• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONDISI PERKEBUNAN BULU CINA SEBELUM TAHUN

2.2 Masa Nasionalisasi

21

Lihat lampiran 7, 8, 9, 10, 12.

22

Wawancara, dengan Sumo Prawiro, Desa Bulu Cina, tanggal 27 Juni 2013.

23

Adanya kuli Cina dan India di Bulu Cina ditandai dengan adanya tempat peribadatanmasing- masing suku di Bulu Cina, yang dibangun pada masa kolonial dan tetap dilestarikan hingga sekarang.

Istilah nasionalisasi mencakup tiga pengertian “konfiskasi”, “onteigening”24 dan “pencabutan hak”. Nasionalisasi adalah suatu peraturan yang menetukan bahwa pihak penguasa memaksakan semua atau segolongan tertentu untuk menerima (dwinght te godegen), hak-hak mereka atas semua atau beberapa macam benda tertentu beralih pada negara. Dengan demikian nasionalisasi adalah suatu cara peralihan hak dari dari pihak partekelir kepada negara secara

paksa.25

Proses nasionalisasi terhadap warisan kolonial merupakan keputusan sejarah nasional dalam politik Indonesia. Keputusan tersebut diambil dalam kondisi politik internal yang tidak stabil. Salah satu alasan penting tindakan nasionalisasi harus dilakukan adalah bahwa pengambil- alihan ini merupakan bagian dari perjuangan untuk pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda. Dengan 7 pasal yang dituangkan dalam UU Nasionalisasi Perusahaan Belanda No.86 tahun 1958 dan disyahkan pada tangal 31 Desember 1958, serta berlaku surut (retroaktif) mulai tangal 3 Desember 1957, undang-undang ini berusaha untuk membebaskan negeri ini dari dominasi ekonomi pengusaha asing. Dalam pandangan pemerintah selanjutnya dikatakan, bahwa nasionalisasi ini pada akhirnya akan bertumpu pada dua tujuan yang saling berhubungan, yakni ekonomi dan keamanan negara. Untuk yang pertama, negara mempunyai peluang untuk meningkatkan ekonomi rakyat melalui likuidasi perusahaan Belanda dan sekaligus berpeluang untuk melakukan konsolidasi menyeluruh asset-asset bangsa. Sementara yang kedua,

24

Onteigening memiliki arti perampasan, dalam artian untuk proses nasionalisme.

25

Budiman Ginting, “ Refleksi Historis Nasionalisasi Perusahaan Asing di Indonesia: Suatu Tantangan Terhadap Kepastian Hukum Atas Kegiatan Investasi di Indonesia”, dalam Jurnal Equality, Vol 12 No. 2 Agustus 2007, hal. 101

nasionalisasi bertujuan untuk memperkuat keamanan dan pertahanan Republik dari investasi luar.26

26

Edy Ikhsan, “Nasionalisasi Perkebunan Belanda di Sumatera Utara: Diantara Inkonsistensi dan Stigmatisasi”, dalam Makalah, hal. 1.

Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1959 berbunyi: (ayat 1) “Perusahaan- perusahaan milik Belanda yang dapat dikenakan nasionalisasi sesuai dengan bunyi pasal 1 Undang-Undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda (UU No. 86/1958), maka perusahaan Belanda di Indonesia yang dinasionalisasi adalah: a. Perusahaan yang untuk seluruhnya atau sebagian merupakan milik perseorangan warganegara Belanda dan bertempat-kedudukan dalam wilayah Republik Indonesia; b. Perusahaan milik sesuatu Badan Hukum yang seluruhnya atau sebagian modal perseroannya atau modal pendiriannya berasal dari perseorangan warganegara Belanda dan Badan Hukum itu betempat-kedudukan dalam wilayah Republik Indonesia; c. Perusahaan yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia dan untuk seluruhnya atau sebagian merupakan milik perseorangan warganegara Belanda yang bertempat kediaman di luar wilayah Republik Indonesia; d. Perusahaan yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia dan merupakan milik sesuatu Badan Hukum bertempat-kedudukan dalam wilayah Kerajaan Belanda.

Pasal 1 Undang-undang Nasionalisasi No. 86 tahun 1958 merupakan jantung dari apa yang dimaui oleh negara dalam “balas dendam politik” terhadap Belanda. Pasal 1 tersebut berbunyi: “Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik yang penuh dan bebas Negara Republik Indonesia”.

Di Sumatera Utara, melalui Pengumuman Penguasa Militer No PM/Peng 0010/12/57 pengambilalihan aset perusahaan Belanda dimulai. Pengumuman itu singkatnya berbunyi: (1) Perjuangan Pembebasan Irian Barat adalah perjuangan seluruh Rakyat Indonesia, di bawah pimpinan Pemerintah Republik Indonesia; (2) Tindakan dalam rangka pembebasan Irian Barat harus senantiasa dilaksanakan dengan tertib dan teratur… dst; (3) Penguasaan (peralihan kekuasaan) atas perusahaan-perusahaan dll. milik Belanda hanya dilakukan berdasarkan keputusan pemerintah atau penguasa militer dengan cara yang ditentukan; (4) … tindakan- tindakan liar dan di luar hukum tidak luput dari pemeriksaan dan tuntutan menurut hukum yang berlaku di negara kita; (5) Tindakan sendiri-sendiri terhadap perusahaan Belanda oleh orang-

orang atau golongan tidak dibenarkan… (6) dst…27

Peraturan Pemerintah No.4 tahun 1959 tentang Penentuan Perusahaan Pertanian/Perkebunan tembakau milik Belanda menyebutkan adanya 38 perkebunan tembakau yang dinasionalisasi, dan 22 diantaranya adalah perkebunan tembakau yang berada di Sumatera Utara. Dalam dasar pertimbangan Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan bahwa perusahaan pertanian/perkebunan tembakau merupakan cabang produksi yang penting bagi masyarakat dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Keduapuluh dua perkebunan tembakau dimaksud adalah sebagai berikut: (1) Bandar Klippa (Deli/Serdang), (2) Bulu Tjina (Deli/Serdang), (3) Helvetia (Deli/Serdang), (4) Klambir Lima (Deli/Serdang), (5) Kloempang (Deli/Serdang), (6) Kwala Begomit (Langkat), (7) Kwala Bingei (Langkat), (8) Mariendal (Deli/Serdang), (9) Medan Estate (Deli/Serdang), (10) Padang Brahrang (Langkat), (11) Roterdam AB

27

Berturut-turut setelah Pengumuman Penguasa Militer tersebut, keluarlah sejumlah peraturan terkait lainnya yakni, Keputusan Penguasa Militer No. PM/KPTS-0042/12/57 tentang mengawasi langsung semua Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda. Keputusan Penguasa Militer No. PM/KPTS- 0045/12/57 tentang Mengambil Alih Wewenang pada Semua Perusahaan-Perusahaan Belanda, Peraturan Penguasa Militer No. PM/PR-006/12/57 tentang Pembatasan Kebebasan Bergerak bagi Warga Negara Belanda.

(Deli/Serdang), (12) Saentis (Deli/Serdang), (13) Sampali (Deli/Serdang), (14) Tandem (Deli/Serdang), (15) Tandem Ilir (Deli/Serdang), (16) Tandjoeng Djati (Langkat), (17) Timbang Langkat (Langkat), (18) Batang Kuis (Deli/Serdang), (19) Kwala Namoe (Deli/Serdang), (20) Pagar Marbau (Deli/Serdang), (21) Patoembah (Deli/Serdang), (22) Tanjong Morawa (Deli/Serdang). Dari 22 perkebunan tembakau Deli tersebut, maka point 1 sampai 16 yaitu dari Bandar Klippa sampai Tandjoeng Djati merupakan perkebunan yang ada di bawah naungan

perusahaan NV. Vereenigde Deli Mij. Dari point 17 sampai 22 yaitu dari Timbang Langkat

sampai Tanjong Morawa merupakan perkebunan yang berada di bawah naungan NV. Sinembah Mij.28

Namun ada hal yang perlu diperhatikan bahwa bekas perusahaan perkebunan swasta Belanda yang diambilalih oleh pemerintah, tidak digabungkan dalam PPN yang sebelumnya ada. Perkebunan digabung dalam organisasi pengelolaan perusahaan negara yang baru dibentuk, yaitu PPN Baru Pusat. Dengan terbentuknya PPN Baru, maka PPN yang telah ada sebelumnya disebut PPN Lama. Pada tahun 1960, struktur PPN Lama dan Baru dilebur menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perusahaan Negara (BPU-PPN) yang terbagi dalam berbagai unit kerja perkebunan, yaitu Unit Aceh, Unit Sumut (I-X), Unit Sumatera Selatan (I-II), Unit Jawa Barat (I- VI), Unit Jawa Tengah (I-V), Unit Jawa Timur (I-X), dan PPN Perintis, serta Unit Penelitian. Tahun 1963 BPUPPN dibagi berdasarkan jenis usahanya, yaitu BPUPPN Karet, BPUPPN Gula, BPUPPN Tembakau, dan BPUPPN aneka tanaman yang masing-masing berstatus badan hukum dan memiliki 88 buah PPN. Pada tahun 1967 dilakukan pengecilan jumlah PPN dari 88 buah

28Ibid

., hal. 5.

PPN menjadi 28 buah dan penghasupan BPU. Kemudian tahun1968 dibentuk perusahaan negara perkebunan (PNP).

Pada tahun 1969, kelembagaan perusahaan perkebunan negara mengalami perubahan kembali, yaitu melalui pengalihan bentuk dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan UU No. 9/1969 dan PP. No. 12/1969. Proses pengalihan bentuk PN ke PT itu dilakukan secara bertahap dan melalui penilaian akan kelayakannya. Sesuai dengan ketentuan PP No. 14 tahun 1968, Undang-undang No. 9 tahun 1969, PP No. 27 tahun 1971, PP No. 44 tahun 1973 dan Akte Notaris SHS Lomban Tobing, SH. No. 6 tanggal 1 April 1974,

maka berdiri Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) IX.29

1. Pada tahun 1869 : Kebun Bulu Cina berada di bawah naungan Deli Maatschapij.

Dari pernyataan tersebutlah maka perkebunan Tembakau Deli di Buluh Cina berada di bawah pengelolaan PTP IX.

Jadi dapat dijelaskan pergantian nama perkebunan yang menaungi perkebunan Bulu Cina sebelum dan setelah di nasionalisasi yaitu:

2. Pada tahun 1910 : Deli Maatschapij berubah menjadi NV. VDM (Verinegde Deli

Maatscapij), maka kebun Buluh Cina di bawah naungan NV. VDM.

3. Pada tahun 1959 : NV. VDM beralih menjadi PPN Baru, maka Kebun Bulu Cina di

bawah naungan PPN Baru.

4. Pada tahun 1960 : PPN Baru berubah menjadi PPN Cabang Sumatera Utara unit

Sumut-I, maka Kebun Bulu Cina di bawah naungan PPN cab. SUMUT unit SUMUT-I.

5. Pada tahun 1961 : PPN Sumut-I (khusus Tembakau) berubah menjadi PPN

Tembakau Deli-II, maka Kebun Bulu Cina di bawah naungan PPN Tembakau Deli-II.

29

6. Pada tahun 1968 : PPN Tembakau Deli II berubah menjadi PNP IX.

7. Pada tahun 1974 : PNP IX berubah menjadi Perusahaan Perseroan PTP-IX, maka

Kebun Bulu Cina di bawah naungan PTP-IX.

8. Pada tahun 1996 : Perusahaan Perseroan PTP-IX berubah menjadi PTP Nusantara II

(Persero) sampai pada saat ini, maka dengan demikian setelah tahun tersebut Kebun Bulu Cina di bawah naungan PTPN II.

Setelah menjalani proses nasionalisasi, PTP IX khususnya Perkebunan Bulu Cina, tetap memiliki konsistensi untuk memproduksi tembakau Deli. Mengingat pada Tri Darma Perkebunan yaitu untuk menghasilkan devisa dan rupiah bagi negara seefisien-efisiennya, memenuhi fungsi sosial diantaranya berupa memelihara/menambah lapangan kerja bagi warganegara Indonesia, serta memelihara kekayaan alam berupa pemeliharaan dan peningkatan

kesuburan tanah dan tanamannya,30

30

Ibid., hal. 5-6.

maka perkebunan ini tetap berusaha menjaga serta meningkatkan kuantitas baik kualitas produksi tembakaunya sampai saat ini. Dapat dikatakan bahwa walaupun Tembakau Deli tidak lagi sepopuler dahulu, namun tembakau Sumatera yang pernah menjadi primadona masih dapat dipertahankan.

Dokumen terkait