• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALIENASI KAUM KULI DI PERKEBUNAN DELI, SUMATERA TIMUR TAHUN 1858-1942.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ALIENASI KAUM KULI DI PERKEBUNAN DELI, SUMATERA TIMUR TAHUN 1858-1942."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

OLEH:

BERNANCI PANE NIM: 3133121008

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Nama: Bernanci Pane. Nim: 3133121008. Judul: Alienasi kuli di Perkebunan Deli, Sumatera Timur Tahun 1858-1942. Jurusan Pendidikan Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Medan

Istilah alienasi sudah digunakan oleh pemikir-pemikir hebat di belahan dunia Eropa seperti Hegel, Karl Marx, Sartre, Erich Fromm dan berbagai pemikir lainnya. Pemaknaan mereka terhadap istilah tersebut merujuk pada keterasingan, keterpisahan, dan ketidakberdayaan individu dari dirinya sendiri, sesamanya manusia, dan alam yang diterapkan pada konteks yang berbeda. Perasaan alienasi dialami oleh kaum marjinal seperti kuli, buruh yang tergolong ke dalam kelas pekerja. Wujud alienasi yang dialaminya disebabkan oleh faktor produksi dengan sistem kapitalisme eksploitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mendorong alienasi kuli, pengaruh kuli ordonansi terhadap alienasi yang dialami oleh kuli serta jenis-jenis keterasingan yang dialami oleh kuli. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian library research dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui data primer dan data sekunder. Teknik analisis data dilakukan dengan memahami sumber-sumber yang terhimpun kemudian menginterpretasi data tersebut, dan hasil interpretasi data disusun menjadi sebuah tulisan. Hasil penelitian menunjukkan keterasingan (alienasi) yang dialami oleh kuli di perkebunan Deli tidak terlepas dan sistem kapitalisme dan liberalisme ekonomi di Sumatera Timur, dan kuli ordonansi yang semakin mengarahkan kuli terhadap kondisi alienasi, ditambah lagi kebijakan pemerintahan belanda dengan Agrarische Wet-nya semakin memperbesar ruang bagi para pemodal dalam menciptakan alienasi bagi para kuli. Sebab, bagi para pemodal hukum telah menjadi alat kekuasaan. Dan kuli adalah sosok yang dieksploitasi dan diperbudak baik secara fisik maupun mental. Jadi, sistem yang ada telah menciptakan kuli sebagai realitas yang teralienasi.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat dan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan kesehatan dan hikmat kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Alienasi Kaum Kuli di Perkebunan Deli,

Sumatera Timur Tahun 1858-1942” sebagai salah satu persayaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima

kasih yang kedua orang tua saya, yang telah membesarkan dan membiayai

kehidupan penulis mulai dari kecil sampai saat ini masih dapat mengenyam

pendidikan tinggi.

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari

berbagai pihak baik secara moral dan material. Maka, dalam kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, selaku Rektor Universitas Negeri

Medan.

2. Ibu Dra. Nurmala Berutu, M.Pd , selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial.

3. Bapak Wakil Dekan I: Dr. Deny Setiawan, M.Si, Ibu Wakil Dekan II: Dra.

Flores Tanjung, M.A, dan Bapak Wakil Dekan III: Drs. Waston Malau,

M.Sp beserta seluruh jajarannya.

4. Ibu Dr. Ida Liana Tanjung, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Pendidikan

(7)

5. Ibu Lister Eva Simangunsong, M.A, selaku Sekeretaris Jurusan yang telah

memberikan banyak bantuan, informasi dan motivasi kepada penulis.

6. Bapak Syahrul Nizar Saragih, M.Hum, M.A sebagai pembimbing Skripsi

penulis, karena dengan sabar telah memberikan banyak arahan, kritik,

saran dan masukan yang membangun dalam penyusunan Skripsi ini.

7. Ibu Dr. Samsidar Tanjung, M.Pd, sebagai Dosen Penasehat Akademik

penulis, sekaligus menjadi Dosen Penguji Ahli, serta Bapak Yushar

Tanjung, M.Si, Bapak Pristi Suhendro Lukitoyo, S.Hum, M.Si sebagai

Dosen Penguji yang telah memberikan banyak kritik, saran dan masukan

yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini.

8. Bapak, Ibu Dosen serta pegawai di Jurusan Pendidikan Sejarah yang telah

banyak memberikan ilmu pengetahuan dan pembentukan mindset penulis

selama dalam kegiatan perkuliahan .

9. Bapak Dr. Edy Ikhsan dan staff pegawai di Gallery dan Perustakaan

Tengku Lukman Sinar, yang telah memberikan kesempatan bagi

melaksanakan penelitian di tempat tersebut.

10.Bapak Dr. Phill Ichwan Azhari dan pegawai di PUSSIS Unimed, yang

telah memberikan banyak data dan dengan hati terbuka mengizinkan

penulis melaksanakan penelitian di tempat tersebut.

11.Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan doa, support baik secara

moral dan material, bimbingan, nasihat, kasih sayang dan yang tidak

(8)

Serasi (A. Niko), Nasib Pane (A. Rosa), Frengky, Togap Chanry, Donna,

dan Roya atas bantuan materi, serta doa yang tak henti-henti.

12.Ito Dion (Parsaoran Pane) dan Mommy Dion (Loise Sianturi), yang telah

memberikan bantuan yang tidak terhitung baik secara moral dan materil.

Terima kasih karena telah menjadi orang tuaku selama aku tinggal

bersama kalian.

13.Teman-teman seperjuangan Seminar Proposal: Nopa Delima Panjaitan,

Sutra Sihite, Bang Janry Ridik Barus. Sahabat-sahabatku: Emelda, Sry

Surabina, Jimmi , Willy, Rumata, Daud, Dina, Bastian Sitorus dan seluruh

teman-teman kelas B Reguler 2013, serta teman-teman satu angkatan 2013

yang tidak dapat disebut satu per satu.

14.Seluruh Abang/kakak dan adik stambuk. Terkhusus kepada Bang Binsar

Mouridc Tampubolon, Bang Fandi, Kak Novi, Kak Dina Lumban Tobing

yang telah memberikan saran dan dukungan semangat kepada penulis.

15.Seluruh teman-teman PPLT di SMA NEGERI 7 MEDAN

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak

kekurangan untuk itu penulis mengharapakan kritik dan saran yang membangun

dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini, bermanfaat bagi

pembaca dan masyarakat.

Medan, April 2017 Hormat Penulis

Bernanci Pane

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….….…….…….i

KATA PENGANTAR……….………...….…ii DAFTAR ISI……….……….……..v

BAB.I. PENDAHULUAN………...…….……….….1

1.1. Latar belakang……….…..1

1.2. Identifikasi masalah……….…….6

1.3. Batasan Masalah……….……..6

1.4. Rumusan masalah……….……7

1.5. Tujuan Penelitian……….…….7

1.6. Manfaat Penelitian………….……….……..7

BAB.II. KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS..…………..…..8

2.1. Kajian Pustaka……….………..….…8

2.2. Kerangka Teoritis….……….…...11

2.3. Kerangka Konseptual………...…13

2.3.1. Konsep Alienasi………...13

2.3.2. Konsep Kuli……….17

2.4. Kerangka Berpikir………..…..18

BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN…..………..21

3.1. Metode penelitian………...21

3.2. Sumber Data………..…..22

(10)

3.4. Teknik Analisis Data………...…….23

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………….….………25

4.1. Kondisi Geografis Sumatera Timur………..…….…..……...25

4.2. Faktor Pendorong terjadinya Alienasi Kuli…..………….………...…...29

4.2.1. Kapitalisme dan Liberalisme ekonomi……….29

4.2.2. Kontrak politik dan Pemberian Konsesi ………..……..32 4.2.3. Undang-undang Agraria ……….39

4.3. Kuli Ordonansi dan Konflik yang disebabkannya..………...45

4.3.1. Kuli Ordonansi……….………45 4.3.2. Konflik antara kuli dengan Majikan…….……….…….55

4.4. Alienasi Kuli………...……….……59 4.4.1. Alienasi kuli dari diri sendiri………..…….62

4.4.2. Alienasi Kuli dari Sesama manusia……….….……….…...……..66

4.4.3. Alienasi Kuli dari alam………..…………..67

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………..71

5.1. KESIMPULAN……….………..71

5.2. SARAN………...73

DAFTAR PUSTAKA………74

(11)

1

Eksistensi VOC yang telah berlangsung sejak 1609, harus berakhir

karena jatuh pailit (1799) dengan utang 134,7 juta gulden. Keruntuhan tersebut,

menyebabkan berlangsung kolonialisme pemerintahan Hindia-Belanda di

Nusantara hingga tahun 1942. Selama periode kolonialisme, dilaksanakan

berbagai kebijakan politik dalam memulihkan krisis ekonomi Hindia-Belanda.

Diawali dengan kebijakan Cultuurstelsel (budidaya tanam), cara-cara konservatif

dan komersial diterapkan guna mendobrak kas negara induk yang dilanda krisis

akibat perang. Berlanjut pada masa liberal (1870-an), kebijakan ”politik pintu

terbuka” dengan tendensi ekonomi yang bersifat industrial dan finansial,

membuka peluang bagi pihak swasta untuk berinvestasi dalam daerah perkebunan

di luar Jawa.

Belanda berhasil menancapkan kekuasaannya di Sumatera Timur karena

adanya kontrak politik antara Belanda dengan Siak Indera Pura yang disebut

dengan “Traktat Siak 1 Februari 1858”. Hasil traktat (perjanjian) tersebut

memutuskan bahwa Siak dan seluruh daerah taklukannya (Panai, Bila, Kualuh,

Asahan, Batubara, Bedagai, Padang, Serdang Percut, Perbaungan, Deli, Langkat,

dan Tamiang) tunduk dibawah kekuasaan Belanda (Sinar, 2005:28). Sejak

penandatanganan traktat tersebut, perjanjian politik pertama antara Belanda dan

(12)

2

konsesi tanah oleh Sultan Mahmud Perkasa Alamsyah terhadap pengusaha

tembakau Belanda. Konsesi pertama diberikan kepada Jacobus Nienhuys, Van

Der Falk dan Elliot pada 07 Juli 1863, mewakili firma Van Leewen dan Maintz &

Co dengan luas tanah 4.000 bau secara erfpacht (hak kebendaan untuk menikmati

secara bebas kepunyaan orang lain) selama 20 tahun (Said, 1977:25). Dari

pembukaan perkebunan tersebut, Nienhuijs menuai hasil panen dengan jumlah 50

bal tembakau, kemudian diekspor ke Pulau Pinang sampai ke Rotterdam dengan

harga yang memuaskan.

Keberhasilan yang dituai pemodal Belanda dalam pembukaan perkebunan

tersebut, tidak lepas dari bantuan Said Abdullah Umar Bilsagih, ipar dari Sultan

Deli yang berhasil meningkatkan animo para pengusaha Belanda. Melihat

keberhasilan Nienhuijs ini, para kapitalis Belanda berlomba-lomba untuk

menanamkan modalnya di Deli Matschaapij. Perusahaan ini merupakan sebuah

perseroan terbatas Hindia-Belanda dibangun pada tahun 1869, beberapa tahun

kedatangan Nienhuys yang kemudian memperoleh sewa jangka panjang (99

tahun). Sejak dibukanya perusahaan-perusahaan terjadilah kelangkaan akan

tenaga kerja, sebab Suku Batak dan Melayu tidak mau bekerja sebagai kuli

(proletar). Dengan kendala tersebut, pemerintah Hindia-Belanda memilih untuk

merekrut tenaga kerja dari Swatow, Singapura, India dan Jawa supaya

(13)

3

Undang-undang Agraria, memberi peluang besar bagi pihak asing untuk

menanamkan modalnya. Beberapa tahun setelah pembaruan politik kolonial

tersebut, jumlah perusahaan perkebunan di Sumatera Timur mengalami

peningkatan yang sangat signifikan. Kuantitas perekebunan dari 13 perusahaan

(1873) menjadi 114 pada tahun 1904 (Breman, 1997: 71). Berbagai perusahaan

non-Belanda yang telah eksis di Deli antara lain: Horrisons and crosfield (1907),

SOCFIN (1909), HAPM (yang menjadi UNIROYAL) pada tahun 1911, Hawaian

Sumatera Plantation, Ltd (1916), dan Goodyear (1917).

Peningkatan jumlah inverstor yang datang ke Sumatera Timur, tentu

membutuhkan tenaga kerja (kuli) yang banyak pula untuk mendorong kegiatan

produksinya. Perekrutan tenaga kerjadalam jumlah besar, kemudian

mempengaruhi dinamika pertumbuhan penduduk di Sumatera Timur. Terbukti

dengan data yang menunjukkan jumlah penduduk di tahun 1850 berjumlah

150.000 jiwa menjadi 568.417 jiwa pada tahun 1905 (Breman, 1997:78).

Sementara jumlah kuli Jawa menjelang Perang Dunia II (1942), mencakup

200.000 jiwa (Stoler, 2005: 166). Keuntungan besar yang diperoleh para pemodal

dalam onderneming telah menanggalkan nilai-nilai humanisme dari diri mereka.

Eksploitasi kuli ditujukan untuk sejumlah profit, sehingga perhatiannya akan

(14)

4

kontrak) merupakan salah satu wujud kebijakan kolonial yang difungsikan untuk

mengatur hubungan kerja antara kuli dengan majikan (Kartodirjo, 1987: 332).

Peraturan tersebut memuat peonale sanctie yang mencakup hukuman yang akan

diterima oleh kuli apabila berusaha lari dari kontrak.

Secara langsung eksistensi ekonomi liberal yang diterapkan, sangat cepat

menciptakan kelas-kelas baru bagi petani pribumi, serta buruh migran yang

berasal dari dalam dan luar negeri (Cina, India). Dalam teori kelas Karl Marx kuli,

buruh disebut sebagai masyarakat kelas kedua setelah kelas kapitalis, mereka

kerap dikenal sebagai kaum proletariat (Kristeva, 2011, 523). Perekrutan terhadap

mereka dilakukan dengan berbagai tipu muslihat. Mitos-mitos tentang

kesejahteraan akan didapatkan oleh kuli apabila ikut dengan kontrolir. Secara

tidak langsung cara ini akan membuat kuli terperangkap dalam penjara kapitalis.

Setelah sampai di Deli, mitos itu berubah menjadi neraka yang tidak lagi

bisa dielakkan. Perjudian dan pemabukan terhadap kuli laki-laki sengaja dibiarkan

oleh pihak Hindia-Belanda untuk menimbulkan rasa nyaman terhadap pekerja.

Tak jarang juga, kuli wanita menjadi korban pelecehan seksual. Semua kondisi

tersebut, telah diatur sedemikian rupa agar kuli/buruh tidak berdaya dan harus

bergantung pada kapitalis. Sementara pada hakikatnya, manusia dapat bekerja

(15)

5

menjadi teralienasi dari obyek dan proses produksi. Pekerjaan yang diciptakan

oleh para pemodal telah memaksa para kuli bekerja demi kepentingan pemodal

tersebut. Pekerjaan sebagai kuli perkebunan menjadikan mereka kehilangan

personalitas. Mereka bekerja sebagai kuli bukan karena panggilan hatinya, tetapi

karena aturan yang memaksa. Selanjutnya, kegiatan produksi diupayakan

sedemikian rupa, untuk membuat para kuli tidak menyadari realitas yang penuh

kungkungan tersebut.

Pekerjaan tersebut tidak lagi menjadi objek realisasi dan pengekspresian

diri suatu personalitas individual, karena pekerjaan dilakukan semata-mata di

bawah tekanan kebutuhan egoistis. Pekerjaan telah mengalienasi para kuli dari

esensi personalitasnya, di mana proses produksi onderneming membuat para kuli

harus melayani kebutuhan tanpa objektivasi diri. Tidak hanya itu, kuli juga

teralienasi dalam pergaulan terhadap teman sejawatnya, sebab pekerjaan telah

menghilangkan hakikat manusia yang sesungguhnya.

Dalam daerah perkebunan, kuli-kuli tersebut menjadi bermusuhan dan

saling bersaing, sehingga satu sama lain akan berusaha saling menjatuhkan dan

tak jarang mereka saling membunuh demi keinginan mereka. Padahal seharusnya

tidak demikian, sesama manusia seharusnya hidup bersahabat dan berdampingan

(16)

6

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis mengidentifikasi

masalah-masalah kaum kuli di perkebunan Deli, Sumatera Timur, yaitu sebagai

berikut:

1. Faktor yang melatar belakangi terjadinya alienasi dalam kehidupan

kalangan kuli.

2. Kondisi kuli yang teralienasi di Sumatera Timur.

3. Pengaruh coolie ordonantie (kuli kontrak) terhadap alienasi kuli di

perkebunan Deli, Sumatera Timur.

4. Kebijakan pemerintah kolonial Belanda terhadap kuli di perkebunan Deli

sehingga dapat mengalienasi para kuli.

5. Upaya kuli melepaskan diri dari keterasingan itu.

6. jenis-jenis keterasingan yang dialami kuli.

1.3. Batasan Masalah

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan permasalahan dalam penelitian

ini, agar masalah yang dikaji lebih spesifik, maka peneliti melakukan

batasan-batasan masalah yang akan diteliti pada permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor yang mendorong terjadinya alienasi dalam kehidupan kuli di

perkebunan Deli, Sumatera Timur.

2. Pengaruh coolie ordonantie (kuli kontrak) terhadap alienasi kuli di

(17)

7

kuli di perkebunanDeli, Sumatera Timur?

2. Bagaimana pengaruh coolie ordonantie (kuli kontrak) terhadap alienasi

kuli di perkebunan Deli, Sumatera Timur?

3. Apa saja jenis-jenis keterasingan yang dialami oleh kuli?

1.5. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kuli menjadi

teralienasi dalam kehidupannya.

2. Untuk menganalisis pengaruh coolie ordonantie (koeli kontrak) terhadap

alienasi kuli di perkebunan Deli, Sumatera Timur.

3. Untuk menganalisis jenis-jenis alienasi yang dialami kuli.

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini kedepannya diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Menambah khazanah bagi penulis pada khususnya, dan pembaca pada

umumnya dalam memahami keterasingan/ alienasi yang dialami oleh para

kul di perkebunan Deli, Sumatera Timur.

2. Menjadi acuan bagi penulis dalam menyajikan berbagai temuan dalam

tahap historiografi, serta mempermudah penulis dalam mengaplikasikan

teori konflik dalam tahap historiografi.

3. Menambah pemahaman mengenai alienasi yang dialami oleh kuli dengan

(18)

71 5.1. KESIMPULAN

Setelah meneliti tentang alienasi kaum kuli di Perkebunan Deli, Sumatera

Timur tahun 1858-1942, berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Faktor yang menyebabkan terjadinya alienasi dalam kehidupan kuli di

perkebunan Deli, Sumatera Timur.

Berawal dari kebijakan baru yang muncul setelah keruntuhan VOC,

disusul oleh Traktat Siak, pemberian konsesi dan pembukaan lahan

perkebunan menjadi titik tolak keterasingan yang dialami oleh para kuli.

Sebab, kebijakan tersebut telah memberikan peluang besar bagi pemilik

modal untuk berinvestasi dalam perkebunan Deli. Selanjutnya, ekonomi

kapitalistik yang mulai diterapkan di perkebunan membutuhkan tenaga

kerja. Dengan sejumlah pertimbangan dan kebijakan ekonomi yang

memihak terhadap kapitalis, pekerja (kuli) menjadi objek yang hampir

setara dengan barang komoditi, yang pada akhirnya cenderung

mengantarkan kuli pada kondisi alienasi. Kehadiran Undang-undang

Agraria (Agrarische Wet) merupakan puncak kebijakan pemerintah

kolonial yang membuka peluang bagi para pihak swasta untuk

menanamkan modalnya dalam perkebunan. Tujuan dari undang-undang

(19)

72

yang tidak memiliki harta kekayaan menjadi sasaran utama sistem

kapitalisme. Dan hal itu wajar-wajar saja bila dilaksanakan dengan

pertimbangan mutualisme terhadap kedua belah pihak. Tetapi,

ketimpangan profit bagi kapitalis selalu didukung oleh

kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh negara induk. Kuli selalu saja menjadi pihak

yang dirugikan. Kekurangan terbesar dari Undang-undang Agraria, bahkan

yang dapat dikatakan sebagai kesalahannya terletak pada kapitalisme

eksploitatif. Di mana eksploitasi alam akan menjadi jembatan penghubung

keterasingan manusia dari alam dan sesamanya.

2. Pengaruh coolie ordonantie (kuli kontrak) terhadap alienasi kuli di

Sumatera Timur, cenderung menjadi kebijakan yang diputuskan dengan

benar-benar matang oleh pihak Belanda. Karena, sistem ini memuat

sejumlah ketentuan, syarat serta sanksi yang dapat mengikat kuli dalam

kondisi alienasi. Karena, aturan-aturan tersebut memuat berbagai

ketentuan yang mengharuskan kuli menerima otoritas lain atas dirinya.

Bahkan kesejahteraan kuli yang dicanangkan dalam ordonansi kuli, justru

semakin memperburuk kondisi hidup para kuli. Walau terdapat sejumlah

progres dalam praktik kolonial terkhusus dalam bidang pelayanan

kesehatan, masih saja terdapat penyelewengan. Ordonansi Kuli justru

(20)

73

menjadi pilihan bagi para kuli, agar dapat mengurangi hukuman yang tidak

manusiawi atas mereka. Pembenaman diri dan kurangnya totalitas

hubungan dengan sesama manusia, alam dan terlebih diri sendiri

merupakan suatu bentuk alienasi.

3. Jenis alienasi yang dialami oleh kuli di perkebunan Deli, Sumatera Timur

yaitu alienasi dari diri sendiri, alienasi dari sesama manusia dan alienasi

dari alam.

5.2. SARAN

Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengkaji tentang alienasi

kuli, ada baiknya jika menggunakan metode penelitian campuran antara library

research dan field research. Karena keterbatasan jarak dan juga bahasa dalam

mendapatkan dokumen sebagai bukti alienasi kuli. Selanjutnya, alienasi kajian

tentang alienasi dapat juga diteliti dalam konteks industri modern seperti pabrik

KIM yang ada di daerah Medan ini. Dengan mengkaji alienasi secara kontekstual

mungkin akan sangat menarik.

Penulis juga membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca

dalam meningkatkan kualitas tulisan yang lebih baik. Jika dalam penulisan

terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan dalam ejaan dan penulisan harap

(21)

74

Grafiti dan perwakilan Koninklijk Institut Voor Taal, Land en Volkeakunde, Jakarta.

Daliman. 2012. Sejarah Indonesia Abad XIX- Awal Abad XX: Sistem Politik Kolonial dan administrasi pemerintahan Hindia-Belanda, Ombak, Yogyakarta

Deli Courant. Zaterdaag, 25 Juli 1885, No. 36, I ste Jaargang.

Deli Courant. Zaterdaag, 29 September 1888. 4de Jaargang.

FIS. 2016. Buku Pedoman Penulisan Skripsi dan Proposal Penelitian Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah, Unimed Press, Medan.

Fromm, Erich. 1997. Lari Dari Kebebasan. Pustaka Pelajar: Yogykarta.

Gotschalk, Louis. 2008. Mengerti Sejarah, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

H. Lulofs, Madelon. 1953. Coolie, Oxford University Press. Singapore

Ikhsan, Edy. 2012. Konflik Tanah Ulayat dan pulralisme Hukum: Hilangnya Ruang Hidup orang Melayu Deli, Jakarta: Yayasan pustaka Obor Indonesia (YOI).

Jurdi, syarifuddin. 2013. Sosiologi Nusantara: memahami sosiologi integralistik, Kencana Prenadamedia Group. Jakarta.

Kartodirjo, Sartono. 1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900: Dari Emporium Sampai Imperium, PT Gramedia, Jakarta.

Kristeva, Nur sayyid santoso. 2011. Negara Marxis dan Revolusi proletariat. Pustaka Pelajar: Yogjakarta

Longman, 2008, Advance American Dictionary, Pearson, United State.

(22)

75

Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2004. Teori Sosiologi Modern, Prenada Media, Jakarta.

Said, H. Mohammad. 1977. Koeli Kontrak Tempo Doeloe, Percetakan Waspada, Medan.

Santoso, Urip. 2008. Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta

Schact, Richard. 1970. Alienasi pengantar paling komprehensif, Jalasutra, Yogyakarta.

Sinar, dkk. 1999. Hak Ulayat Masyarakat Melayu Sumatera Timur. Medan

Sinar, Tengku Luckman. 2005. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Lembaga penelitian dan Pengembangan Seni Budaya Melayu (Satgas MABMI), Medan.

Sinar, Tengku Luckman. 1983. Sumatera Timur sebelum menancapnya Penjajahan Belanda (Jilid I). Medan.

Sinar, Tengku Luckman. Tanpa tahun. Sumatera Utara di Bawah Kekuasaan Pemerintah Hindia-Belanda (s/d awal abad ke XX). Medan

Sjamsudin, Helius. 2012. Metodologi Sejarah, Penerbit Ombak, Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono, (1993), Kamus Sosiologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Stoller, Ann Laura. 2005. Kapitalisme Dan Konfrontasi Di Sabuk Perkebunan Sumatera, 1870-1979, KARSA, Yogyakarta.

Sulasman, H. 2014. Metodologi peneltian Sejarah, CV Pustaka Setia, Bandung.

Susan, Novri. 2014. Pengantar Sosiologi Konflik. Prenada Group: Medan

Waite, Maurice, dkk, (2009), Oxford Paperback Thesaurus, Oxford University Press, Indian.

(23)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat diketahui kondisi bangunan-bangunan bersejarah perkebunan tembakau Deli Maatschappij di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ada

Wabah dan penyebaran penyakit tropis adalah akibat dari buruknya lingkungan kerja, pemondokan kuli dan pemeliharaan kebersihan yang tidak memadai sehingga tingkat kematian

Wabah dan penyebaran penyakit tropis adalah akibat dari buruknya lingkungan kerja, pemondokan kuli dan pemeliharaan kebersihan yang tidak memadai sehingga tingkat kematian

Sarana dan Fasilitas di Rumah Sakit Pusat Perkebunan Senembah Maatschappij “Fasilitas Rawat Inap di Rumah Sakit Pusat Tandjong Morawa Tahun 1914”. Sumber:

Kehidupan dan penindasan yang dialami para kuli perkebunan inilah yang membuat peneliti tertarik untuk menulis tentang “ Sistem pengupahan kuli perkebunan Tembakau di Sumatera

Akibat dari penerapan Koeli Ordo- nantie dan Poenale Sanctie, yang menyengsara- kan para pekerja kuli menyebabkan munculnya pemberontakan di sana-sini sehingga

perawatan tersebut bersifat sementara, bentuknya sederhana dan fasilitasnya tidak memadai untuk menanggulangi berbagai penyakit yang berkembang semakin pesat di perkebunan,

2.2 Agronomi dan Stabilitas Bisnis Asosiasi Pengusaha Perkebunan Deli Planters Vereeniging DPV di Sumatra Timur benar-benar menyadari pentingnya keterlibatan ilmu pengetahuan bagi