• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEBUNAN TEMBAKAU DELI DI KEBUN BULU CINA PTP IX KECAMATAN HAMPARAN PERAK (1974-1996)

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O l e h

Mustika Agustina H Nim. 090706034

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERKEBUNAN TEMBAKAU DELI DI KEBUN BULU CINA PTP IX KECAMATAN HAMPARAN PERAK (1974-1996)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

l e h

Mustika Agustina H Nim. 090706034

Pembimbing

Dra. Ratna, M.S. Nip 131415907

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

Perkebunan Tembakau Deli di Kebun Bulu Cina PTP IX Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)

Yang diajukan oleh Nama : Mustika Agustina H

Nim : 090706034

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh Pembimbing

Dra. Ratna, M.S. Tanggal, Agustus 2013

N.I.P : 131415907

Ketua Departeman Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M.Hum. Tanggal, Agustus 2013 N.I.P : 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

Perkebunan Tembakau Deli di Kebun Bulu Cina PTP IX Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian

(5)

Lembar Persetujuan Ketua Jurusan

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH

Ketua Departemen

Drs. Edi Sumarno M.hum N.I.P. 196409221989031001

(6)

Lembar Pengesahan Skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

Pada : Hari : Tanggal :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A N.I.P : 195110131976031001

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. (………)

2. (………)

3. (………)

4. (………)

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih,

berkat serta setianya yang tidak terhingga berupa bimbingan, kekuatan, dan pertolongan yang

tiada hentinya diberikan kepada penulis. Atas berkat limpahannya sehingga penulisan skripsi ini

dapat diselesaikan, meskipun banyak hambatan serta tantangan.

Penulisan skripsi ini juga tidak akan terwujud tanpa bantuan, kerja sama dan dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis juga ingin mengungkapkan rasa terima kasih

kepada:

1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Dr. Syahron Lubis,

M.A yang telah memberikan segala bantuannya selama proses perkuliahan.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum. selaku ketua Departemen Imu Sejarah yang telah

banyak memberikan dorongan, arahan, kemudahan, serta bimbingan yang bermakna

kepada penulis, yang juga merupakan dosen yang mampu memupuk semangat para

mahasiswa khususnya penulis dalam menjalani perkuliahan . Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si.

sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Sejarah yang telah membeikan dukungan serta

nasehat kepada penulis.

3. Ibu Dra. Ratna, M.S., sebagai Dosen Pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang

sangat banyak memberi semangat, masukan, serta meluangkan waktu untuk membimbing

penulis, juga yang mengerti akan kekurangan penulis dalam penulisan skripsi ini guna

member arahan yang sangat bermakna sehingga skripsi ini dapat terselesaikan .

4. Ibu Dra. Nina Karina selaku Dosen Wali yang telah memberikan nasehat terhadap

(8)

Administrasi di Departemen Ilmu Sejarah, terima kasih penulis ucapkan atas ilmu

pengetahuan yang telah diberikan selama ini, semoga membuahkan hasil kesuksesan bagi

penulis.

5. Bapak T. M. Tarigan selaku Administratur Kebun Bulu Cina dan Bapak Dwi selaku

Kepala Tanaman Tembakau di Bulu Cina yang telah meluangkan waktu untuk

membimbing penulis untuk memperoleh data dan fakta. Juga Abang Duwan yang telah

memberikan waktu untuk membantu penulis dalam mendekati para informan. Juga

kepada seluruh informan yang telah memberikan informasi guna mendukung penulis

menyelesaikan skripsi ini.

6. Harta terindah dalam hidup penulis, keluarga tercinta, Ayahanda T. Hutahaean dan

Ibunda Kendarsih yang telah mendidik , membesarkan, serta memberikan kasih sayang

yang tidak terhingga dari penulis lahir hingga menapaki proses akhir perkuliahan. Orang

tua yang selalu memberikan dukungan materil dan moril yang berkelimpahan yang tidak

mungkin penulis dapat membalas semuanya. Kepada adik ku Rio L. S. Hutahaean dan

Yolanda T. Hutahaean yang juga membantu penulis untuk semangat dalam mengerjakan

karya ini.

7. Sahabat-sahabatku seangkatan stambuk 2009 “stambuk paling istimewa” bagi penulis;

Elisa, Wifky, Toti, Hendra, Alpha, Roni, Ratna, Nia, Nurlailisa, Rona, Shinta, Dara,

dalam kebersamaan kita selama menjalani perkuliahan yang tak akan pernah dilupakan

oleh penulis dalam suka maupun duka, kalian selalu berada di hati penulis, kalian

merupakan teman terindah yang dikaruniakan oleh Tuhan, canda serta tawa yang selalu

(9)

terhebat bagi penulis. Juga teman-teman seangkatan lain yang tidak bisa disebutkan satu

persatu.

8. Juga kakak kelompok penulis Meisya dan teman kelompok “SERAFIM” yang selalu

membimbing dalam spiritual dan ketaatan penulis, serta mengingatkan akan kesalahan

yang telah penulis perbuat dalam menapaki dunia ini.

9. Terakhir yang teristimewa kepada seseorang Diaz Cristmastian Sembiring dan keluarga

atas segala curahan, pengorbanan, kesabaran serta seluruh waktu dan kasih sayang yang

telah diberi kepada penulis dalam mendampingi, menemani, serta membantu dalam

penyelesaian skripsi ini, yang merupakan pemberian Tuhan yang paling istimewa dalam

hidup penulis.

Akhirnya untuk semua pihak-pihak yang telah membantu penulis yang tidak seluruhnya

disebutkan dalam penyusunan skripsi ini, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Tuhan YME

dapat membalas kebaikan yang telah diberikan dengan balasan yang berlimpah. Penulis juga

(10)

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan kasih

penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Juga penulis

ucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung baik dari segi moril dan

materil.

Atas segala usaha dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi dengan judul “Perkebunan

Tembakau Deli di Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)” ini telah selesai ditulis.

Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan perkuliahan

sekaligus untuk meraih gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga menyadari bahwa hasil karya ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan dan

jauh dari kata sempurna karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Maka dari itu, dengan

kerendahan hati penulis meminta maaf serta mengharapkan segala kritik dan saran demi

perbaikan serta menuju kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

dan dapat dinikmati bagi kita sekalian sebagai pemerhati sejarah.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas perhatian para pembaca dan pemerhati

sejarah, kiranya Tuhan YME menyertai kita sekalian.

Medan, Juli 2013

(11)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)”. Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk menjelaskan bagaimana keadaan tanaman tembakau Deli di Bulu Cina sebelum proses nasionalisasi, menjelaskan keadaan tanaman tembakau Deli perkebunan Bulu Cina dalam naungan P.T. Perkebunan IX, serta menjelaskan faktor-faktor yang mendukung perkebunan Bulu Cina tetap bertahan dalam penanaman tembakau Deli. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yaitu, melalui proses heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.

Dari hasil penelitian ini maka perkebunan Bulu Cina ini ialah milik pengusaha Belanda yang berada di bawah naungan Deli Maatschapij. Perkebunan ini terletak di Kecamatan Hamparan Perak. Kebun Bulu Cina inilah salah satu kebun yang pada waktu itu mengubah wajah Sumatera Timur menjadi wilayah yang potensial akan tembakaunya. Setelah memasuki masa nasionalisasi, Belanda meninggalkan Indonesia pada tahun 1958. Kemudian tahun 1974 merupakan tonggak sejarah bagi Kebun Bulu Cina, karena kebun ini dikelola oleh pemerintah Republik Indonesia. Melalui proses pada tahun 1869 Kebun Bulu Cina di bawah Deli Maatschapij, tahun 1910 berada di bawah naungan NV. VDM, tahun 1959 di bawah naungan PPN Baru, 1960 Kebun Bulu Cina dikelola oleh PPN Cabang Sumatera Utara cabang Sumut-I, tahun 1961 di bawah naungan PPN Tembakau Deli-II, tahun 1968 oleh PNP IX, tahun 1974 lah Kebun Bulu Cina resmi dikelola oleh PTP-IX dan 1996 PTP IX berubah menjadi PTP Nusantara II.

(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..i

ABSTRAK………ii

DAFTAR ISI………iii

DAFTAR TABEL………v

DAFTAR DIAGRAM………..vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………..1

1.2Rumusan Masalah………4

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ………...4

1.4Tinjauan Pustaka………..5

1.5Metode Penelitian………7

BAB II KONDISI PERKEBUNAN BULU CINA SEBELUM TAHUN 1974 2.1Sejarah Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina ………..10

2.2Masa Nasionalisasi………..18

BAB III KONDISI PERKEBUNAN TEMBAKAU DELI DI BULU CINA (1974-1996) 3.1Areal Perkebunan ……….25

3.2Sistem Manajemen………28

(13)

3.4Produksi Perkebunan……….36

3.5Pemasaran Tembakau……….40

BAB IV EKSISTENSI PERKEBUNAN BULU CINA………51

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan………57

5.2 Saran………..59

DAFTAR SUMBER..………...61

(14)

Daftar Tabel

(15)

Daftar Diagram

(16)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)”. Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk menjelaskan bagaimana keadaan tanaman tembakau Deli di Bulu Cina sebelum proses nasionalisasi, menjelaskan keadaan tanaman tembakau Deli perkebunan Bulu Cina dalam naungan P.T. Perkebunan IX, serta menjelaskan faktor-faktor yang mendukung perkebunan Bulu Cina tetap bertahan dalam penanaman tembakau Deli. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yaitu, melalui proses heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.

Dari hasil penelitian ini maka perkebunan Bulu Cina ini ialah milik pengusaha Belanda yang berada di bawah naungan Deli Maatschapij. Perkebunan ini terletak di Kecamatan Hamparan Perak. Kebun Bulu Cina inilah salah satu kebun yang pada waktu itu mengubah wajah Sumatera Timur menjadi wilayah yang potensial akan tembakaunya. Setelah memasuki masa nasionalisasi, Belanda meninggalkan Indonesia pada tahun 1958. Kemudian tahun 1974 merupakan tonggak sejarah bagi Kebun Bulu Cina, karena kebun ini dikelola oleh pemerintah Republik Indonesia. Melalui proses pada tahun 1869 Kebun Bulu Cina di bawah Deli Maatschapij, tahun 1910 berada di bawah naungan NV. VDM, tahun 1959 di bawah naungan PPN Baru, 1960 Kebun Bulu Cina dikelola oleh PPN Cabang Sumatera Utara cabang Sumut-I, tahun 1961 di bawah naungan PPN Tembakau Deli-II, tahun 1968 oleh PNP IX, tahun 1974 lah Kebun Bulu Cina resmi dikelola oleh PTP-IX dan 1996 PTP IX berubah menjadi PTP Nusantara II.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Tanaman tembakau sudah sejak lama menjadi komoditi ekspor di Sumatera Timur.1

Dua orang Belanda yaitu Falk dari Van Leeuwen dan kedua Elliot dari Maintsz & co

bersedia ditugaskan oleh firmanya ke Deli. Seorang lain Jacobus Nienhuys yang sedang bekerja

dipertembakauan kongsi Van den Arend di Jawa Timur, juga diajak turut ke Deli. Mereka

berangkat pada bulan Mei 1863. Tanggal 7 Juli 1863 mereka tiba di Deli. Sultan Mahmud

Perkasa Alam menyambut mereka dengan penuh harapan. Rumah kediaman Raja Abidin di

Labuhan disediakan sultan untuk mereka tempati.

Ini

berarti bahwa tembakau sudah menjadi tanaman yang diproduksi disamping tanaman-tanaman

lain untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kedatangan Belanda ke wilayah pantai Timur

Sumatera membawa wajah baru bagi wilayah ini. Belanda membuat tembakau menjadi sangat

terkenal di dunia serta membawa keberuntungan bagi pengelolanya.

2

Jacobus Nienhuys merupakan orang yang tetap bertahan di Deli mencoba menggunakan

modalnya yang ada untuk membuka kebun percobaan. Percobaan itu dilakukan di tanah konsesi

1

Mohammad Said menyebutkan bahwa tembakau merupakan hasil tanaman yang diekspor ke Penang. Catatan Netscher mengenai tembakau yang diekspor dari Pelabuhan Deli ke luar negeri di tahun 1862 sebanyak 500 pikul. Jumlah ini jika ditambah dengan konsumsi dalam negeri sendiri menggambarkan betapa besar sudah produksi tembakau yang dihasilkan oleh pribumi sendiri lama sebelum Belanda datang. Lihat Mohammad Said, Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan Kemarahannya, Medan: Percetakan Waspada, 1977, hal. 21.

2

(18)

yang diberikan oleh Sultan.3

Kualitas Tembakau Deli yang baik dan terus meningkat membuat komoditi ini menjadi

pohon yang mendatangkan keuntungan. Kekayaan dari tembakau inilah yang dipresentasekan

lewat ungkapan De Millionen uit Deli (berjuta-juta dari Deli), dan tanah Deli dijuluki sebagai

Het Dollar Land atau bermakna negeri dolar.

Pada tahun 1864 J. Nienhuys berhasil mendapat sebanyak 50 bal

tembakau. Produksi pertama ini menghasilkan uang bagi usaha Nienhuys dengan nilai 48 sen per

½ kilo tembakau. Tahun 1865 kebun Nienhuys menghasilkan 189 bal tembakau dengan mutu

terbaik, di pelelangan Rotterdam bernilai 149 sen per ½ kilogram. Hal ini membuat tembakau

yang berasal dari wilayah Sumatera Timur dijuluki sebagai Tembakau Deli. Produksi tembakau

yang bermutu baik ini juga dikelola di wilayah Kesultanan Deli, sehingga jelaslah sebutan bagi

tembakau di wilayah ini yaitu Tembakau Deli.

4

Keuntungan yang terus menerus diperoleh

membuat banyak pemodal membuka usaha perkebunan. Pada 1872 telah terdapat 13 perkebunan

di Deli, 1 di Langkat dan 1 di Serdang. Diakhir tahun bertambah lagi 44 perkebunan di Deli,

pada tahun 1873 dibuka perkebunan Annidale dan Kesawan, 1874 dibuka perkebunan

Petersburg, 1876 dibuka perkebunan Boedra serta perkebunan lainnya. Sampai pada tahun 1884

terdapat 12 perkebunan yaitu Marindal Medan, Peterburgs, Tanjung Jati, Bandar Kalipah, Deli

Tua, Kwala Begumit, Bekalia, Belawan, Lubuk Dalam, Buluh Cina, dan Kota Limbaru.5

Pada tahun 1891 dari 148 buah konsesi perkebunan Tembakau Deli hanya tinggal 51

buah saja yang beroperasi karena menderita kerugian. Ternyata hanya kawasan tanah dari sungai

3

Konsesi ini memakai waktu 20 tahun, lima tahun pertama bebas dari membayar sewa, sesudah itu $200,- per tahun. ibid.

4

Nasrul Hamdani, “Tembakau Deli Pohon Berdaun Emas dari Sumatera”, 2011, dalam Seri Informasi Sejarah no. 26/2011, Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh, hal. 14.

5

(19)

Ular (Serdang) sampai sungai Wampu (Langkat) saja yang cocok untuk ditanami Tembakau

Deli. Perkebunan Bulu Cina merupakan salah satu perkebunan di wilayah Deli yang

memproduksi tembakau Deli. Daerah yang secara geografis pada waktu itu merupakan daerah

yang cocok untuk ditanami komoditi tembakau karena berada di antara sungai Wampu dan

sungai Ular. Oleh sebab itu, perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina dapat bertahan dalam

memproduksi tembakau Deli.

Setelah Belanda meninggalkan Indonesia, Perkebunan Bulu Cina menjadi salah satu

perkebunan yang juga diambilalih oleh Pemerintah Republik Indonesia yang dikenal sebagai

proses nasionalisasi. Pada tahun 1957 perkebunan V.D.M (Verinegde Deli Matschappij) dengan

17 perkebunan tembakau dan Sanembah dengan 5 perkebunan tembakau yaitu: Kwala Bingei,

Kwala Begumit, Tandem Hilir, Bulu Cina, Tandem, Timbang Langkat, Tanjung Jati, Padang

Brahrang, Medan Estate, Sampali dan lainnya bergabung menjadi satu. Sesuai dengan ketentuan

PP No. 14 tahun 1968, Undang-undang No. 9 tahun 1969, PP No. 27 tahun 1971, PP No. 44

tahun 1973 dan Akte Notaris SHS Lomban Tobing, SH. No. 6 tanggal 1 April 1974, maka berdiri

Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) IX.6

Setelah menjalani proses nasionalisasi, PTP IX khususnya Perkebunan Bulu Cina tetap

memiliki konsistensi untuk memproduksi tembakau Deli. Mengingat pada Tri Darma

Perkebunan yaitu untuk menghasilkan devisa dan rupiah bagi negara secara seefisien-efisiennya,

memenuhi fungsi sosial diantaranya berupa memelihara/menambah lapangan kerja bagi

warganegara Indonesia, serta memelihara kekayaan alam berupa pemeliharaan dan peningkatan Dari pernyataan tersebutlah maka perkebunan

tembakau Deli di Bulu Cina berada di bawah pengelolaan PTP IX.

6

(20)

kesuburan tanah dan tanamannya,7 maka perkebunan ini tetap berusaha menjaga serta

meningkatkan kuantitas baik kualitas produksi tembakaunya. Akan tetapi setelah bertahan, justru

pada tahun 1996 perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina mengalami kemerosotan.

Skop temporal penelitian diawali tahun 1974 hingga 1996. Penetapan tahun 1974 sebagai

skop awal penelitian ini adalah untuk mengkaji keadaan perkebunan tembakau Bulu Cina dalam

menapaki proses nasionalisasi. Proses nasionalisasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia,

berdampak pada perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina masuk ke dalam naungan PT.

Perkebunan IX. Batas akhir skop temporal pada tahun 1996 merupakan tahun perkebunan

tembakau Deli di Bulu Cina tidak lagi berada di dalam naungan PT. Perkebunan IX. Hal tersebut

disebabkan PT. Perkebunan IX dan PT. Perkebunan II bergabung menjadi PT. Perkebunan

Negara II. Walaupun mengalami pergantian struktural, perkebunan Bulu Cina tetap mencoba

bertahan. Skop temporal yang diteliti merupakan waktu yang cukup panjang. Namun untuk

melihat suatu perubahan maka layaklah tahun ini untuk diteliti, karena dari tahun tersebut

memperlihatkan fluktuasi tembakau Deli sebagai komoditi handal bagi wilayah ini sampai

memperlihatkan kemundurannya. Maka dari pembahasan di atas diangkatlah penelitian berjudul

PERKEBUNAN TEMBAKAU DELI DI KEBUN BULU CINA PTP IX KECAMATAN HAMPARAN PERAK (1974-1996).

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah berfungsi untuk menentukan pokok permasalahan yang akan dikaji di

dalam pengembangan penulisan. Di samping itu rumusan masalah dapat membimbing agar

penulisan ini dapat terarah dengan baik dan konsisten.

7

(21)

Adapun permasalahan yang akan dikembangkan di dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana keadaan tembakau Deli sebelum tahun 1974?

2. Bagaimana dinamika tembakau Deli pada tahun 1974-1996?

3. Mengapa komoditas tembakau Deli di perkebunan Bulu Cina dapat bertahan?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

Kajian tentang Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak

(1974-1996) ini memiliki tujuan serta manfaat bagi para pembacanya. Tujuan dan manfaat ini

berguna bagi kalangan akademisi maupun bagi orang-orang yang memerlukannya.

Adapun tujuan yang dimaksud ialah:

1. Menjelaskan keadaan tanaman tembakau Deli di Bulu Cina sebelum tahun 1974.

2. Menjelaskan dinamika tembakau Deli perkebunan Bulu Cina pada tahun 1974-1996.

3. Menjelaskan alasan yang mendukung perkebunan Bulu Cina tetap bertahan dalam

penanaman tembakau Deli.

Manfaat yang diharapkan di dalam penelitian ini ialah:

1. Memberi dukungan kepada perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di dalam kajian

sejarah agraria.

2. Memperkaya historiografi Indonesia di dalam penelitian perkebunan.

3. Sebagai sumber inspirasi bagi para akademisi, sejarawan, dan pemerintah yang ingin

meneliti mengenai sejarah agraria serta pengalihan fungsi lahan dalam komoditinya.

4. Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain yang juga ingin membahas mengenai Bulu

(22)

1.4Tinjauan Pustaka

Penulisan karya ilmiah ini sangat diperlukan keakuratan data untuk lebih menonjolkan

sisi objektifitas data. Maka dari itu, penting bagi penulis menggunakan beberapa referensi

ataupun literatur yang mendukung keberadaan suatu fakta pada penulisan. Tinjauan pustaka

memiliki arti buku-buku ataupun sumber-sumber yang diperlukan dalam penulisan, yang

memiliki kedekatan bahkan menyokong permasalahan yang akan kita teliti sehingga penjelasan

yang akan kita berikan kuat adanya.

H. Mohammad Said dalam bukunya Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan

Kemarahannya (1977), penting bagi penulis karena memberikan penjelasan minat penanaman

modal asing ke wilayah Deli. Buku ini juga memberi informasi orang Belanda yang pertama

berkunjung untuk membuka perkebunan Tembakau Deli. Informasi yang ada juga menjelaskan

produksi tembakau yang telah ada bahwa jauh sebelum Belanda datang, bahkan merupakan

jumlah yang sangat besar unuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Tuanku Lukman Sinar Basarshah II dalam bukunya Bangun dan Runtuhnya Kerajaan

Melayu di Sumatera Timur, memberi penjelasan mengenai kuantitas perkebunan-perkebunan

yang ada di wilayah Sumatera Timur. Buku ini juga menyajikan info berdirinya perkebunan

tembakau Deli di Bulu Cina, yang dahulunya perkebunan lada. Buku ini juga memberi

penjelasan perkembangan tanaman tembakau (1873-1881), kepentingan perkebunan, juga

perkembangan perkebunan (1884-1900).

Nasrul Hamdani dalam Seri Informasi Sejarah No. 26/2011 yang berjudul Tembakau Deli

Pohon Berdaun Emas dari Sumatera (2011), menjelaskan ungkapan De Millioenen uit Deli

(23)

dunia baru bagi wilayah Sumatera Timur. Buku ini juga menjelaskan bagaimana pohon

Tembakau Deli diungkapkan bagai pohon berdaun emas, karena keuntungan yang diberikan

kepada pengelola perkebunan Tembakau Deli.

Buku Jan Breman, Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di

Sumatera Timur pada Awal Abad Ke-20 (1997), merupakan literatur yang sangat penting.

Memperlihatkan sistem di dalam perkebunan yang sedang berjalan. Buku ini juga memuat data

statistik menyangkut misalnya, produksi tembakau Deli pada saat zaman keemasannya.

Buku Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo dalam bukunya Sejarah Perkebunan di

Indonesia Kajian Sosial – Ekonomi (1991), memberi informasi bagaimana pasang surut suatu

perkebunan dari awal yang bersifat tradisional hingga menjadi PNP yaitu era periode

1956-1980an.

Karl J. Pelzer dalam karyanya yang berjudul Toean Keboen dan Petani Politik Kolonial

dan Perjuangan Agraria di Sumatera Timur 1863-1947 (1985), menggambarkan keadaan sejarah

Sumatera Timur, keadaan geografis Sumatera Timur serta bagaimana pembukaan perkebunan di

Sumatera Timur. Hal ini berarti menunjukkan kapabilitas wilayah Deli yang akan dijadikan

perkebunan sangat memberikan keuntungan yang tinggi.

1.5Metode Penelitian

Metode penelitian di dalam ilmu sejarah merupakan suatu desain, yang dipergunakan

guna mencapai sasaran penelitian. Rancangan itu disusun sedemikian rupa hingga menghasilkan

suatu penelitian yang objektif. Di tahapan ini berisi cara-cara yang dipakai saat mengolah suatu

data, mulai mengumpulkan data dan fakta, menilainya, menganalisis hingga menulisnya kembali.

(24)

1. Heuristik

Pengumpulan sumber bagi penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan lapangan.

Studi kepustakaan dimaksud untuk mengumpulkan sumber tertulis. Sumber tertulis ini dapat

diperoleh dari Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan RISPA, kantor Kepala

Desa Bulu Cina dan kantor perkebunan Bulu Cina. Sumber-sumber tertulis yang berhasil

dikumpulkan misalnya Toean Keboen dan Petani Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria

karya Karl J. Pelzer, Parijs van Soematra karya Alexander Avan. Tembakau, Negara dan

Keserakahan Modal Asing karya Herjuno Ndaru Kinasih, Rika Febriani dan Sulistyoningsih.

Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial, Tuan Kebun dan Kuli di Sumatera Timur pada Awal

Abad Ke-20 karya Jan Bremen, Sejarah Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial-Ekonomi karya

Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo. Bangun dan Rubtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera

Timur oleh Tuanku Luckman Sinar Basarshah II. Tembakau Deli ‘Pohon Berdaun Emas’ dari

Sumatera karya Nasrul Hamdani, dan Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan

Kemarahannya karya H. Mohammad Said. Di samping itu laporan dari Direktorat Tata Guna

Tanah Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri, yaitu laporan Propinsi Sumatera

Utara Luas Penggunaan Tanah Kecamatan 1973, dan Laporan Tahunan BCU-PNP 1969-1973

oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, yang berjudul Data Statisktik Tanaman Tembakau.

Di samping sumber tulisan tersebut di atas, penulis juga melakukan pengumpulan

sumber-sumber lisan. Sumber-sumber-sumber lisan diperoleh melalui teknik wawancara. Adapun informan yang

terpilih antara lain yaitu dengan kepala tanaman tembakau yang memiliki jabatan dan ahli di

perkebunan Buluh Cina yaitu Dwi Tomo. Juga kepala gudang yang menjabat pada masa PTP IX

yaitu Nyono. Di samping itu wawancara juga dilakukan kepada orang yang dahulu mengetahui

(25)

yaitu Sumo Prawiro. Teknik wawancara yang dilakukan dengan menggunakan interview guide.

Interview guide berguna untuk mengarahkan wawancara kepada sasaran penelitian.

2. Kritik

Tahapan ini berfungsi untuk menguji keorisinilan sumber yang digunakan pada saat

penelitian. Pada tahapan ini terdapat dua penilaian yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik

intern menguji sumber yang kita gunakan memuat isi yang kita cari. Kritik ekstern mengenai

pengujian kredibilitas keorisinilan suatu sumber. Pada tahapan ini merupakan tahapan agar

mendekatkan penulis dengan sisi keobjektifitasan.

3. Interpretasi

Merupakan tahapan ketiga dari metode sejarah. Pada tahapan ini penulis menginterpretasikan

sumber yang diperoleh agar menjadi suatu data yang objektif. Pada tahapan ini penulis

menghasilkan suatu data sementara mengenai perkebunan tembakau Deli sebelum memasuki

tahapan penulisan. Disinilah terdapat penafsiran dari fakta-fakta yang ada menjadi suatu

kerangka bangunan dari fakta yang dikumpulkan.

4. Historiografi

Pada tahapan ini merupakan suatu tahapan terakhir dari metode sejarah. Merupakan suatu

bentuk penulisan akhir dari metode ini. Pada tahap ini, peneliti menjabarkan secara kronologis

dan sistematis fakta-fakta yang diperoleh agar menghasilkan tulisan yang ilmiah dan bersifat

(26)

BAB II

KONDISI PERKEBUNAN BULU CINA SEBELUM TAHUN 1974

2.1 Sejarah Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina

Menurut cerita nama Buluh Cina muncul karena dahulu di wilayah itu banyak terdapat

tanaman bambu cina, di samping sebagian kawasan tersebut masih berupa tanaman

semak-semak liar. Kemudian ketika datang pendatang dari Jawa dan melihat tanaman itu pertama kali

langsung menyebut daerah itu dengan nama Buluh Cina. Buluh sebenarnya merupakan nama

lain dari bambu, yang hingga kini masih dapat dijumpai di beberapa tempat di Bulu Cina.

Selanjutnya kata Buluh Cina berubah sebutannya menjadi Bulu Cina8. Menurut informan

perubahan sebutan dari buluh menjadi bulu itu terjadi pada sekitar tahun 1958, huruf H tidak

dipakai lagi ketika menyebut Buluh.9 Kebun Bulu Cina menggunakan kode BCA, dengan hasil

tanaman tembakau Delinya memakai kode PPN 77. Sehingga di pelelangan Bremen untuk

mengetahui daun tembakau Deli dari kebun Bulu Cina menggunakan kode tersebut.10

8

Selanjutnya dalam penulisan ini, penulis akan menggunakan kata Bulu Cina, karena tahun 1958 nama desa sudah menjadi Bulu Cina.

9Wawancara

, dengan Jemirin, Desa Bulu Cina, tanggal 3 Juli 2013.

10

Wawancara, dengan Dwi Tomo, Desa Blu Cina 21 September 2013.

(27)

Daerah ini dahulu merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Deli di bawah pemerintahan

Datuk Hamparan Perak. Status wilayah ini berubah sesuai pembagian wilayah setelah memasuki

kemerdekaan. Kini Bulu Cina berstatus sebagai suatu desa yang berada di Kecamatan Hamparan

Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis, Bulu Cina tergolong

daerah yang terletak di kawasan Pesisir Timur Sumatera dengan jarak 30 km dari pusat Kota

Medan dan 25 km dari pelabuhan Belawan.

Sejarah perkebunan di Bulu Cina tidak terlepas dari adanya penanaman tembakau di

wilayah ini. Sebelum dimulainya penanaman Tembakau Deli, wilayah ini terkenal dengan

komoditas ladanya yang sudah diekspor sampai ke Pulau Pinang.11

Tahun 1864-1872 merupakan tahap awal memperkenalkan tanaman tembakau Deli yang

dipelopori J. Nienhuys. Tahap selanjutnya tahun 1873-1884 merupakan tahap perkembangan

yang penuh dari tanaman tembakau Deli. Perkembangan perkebunan tembakau Deli semakin

pesat dan animo pengusaha semakin meningkat pada tembakau Deli sehingga sudah terdapat 13

perkebunan di Deli, 1 di Langkat dan 1 di Serdang. Pada tahun 1872 tembakau Deli masih di Wilayah ini memang dikelola

oleh Sri Sutan Ahmad untuk tanaman lada.

Kedatangan dua orang Belanda pertama (1864) yaitu Falk mewakili Van Leeuwen dan

Elliot mewakili Maintsz & co yang bersedia ditugaskan oleh firmanya ke Deli, serta seorang

lainnya Jacobus Nienhuys yang sedang bekerja dipertembakauan kongsi Van den Arend di Jawa

Timur, membuat komoditi tembakau menjadi primadona di Sumatera Timur. Pengusahaan

Jacobus Nienhuys atas tembakau Deli, membuat komoditas ini dihargai sangat eksklusif di

pelelangan tembakau.

11

Disebutkan bahwa Bulu Cina sudah mengekspor lada dari tahun 1819-1822 sebanyak 12.141

(28)

bawah tembakau Jawa, tetapi pada tahun 1884 nilai hasilnya telah jauh melampaui tembakau

Jawa. Hasil tahun itu untuk tembakau Jawa sebanyak 122.806 pak dan tembakau Deli sejumlah

125 ribu pak sehingga perusahaan tembakau Deli menjadi produsen terkemuka di dunia. Pada

tahun 1873 dibuka perkebunan Annidale dan Kesawan, dalam tahun 1874 perkebunan

Petersburg, 1876 Kebun Boedra. Kesemuanya beralaskan dari kontrak Mabar-Deli Tua. Pada

tahun 1877 dibuka perkebunan Timbang Deli dan Tasik di Langkat, dan tahun 1884 Kebun Kuta

Limbaru (Sunggal).

Pada tahun 1882, selain membuka tabaksonderneming Lubuk Dalam di Afdeling

Beneden Langkat, Deli Maatschappij juga membuka onderneming Boeloeh Tjina (Bulu Cina) di

Afdeling Langkat. Tahun 1884 telah ada 12 maskapai, yaitu Marindal Medan, Petersburg,

Tanjung Jati, Bandar Khalipah, Deli Tua, Kwala Begumit, Bekalia, Belawan, Lubuk Dalam,

Buluh Cina, dan Kota Limbaru.12

Bangkitnya nilai untuk komoditi tembakau Deli, membuat bukan saja kawasan Bulu Cina

strategis dan cocok untuk ditanami tembakau Deli, tetapi kawasan sekitar Bulu Cina juga dibuka

untuk penanaman tembakau Deli. Seperti yang telah disebutkan, wilayah ini memang cocok

untuk tanaman tembakau Deli karena berada pada posisi pesisir Sumatera Timur, juga di antara

Sungai Ular (Serdang) dan Sungai Wampu (Langkat).

Dengan demikian tahun 1882 menandakan Kebun Bulu Cina

dibuka untuk penanaman tembakau secara aktif, yang sebelumnya wilayah ini difungsikan untuk

penanaman lada.

13

12

Tuanku Lukman Sinar Basarshah II, loc.,cit.

Berikut batas-batas kebun Bulu Cina:

13

(29)

- Sebelah Timur : Kebun Kloempang

- Sebelah Barat : Kebun Tandem dan Kebun Tandem Ilir

- Sebelah Selatan : Kebun Sei Semayang

Karakteristik daun tembakau Deli yang baik dapat ditentukan oleh faktor iklim dan tanah.

Iklim Deli terkenal sebagai iklim yang sangat sesuai untuk tembakau pembalut cerutu, karena

sepanjang tahun turun hujan yang agak merata dan tidak ada musim kering yang panjang. Di

Bulu Cina antara musim kemarau dan musim hujan tidak ada perbedaan yang sangat mencolok,

sehingga cocok untuk komoditi tembakau Deli. Berikut keterangan jumlah curah hujan di Bulu

Cina dalam tahun 1896-1899:

Tabel 1

Curah Hujan Bulu Cina tahun 1896-1899

No

Bulan

1896

1897

1898

1899

kerugian yang disebabkan, kualitas tembakau Deli yang baik ialah yang berada di kawasan Sungai Ular dan Sungai Wampu. Lihat ibid.

14

AR = Aantal Regendagen yang berarti jumlah hujan per hari dalam jangka waktu satu bulan.

15

(30)

5 Mei. 10 172 11 49 9 229 16 91

Sumber: Natuurkundig Tijjdschrift voor Nederlandsch-Indie

Faktor lain yang mendukung ialah tanah yang baik, karena penanaman tembakau Deli

menyebabkan adanya pengkajian geologi yang spesifik. Penelitian yang dilakukan J.H. Druif

melahirkan suatu daftar inventaris yang rinci mengenai keadaan tanah di Sumatera Timur. salah

satunya ialah pembagian tanah-tanah subur dan cocok untuk tanaman tembakau.

Tabel 2

Keadaan Tanah di Sumatera Timur

Jenis Tanah Harga

Debu dan tanah liparistik 0,90 0,45

(31)

Liparistik-dasitik 1,51 0,75

Lahar dasitik-andesitik 1,70 0,90

Lahar Dasitik 1,99 0,99

B. Tanah-tanah Gembur Baru

Liparistik 1,16 0,58

Dasitik-andesitik 1,81 0,90

Sumber: Karl J. Pelzer, Toean Kebon dan Petani, Politik Kolonil dan Perjuangan Agraria 1868-1947, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hal. 42.

Penggolongan tanah di atas sangat penting bagi perusahaan perkebunan karena kualitas

dan harga tembakau Deli sangat bergantung pada tanah. Hal ini membuat harga dan produksi

tembakau dari tanah dapat berbeda dengan tanah lainnya. Artinya, tanah inilah yang menentukan

harga dan kualitas tembakau.

Pada tahun 1909 Kebun Bulu Cina mendapat tanah konsesi seluas 11.325 bidang, tetapi

lahan yang telah digarap untuk penanaman tembakau hanya seluas 415 m². Tanah yang cukup

luas ini yang dimiliki oleh Kebun Bulu Cina dikerjakan oleh para tenaga kerja, yang terdiri dari

tenaga kerja tetap dan tenaga kerja kontrak. Sampai pada tahun 1909 jumlah kuli kontrak yang

bekerja diperkebunan ini sudah sebanyak 1. 258 orang dan 160 orang adalah kuli tetap. Hasil

yang diperoleh dari perkebunan ini ditahun 1910 sebanyak 4350 pikul.16

Namun pada tahun 1911 hasil produksi tembakau Deli menurun menjadi 4.300 pikul,

demikian juga kuli kontrak yang bekerja berkurang hingga 1.094 orang, tetapi kuli tetap Hal ini menggambarkan

bahwa sumbangsih perkebunan Bulu Cina cukup besar dalam memproduksi tembakau Deli bagi

perusahaan Deli Maatschappij.

16

(32)

meningkat sebanyak 196 orang. Menurunnya produksi tersebut tidak terlalu berpengaruh

terhadap proses produksi tembakau di perkebunan Bulu Cina, karena di dalam memproduksi

tembakau Deli pasti mengalami fluktuasi (naik-turunnya) hasil produksi. Hal ini mengambarkan

bahwa hasil produksi perkebunan Bulu Cina sudah sangat aktif dan produktif dalam

memproduksi tembakau Deli, yang pada waktu itu dipimpin oleh administratur yang bernama

Sijthof dan J.H. Blumer.17

Kuli yang dipekerjakan di perkebunan memiliki jam kerja yaitu dari jam 07.00 wib

sampai 17.00 wib. Bagi pekerja diberikan tempat tinggal yang disebut “pondok”. Pondok

tersebut berupa rumah sederhana yang berdampingan, dan dihuni oleh para kuli yang

berkeluarga. Bagi kuli yang belum berkeluarga disatukan dalam satu pondok dan dipisahkan

berdasarkan suku masing-masing. Kuli yang bekerja di Bulu Cina terdiri atas Cina, Jawa, dan

India. Orang Cina bertugas khusus untuk penanaman tembakau Deli (ahli). Mereka sudah sampai

di ladang sebelum matahari terbit. Tugas yang mereka lakukan ialah untuk merawat tanaman

tembakaunya yang masih muda, menyiram pesemaian, mencari ulat daun tembakau, atau

menyiapkan lahan untuk ditanami. Mereka tetap bekerja sampai sesudah matahari terbenam dan

hanya beristirahat satu-dua jam pada siang hari. biasanya setiap tuan kebun akan menghargai

kinerja orang Cina karena cara bekerja dan prestasi kerja mereka yang luar biasa. Suku Jawa

khusus untuk menggarap kebun seperti mencangkul, menyiapkan lahan dan melaksanakan

pekerjaan lain di ladang yang tidak memerlukan keahlian. Orang India ditugaskan untuk menarik

kereta lembu mengangkut hasil tembakau, baik ke bangsal pengeringan, ke gudang fermentasi,

dan membawa tembakau sampai ke pelabuhan. Orang India atau disebut keling juga cocok untuk

pekerjaan menggali tanah, tetapi terutama baik untuk menjadi kusir/penarik kereta lembu. Hal

17

(33)

tersebut karena sebagai orang Hindu mereka selalu memperlakukan hewan penarik kereta itu

dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Jadi setiap suku memiliki pekerjaan khusus. Faktor

terpenting pembagian pekerjaan menurut bangsa dipertahankan agar tercipta efisiensi kerja yang

optimal.18

Upah yang diterima para kuli sebesar 3 keping 5 sen untuk satu harinya dan diberikan

setiap satu bulan sekali. Di samping upah, para kuli juga mendapatkan kebutuhan pokok seperti

susu kaleng, minyak goreng, ikan asin setiap satu bulan sekali. Para kuli juga mendapat kain dari

pihak perkebunan yang diberi setiap tiga bulan sekali. Selain itu, ada juga fasilitas kesehatan

yang diberikan oleh pihak tuan kebun. Setiap buruh ataupun keluarganya yang sakit, maka akan

dibawa oleh staf bagian kesehatan kebun ke rumah sakit. Buruh kebun Bulu Cina dikhususkan ke

Rumah Sakit Bangkatan yang terletak di Binjai. Fasilitas kesejahteraan untuk pangan, sandang,

papan, bahkan kesehatan diberikan oleh pihak kolonial, tetapi fasilitas pendidikan tidak

disediakan, sehingga bagi buruh dan keluarganya kurang mendapat pendidikan pada masa

pemerintah kolonial.19

Perkembangan tembakau Deli yang baik di Deli, membuat kawasan Bulu Cina juga

berkembang pesat. Pada tahun 1920 dibuka gudang pemeraman tembakau di perkebunan ini.20

18

Jan Breman, Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatra Timur pada Awal Abad ke-20, 1997, Jakarta: PT Pusaka Utama Grafiti, hal. 98-99.

19

Hasil wawancara dengan Sumo Prawiro, desa Bulu Cina, tanggal 27 Juni 2013.

20

Lihat lampiran 13 gambar 20.

Sampai sekarang gudang pemeraman tembakau kebun Bulu Cina masih aktif dalam menjalankan

proses produksi tembakaunya. Bukan hanya bangunan fisiknya yang dipertahankan, bahkan

(34)

kolonial terdahulu.21

Pada saat pemerintahan Jepang berkuasa di Sumatera Timur khususnya, maka

administratur dan para asisten Belanda secara terpaksa harus keluar dari perkebunan itu. Bulu

Cina pada masa pemerintahan Jepang tetap memproduksi komoditi tembakaunya, disamping itu

juga menanam tanaman seperti jagung dan padi. Buruh tetap diberi upah setiap bulannya oleh

pemerintah Jepang. Fasilitas kesehatan tetap berjalan sebagaimana mestinya yang diperuntukan

bagi para kuli dan keluarganya, namun pembagian seperti susu kaleng, minyak goreng diganti

dengan beras. Sandang yang biasa diterima tiga bulan sekali juga tidak diterima oleh para kuli

yang bekerja di Bulu Cina. Sejak Jepang memerintah satu per satu kuli Cina dan India tidak

bekerja lagi di perkebunan.

Pekerja di gudang pemeraman sampai saat ini masih menggunakan pakaian

seragam seperti yang pernah diterapkan pada masa pemerintah kolonial. Seragam itu berupa kain

kemeja putih pada bagian atas “baju” dan memakai kain sarung pada bagian bawah. Seragam

dengan warna terang (putih) memang sengaja harus dikenakan oleh pegawai gudang pemeraman

agar pakaian yang dipakai tidak mempengaruhi warna tembakau yang difermentasikan. Pekerja

yang bekerja di gudang pemeraman tembakau terdiri dari pekerja wanita saja, tidak ada pekerja

pria, kecuali para pegawai kantornya saja. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan di gudang

pemeraman dituntut ketelatenan serta keuletan para pekerja, sehingga cocok bagi buruh wanita.

22

Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa sampai sekarang

mayoritas penduduk yang ada di Bulu Cina ialah suku Jawa, orang Cina sebagai minoritas,

sedangkan orang India sudah tidak ada lagi yang menetap di Bulu Cina.23

2.2 Masa Nasionalisasi

21

Lihat lampiran 7, 8, 9, 10, 12.

22

Wawancara, dengan Sumo Prawiro, Desa Bulu Cina, tanggal 27 Juni 2013.

23

(35)

Istilah nasionalisasi mencakup tiga pengertian “konfiskasi”, “onteigening”24 dan

“pencabutan hak”. Nasionalisasi adalah suatu peraturan yang menetukan bahwa pihak penguasa

memaksakan semua atau segolongan tertentu untuk menerima (dwinght te godegen), hak-hak

mereka atas semua atau beberapa macam benda tertentu beralih pada negara. Dengan demikian

nasionalisasi adalah suatu cara peralihan hak dari dari pihak partekelir kepada negara secara

paksa.25

Proses nasionalisasi terhadap warisan kolonial merupakan keputusan sejarah nasional

dalam politik Indonesia. Keputusan tersebut diambil dalam kondisi politik internal yang tidak

stabil. Salah satu alasan penting tindakan nasionalisasi harus dilakukan adalah bahwa

pengambil-alihan ini merupakan bagian dari perjuangan untuk pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda.

Dengan 7 pasal yang dituangkan dalam UU Nasionalisasi Perusahaan Belanda No.86 tahun 1958

dan disyahkan pada tangal 31 Desember 1958, serta berlaku surut (retroaktif) mulai tangal 3

Desember 1957, undang-undang ini berusaha untuk membebaskan negeri ini dari dominasi

ekonomi pengusaha asing. Dalam pandangan pemerintah selanjutnya dikatakan, bahwa

nasionalisasi ini pada akhirnya akan bertumpu pada dua tujuan yang saling berhubungan, yakni

ekonomi dan keamanan negara. Untuk yang pertama, negara mempunyai peluang untuk

meningkatkan ekonomi rakyat melalui likuidasi perusahaan Belanda dan sekaligus berpeluang

untuk melakukan konsolidasi menyeluruh asset-asset bangsa. Sementara yang kedua,

24

Onteigening memiliki arti perampasan, dalam artian untuk proses nasionalisme.

25

(36)

nasionalisasi bertujuan untuk memperkuat keamanan dan pertahanan Republik dari investasi

luar.26

26

Edy Ikhsan, “Nasionalisasi Perkebunan Belanda di Sumatera Utara: Diantara Inkonsistensi dan Stigmatisasi”, dalam Makalah, hal. 1.

Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1959 berbunyi: (ayat 1)

“Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang dapat dikenakan nasionalisasi sesuai dengan bunyi pasal 1

Undang-Undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda (UU No. 86/1958), maka perusahaan

Belanda di Indonesia yang dinasionalisasi adalah: a. Perusahaan yang untuk seluruhnya atau

sebagian merupakan milik perseorangan warganegara Belanda dan bertempat-kedudukan dalam

wilayah Republik Indonesia; b. Perusahaan milik sesuatu Badan Hukum yang seluruhnya atau

sebagian modal perseroannya atau modal pendiriannya berasal dari perseorangan warganegara

Belanda dan Badan Hukum itu betempat-kedudukan dalam wilayah Republik Indonesia; c.

Perusahaan yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia dan untuk seluruhnya atau

sebagian merupakan milik perseorangan warganegara Belanda yang bertempat kediaman di luar

wilayah Republik Indonesia; d. Perusahaan yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia

dan merupakan milik sesuatu Badan Hukum bertempat-kedudukan dalam wilayah Kerajaan

Belanda.

Pasal 1 Undang-undang Nasionalisasi No. 86 tahun 1958 merupakan jantung dari apa

yang dimaui oleh negara dalam “balas dendam politik” terhadap Belanda. Pasal 1 tersebut

berbunyi: “Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia

yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan

(37)

Di Sumatera Utara, melalui Pengumuman Penguasa Militer No PM/Peng 0010/12/57

pengambilalihan aset perusahaan Belanda dimulai. Pengumuman itu singkatnya berbunyi: (1)

Perjuangan Pembebasan Irian Barat adalah perjuangan seluruh Rakyat Indonesia, di bawah

pimpinan Pemerintah Republik Indonesia; (2) Tindakan dalam rangka pembebasan Irian Barat

harus senantiasa dilaksanakan dengan tertib dan teratur… dst; (3) Penguasaan (peralihan

kekuasaan) atas perusahaan-perusahaan dll. milik Belanda hanya dilakukan berdasarkan

keputusan pemerintah atau penguasa militer dengan cara yang ditentukan; (4) …

tindakan-tindakan liar dan di luar hukum tidak luput dari pemeriksaan dan tuntutan menurut hukum yang

berlaku di negara kita; (5) Tindakan sendiri-sendiri terhadap perusahaan Belanda oleh

orang-orang atau golongan tidak dibenarkan… (6) dst…27

Peraturan Pemerintah No.4 tahun 1959 tentang Penentuan Perusahaan

Pertanian/Perkebunan tembakau milik Belanda menyebutkan adanya 38 perkebunan tembakau

yang dinasionalisasi, dan 22 diantaranya adalah perkebunan tembakau yang berada di Sumatera

Utara. Dalam dasar pertimbangan Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan bahwa perusahaan

pertanian/perkebunan tembakau merupakan cabang produksi yang penting bagi masyarakat dan

yang menguasai hajat hidup orang banyak. Keduapuluh dua perkebunan tembakau dimaksud

adalah sebagai berikut: (1) Bandar Klippa (Deli/Serdang), (2) Bulu Tjina (Deli/Serdang), (3)

Helvetia (Deli/Serdang), (4) Klambir Lima (Deli/Serdang), (5) Kloempang (Deli/Serdang), (6)

Kwala Begomit (Langkat), (7) Kwala Bingei (Langkat), (8) Mariendal (Deli/Serdang), (9)

Medan Estate (Deli/Serdang), (10) Padang Brahrang (Langkat), (11) Roterdam AB

27

(38)

(Deli/Serdang), (12) Saentis (Deli/Serdang), (13) Sampali (Deli/Serdang), (14) Tandem

(Deli/Serdang), (15) Tandem Ilir (Deli/Serdang), (16) Tandjoeng Djati (Langkat), (17) Timbang

Langkat (Langkat), (18) Batang Kuis (Deli/Serdang), (19) Kwala Namoe (Deli/Serdang), (20)

Pagar Marbau (Deli/Serdang), (21) Patoembah (Deli/Serdang), (22) Tanjong Morawa

(Deli/Serdang). Dari 22 perkebunan tembakau Deli tersebut, maka point 1 sampai 16 yaitu dari

Bandar Klippa sampai Tandjoeng Djati merupakan perkebunan yang ada di bawah naungan

perusahaan NV. Vereenigde Deli Mij. Dari point 17 sampai 22 yaitu dari Timbang Langkat

sampai Tanjong Morawa merupakan perkebunan yang berada di bawah naungan NV. Sinembah

Mij.28

Namun ada hal yang perlu diperhatikan bahwa bekas perusahaan perkebunan swasta

Belanda yang diambilalih oleh pemerintah, tidak digabungkan dalam PPN yang sebelumnya ada.

Perkebunan digabung dalam organisasi pengelolaan perusahaan negara yang baru dibentuk, yaitu

PPN Baru Pusat. Dengan terbentuknya PPN Baru, maka PPN yang telah ada sebelumnya disebut

PPN Lama. Pada tahun 1960, struktur PPN Lama dan Baru dilebur menjadi Badan Pimpinan

Umum Perusahaan Perusahaan Negara (BPU-PPN) yang terbagi dalam berbagai unit kerja

perkebunan, yaitu Unit Aceh, Unit Sumut X), Unit Sumatera Selatan II), Unit Jawa Barat

(I-VI), Unit Jawa Tengah (I-V), Unit Jawa Timur (I-X), dan PPN Perintis, serta Unit Penelitian.

Tahun 1963 BPUPPN dibagi berdasarkan jenis usahanya, yaitu BPUPPN Karet, BPUPPN Gula,

BPUPPN Tembakau, dan BPUPPN aneka tanaman yang masing-masing berstatus badan hukum

dan memiliki 88 buah PPN. Pada tahun 1967 dilakukan pengecilan jumlah PPN dari 88 buah

28Ibid

., hal. 5.

(39)

PPN menjadi 28 buah dan penghasupan BPU. Kemudian tahun1968 dibentuk perusahaan negara

perkebunan (PNP).

Pada tahun 1969, kelembagaan perusahaan perkebunan negara mengalami perubahan

kembali, yaitu melalui pengalihan bentuk dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perseroan

Terbatas (PT) berdasarkan UU No. 9/1969 dan PP. No. 12/1969. Proses pengalihan bentuk PN

ke PT itu dilakukan secara bertahap dan melalui penilaian akan kelayakannya. Sesuai dengan

ketentuan PP No. 14 tahun 1968, Undang-undang No. 9 tahun 1969, PP No. 27 tahun 1971, PP

No. 44 tahun 1973 dan Akte Notaris SHS Lomban Tobing, SH. No. 6 tanggal 1 April 1974,

maka berdiri Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) IX.29

1. Pada tahun 1869 : Kebun Bulu Cina berada di bawah naungan Deli Maatschapij.

Dari pernyataan tersebutlah maka

perkebunan Tembakau Deli di Buluh Cina berada di bawah pengelolaan PTP IX.

Jadi dapat dijelaskan pergantian nama perkebunan yang menaungi perkebunan Bulu Cina

sebelum dan setelah di nasionalisasi yaitu:

2. Pada tahun 1910 : Deli Maatschapij berubah menjadi NV. VDM (Verinegde Deli

Maatscapij), maka kebun Buluh Cina di bawah naungan NV. VDM.

3. Pada tahun 1959 : NV. VDM beralih menjadi PPN Baru, maka Kebun Bulu Cina di

bawah naungan PPN Baru.

4. Pada tahun 1960 : PPN Baru berubah menjadi PPN Cabang Sumatera Utara unit

Sumut-I, maka Kebun Bulu Cina di bawah naungan PPN cab. SUMUT unit SUMUT-I.

5. Pada tahun 1961 : PPN Sumut-I (khusus Tembakau) berubah menjadi PPN

Tembakau Deli-II, maka Kebun Bulu Cina di bawah naungan PPN Tembakau Deli-II.

29

(40)

6. Pada tahun 1968 : PPN Tembakau Deli II berubah menjadi PNP IX.

7. Pada tahun 1974 : PNP IX berubah menjadi Perusahaan Perseroan PTP-IX, maka

Kebun Bulu Cina di bawah naungan PTP-IX.

8. Pada tahun 1996 : Perusahaan Perseroan PTP-IX berubah menjadi PTP Nusantara II

(Persero) sampai pada saat ini, maka dengan demikian setelah tahun tersebut Kebun Bulu

Cina di bawah naungan PTPN II.

Setelah menjalani proses nasionalisasi, PTP IX khususnya Perkebunan Bulu Cina, tetap

memiliki konsistensi untuk memproduksi tembakau Deli. Mengingat pada Tri Darma

Perkebunan yaitu untuk menghasilkan devisa dan rupiah bagi negara seefisien-efisiennya,

memenuhi fungsi sosial diantaranya berupa memelihara/menambah lapangan kerja bagi

warganegara Indonesia, serta memelihara kekayaan alam berupa pemeliharaan dan peningkatan

kesuburan tanah dan tanamannya,30

30

Ibid., hal. 5-6.

maka perkebunan ini tetap berusaha menjaga serta

meningkatkan kuantitas baik kualitas produksi tembakaunya sampai saat ini. Dapat dikatakan

bahwa walaupun Tembakau Deli tidak lagi sepopuler dahulu, namun tembakau Sumatera yang

pernah menjadi primadona masih dapat dipertahankan.

(41)

BAB III

PERKEBUNAN BULU CINA TAHUN 1974-1996

Tahun 1974 sampai tahun 1996 menjelaskan bahwa perkebunan Bulu Cina berada di

bawah naungan PTP IX. PTP IX mengelola seluruh perkebunan warisan kolonial yang

mengelola tanaman tembakau Deli dan salah satunya adalah perkebunan yang ada di Bulu Cina.

Hal ini menunjukkan Kebun Bulu Cina memang telah mengelola tembakau Deli sejak

pembukaan pertama oleh Belanda. Kebun Bulu Cina di bawah naungan PTP IX tetap berupaya

untuk meneruskan usaha kolonial dalam memproduksi tembakau Deli. Ditangan pengusaha

kolonial tembakau Deli ini dapat mendatangkan keuntungan yang besar, sehingga PTP IX tetap

berupaya untuk menciptakan kembali keadaan tanaman tembakau Deli yang dianggap menjadi

(42)

3.1 Areal Perkebunan

Setelah nasionalisasi dilancarkan oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1957,

di daerah Bulu Cina yang termasuk dalam Kecamatan Hamparan Perak masih didominasi oleh

tanaman Tembakau Deli. Hal tersebut terbukti dari tabel penggunaan lahan di Kecamatan

Hamparan Perak berikut ini. Berikut penggunaan luas lahan yang terdapat di Kecamatan

Hamparan Perak tahun 1973, yaitu:

Tabel 3

Penggunaan Luas Lahan Kecamatan Hamparan Perak

No Jenis Penggunaan Luas (ha) Luas (%)

1 Kampung, Emplasemen 2.950 9,99

2 Sawah : 1xpadi setahun 2.990 10,05

2xpadi setahun 2.840 9,67

3 Perkebunan Besar : Karet - -

Kelapa - -

Kelapa Sawit - -

(43)

Sisal - -

Coklat - -

Tembakau Deli 11.980 39,96

(44)

Rawa 6.557 22,04

Sumber : Direktorat Jenderal Agraria Depdagri

Tabel di atas menjelaskan bahwa penggunaan luas lahan Kecamatan Hamparan Perak

masih mempertahankan lahan perkebunan untuk memproduksi tanaman tembakau Deli. Pada

tabel tersebut terlihat secara jelas penggunaan lahan untuk tanaman tembakau Deli memiliki luas

11.980 ha, sedangkan pemukimam penduduk memiliki luas 2.950 ha. Hal tersebut menunjukkan

bahwa penggunaan lahan masih didominasi untuk perkebunan tembakau Deli.

Luas awal areal perkebunan Bulu Cina ketika Pengusaha Belanda pertama sekali

membuka perkebunan adalah seluas kurang lebih 11.325 bidang31. Setelah dinasionalisasi luas

areal untuk perkebunan di Bulu Cina sebesar 2.905 ha. Luas areal perkebunan tersebut sampai

sekarang masih tetap diperpanjang dengan mengunakan Hak Guna Usaha No. 420/05/1988

tanggal 11 Mei 1988 dengan luas 2.905,81 ha.32

31

Luas 1 bidang tanah setara dengan 0,8 Ha.

32

Heri Hermawan, Profil Desa/Kelurahan, 2012, Medan: Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, hal. 7.

Dengan demikian berarti setelah nasionalisasi

luas penggunaan lahan untuk penanaman tembakau Deli berkurang, walaupun tanamannya tetap

(45)

Adapun pembagian areal setelah dinasionalisasi adalah, untuk areal tembakau Deli seluas

1.239,57 ha, untuk penanaman jati seluas 106,00 ha, areal sungai, parit, jalan dan pasar-pasar

kebun seluas 221,66 ha. Luas emplasment atau bangunan perusahaan seluas 135,56 ha. Areal

untuk lapangan olahraga seluas 5,5 ha, tanah wakaf seluas 3,00 ha, rawa-rawa seluas 15,70 ha

dan kebun sayur seluas 110,49 ha.

3.2 Sistem Manajemen

Pada awal beroperasinya perkebunan Bulu Cina, perkebunan ini dipimpin oleh hanya

seorang administratur yang merangkap tugas sebagai pimpinan umum, pengelola dan kepala

perkebunan di Kebun Bulu Cina. Struktur organisasi di Kebun Bulu Cina pada masa PTP IX

adalah sebagai berikut:

Skema Susunan Organisasi Perkebunan Bulu Cina Masa PTP IX

Sumber: PTPN 2 Kebun Bulu Cina

(46)

Umumnya tingkat pendidikan seorang administratur dan asisten kepala dan pengolahan

berasal dari perguruan tinggi yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Perkebunan. Sementara untuk jabatan

asisten kongsi dan asisten gang dan kepala tata usaha dapat diangkat dari mereka yang

berpendidikan setara dengan Sekolah Menengah Atas. Jabatan administratur dan asisten kepala

biasanya dipilih dan ditempatkan langsung dari direksi. Adapun mandor berasal dari mereka

yang memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama, sedangkan krani memiliki

kemampuan untuk menulis. Para karyawan harian umumnya hanya memiliki tingkat pendidikan

(Sekolah Dasar) bahkan ada yang tidak pernah sekolah.

Administratur adalah pimpinan tertinggi di perkebunan yang bertugas mengendalikan

pelaksanaan yang dilakukan pada perkebunan dan mengelola semua faktor produksi. Selain itu,

ia juga bertanggung jawab kepada pemilik perkebunan atau direksi atas segala hal yang

beroperasi di dalam perkebunan tersebut. Asisten kepala merupakan pimpinan pelaksana yang

bertugas memimpin kegiatan dalam bidang tanaman dan melakukan pengawasan di dalam

mengkordinasi tugas-tugas setiap asisten pada tiap-tiap kongsi dalam usaha mencapai sasaran

kualitas serta kuantitas yang telah ditentukan. Asisten kongsi mempunyai tugas memberikan

pengarahan, mengawasi dan mengendalikan segala kegiatan dalam tiap-tiap kongsi dan afdeling

yang dipimpinnya. Di samping itu ia juga bertanggung jawab atas afdeling yang ditanganinya.

Asisten pengolahan memiliki tugas untuk mengarahkan kinerja para buruh yang ada di gudang

pemeraman. Kepala tata usaha memiliki tugas untuk mengarahkan para pegawai yang bekerja di

kantor administrasi perkebunan.

(47)

Penyediaan tenaga kerja tidak kalah pentingnya bagi perkebunan. Tenaga kerja di

perkebunan Bulu Cina merupakan tenaga kerja kontrakan dari Jawa yang direkrut oleh

pengusaha Belanda. Masa kontrak berlangsung selama 2-3 tahun, dan bila masa kontraknya

sudah habis mereka mendapat kesempatan untuk memperpanjang kontraknya lagi selama tiga

tahun. Sistem ini dipakai untuk menyiasati agar para pekerja yang berasal dari luar tidak pulang

ke tempat asalnya. Sistem ini sudah diberlakukan oleh Belanda di Sumatera Timur yang dikenal

dengan Poenale Sanctie33

Sistem kontrak ini telah menyebabkan orang-orang Jawa ini kemudian menjadi penduduk

mayoritas Desa Bulu Cina. Pengusaha perkebunan tidak menutup kesempatan bagi penduduk

yang berasal dari desa lain, yang juga merupakan orang-orang Jawa keturunan bekas buruh

perkebunan sebelumnya untuk bekerja di Kebun Bulu Cina tersebut. Orang-orang Jawa yang

menjadi buruh di perkebunan cenderung untuk menetap dan membuat pemukiman di Desa bulu

Cina. Ada beberapa faktor yang membuat orang Jawa tetap bermukim di sekitar perkebunan,

antara lain: (1) mereka kurang mendapatkan pendidikan yang layak sehingga kemampuan yang

mereka miliki hanya untuk menjadi pekerja di perkebunan; (2) jiwa dan kemampuan yang

mereka miliki sudah terbiasa hidup dalam lingkungan pertanian (persawahan/ perkebunan); (3)

masyarakat Jawa merasa lebih enak untuk tinggal serta bermukim dengan kelompok sesukunya

karena merasa lebih nyaman dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari; (4) disamping itu

beberapa keturunan para buruh sudah menganggap Desa Bulu Cina merupakan kampung

halamannya, sehingga mereka tetap tinggal di Bulu Cina. Hal lain adalah karena setelah

nasionalisasi buruh perkebunan merupakan pekerjaan dengan penghasilan yang dapat menjamin

kebutuhan hidup buruh dan para keluarga, sehingga apabila mereka keluar dari pekerjaan .

33 Poenale Sanctie

(48)

tersebut mereka merasa belum tentu mendapatkan fasilitas yang disediakan oleh perkebunan.

Situasi ini tentunya memudahkan pihak perkebunan untuk merekrut tenaga kerja, karena telah

tersedia di wilayah perkebunan. Berbeda dengan orang Cina yang telah menjadi penduduk

minoritas di Bulu Cina, banyak yang telah keluar dari areal perkebunan. Faktor yang mendorong

orang Cina keluar dari pekerjaan itu ialah karena mereka bisa menjalankan perekonomian di

bidang perdagangan selain agraria, sehingga tidak menyulitkan bagi mereka untuk keluar dari

wilayah perkebunan.

Setelah PT. Perkebunan IX mengelola kebun Bulu Cina, maka sistem kontrak untuk

mengikat para pekerja diubah. Kontrak yang dipakai tidak lagi berlaku untuk 2-3 tahun masa

kerja seperti kebijakan kolonial terdahulu. PT. Perkebunan IX menetapkan sistem kontrak yang

berlaku ialah sepanjang 30 tahun masa kerja. Pada masa kolonial sangat tertutup kesempatan

bagi para kuli kontrak untuk memperoleh kenaikan jabatan, karena para buruh memang secara

sengaja diciptakan untuk menjadi tenaga murah demi mencapai keuntungan yang besar. Pada

masa PT. Perkebunan IX dengan masa kontrak 30 tahun, tidak menutup kesempatan bagi para

buruh untuk naik jabatan. Seperti halnya informan Nyono, memulai karir dengan menjadi buruh

harian di perkebunan Buluh Cina, lalu naik menjadi karyawan tetap hingga menjadi kepala

kantor di perkebunan Bulu Cina. Dengan demikian pada masa PT. Perkebunan IX karir pekerja

tidak hanya berada pada level itu saja, tetapi diberi kesempatan untuk memiliki jabatan lebih

tinggi.

Tenaga kerja yang bekerja di perkebunan ini umumnya adalah pekerja sebagai buruh

harian, buruh tanam, dan buruh bangunan. Tenaga kerja buruh harian dan buruh tanam biasanya

ditempatkan di areal lapangan perkebunan. Buruh harian yang ditempatkan di lapangan memiliki

(49)

memberi pupuk pada setiap tanaman. Buruh tanam ditugaskan menanam tembakau di

ladang-ladang yang dipersiapkan dan memetik daun-daun tembakau yang sudah cukup umur untuk

dipanen. Ada juga buruh/tenaga kerja di tempatkan di bangsal perkebunan. Buruh yang

ditempatkan di bangsal memiliki tugas seperti memilih daun-daun tembakau yang berkualitas

bagus, mencucuk daun-daun tembakau dengan tali rami, menggantungkan bambu-bambu yang

berisi tembakau di bangsal, serta mengasapi daun-daun tembakau. Buruh/tenaga kerja yang

ditempatkan di gudang pemeraman bertugas untuk memilih daun-daun tembakau yang bagus

untuk dieramkan ke gudang, mensortir daun-daun berdasarkan kualitasnya serta menggulung

daun-daun tembakau ke dalam satu gulungan besar (bal) untuk siap diekspor ke luar negeri.

Tidak semua pekerja di perkebunan Bulu Cina adalah laki-laki, terdapat juga tenaga kerja

wanita. Biasanya pekerja wanita ditempatkan pada pekerjaan yang lebih ringan dibandingkan

dengan laki-laki. Di areal lapangan perkebunan pekerja wanita bertugas untuk membersihkan

tanaman dari rumput, memetik daun-daun tembakau. Di bangsal mereka biasanya bertugas untuk

mencucuk daun tembakau dengan tali rami, sedangkan di gudang pemeraman ditempatkan para

tenaga kerja wanita. Sepeti yang telah disebutkan, ditugaskan para pekerja wanita di gudang

pemeraman karena pekerja wanita dianggap lebih ulet dan teliti. Setiap harinya para buruh

bekerja berdasarkan jam kerja yang sudah ditentukan, yaitu sekitar 8 jam. Para buruh masuk

kerja pada pukul 07.00 wib sampai pukul 16.30 wib, diselingi dengan waktu istrirahat yang 1,5

jam yaitu pukul 12.00 wib sampai 13.30 wib.

Penghasilan atau imbalan yang diterima seorang pekerja di perkebunan Bulu Cina dapat

digolongkan menjadi 3 bentuk berupa:

(50)

Sistem penggajian di Indonesia secara keseluruhan menggunakan gaji pokok didasarkan

pada tingkat kepangkatan dan mutu kerja. Gaji pokok ini kemudian dibagikan kepada para

karyawan dalam setiap bulannya secara rutin. Gaji yang diterima tersebut sesuai dengan jabatan

dan kinerja masing-masing karyawan. Pada masa PT. Perkebunan IX gaji atau upah buruh yang

diterima setiap bulannya adalah sebagai berikut untuk buruh harian dan buruh tanam sebesar Rp.

27.000,00, untuk para mandor tanam sebesar Rp. 30.000,00, dan untuk jajaran asisten sudah

sebesar Rp. 80.000,00. Pembagian upah tersebut diberi dalam dua tahap yaitu pada gaji kecil dan

gaji besar. Gaji kecil diberi pada pertengahan bulan, sedangkan gaji besar diberi pada akhir

bulan. Gaji kecil diberi sebesar ¼ dari keseluruhan upah buruh, sedangkan gaji besar diberi dari

sisa keseluruhan setelah dipotong gaji kecil. Apabila ada karyawan yang bekerja lembur, maka ia

akan diberi gaji/upah tambahan sekitar 1/7 dari gaji pokok. Lembur yang diberikan pada

karyawan biasanya selama 3-4 jam. Bila para karyawan bekerja selama 30 hari efektif dalam

setiap bulan, maka jam kerja yang diluar efektif kerja diberi upah sebesar 1,5 kali lipat per

harinya dari gaji pokok per hari.

b. Natura

Tunjangan ini dibagikan kepada setiap karyawan dalam bentuk natura. Pada masa

kolonial para pekerja mendapat beras, minyak goreng, susu, ikan asin, bakal kain, tetapi

semenjak pengelolaan PT. Perkebunan IX para buruh/karyawan hanya mendapat beras catu saja

yang dibagikan setiap setengah bulan sekali. Para buruh mendapat porsi 0,6 ons per hari, istri

para buruh juga mendapat porsi sebanyak ½ kg per hari, dan untuk tanggungan anak-anak para

buruh mendapat 3 ons per harinya. Porsi tersebut diakumulasikan dalam pembagiannya setiap

(51)

c. Fringe Benefits (tunjangan)

Fringe Benefits adalah tunjangan di luar gaji yang diterima seseorang sehubungan dengan

jabatan dan pekerjaannya. Tunjangan tambahan ini dapat berbentuk dana yang disisihkan oleh

perusahaan untuk dana pensiun, asuransi kesehatan dan keadaan dinas lainnya.

PT. Perkebunan IX melalui pengelolaan kebun Bulu Cina memberikan jaminan sosial

kepada para buruh/karyawannya. Jaminan sosial merupakan salah satu usaha yang diberikan

perusahaan untuk meningkatkan gairah kerja buruh/karyawan yang selanjutnya diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas kerja pada karyawan tersebut. Jaminan sosial yang diberikan kepada

karyawan adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan Kesehatan

Setiap karyawan baik itu karyawan harian tetap maupun karyawan harian lepas berhak

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari dokter yang ditunjuk oleh perusahaan, termasuk

obat dan perawatan. Perkebunan Bulu Cina menyediakan pelayanan kesehatan seperti memberi

jaminan biaya kesehatan bagi setiap buruh perkebunan dan juga anggota keluarganya. Para buruh

beserta istri dan anaknya mendapatkan jaminan kesehatan, yang apabila mereka sakit maka tidak

akan dikenakan biaya sedikitpun. Dengan kata lain semua biaya perobatan ditanggung oleh

perusahaan. Rumah sakit bagi buruh perkebunan di Bulu Cina bernama Rumah Sakit Bangkatan

yang berada di wilayah Binjai. Rumah sakit Bangkatan merupakan salah satu unit pelayanan

(52)

kerumah sakit umum tersebut, disediakan satu poliklinik yang berada tidak jauh dari kantor

perkebunan Bulu Cina. Poliklinik memiliki fasilitas tenaga medis seperti dokter, bidan dan

perawat sebagai tenaga kesehatan di perkebunan tersebut. Apabila buruh ataupun anggota

keluarga yang sakit dan harus dirujuk ke rumah sakit maka perusahaan akan memberikan biaya

bagi buruh tersebut sebagai biaya pergantian perobatan.

2. Tunjangan Hari Raya dan Hari Natal

Tunjangan pada hari besar keagamaan diberikan kepada karyawan dengan ketentuan

yang telah ditetapkan perusahaan dan diterima setiap tahunnya. Tunjangan ini diberi kepada para

buruh sebesar upah 1 bulan. Tunjangan ini hanya diberi kepada karyawan tetap, sedangkan

buruh/karyawan harian lepas tidak mendapat tunjangan hari raya dan hari natal.

3. Tancim (bonus tahunan)

Tancim merupakan istilah yang ada di perkebunan. Tancim ini adalah bonus tahunan

yang diberikan kepada staf perkebunan. Pada dasarnya pemberian bonus tahunan di perkebunan

Bulu Cina ini diberikan berdasarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam setahun.

Bonus ini diberikan sebesar tiga bulan gaji pokok dan diberikan kepada para buruh setiap bulan

Oktober. Bonus tahunan ini diberikan kepada karyawan tetap, sedangkan karyawan harian tidak

mendapat bonus ini.

(53)

Setiap karyawan yang bekerja di perkebunan ini baik pria maupun wanita berhak

memperoleh cuti selama 12 hari kerja per tahunnya.34

a. Tempat tinggal

Para karyawan juga mendapat cuti

sebanyak 25 hari yang dapat diambil 5 tahun sekali, apabila mengambil cuti jenis ini maka

karyawan tidak mendapat cuti per tahun seperi biasanya.

Hal-hal di atas adalah upaya perkebunan untuk menyejahterakan para karyawan yang bekerja

di kebunan Bulu Cina. Disamping itu, ada usaha lain yang dilakukan oleh PT. Perkebunan IX

untuk kesejahteraan karyawan kebun Bulu Cina yaitu diberi fasilitas-fasilitas untuk karyawan

perkebunan seperti:

PT. Perkebunan IX kebun Bulu Cina memberikan fasilitas berupa perumahan yang

dibangun khusus bagi karyawan/buruh tetap. Rumah itu dihuni secara gratis selama mereka

masih bekerja di perusahaan hingga masa pensiun. Artinya buruh tetap akan mendapatkan satu

rumah perkebunan yang disediakan oleh perusahaan. Pola perumahan perkebunan yang di

bangun memiliki luas yang sama dan saling berdekatan antara rumah yang satu dengan rumah

yang lainnya. Rumah yang disediakan memiliki luas tanah 1.500 m² termasuk keseluruhan

rumah dan halaman rumah. Setiap rumah memiliki dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu dapur

dan toilet.

Hampir seluruh bangunan perumahan perkebunan ini berdindingkan papan, memiliki

lantai semen dan beratapkan seng. Akan tetapi berbeda dengan buruh yang tidak mendapatkan

rumah, mereka akan diberikan tunjangan sebesar 25% dari gaji pokok yang mereka terima setiap

bulannya untuk dapat menyewa rumah ataupun membuat rumah sendiri.

34

Gambar

Tabel 1 Curah Hujan Bulu Cina tahun 1896-1899
Tabel 2
Tabel 3
Tabel di atas menjelaskan bahwa penggunaan luas lahan Kecamatan Hamparan Perak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keberhasilan Belanda dengan tanaman Tembakau Deli bukan saja memakmurkan Kerajaan Belanda tetapi bangsa Belanda yang ada di Sumatera Timur menjadikan daerah kolonialnya, menjadi

Daerah penelitian ditentukan secara sengaja (Purposive) yaitu di Desa Payabakung, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.Alasan memilih daerah ini karena

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik tingkat kesesuaian lahan sawah dan lahan kering di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik tingkat kesesuaian lahan sawah dan lahan kering di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, untuk

SOSIAL BUDAYA DALAM PEMANFAATAN JAMPERSAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA DATAR?. KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN

Dalam hal ini dokumentasi yang menunjang penelitian mengenai fungsi kepercayaan rakyat Melayu pada pengobatan penyakit anak di kecamatan Hamparan Perak kabupaten Deli

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik tingkat kesesuaian lahan sawah dan lahan kering di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, untuk

Dalam setiap tahapan kegiatan, tim pelaksana PKM besama dengan Pemerintahan Desa Buluh Cina Kecamatan Hamparan Perak berperan bersama-sama untuk memperlancar pelaksanaan PKM penerapan