• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada ibu postpartum di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengumpulan data dilakukan mulai 27 Januari sampai dengan 25 Februari dan 8 April sampai dengan 1 Mei 2010 terhadap 30 responden. Penyajian hasil penelitian meliputi karakteristik demografi, kuantitas produksi ASI, kualitas proses menyusui berdasarkan observasi BREAST, pelaksanaan perawatan in, produksi ASI dan pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI.

1.1. Karakteristik Demografi

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu postpartum yang menyusui dengan jumlah sampel 30 orang. Adapun karakteristik responden yang akan dipaparkan mencakup usia ibu, paritas, pekerjaan ibu, jenis persalinan dan waktu keluarnya ASI pertama kali.

Tabel 3. Distribusi frekuensi & persentase karakteristik responden (n= 30) Karakteristik Frekuensi Persentase ( % )

Usia Ibu < 20 tahun 20 – 35 tahun >35 tahun 1 26 3 3,3 86,7 10

Tabel 3. (Lanjutan)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Paritas Primipara Multipara 12 18 40 60 Pekerjaan

Ibu rumah tangga Lain-lain 27 3 90 10 Jenis Persalinan Pervaginam Sectio caesaria 8 22 26.7 73,3 Waktu keluarnya ASI

pertama kali (hari ke-) 1 2 3 4 3 12 10 5 10 40 33,3 16,7

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas usia ibu 28-32 tahun (36,7%) dan kebanyakan adalah multipara (60%). Hampir seluruh responden adalah ibu rumah tangga (90%) sebagian besar jenis persalinannya adalah sectio caesaria (73,3%) dan mayoritas ASI pertama kali keluar pada hari kedua (40%).

1.2. Kuantitas Produksi ASI

Tabel 4. Distribusi frekuensi & persentase kategori kuantitas produksi ASI

Kuantitas produksi ASI

Karakteristik responden Frekuensi Persentase (%) Primipara Multipara

Cukup 8 17 25 83,3

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa gambaran kuantitas produksi ASI dikategorikan cukup sebanyak 25 orang (83,3%) dan kurang sebanyak 5 orang (16,7%).

1.3. Kualitas Proses Menyusui Berdasarkan Observasi BREAST

Tabel 5. Distribusi frekuensi & persentase kategori kualitas proses menyusui berdasarkan observasi BREAST

Kualitas Proses menyusui

Karakteristik responden Frekuensi Persentase (%) Primipara Multipara

Baik 5 17 22 73,3

Kurang baik 7 1 8 23,7

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas proses menyusui dikategorikan baik sebanyak 22 orang (73,3%) dan kurang baik sebanyak 8 orang (23,7%).

1.4. Pelaksanaan Perawatan Rooming-in

Tabel 6. Distribusi frekuensi & persentase kategori pelaksanaan perawatan rooming-in

Pelaksanaan perawatan rooming-in Frekuensi Persentase (%)

Baik 6 20

Kurang baik 24 80

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pelaksanaan perawatan rooming-in dikategorikan baik sebanyak 6 orang (20%) dan kurang baik sebanyak 24 orang (80%).

1.5. Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI

Tabel 7. Uji korelasi Spearman pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI

Variabel 1 Variabel 2 p r

Pelaksanaan rooming-in Produksi ASI 1,000 0,000 Dari hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai p > 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna antara perawatan rooming-in terhadap produksi ASI dan diperoleh kekuatan korelasi r = 0,000 yang berarti bahwa tidak ada korelasi/hubungan antara perawatan rooming-in terhadap produksi ASI.

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka pembahasan yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI adalah sebagai berikut :

2.1. Karakteristik Demografi

Dari data yang diperoleh mayoritas responden penelitian berusia 20-35 tahun (86,7%) yang merupakan rentang usia reproduksi sehat. Meskipun terdapat responden berusia dibawah dan diatas rentang usia reproduksi sehat (13,3%), sangat kecil atau tidak ada pengaruhnya terhadap produksi ASI. Hal ini sesuai dengan penelitian Lipsman et al. (1985) dalam ACC/SCN (1991) yang menemukan bahwa ibu yang menyusui pada usia remaja dengan gizi baik, intake ASI mencukupi

Data yang diperoleh menunjukkan 18 orang (60%) responden adalah multipara. Hal ini kemungkinan dapat mempengaruhi kemampuan ibu dalam menguasai teknik menyusui dimana kemampuan merupakan kecakapan atau potensi menguasai keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktik (Robbins, 2000 dalam Hanurda, 2008). Responden multipara telah terbiasa menyusui sebelumnya sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi kualitas proses menyusui dimana dari data hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas kualitas proses menyusui dikategorikan baik (73,3%).

Hampir seluruh responden adalah ibu rumah tangga (90%). Hal ini dapat mempengaruhi keputusan pemberian ASI pada bayi. Minat menyusui pada ibu rumah tangga dapat lebih besar daripada ibu yang bekerja di luar, sesuai dengan pernyataan Partiwi (2008) bahwa sebagian besar perempuan kesulitan menyusui bayinya maupun memerah ASI di tempat kerja. Selain karena padatnya aktivitas kerja, masih sedikit perusahaan yang menyediakan tempat khusus untuk menyusui bayi maupun memerah ASI.

Ibu yang melahirkan dengan bedah caesar seringkali sulit menyusui bayinya segera setelah lahir. Kondisi luka operasi di bagian perut relatif membuat proses menyusui sedikit terhambat. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa proses melahirkan dengan bedah caesar akan menghambat terbentuknya produksi ASI (Dewey et al. 2003; Grajeda & Perez 2002; Rowe & Murray 2002; Hartman 1987). Meskipun demikian, menyusui sesering mungkin setelah proses kelahiran dengan

bedah caesar akan meminimalisasi masalah-masalah tersebut. Bahkan beberapa ibu yang melahirkan dengan bedah caesar memiliki produksi ASI yang berlimpah (Anida, 2008). Hal ini sesuai dengan data hasil penelitian yakni walaupun kebanyakan jenis persalinan responden adalah sectio caesaria (73,3%) tetapi produksi ASI mayoritas dikategorikan cukup (83,3%).

Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa rata-rata ASI keluar pada hari kedua (40%) dan ketiga (33,3%) postpartum. Hal ini adalah normal karena biasanya ASI baru keluar dua sampai tiga hari setelah kelahiran. Air susu yang dikeluarkan diatur oleh kebutuhan bayi, proses ini dibantu jika ibu ingin menyusui dan jika bayi tetap bersama ibu sehingga dapat menyusui sesering mungkin sepanjang hari (Derek & Jones, 2005 ; Junaedi, 2008).

2.2. Perawatan Rooming-in

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari 30 sampel, tidak semua pelaksanaan perawatan rooming-in dilakukan dengan baik, dimana tidak semua ibu dan bayi segera ditempatkan dalam satu ruangan sesuai dengan pendapat Marjono (1999), yang menyatakan rooming-in merupakan perawatan di mana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam sehari. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa hanya 20% bayi yang lahir segera ditempatkan satu ruangan dengan ibunya atau tepat waktu pelaksanaan rooming-in nya.

Namun setelah ibu dan bayinya ditempatkan dalam satu ruangan walaupun sebagian besar waktunya kurang tepat (80%), Ibu dan bayi berada di ruangan yang sama selama 24 jam dalam sehari dan bebas menyusui tanpa adanya penetapan jadwal. Hal ini sesuai dengan pendapat Hopkinson et al. (1998) yakni Menyusui yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan bayi (on demand) karena secara alami bayi akan mengatur kebutuhannya sendiri. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak.

2.3. Produksi ASI

Setelah dilakukan rooming-in dan Ibu telah menyusui maka dilihat pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa segera setelah bayi lahir tidak langsung disusukan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Hanjani (2007) yang menyatakan bahwa setelah lahir bayi sebaiknya segera disusui pada 30 menit pertama yang merupakan kesempatan emas dalam kehidupan seorang bayi. Refleks isap bayi yang paling kuat adalah 30 menit setelah dilahirkan. Isapan bayi pada puting ibunya akan merangsang pengeluaran hormon prolaktin yang merangsang produksi ASI dan hormon oksitosin yang merangsang refleks pengeluaran ASI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan ASI pertama kali keluar pada hari kedua (40%) dan ketiga (33,3%) postpartum, tetapi ada juga Ibu yang sudah keluar air susunya pada hari pertama postpartum (10%). Hal ini berarti bahwa

ada ibu yang belum menyusui walaupun air susunya sudah keluar, karena kebanyakan rooming-in baru dilakukan pada hari kedua dan ketiga postpartum.

Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas kuantitas produksi ASI dikategorikan cukup (83,3%). Hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya frekuensi menyusui, dengan dilakukannya perawatan rooming-in maka ibu bebas menyusui sesering mungkin. Selain itu produksi ASI dalam penelitian ini dapat juga dilihat dari kualitas proses menyusui, dimana dari data kualitas proses menyusui berdasarkan observasi BREAST diperoleh bahwa mayoritas kua litas menyusui adalah baik (73,3%). Hal ini sesuai dengan yang terdapat dalam Perinasia (2004) bahwa menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Pendapat ini juga didukung oleh penelitian Susanti (2006) berjudul Hubungan Teknik Menyusui dengan Produksi ASI pada Ibu Postpartum Primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sawoo menyatakan bahwa teknik menyusui berpengaruh pada produksi ASI yang berarti bahwa ibu yang memiliki teknik menyusui buruk cenderung memperoleh produksi ASI yang buruk.

2.4. Pengaruh Perawatan Rooming-in terhadap Produksi ASI

Hasil analisa statistik dalam penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara perawatan rooming-in terhadap produksi ASI (r = 0,000). Hasil uji kedua variabel tersebut memiliki nilai signifikansi yang tidak dapat diterima atau (Ha) ditolak (p > 0,05). Dengan demikian hipotesa penelitian (Ha) gagal diterima

artinya terdapat pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi ASI pada Ibu postpartum di RSUP Haji Adam Malik Medan gagal diterima. Hal ini dapat disebabkan oleh pelaksanaan rooming-in yang mayoritas kurang baik ditinjau dari waktu pelaksanaan rooming-in yang tidak sesuai dengan konsep.

Hasil penelitian saya ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Buranasin (1990) berjudul The effects of rooming-in on success of breastfeeding and the decline in abandonment of children menyatakan bahwa perawatan rooming-in meningkatkan keberhasilan menyusui. Pendapat ini juga didukung oleh penelitian Bystrova et al. (2006) yang berjudul Early lactation performance in primiparous and multiparous women in relation to different maternity home practices menyatakan bahwa produksi ASI pada ibu primipara dan multipara yang tidak dilakukan rooming-in dan menyusui berdasarkan jadwal lebih rendah daripada ibu primipara dan multipara yang dilakukan rooming-in dan menyusui tanpa jadwal (on demand). Penelitian yang dilakukan oleh Yamauchi & Yamanouchi (1990) berjudul The relationship between rooming-in / not rooming-in and breastfeeding variables menyatakan bahwa intake ASI pada hari ketiga dan kelima setelah bayi lahir lebih tinggi pada bayi yang dilakukan rooming-in daripada bayi yang tidak dilakukan rooming-in demikian juga dengan penurunan berat badan bayi lebih rendah pada bayi yang dilakukan rooming-in daripada bayi yang tidak dilakukan rooming-in.

Dokumen terkait