• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KEHIDUPAN BURUH DI PERKEBUNAN

4.4 Sarana dan Fasilitas Hiburan

Salah satu hak dari para kuli yang harus dipenuhi oleh perkebunan adalah fasilitas perumahan bagi para kuli. Dalam perkebunan, penataan dan penempatan perumahan mulai dari tuan kebun, asisten hingga para kuli menunjukkan bagaimana strata kehidupan dalam perkebunan.

Pemondokan kuli ditempatkan dalam rumah-rumah berbentuk bangsal-bangsal panjang yang disebut tanksi. Setiap tanksi mampu menampung sebanyak 1000 pekerja. Dalam suatu perkebunan dalam jumlah kuli yang berkisar antara 50.000 hingga 70.000 orang, tanksi-tanksi tersebut dapat ditempatkan dalam lahan seluas 4 hingga 5 hektar, sementara apabila mereka dibangun dalam rumah-rumha yang isinya berjumlag 2-3 keluarga diperlukan 32-35 hektar tanah. Tanksi dibangun guna menghemat penggunaan tanah guna pemondokan kuli, pengontrolan air bersih, serta pengawasan umum atas kebersihan dan ketertiban bisa semakin intensif. Pada perkebunan yang tidak memiliki buruh lebih dari 30.000 orang, kuli-kuli cenderung ditempatkan pada pondok-pondok besar yang tiap kamarnya berukuran 3x4 meter. Setiap kamarnya digunakan untuk menampung satu keluarga buruh atau 2-3 pekerja

yang belum menikah. Namun di manapun kuli ditempatkan, tempat kuli masih jauh dari kesan baik, barak-barak kuli kotor dan pengap. Maka dari itu, perusahaan Deli Mij memiliki kategori pertama yang mengharuskan membuat tanksi-tanksi yang luasnya 4 hingga 5 hektar karena jumlah kuli yang banyak. Namun kenyataannya, jika ditelusuri lebih dalam maka luas dan kondisi yang ada di tanksi-tanksi jauh lebih buruk.38

Perumahan kuli ditempatkan dalam barak yang digunakan sebagai bangsal tidur bersama. Sebuah rumah kongsi menjadi tempat tinggal satu atau dua regu kuli Cina bersama para pengawas yang mendiami salah satu sudut yang terpisah. Di luar jam kerja mereka ini pun tetap bertugas sebagai pengawas yang bertanggung jawab atas kelancaran semua urusan. Ditinjau dari sudut manajemen, penempatan buruh seperti ini paling menguntungkan dan paling mudah dilakukan. Tetapi, sengaja dikesankan seolah-olah orang Cina lebih menyukai cara itu karena katanya mereka sudah terbiasa dengan cara hidup bersama dalam keluarga besar.39

Bahkan bagi kuli Jawa, keadaan perumahan yang disediakan lebih sengsara. Bagaimana tidak, tempat tinggal bagi kuli jawa adalah sebuah lapangan bujur sangkar Demikianlah siasat yang dilakukan tuan kebun agar efisiensi lahan untuk perumahan semakin dikecilkan sehingga memungkinkan menambah lahan perkebunan yang menguntungkan bagi mereka.

38

Ann Laura Stoler, Op. Cit. hlm. 126

39

Jan Breman, Op. Cit, hlm. 120-121. Dikatakan bahwa mereka tidak menyukai hal seperti ini seperti yang dikutip dari literatur ini :”Rumah tersendiri tidak disukai oleh para kuli Cina, juga ditinjau dari segi susila. Dengan tinggal tersendiri, sifat-sifat buruk mereka tak akan hilang. Di Cina orang hidup bersama dalam rumah-rumah besar maka itulah yang juga harus dilakukan di sini”

yang di tengah-tengahnya terdapat sebuah dapur dimana jika setelah para wanita memasak bagi pekerja, maka sisa dari air kotor dan sampah tersebut hanya tergenang disitu sehingga bau busuk ada di mana-mana menambah banyaknya penyakit yang berjangkit di sekitar lapangan tersebut.

Untuk pembuangan akhir, tuan kebun menyediakan hanya berupa lubang-lubang terbuka yang dibuat tidak jauh dari bangsal-bangsal itu. Sedangkan untuk perabotan rumah hanya diberikan sebuah ranjang dari kayu untuk tempat tidur dan meja makan. Sedangkan meja untuk menyimpan barang pribadi tidak ada, bahkan terlalu ironis bila dikatakan mereka memiliki barang pribadi sehingga lemari tidak diadakan karena dianggap mereka tidak meemiliki barang pribadi yang mereka punya hanya tubuhnya yang kotor itu. Bangsal-bangsal itu adalah terdiri dari kayu yang dipasak, berlantai tanah, berdinding papan, dan beratap daun serta tidak ada ventilasi sehingga ruangan yang pengap adalah sarana perumahan yang diberikan bagi kuli dari Jawa ini. Pernah disebutkan bahwa pionir perkebunan di Deli yaitu Nienhuys tinggal sesaat dengan para buruh untuk menambah kesan paternalis sehingga masyarakat luar tidak tahu apa yang terjadi di dalamnya karena itu hanyalah sebuah pemberitaan yang dibesar-besarkan untuk menambah calon-calon kuli berdatangan ke Deli.

Akibat dari keadaan ini banyak para kuli baik bangsa Cina maupun Jawa mengalami pandemik yang menyebabkan kematian yang sangat besar. Beberapa penyakit yang berjangkit di antara mereka adalah kolera, typhus, cacingan, malaria,

pes dan berbagai macam penyakit kelamin . Kesemuanya adalah akibat dari lingkungan kotor yang tidak pernah dipedulikan akan kebersihannya.

Sedangkan perawatan yang diberikan hanya berupa agar penyakit tidak berjangkit sementara keadaan banyak yang sudah memburuk bahkan telah mati tidak ada yang tahu tetap di tempat ia dirawat yaitu di bangsal yang didalamnya baik lelaki maupun perempuan bercampur. Sedangkan yang dokter yang mengangani karena ia harus melayani kesehatan di berbagai perusahan di Deli maka ia hanya datang pada satu bulan sekali dan itupun kalau ia tidak terlambat menangani pasien yang telah kritis sehingga mereka yang kelihatannya sudah tidak dapat tertolong lagi nyawanya dipisahkan dari mereka yang masih tampak segar untuk mengurangi tertularnya penyakit dari si penderita yang sudah tak dapat tertolong lagi. Namun, setelah itu semua, mayat yang telah membusuk tidak bisa dikuburkan begitu saja karena banyaknya mayat-mayat sehingga mayat dibuang begitu saja ke jurang-jurang di sekitar perkebunan dan akhirnya babi hutan memakan sisa-sisa dari bangkai itu.

Untuk masa cuti dan gajian digabungkan karena setelah mendapat upah,mereka secara tidak langsung mendapatkan hari libur kerja tetapi bukan hari libur. Setelah mendapatkan upah, mereka bebas melakukan aktifitas yang mereka kehendaki namun terbatas, karena sebelum jam sembilan malam mereka harus kembali ke barak. Memang di dalam kuli ordonansi disebutkan masalah cuti tetapi perusahaan tidak mau memberinya dengan alasan para kuli malas bekerja dan akhirnya beralasan untuk tidak bekerja. Dengan demikian hiburan pun juga terjaga ketat karena ruang gerak kuli yang terbatas.

Pada masa gajian besar yaitu pada akhir bulan, bagi para kuli disediakan wayang yang merupakan kesenangan bagi kuli jawa dan teater Cina bagi kuli Cina, hal semacam ini adalah hiburan yang sangat menarik dan mereka menganggap untuk mendapatkan hal ini adalah sebuah pesta besar yang tidak boleh ketinggalan karena mereka hanya menikmatinya sebulan sekali di mana di dalam satu bulan itu mereka telah melalui hari-hari yang berat dan tidak mengenakkan. Memang kelihatannya para tuan kebun memiliki kebaikan hati untuk menyewa artis-artis ini yang datang dari luar Deli yaitu dari Malaka dan Pulau Jawa, namun di balik maksud itu tuan kebun beranggapan tidak masalah memberi sedikit angin segar bagi para kuli sehingga mereka mau untuk dikontrak lagi dan terus menerus bekerja di perkebunan.

Selain pertunjukan seni, hiburan yang disediakan walau tidak secara terang-terangan disebutkan adalah perjudian yang nyatanya telah mengikat para kuli karena banyak berhutang pada bandar judi sehingga mau tidak mau mereka harus menerima kontrak lagi, selain candu yang sangat disenangi oleh kuli Cina. Kemudian hiburan untuk mendatangi rumah bordil juga diperbolehkan dan karena itulah menyebabkan banyaknya penyakit kelamin yang berjangkit diantara mereka.

Dokumen terkait