, orang Simalungun juga memiliki rajanya sendiri. Ada beberapa kerajaan
kecil yang berdiri di Simalungun. Sistem pemerintahan kerajaan Melayu. dan dipimpin oleh seorang sibayak.
14
Orang
Simalungun juga ada yang menetap di daerah-daerah Kerajaan Melayu, bahkan ada
juga yang sudah menjadi Melayu, umpamanya di Bedagai, Luhak Batak, Timur
Dusun daerah kekuasaan Serdang, di daerah Batubara, dan Labuhan Batu.15
2.2 Pemerintahan Tradisional
Kesultanan Deli didirikan oleh Gocah Pahlawan, seorang panglima perang
Sultan Iskandar Muda. Gocah Pahlawan menurut terombo kesultanan Serdang nama
aslinya adalah Jazid, dan yang lain menamakannya adalah Abdullah Rhain.
Sedangkan menurut Denai ia bernama Muhammad Dalik. Sebaliknya menurut
terombo kesultanan Deli namanya adalah Muhammad Delikhan (asal dari Keling
India, anak cucu Raja Delhi Akbar). Ia merantau ke arah nusantara dan kapalnya
tenggelam dekat Kuala Pasai sehingga ia terdampar di Pasai. Karena kulitnya agak
hitam, ia dikenal dengan nama Lebai Hitam. Berkat jasa dan kepahlawanannya
13 Nas Sebayang, Dasar-Dasar Bentuk Susunan Pemerintahan Tradisional Karo
(Medan:1990), hlm.8-9
14
Suprayitno, Dari Federasi ke Unitarisme: Studi Tentang Negara Sumatera Timur (Yogyakarta: Tesis S2, 1995), hlm.34.
15
membunuh enam orang pengacau ia diberi gelar Gocah Pahlawan dari Sultan Aceh.
Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan
Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim panglimanya bernama Gocah
Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang
mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli. Gocah Pahlawan membuka negeri baru di
Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan
memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas
wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan
Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung
Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan
Sigara-gara.
Sekitar tahun 1630 setelah kembalinya ia ke tanah Deli, ia membuka ibukota
baru di sungai lalang, percut. Dengan bantuan tentara Aceh, Gocah Pahlawan dapat
menstabilkan kedudukannya di Deli pada tahun 1641, sehingga suatu kerajaan Deli
yang baru dan bersahabat dengan Aceh dibawah pimpinannya dapat berdiri kokoh.
Nama Deli sendiri menurut terombo Deli diambil dari nama Delhi, yaitu tempat asal
Gocah Pahlawan. Kemungkinan lain, nama Deli diambil dari nama Deli-Tua, bekas
ibukota Kerajaan Aru yang ditaklukkan oleh Gocah Pahlawan. Nama Deli Tua itu
aslinya diambil dari nama sebuah sungai dekat Deli Tua yang bernama Lau Petani
Deli16
16
Tengku lukman Sinar, Sari Sejarah Serdang, Jilid I, Medan:Tanpa Penerbit, 1971, hlm. 30-32
Sultan Osman Perkasa Alamsyah adalah Sultan Deli pertama yang
memerintah di Kesultanan Deli berdasarkan surat kuasa Sultan Aceh. Sultan Osman
Perkasa Alamsyah wafat pada tahun 1858 dan dimakamkan di areal pemakaman
Mesjid Raya Labuhan Deli. Sultan Osman Perkasa digantikan oleh putranya, Sultan
Mahmud Perkasa Alamsyah, di buat perjanjian Acte Van Verband, antara Kesultanan
Deli dan Belanda yang dipimpin oleh Residen Riau, Eliza Netscher, pada tanggal 21
Agustus 186217
17
Perjanjian itu berisi: bahwa Sultan Deli taat dan setia pada Raja Belanda/ Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan melaksanakan pemerintahan di Deli sesuai adapt dan peraturan; bersedia memajukan negeri dan rakyat; bersedia mematuhi syarat-syarat penambahan akte yang belum jelas atau belum tercantum. Perjanjian ini dilakukan Sultan Deli dan berikut gantinya.
. Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh
puteranya Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan
kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan
ibukotanya di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.
Setelah wafat, Sultan Mahmud Perkasa digantikan oleh putranya yaitu Sultan
Mahmun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah. Pada masa itu putranya diangkat menjadi
Sultan belum mencapai usia tujuh belas tahun. Pada awal pemerintahan Sultan
Makmun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah, ibukot a Kesultanan Deli masih berada di
Labuhan. Jauh sebelum Belanda , Labuhan telah mampu menjadi pelabuhan sungai
penting yang ramai, dan telah mampu menampung kegiatan ekspor impor barang
dagangan dari dan keluar wilayah Kesultanan Deli. Setelah penandatanganan Acte
Van Verband pada tanggal 22 Agustus 1862, Labuhan mulai dilirik untuk dijadikan
perkebunan berkebangsaan Belanda, pindah dari Jawa Timur ke Deli. Nienhuys
berhasil mendapatkan konsesi tanah untuk membuka perkebunan di tanah Deli dari
Sultan Mahmud Perkasa Alamsyah. Daerah yang pertama untuk penanaman
tembakau terletak di tepi sungai Deli yaitu seluas 4000 bau18. Konsesi ini diberikan
selama 20 tahun, selam 5 tahun pertama Nienhuys dibebaskan dari pajak dan sesudah
itu baru membayar 200 gulden setahun19
Pada tahun 1879, Kedudukan Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan
ke Medan. Asisten Residen Deli sendiri pada masa itu berada dibawah Keresidenan
Sumatera Timur dengan ibukotanya Bengkalis. Pindahnya Asisten Residen Deli ke
Medan semakin menguatkan posisi Medan sebagai kota baru yang strategis.
Ditempat lain, pada tahun 1886, Sultan Makmun Al-Rasyid Perkasa .
Nienhuys berhasil dengan tanaman tembakaunya di Labuhan Deli. Pada tahun
1869, Nienhuys memindahkan kantor perusahaanya Deli Maatschappij, ke Medan.
Alasannya, karena letak medan yang lebih tinggi dari Labuhan, dapat menghindarkan
diri dari banjir. Alasan lain Karena Medan sendiri pada waktu itu masih penuh
dengan hutan sehingga cukup mudah untuk melakukan perluasan lahan tanaman
tembakaunya. Perkampungan yang sempat tercatat di Medan adalah suatu kampung
yang disebut dengan Medan Putri yang terletak pada pertemuan antara sungai Deli
dan sungai Babura.
18
1 bau= 7,096.5 meter persegi
19
Alamsyah mendirikan kampong Bahari di Labuhan . Setelah melihat perkembangan
Medan yang pesat, maka pada tanggal 26 Agustus 1888, Sultan Makmun Al-Rasyid
mulai mendirikan Istana Maimon di Medan. Secara resmi, Sultan Makmun Al-Rasyid
pindah ke Medan dan menempati Istana Maimon pada tanggal 18 Mei 1891. Dengan
demikian, Medan menjadi ibukota Kesultanan pada tahun itu juga. Perpindahan ini
semakin menjatuhkan pamor Labuhan sekaligus mempercepat proses kemunduran
Labuhan Deli. Pada akhirnya Labuhan tidak lagi menjadi Bandar pelabuhan bagi
Kesultanan Deli dan pemerintah Belanda disebabkan endapan-endapan Lumpur.
Sebagai gantinya, kegiatan ekspor impor dipindahkan ke Belawan yang sudah
dibangun pemerintah Belanda pada saat itu20
20
Historisme Edisi No.22/Tahun XI/ Agustus 2006, oleh Ratna, “Labuhan Deli:Riwayatmu Dulu” hlm. 9-10.
.
Pada masa Sultan Makmun Al-Rasyid memerintah di Deli,
perkebunan-perkebunan tembakau sudah tersebar luas di Labuhan dan Medan. Pada masa itu
wilayah Kesultanan Deli yang ramai dan menjadi pusat aktivitas ekonomi adalah
Labuhan dan Medan. Namun, sebagai akibat perpindahan Deli Maatschappij dan
Asisten Residen Deli dari Labuhan ke Medan, serta dijadikannya Medan sebagai
ibukota Keresidenan Sumatera Timur, aktivitas ekonomi menjadi terpusat di Medan.
Sehingga, Labuhan jatuh pamornya dan ditinggalkan orang. Hal ini yang memaksa
Sultan Makmun Al-Rasyid memindahkan Kesultanan Deli dari Kampung Bahari,
2.3. Hubungan dengan Kolonial
Ekspansi kekuasaan kolonial masuk ke Sumatera Timur melalui kerajaan
Siak. Dengan Siak, Belanda berhasil mengadakan perjanjian yang disebut Traktat
Siak yang ditandatangani pada 1858. Isi Traktat Siak antara lain:
a) Raja Siak menyatakan bahwa kerajaan menjadi bagian dari pemerintah Hindia
Belanda di bawah kedaulatan Belanda.
b) Pemerintah Belanda diizinkan mendirikan pos di Bengkalis.
c) Pengganti Raja atau Raja Muda harus bersumpah setia kepada Jenderal.
d) Tanpa izin dari Residen Riau Sultan tidak dibolehkan berhubungan dengan
pemerintah asing dan melarang orang asing menetap di wilayah kekuasaanya.
e) Pemerintah Hindia Belanda jika berkeinginan dapat mengambilalih pajak atau
pendapatan Sultan dengan diberi ganti rugi. Karena Siak telah ditundukkan,
selanjutnya Traktat Siak oleh Belanda dipakai sebagai langkah persiapan
menaklukkan Sumatera Timur21
Pada tahun 1858 juga Elisa Netscher diangkat menjadi Residen Wilayah Riau
dan sejak itu pula dia mengangkat dirinya menjadi pembela Sultan Ismail yang
berkuasa di kerajaan Siak. Tujuan Netscher itu adalah dengan duduknya dia sebagai
pembela Sultan Ismail secara politis tentunya akan mudah bagi Netscher menguasai
daerah taklukan kerajaan Siak yakni Deli yang di dalamnya termasuk Kampung
Medan Putri.
.
21
Pada tahun 1862, yaitu empat tahun setelah penandatanganan Trakta Siak,
Residen Elisa Netscher berlayar ke berbagai kerajaan di Sumatera Timur. Dengan
tujuan agar raja-raja yang berada dibawah kekuasaan Siak agar mengakui kedaulatan
pemerintah Hindia Belanda atas kerajaan mereka masing-masing sesuai isi Traktat
Siak. Tetapi Sultan Mahmud Perkasa Alam yang menggantikan Sultan Osman, yang
menduduki Kerajaan Deli, menyatakan bersedia mengakui kedaulatan Hindia
Belanda atas kerajaan Deli dengan syarat bahwa kerajaan Siak bukan merupakan
atasan bagi kerajaan Deli. Kemudin Resident Netscher menyetujui syarat tersebut.
Dengan ditandatanganinya Acte Van Erkenning (bahwa kerajaan Deli berada
dibawah perlindungan Hindia Belanda yang berdaulat di Siak) oleh Sultan Mahmud
pada tanggal 22 Agustus 1862 maka sejak saat itu Hindia Belanda mulai menjajah
Deli.
Belanda menaklukkan Sumatera Timur bukan lewat peperangan, melalui
kontrak politik atau akta perjanjian yang disodorkan secara paksa kepada kesultanan.
Setiap kali menandatangani Akta Perjanjian kepada Sultan, Belanda memaksa
kehendak politiknya. Dengan Akta Perjanjian itu pula Belanda semakin mudah
mengontrol dan mendiktekan kemauan politiknya.
Perkembangan Medan Putri menjadi pusat perdagangan telah mendorongnya
menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, Ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan
dari Labuhan ke Medan, 1 Maret 1887, Ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan
pula dari Bengkalis ke Medan, Istana Kesultanan Deli yang semula berada di
Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian Ibukota Deli telah resmi
pindah ke Medan.
Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya
menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gemeente (Kota
Praja) dengan Walikota Baron Daniel Mac Kay. Berdasarkan "Acte van Schenking"
(Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal 30 Nopember 1918,
Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada Gemeente Medan, sehingga
resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan langsung Hindia Belanda. Pada masa
awal Kotapraja ini, Medan masih terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan,
Kampung Sungai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir.
Pada tahun 1918 penduduk Medan tercatat sebanyak 43.826 jiwa yang terdiri
dari Eropa 409 orang, Indonesia 35.009 orang, Cina 8.269 orang dan Timur Asing
lainnya 139 orang.
Sejak itu Kota Medan berkembang semakin pesat. Berbagai fasilitas
dibangun. Beberapa diantaranya adalah Kantor Stasiun Percobaan AVROS di
Kampung Baru (1919), sekarang RISPA, hubungan Kereta Api Pangkalan Brandan -
Besitang (1919), Konsulat Amerika (1919), Sekolah Guru Indonesia di Jl. H.M.
Yamin sekarang (1923), Mingguan Soematra (1924), Perkumpulan Renang Medan
(1924), Pusat Pasar, R.S. Elizabeth, Klinik Sakit Mata dan Lapangan Olah Raga
Kebun Bunga (1929). Secara historis perkembangan Kota Medan, sejak awal telah
dijadikannya medan sebagai ibukota Deli juga telah menjadikan Kota Medan
berkembang menjadi pusat pemerintah.
2.4 Kedatangan Nienhuys
Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari
perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang
merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli
memberikan kepada Nienhuys Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en
Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun di
Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Contoh tembakau Deli, Maret 1864, hasil panen
dikirim ke Rotterdam di Belanda, untuk diuji kualitasnya. Ternyata daun tembakau
tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu.
Kemudian di tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys
mendirikan Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan
baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang (1875),
sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874.
Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang,
Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan
Putri". Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan
selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan".
Medan tidak mengalami perkembangan pesat hingga tahun 1860-an, ketika
Jacobus Nienhuys, Van der Falk, dan Elliot, pedagang tembakau asal Belanda
memelopori pembukaan kebun tembakau di Tanah Deli. Nienhuys yang sebelumnya
berbisnis tembakau di Jawa, pindah ke Deli diajak seorang Arab Surabaya bernama
Said Abdullah Bilsagih, Saudara Ipar Sultan Deli, Mahmud Perkasa Alam Deli.
Nienhuys pertama kali berkebun tembakau di tanah milik Sultan Deli seluas 4.000
Bahu di Tanjung Spassi, dekat Labuhan. Maret 1864, Nienhuys mengirim contoh
tembakau hasil kebunnya ke Rotterdam, Belanda untuk diuji kualitasnya. Ternyata,
daun tembakau itu dianggap berkualitas tinggi untuk bahan cerutu. Melambunglah
nama Deli di Eropa sebagai penghasil bungkus cerutu terbaik.
Perjanjian tembakau ditandatangani Belanda dengan Sultan Deli pada tahun
1865. Selang dua tahun, Nienhuys bersama Jannsen, P.W. Clemen, dan Cremer
mendirikan perusahaan Deli Maatschappij yang disingkat Deli Mij di Labuhan. Pada
tahun 1869, Nienhuys memindahkan kantor pusat Deli Mij dari Labuhan ke
Kampung Medan. Kantor baru itu dibangun di pinggir sungai Deli, tepatnya di kantor
PTPN II (eks PTPN IX) sekarang. Dengan perpindahan kantor tersebut, Medan
dengan cepat menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan perdagangan, sekaligus
menjadi daerah yang paling mendominasi perkembangan di Indonesia bagian barat.
Pesatnya perkembangan perekonomian mengubah Deli menjadi pusat perdagangan
yang mahsyur dengan julukan het dollar land alias tanah uang. Mereka kemudian
membuka perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal pada tahun 1869, serta
BAB III
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERKEBUNAN DI SUMATERA TIMUR
3.1 Masuknya Investor Asing
Pada awal masuknya investor asing di Sumatera Timur, ketika Jacobus
Nienhuys menemui pangeran Said Abdullah dan mendengar cerita dari beliau bahwa
Deli merupakan daerah sebagai penghasil tembakau yang potensial. Mendengar cerita
itu, Jacobus Nienhuys sangat berkesan dan langsung memutuskan untuk menemani
pangeran Said Abdullah ke Sumatera Timur. Didalam perjalanan mereka melakukan
tiga persinggahan, pada persinggahan pertama mereka singgah melakukan kunjungan
kepada Residen E. Netscher di Riau, Residen E. Netscher salah seorang pejabat yang
pernah melakukan perjalanan singkat ke Sumatera Timur, jadi beliau memiliki sedikit
pengetahuan tentang keadaan Sumatera Timur.
Residen Netscher menyarankan para rombongan Nienhuys untuk melakukan
persinggahan di Singapura untuk membeli barang dagangan seperti candu dan tekstil.
Singapura merupakan tempat persinggahan mereka yang kedua. Persinggahan mereka
yang ketiga yaitu pulau Bengkalis, Siak. Jacobus Nienhuys menemui Asisten Residen
Arnoudt, beliau merupakan seorang yang bertanggung jawab terhadap pemerintah
Setelah tiga minggu rekan-rekan Nienhuys kembali ke Jawa, sedangkan
Nienhuys sendiri tinggal dan menyewa rumah dari Sultan. Untuk pertama kalinya
Nienhuys melakukan aktivitas meminta izin kepada majikannya yang berada di
Roterdam untuk memindahkan kegiatannya dari Jawa ke Sumatera. Selain itu
Nienhuys meminta izin untuk mendapatkan hak tunggal untuk membeli tembakau
yang dihasilkan oleh penduduk setempat juga untuk melakukan penanaman
percobaan seluas 75 hektar, dan wewenang untuk membeli 300 hektar lainnya.
Ternyata usaha Nienhuys telah membuahkan hasil, pada tahun 1864 tembakau
dapat dipanen sebesar 50 bal. Namun Nienhuys merasa kurang puas atas hasil panen
yang dicapai, penyebabnya karena penduduk asli yang malas bekerja. Oleh karena itu
Nienhuys mencari buruh ke semenanjung Malaya. Dia berhasil membawa ratusan
orang Cina ke Sumatera Timur sebagai buruh perkebunan. Dengan masuknya buruh
Cina merupakan awal dari sejarah perburuhan di Sumatera Timur. Ternyata usaha
yang dilakukan Nienhuys tidak sia-sia, para buruh Cina merupakan tenaga kerja yang
sangat terampil. Hal ini dapat dilihat dari hasil panen yang sebelumnya hanya 50 bal,
namun setelah buruh Cina didatangkan sebagai pekerja di perkebunan hasil panen
meningkat menjadi 189 bal.
Dengan hasil panen yang banyak dan disertai dengan tembakau memiliki
kualitas bermutu tinggi, maka nama Sumatera Timur mulai dikenal dipasaran Dunia
rupanya menarik pengusaha swasta asing untuk menanamkan modalnya ke Sumatera
Timur. Para pengusaha asing dari berbagai mancanegara berlomba-lomba untuk
menginvestasikan modalnya dalam industri tembakau.
Dengan Deli Maatschappij sebagai pionir perusahan perkebunan di Sumatera
Timur mendirikan anak-anak perusahaan yang banyak memberikan keuntungan
seperti Perkebunan Carlsruhe sebagai induk produksi pembuatan minyak kelapa,
kemudian perkebunan Pala Vsuvius dan Catsburg serta perkebunan kelapa
Hospitality yang banyak menghasilkan komoditi di bidangnya masing-masing. Selain
Deli Maatschappij perusahaan lainnya yang memegang pengaruh penting di Sumatera
Timur yaitu Deli-Batavia yang merupakan perpanjangan tangan Batavia di Sumatera
Timur dan Senembah menambah daftar panjang perusahaan yang mencari peluang
keuntungan di Sumatera Timur serta ditambahkannya lagi perusahaan Arendsburg
dan Tjinta Raya semakin meramaikan perusahaan perkebunan yang memiliki masa
depan yang cerah itu.
3.2 Kedatangan Buruh dan Pekerja ke Sumatera Utara
Setelah dibukanya beberapa perkebunan maka banyak pekerjaan yang
membutuhkan tenaga kerja untuk perkembangan dan perluasan daerah-daerah
perkebunan, diikuti pula oleh kebutuhan tenaga kerja yang semakin meningkat. Hal
ini menyebabkan terjadinya persaingan dalam usaha mendapatkan tenaga buruh. Pada
trampil, tetapi setelah permintaan jumlah tenaga buruh semakin meningkat, mereka
tidak selektif lagi memilih buruh yang akan dibawa untuk dipekerjakan di Sumatera
Timur.
Sejak semakin banyak onderneming yang berdiri, maka permintaan tenaga
kerja semakin tinggi. Untuk pertama kalinya Nienhuys mendatangkan tenaga kerja
dari luar yaitu orang-orang Cina dari Penang pada tahun 1864. Pada awalnya
buruh-buruh Cina ini tidak mengerti sama sekali tentang penanaman tembakau tetapi
mereka merupakan buruh yang mau bekerja. Sejak awal tahun 1880-an mulai
didatangkan tenaga kerja dari Jawa dan India untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kerja di perkebunan. Pada tahun 1884 jumlah tenaga kerja Cina sudah mencapai
21.136. Pada tahun 1900 meningkat menjadi 58.516 orang, dan di tahun yang sama
tenaga kerja Jawa masing-masing 1.771 dan tenaga kerja India dan lainnya 25.224
orang.
Setelah dapat menundukkan perlawanan dari Serdang, Asahan dan Tamiang,
maka perusahaan tembakau yang mulanya dibuka oleh Nienhuys di Deli pada tahun
1863, ternyata mernghasilkan tembakau yang aromanya tiada tara harumnya sebagai
wrapper (pembalut cerutu). Wilayah tanaman tembakau ini adalah dari Sungai
Wampu (Langkat) sampai Sungai Ular (Serdang). Karena sangat laku dipasaran
Eropa dan Amerika, maka dibukalah perkebunan tembakau oleh investor asing secara
digantikan oleh kuli Cina yang didatangkan dari Malaya dan daratan Cina (Swatow).
Di dalam tahun 1865 cuma didatangkan 88 orang kuli Cina tetapi tahun 1872
sudah bertambah 4.000 orang dan terus tiap tahun bertambah dan mereka umumnya
suku Toechew dan Hokien. Mereka didatangkan melalui serikat-serikat rahasia (Triad
Secret Society) seperti Gee Hin, Toh Pe Kong dan lain-lain. Geng-geng ini selalu
bertarung yang menimbulkan korban jiwa pada 1880-1883 di Medan. Karena orang
Cina yang didatangkan dari daratan Tiongkok ini terdiri dari rakyat jelata di
desa-desa miskin tidaklah berapa berbudaya dibandingkan dengan Cina di Jawa yang
pedagang dan golongan menengah. Oleh karena itu di tahun 1883 banyak sekali
bekas kuli Cina yang lari dari perkebunan yang menjadi perompak lanun dan
perompak wang gajian kebon.
Sementara itu sumber finansial suku-suku Cina di Penang dan Singapura
memberikan kredit kepada orang Cina bekas kuli kebon ini. Pihak perkebunan asing
juga memberikan kemudahan kepada bekas kuli Cina ini membuka kebon sayur dan
beternak babi di dalam areal konsesi serta memberi kemudahan membuka pula kedai
sampah di sekitar perkebunan untuk mensuplai keperluan kuli kebon dan para Tuan
Asisten Kebon. Bahkan mereka sudah menyewa tanah orang Melayu untuk bertanam
pinang dan kopra buat dieksport. Dalam sensus tahun 1905, jumlah orang Cina 99
ribu orang dan dalam sensus tahun 1930 di Sumatera Timur jumlah orang Cina sudah
Suku-suku Cina di Sumatera Timur berusaha dalam sistem Gilde. Suku
Hokien berdagang, Kanton bertukang, Hakka dagang kecil, Halam koki, Teochiu
nelayan. Dengan bantuan perkebuan Belanda dan Pemerintah Hindia Belanda yang
menempatkan orang Cina sebagai golongan menengah, maka orang Cina dengan
bantuan finansial dari perkumpulan dagang di Penang dan Singapura dan Hongkong
telah menguasai kedai sampai di desa-desa, membuka toko-toko di kota-kota,
membuat sistem ijon kepada nelayan dan petani bumi putera, menjadi leverensi
barang produksi import dari Eropa dan Amerika seperti sepeda, mesin jahit.
Seorang kuli Cina, Tan Tang Ho, dengan sehelai sepinggang masuk ke Medan
1880 dan 20 tahun kemudian sudah menjadi agen tunggal sepeda dan mesin jahit
Eropa dan sudah menjadi konglomerat. Demikian juga halnya dengan kuli Cina
datang sehelai sepinggang seperti Chong Yong Hian dan adiknya Chong A Fie, yang
kemudian menjadi milyuner dan diangkat Belanda menjadi Mayor Cina, punya
toko-toko, bank, perkebunan dan membuka rel kereta api di tanah kelahirannya. Bahkan
dia menghadiahkan titi berlian di Kampung Keling kepada Kotapraja Medan dan
membiayai sebagian pembuatan Mesjid Raya Medan. Chong A Fie sangat suka
menderma kepada mesjid dan rumah yatim piatu setiap waktu. Ia adalah merupakan
kekecualian dari sekian banyak konglomerat Cina di jaman masa penjajahan.
Sejak enterpreneurship mereka menguasai perekonomian di Sumatera Timur,
mereka mulai memikirkan keterampilan usaha (skill dengan sistem magang) dan
pendidikan ilmu di sekolah kepada anak-anak mereka. Di Medan berdiri "The Medan
dan jarang berpaling kepada sekolah yang didirikan pemerintah Hindia Belanda untuk
mengimbangi pengaruh Inggris ini yaitu Hollands Chinees School" (semacam HIS) di
tahun 1917.
Mereka semuanya patuh pada perintah dan berita dari organisasi suku-suku
mereka. Sejak 1900 telah berdiri "Tionghoa Hwee Koan" dan tahun 1910
"Chineesche Handels Vereeniging", "Trading House" orang Cina pimpinan Oen Huat
Kim. Kekuasan perkumpulan Cina dapat kita lihat ketika ia memerintahkan kepada
semua pedagang dan kedai Cina agar memboikot barang Jepang (yang ketika itu
menyerang Cina).
Di sini dapat dilihat bahwa ikatan darah lebih kuat daripada ikatan
kewarganegaraan dan cinta kepada tanah leluhur. Ketika pemerintah Hindia Belanda
menaikkan harga candu, maka perkumpulan mereka berhasil menyogok oknum
pabean Hindia Belanda agar kapal yang membawa candu selundupan ke Belawan
dapat lolos.
Ketika masa Malaise menghantui dunia tahun 1930-an, banyak perusahaan
Cina di Sumatera Timur yang membawa lari uang mereka ke luar negeri dan lalu
dengan sengaja membangkrutkan perusahaan itu. Pada 1930 saja sudah ada 57
perusahaan yang dibangkrutkan. Jadi kita lihat pada zaman ini perusahaan Cina
dianggap sebagai midleman oleh pemerintah Hindia Belanda. Perusahaan Cina sudah
menguasai transportasi laut, grosier barang dagangan lokal dan bahkan sampai ke
kedai sampah di pelosok desa terpencil. Mereka juga sudah menjadi agen perusahaan
Perasaan dendam dan keputusasaan para nelayan dan petani serta rakyat kecil
terhadap dominasi ekonomi Cina itu menimbulkan aksi penjarahan terhadap jiwa dan
harta benda mereka. Hal itu bukan karena ketatnya pengawasan hukum dan alat
negara kolonial, tetapi juga adanya perasaan dari tindakan social di antara beberapa
tokoh mereka terhadap rakyat seperti derma kepada panti-panti asuhan, sedekah
terhadap fakir miskin, bantuan untuk mesjid dan kegiatan rakyat pribumi lainnya.
Tauke pemberi ijon juga memberikan layanan jika nelayan/petani kesulitan keuangan
dalam keluarga atau menghadapi lebaran.
3.3 Perkebunan Deli Maatschappij
Atas keberhasilan Janssen, Clemen, Nienhuys terhadap percobaan
perkebunan terdahulu, maka Nederlands Handel Maatschappij (NHM), perusahaan
dagang Belanda bersedia mendirikan perseroan terbatas bersama ketiga orang
tersebut di Deli. Deli Maatschappij adalah merupakan perusahaan pertama yang
didirikan di Sumatera Timur. Deli Maatschappij berjalan sesuai dengan rencana yang
dibuat Nienhuys, perusahaan ini memusatkan perusahaannya pada produksi
tembakau. Deli Maatschappij sepanjang sejarahnya menghasilkan tembakau gulung
terkenal di Sumatera Timur.
Deli Maatschappij selamanya menduduki tempat terpenting. Pada tahun 1873,
luas tanahnya 26.000 bau terdiri atas tiga jenis tanaman yang di industrikan yaitu,
merosot sehingga pihak pengusaha menghapuskan industri kelapa. Hal yang serupa
terjadi pada tahun 1882, yaitu industi pala mengalami hal yang sama.
Pada tahun 1870, Nienhuys pulang ke Belanda tetapi tetap berhubungan erat
dengan Deli Maatschappij sampai tahun 1927. Sebagai penggantinya Nienhuys
menunjuk seorang pemuda berusia 24 tahun yang di kenalnya di Singapura. Waktu
itu sang pemuda bekerja pada kantor NHM yang memberi kesan hebat pada
Nienhuys. Cremer menampilkan sebagai industriawan tulen. Dibawah
kepemimpinannya Deli Maatschapppij berkembang menjadi perusahaan yang besar
pada dasawarsa berikutnya. Kemampuannya terutama dalam pengorganisasian bukan
pertanian. Kepada sejumlah besar tuan kebon swasta ia menawarkan biaya operasi,
sebagai imbalannya mereka di wajibkan memasarkan produksi mereka dengan
perantara Deli Maatschappij.
3.4 Sarana dan Jaringan Infrastruktur di Sumatera Timur
Ekspansi onderneming dibeberapa daerah membutuhkan sarana transportasi untuk mendukung industri perkebunan. Transportasi yang di gunakan di Sumatera
Timur hingga awal abad ke-20, yaitu trasportasi melalui air dan darat. Transportasi
air dilakukan di sungai-sungai dengan menggunakan rakit, sampan, dan kapal.
Transportasi darat dilakukan diatas jalan-jalan raya dengan mengunakan tenaga
Awalnya transportasi yamg dipergunakan adalah transportasi air namun
setelah kedatangan bangsa asing ke daerah Sumatera Timur yang telah membuka
perkebunan dengan skala besar, maka pihak pengusaha membangun sarana
transportasi darat dengan membangun jalan-jalan besar dan rel kreta api.
Pembukaan jalan raya pertama di Sumatera Timur pertama kali di pelopori
Deli Maatschappij di tahun 1880a n yang membangun jalan raya antara Medan dan
Sunggal sepanjang 10 km, dan dari Lubuk Pakam ke Bangun Purba sepanjang lebih
kurang 20 km. Selain itu dibangun juga jalan raya yang menghubungkan
daerah-daerah penting lainnya yaitu, jalur Medan ke Belawan 22 km, Medan ke Pangkalan
Brandan yang melewati Binjai dan Tanjung Pura sepanjang 107 km. Selanjutnya juga
dibangun jalan raya dari Medan ke Tebing Tinggi 81 km, Tebing Tinggi ke Tanjung
Balai terus ke perbatasan Kualuh di Asahan sepanjang 115 km, Tebing Tinggi ke
Pematang Siantar 53 km,terus ke Parapat sepanjang 46,5 km. Kemudian dari Lubuk
Pakam ke Seribu Dolok sepanjang 92 km, disamping itu dari Medan ke Kabanjahe 79
km, serta dari dari Kabanjahe ke Seribu Dolok dan Harang Gaol di tepi Danau Toba.
Hasilnya sejak pertama kali Nienhuys membuka perkebunan tembakau di Deli pada
tahun 1863 hingga tahun 1918 di Sumatera Timur sudah terbangun jalan raya
sepanjang lebih dari 500 km.22
22
Edi Sumarno,”Mundurnya Kota Pelabuhan di Sumatera Timur pada Periode Kolonial”, dalam Historisme Edisi No. 22/ Tahun XI/ Agustus 2006, hlm.3
Pembangunan Transportasi jalur kereta api yang dipelopori Deli Spoorweg
Maatschappij pada tahun 1883 merupakan salah satu upaya membuka peluang
dikenalnya daerah Sumatera Timur sebagai salah satu penghasil tembakau bermutu
baik. Kontruksin pembangunan jalur kereta api ini merupakan tulang punggung
perekonomian masyarakat maupun perkebunan. Jaringan rel yang dibangun adalah
didaerah perkebunan sebab tujuan utama pembangunan rel kereta api mengangkut
hasil-hasil produksi perkebunan untuk diekspor keluar negeri.23
Hingga tahun 1901 perusahaan kereta api telah membuka jalur sepanjang
103,382 km, Medan ke Labuhan sepanjang 16,243 km, Medan ke Binjai sepanjang
20,888km, Medan ke Deli Tua sepanjang 11,249 km, Labuhan ke Belawan sepanjang
617,688 km, Binjai ke Selesai sepanjang 10,576 km. Setelah tahun 1915 jalurnya,162
km, Medan ke Serdang sepanjang 20,122 km, Serdang ke Perbaungan sepanjang
bertambah menjadi 157,717 km. Jalur-jalur tersebut meliputi Kampung Baru ke
Arnhemia sepanjang 14,872 km, Lubuk Pakam ke Bangun Purba 27,936 km, Selesai
ke Kuala sepanjang 9,943 km, Perbaungan ke Bamban sepanjang 30,350 km,
Bamban ke Rantau Laban sepanjang 10,680 km, Binjai ke Stabat sepanjang 24,036
km, Stabat ke Tanjung Pura sepanjang 22,428 km, dan Tanjung Pura ke Pangkalan
Brandan sepanjang 19,505 km. Pembangunan jalur kereta api sampai tahun 1920
bertambah sekitar 131,773 km, yakni dari Deli Tua ke Batu sepanjang 3,035 km,
Pangkalan Brandan ke Besitang sepanjang 14,990 , Tebing Tinggi ke Pematang
23
Siantar sepanjang 48,464 km, Rantau Laban ke Tanjung Balai sepanjang 95,062 km,
Tanjung Balai ke Teluk Nibung sepanjang 4,592 km.24
Selain dari pada itu, perkembangan masyarakat Sumatera Timur menarik
sejumlah besar orang Sumatera dari Minangkabau dan tetangga-tetangganya
Mandailing, Angkola dan dari daerah Batak telah berada dibawah kekuasaan Belanda
sejak paruh pertama abad ke-19, beberapa dasawarsa sebelum Belanda masuk ke
Sumatera Timur. Ini memberikan kepada para pengusaha onderneming persediaan Dengan dibukanya sarana dan infrastruktur transportasi yang berada di
kawasan Sumatera Timur maka banyak tercipta kota-kota didalamnya. Hal ini
membuat kota Medan semakin berkembangan dengan cepat.
3.5 Berubahnya Komposisi Masyarakat Sumatera Timur
Ekspansi ekonomi onderneming telah mengakibatkan pengaruh yang besar
pula terhadap komposisi penduduk yang berada di Sumatera Timur. Dengan
didatangkannya pekerja dari berbagai daerah, maka masyarakat Sumatera Timur yang
pada awalnya didiami oleh penduduk asli yaitu Karo, Melayu dan Simalungun, kini
menjadi beraneka ragam. Hal ini dapat dilihat dengan datangnya para pekerja yang
berasal dari luar daerah Sumatera Timur, Pada awalnya pihak kolonial mendatangkan
pekerja dari luar yaitu dari Cina, karena perusahaan tembakau Deli semakin terkenal
maka permintaan pekerja semakin bertambah.
24
sejumlah orang yang berpendidikan yang dapat dikerjakan sebagai juru tulis, mantri
ukur, dan ahli mesin atau untuk kedudukan-kedudukan kecil lainnya. Ketiga
golongan itu adalah orang-orang Islam dan dengan demikian dapat diterima
masyarakat Islam di daerah-daerah tanah rendah dekat pantai Timur Sumatera.
Sebaliknya, orang Batak Toba asal Tapanuli Utara beragama Protestan, mulai
memasuki Sumatera Timur dalam jumlah yang bertambah besar setelah tahun 1900
tetapi menemukan diri mereka kurang diterima oleh orang-orang Islam di Langkat
Hilir dan Serdang Hilir ketimbang orang-orang Islam batak Mandailing dan
Angkola.25
Pada tahun 1930, kira-kira 60 tahun setelah dimulainya pertanian
onderneming di Langkat, Deli dan Serdang, dan hampir 30 tahun setelah pembukaan
onderneming-onderneming di Asahan, Labuhan Batu dan Simalungun, dan jumlah
penduduk asli Sumatera Timur di semua wilayah administratif yang utama, kecuali
dataran tinggi Karo, dilampaui oleh pendatang-pendatang dari luar daerah. Perbedaan
menyolok antara dataran tinggi Karo ini dan semua bagian Sumatera Timur lainnya,
tentu saja, disebabkan penolakan terhadap masuknya modal onderneming ke dalam
kerajaan-kerajaan kecil di dataran tinggi itu. Orang-orang Batak Karo di dataran
tinggi yang memanfaatkan pengamatan mereka mengenai dampak kekuasaan Barat
dan dampak ekonomi perkebunan selama kurang lebih 35 tahun terhadap
25
saudara mereka orang-orang Batak Karo di Langkat, Deli dan Serdang, tidak mau
menyewakan tanah-tanah mereka kepada onderneming-onderneming asing.26
Susunan Etnik Penduduk Sumatera Timur tahun 1930 :27
Suku Jumlah Penduduk
Melayu 225
Jawa 641
Batak Karo 134
Batak Simalungun 95
Batak Toba 73
Batak Mandailing 34
Suku Pribumi lainnya 109
Eropa 11
Cina 158
Asing lainnya 18
Total 1498
Menjelang tahun 1930 orang-orang Melayu yang merupakan unsur asli
sesungguhnya dari penduduk asli Sumatera Timur berjumlah hanya 15 % dari seluruh
penduduk. Kira-kira 88 % dari penduduk ini terdiri dari orang-orang pribumi lainnya,
diantaranya terbanyak orang-orang Jawa sejumlah kira-kira 43 %, batak Karo,
26
Ibid, hlm. 84.
27
Simalungun, dan Toba berjumlah masing-masing 9,6,5 %. Di antara orang-orang
bukan pribumi yaitu Cina, adalah paling banyak dan merupakan tidak kurang dari 10
% dari seluruh jumlah penduduk. Di Kota Medan penduduknya tidak kurang dari 35
% adalah bangsa Cina. Orang-orang Eropa kurang dari 1 % di Sumatera Timur tetapi
merupakan 5 % dari penduduk Medan.28
Oleh sebab itu, sebagian besar penduduk di Sumatera Timur didominasi oleh
orang-orang yang bekerja pada perkebunan yang ada di Sumatera Timur dan dengan
itu pula mereka menambah komposisi jumlah penduduk Sumatera Timur yang tinggi
sampai saat ini.
28
BAB IV
KEHIDUPAN BURUH DI PERKEBUNAN DELI MAATSCHAPPIJ 1920-1942
4.1 Ketergantungan pada Kontrak
Di Sumatera Timur misalnya, kebutuhan tenaga kerja dipenuhi oleh tenaga
kerja kontrak yang berasal dari Cina, yang pada awal abad ke-20 mencapai 2/3 dari
seluruh pekerja yang ada. Pada akhir dekade pertama abad ke-20, jumlah pekerja
kontrak yang berasal dari Jawa terus meningkat sehingga jumlah pekerja Cina di
Sumatera Timur menurun lebih dari separuh. Peningkatan jumlah kuli kontrak dari
Jawa itu juga mulai merubah komposisi buruh yang bekerja di perkebunan menurut
jenis kelamin dan komposisi umur, yang menunjukkan semakin banyaknya pekerja
wanita dan kemudian anak-anak.
Di dalam konteks komunitas buruh perkebunan ini dapat dilihat kualitas
kehidupannya. Eksploitasi, diskriminasi, kemiskinan, dan penderitaan merupakan
cerita utama yang ada di sekeliling masyarakat perkebunan di Indonesia pada masa
kolonial sampai saat ini. M. Said, Jan Breman, dan A.L. Stoler misalnya
menggambarkan begitu rupa tentang kehidupan masyarakat perkebunan, khususnya
di Sumatera Timur yang harus menanggung beban yang sangat luar biasa. Para
pekerja perempuan dan anak-anak khususnya harus menghadapi diskriminasi sosial,
ekonomi dan bahkan kekerasan seksual secara terus menerus diwarisi dari satu
Parade kekerasan adalah potret sehari-hari di perkebunan. Millioenen uit Deli
mencatat, tuan kebun sesuka hati menghukum kuli yang dianggap bersalah. Kuli
dipukul, ditendang, dicambuk, dihantam rotan dan balok hingga kemudian
dijebloskan ke penjara. Seorang kuli perempuan Jawa berusia 15 tahun dijemur sejak
pagi sampai senja dalam keadaan setengah telanjang. Kedua tangannya terikat di
tiang, disalib s