• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan pada petani yang melakukan usahatani padi di Desa

Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin dengan tujuan untuk mengetahui hubungan

antara tingkat adopsi teknologi dengan produktivitas padi sawah lahan irigasi.

Teknologi yang digunakan di Desa Sidodadi Ramunia

Teknologi pertanian adalah alat, cara atau metode yang digunakan dalam

engolah/memproses input pertanian sehingga menghasilkan output/hasil pertanian

sehingga berdayaguna dan berhasilguna baik berupa produk bahan mentah, setengah

jadi maupun siap pakai.

Teknologi yang digunakan di Desa Sidodadi Ramunia adalah teknologi

budidaya padi sawah dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), suatu

pendekatan untuk mengoptimalkan potensi secara terpadu, sinergi, dan partisipatif

dalam upaya meningkatkan produksi padi di suatu daerah, atau suatu pendekatan yang

mempertimbangkan keserasian dan sinergisme antara komponen teknologi produksi

(budidaya) dengan sumber lingkungan setempat.

Penerapan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terhadap budidaya

padi sawah lahan irigasi dapat dilihat pada Tabel 15 berikut :

Tabel 15. Teknologi Anjuran Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

Teknologi Uraian Kegiatan

- menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur

lumpur,

- permukaan tanah diratakan untuk mempermudah

mengontrol dan mengendalikan air.

2. Pembibitan - jenis bibit yang bersertifikat, seperti bibit Ciherang,

- menggunakan 1 jenis bibit pada setiap lahan yang

diusahakan,

- pembibitan untuk ditanam 15 hari setelah semai.

3. Penanaman - penanaman yang dianjurkan adalah menggunakan sistem

jarak tanam legowo 4:1,

- bibit ditanam pada kedalaman 5 cm,

- tiap lubang penanaman bibit ditanam satu satu.

4. Pemupukan - pemupukan pertama sebelum tanam menggunakan

pupuk organik (kompos, kandang)

- menggunakan pupuk N,P dan K,

- menggunakan pupuk anorganik sesuai dosis urea

ditaburkan dengan ukuran 5 kg/ rante (±125kg/ha), SP-36

sebanyak 6kg (±150kg/ha), ZA sebanyak 2kg/rante

(±50kg/ha).

5. Pemeliharaan - membutuhkan air yang cukup dengan kondisi tanah yang

basah, untuk mempermudah pemeliharan, - melakukan penyiangan pada tanaman,

bibit yang rusak/mati segera diganti dengan bibit baru. 6. Pengendalian

Gulma

- pengendalian gulma dilakukan 2 kali dengan semaksimal

mungkin,

- pengendalian gulma yang pertama dilakukan pada umur

padi 3 minggu dengan menggunakan herbisida,

- pengendalian gulma yang kedua dilakukan pada umur

sekitar 6 minggu setelah tanam secara manual dengan

menggunakan landak/gosrok.

7. Pengendalian Hama dan Penyakit

- pengendalian ganjur seperti nyamuk yang masuk kedalam

batang padi sehingga tidak mengeluarkan malai (bakal

padi), cukup dengan diairi dengan air hingga batang padi

tenggelam supaya hama keluar yang sering terjadi pada

musim hujan,

- pengendalian terhadap wereng dengan penggunaan

perangkap yaitu lampu minyak dilakukan di atas wadah

berisi air sehingga diharapkan wereng terkumpul,

- pengendalian bercak coklat dan blast adalah lebih

mengandalkan cara pencegahan dibanding pengobatan,

yaitu dengan cara pemilihan bibit yang bersertifikat

dengan mutu yang terjamin, serta menggunakan

pestisida sesuai anjuran.

8. Pengairan - air sungai ditampung pada suatu bendungan,

- air dari tempat penampungan dialirkan menggunakan

pertanian di sekitarnya,

- pada setiap pemilik sawah terdapat tempat pembukaan

air irigasi tersebut. Pembagian air ini bergilir berselang

sehari, yang berarti sehari keluar, sehari tutup.

9. Panen - sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan

karena serangan hama atau penyakit lalu gugur, buah

mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning

kecoklatan, batang berwarna kuning agak coklat, butir

gabah menguning mencapai sekitar 80% dan tangkainya

sudah menunduk,

- pemanenan dapat dilakukan 110-115 hari, pemanenan

dapat dilakukan sesuai jenis bibitnya, dan untuk bibit

Ciherang setelah berumur 110 hari,

- menggunakan sabit pemotong dan perontokkan

dilakukan dengan Power Tresher (alat mesin perontok)

yang diberi alas berupa terpal atau juga dihalaman rumah

yang sudah dibersihkan.

10. Pasca Panen - dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari sekitar

2-3 hari agar gabah tahan lama disimpan,

- dilakukan penggilingan dengan alat mesin penggiling,

penggilingan biasanya dilakukan sebanyak 2 kali,

- penyimpanan beras dilakukan setelah pengemasan dalam

Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Desa Sidodadi Ramunia

bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi sawah lahan irigasi.

Tingkat adopsi terhadap teknologi PTT tersebut dapat dilihat pada analisis skor

dari masing-masing kegiatan sebagai berikut :

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan yang dianjurkan sesuai dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman

Terpadu (PTT) di Desa Sidodadi Ramunia yakni dengan cara pengolahan dilakukan dua

minggu sebelum tanam, dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur

lumpur dan permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan

mengendalikan air.

Petani padi sawah di Desa Sidodadi Ramunia kurang menerapkan teknologi PTT

terhadap budidaya yang dianjurkan, disebabkan petani menganggap pengolahan lahan yang

dianjurkan ini rumit dan susah dilaksanakan dan memerlukan waktu, modal, tenaga yang

banyak serta keterampilan. Menghemat biaya, waktu dan resiko yang berat, maka petani

memilih pengolahan lahan dengan cara mereka sendiri yakni kebiasaan yang dilakukan oleh

petani. Petani juga berpendapat bahwa hasil padi sawah yang diperoleh adalah sama

walupun mereka mengikuti anjuran dari PPL. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani dalam

melaksanakan kegiatan pengolahan lahan dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini :

Tabel 16. Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Pada Kegiatan Pengolahan Lahan Terhadap Budidaya Padi Sawah Lahan Irigasi di Desa Sidodadi Ramunia Tahun 2010

Kegiatan (Pengolahan Lahan)

Skor Penerapan Jumlah

1 2 3

(Orang)

Persentase (%) 3,33% 66,67% 30% 100%

Sumber : Diolah dari lampiran 3

Tabel 16 menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani dalam melaksanakan teknologi

pengolahan lahan sesuai dengan anjuran adalah 9 orang (30%), yaitu cara pengolahan

dilakukan dua minggu sebelum tanam, dengan menggunakan traktor tangan, sampai

terbentuk struktur lumpur dan permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol

dan mengendalikan air, sedangkan 20 orang (66,67%) melakukan salah satu diantara

teknologi pengolahan tanah yang dianjurkan tersebut, yaitu menggunakan traktor tangan,

sementara 1 orang (3,33%) melakukan teknologi pengolahan tanah tidak sesuai anjuran,

yaitu dengan menggunakan bajak.

Menurut Junandar (2008), pengolahan lahan merupakan bagian terpenting dalam

usahatani padi sawah, karena pengolahan bertujuan untuk mengubah sifat fisik tanah agar

lapisan yang semula keras menjadi datar dan melumpur, dengan begitu gulma akan mati dan

membusuk menjadi humus, aerasi tanah menjadi lebih baik, lapisan bawah tanah menjadi

jenuh air sehingga dapat menghemat air. Pada pengolahan tanah sawah ini, dilakukan juga

perbaikan dan pengaturan pematang sawah serta selokan. Pematang (galengan) sawah

diupayakan agar tetap baik untuk mempermudah pengaturan irigasi sehingga tidak boros air

dan mempermudah perawatan tanaman.

Pembibitan

Jenis bibit tanaman padi sawah yang dianjurkan adalah jenis bibit yang bersertifikat,

seperti bibit Ciherang, menggunakan 1 jenis bibit pada setiap lahan yang diusahakan, dan

Pemilihan bibit yang diterapkan oleh petani padi sawah di daerah penelitian sebagian

mengikuti sesuai anjuran dan lainnya menggunakan bibit hasil dari pertanaman sebelumnya

sehingga produksi, produktivitas dan kualitas padi dapat menurun. Untuk mengetahui tingkat

adopsi petani dalam melaksanakan kegiatan pembibitan dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah

ini :

Tabel 17. Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Pada Kegiatan Pembibitan Terhadap Budidaya Padi Sawah Lahan Irigasi di Desa Sidodadi Ramunia Tahun 2010

Kegiatan (Pembibitan)

Skor Penerapan Jumlah

1 2 3

Jumlah Petani (Orang)

2 24 4 30

Persentase (%) 6,67% 80% 13,33% 100%

Sumber : Diolah dari lampiran 3

Tabel 17 menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani dalam melaksanakan teknologi

pembibitan sesuai dengan anjuran adalah 4 orang (13,33%), yaitu menggunakan bibit

Ciherang, menggunakan 1 jenis bibit pada setiap lahan yang diusahakan, dan pembibitan untuk

ditanam 15 hari setelah semai, sedangkan 24 orang (80%) melakukan dua diantara teknologi

pembibitan yang dianjurkan tersebut, yaitu menggunakan bibit ciherang, menggunakan 1 jenis

bibit pada setiap lahan yang diusahakan, namun pembibitan dilakukan 10 hari setelah semai,

sementara 2 orang (6,67%) melakukan teknologi pembibitan tidak sesuai anjuran, yaitu

menggunakan bibit CR-64, bibit yang digunakan untuk ditanam berumur antara 20 hari setelah

semai dengan jumlah bibit sekitar 3 bibit pada setiap lubang tanam.

Menurut Rumiati dan Soemardi (1982), penggunaan bibit unggul dapat mempengaruhi

peningkatan produktivitas padi karena benih bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat

dengan akar yang banyak, benih yang baik akan menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan seragam, bibit dari benih yang baik dapat tumbuh lebih cepat dan tegar, benih

yang baik akan menghasilkan hasil produksi yang tinggi, sehingga mampu meningkatkan produktivitas padi.

Penanaman

Penanaman yang dianjurkan adalah menggunakan sistem jarak tanam legowo

4:1 bibit ditanam pada kedalaman 5 cm, tiap lubang penanaman bibit ditanam satu satu.

Di daerah penelitian, petani dapat mengandalkan tradisi penanaman yang sudah

dijalankan turun temurun yaitu penanaman dengan sistem tegel dengan jarak tanam 20

x 20 cm, disebabkan petani menganggap penanaman yang dianjurkan ini memerlukan

waktu dan tenaga yang banyak serta biaya, akibatnya banyak bibit yang terbuang sia

sia.

Untuk mengetahui tingkat adopsi petani dalam melaksanakan kegiatan

penanaman dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini :

Tabel 18. Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Pada Kegiatan Penanaman Terhadap Budidaya Padi Sawah Lahan Irigasi di Desa Sidodadi Ramunia Tahun 2010

Kegiatan (Penanaman)

Skor Penerapan Jumlah

1 2 3

Jumlah Petani (Orang)

1 28 1 30

Persentase (%) 3,33% 93,33% 3,33% 100%

Sumber : Diolah dari lampiran 3

Tabel 18 menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani dalam melaksanakan

teknologi penanaman sesuai dengan anjuran adalah 1 orang (3,33%), yaitu Penanaman

yang dianjurkan adalah menggunakan sistem jarak tanam legowo 4:1 bibit ditanam pada

(93,33%) melakukan salah satu diantara teknologi penanaman yang dianjurkan tersebut,

yaitu tiap lubang penanaman ditanam satu satu, namun menggunakan sistem jarak

tanam tegel dengan jarak tanam 20 x 20 cm, sementara 1 (3,33%) melakukan

teknologi penanaman tidak sesuai anjuran, yaitu menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm

tetapi tidak teratur.

Menurut Assauri (1987), penggunaan sistem jarak tanam secara legowo dapat

mempengaruhi peningkatan produktivitas padi, karena semua barisan rumpun tanaman

berada pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir), pengendalian hama, penyakit, dan gulma lebih mudah, menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas, atau untuk mina padi, dan penggunaan pupuk lebih berdaya guna.

Pemupukan

Pemupukan yang dianjurkan terhadap pemupukan pertama dilakukan sebelum

tanam, atau pupuk dasar. Pupuk yang digunakan pada pemupukan awal ini sebaiknya

digunakan pupuk organik (kompos, pupuk kandang, atau pupuk organik lainnya).

Kebutuhan pupuk organik ini tergantung pada kondisi dan tingkat kesuburan tanah yang

akan ditanam. Pemupukan ini diperlukan untuk menyediakan hara tanaman padi selama

umur produktifnya. Pupuk kompos diberikan sebelum penanaman bibit, pemberian

pupuk kompos sebelum tanam dilakukan secara penyebaran. Pemupukan yang

dilakukan sebagian petani padi sawah di daerah penelitian secara teratur berharap agar

produksi padi sawah dapat meningkat, disamping menambah kesuburan tanah serta

menghindari hama penyakit yang menyerang tanaman padi. Proses pemupukan

waktu, tepat cara, dan tepat tempat. Tepat jenis adalah jenis pupuk yang digunakan

sesuai dengan kebutuhan tanaman. Yaitu pupuk organik (kompos atau pupuk kandang)

dan pupuk anorganik (N,P dan K). Tepat jumlah berarti jumlah masing masing pupuk

yang digunakan tidak kurang dan tidak berlebihan.

Dampak kelebihan pupuk akan mengakibatkan rusaknya pertumbuhan tanaman

bahkan kematian tanaman. Tepat waktu dimaksudkan pemupukan dilakukan pada awal

pertumbuhan dan saat perkembangan tanaman. Saat ini tanaman memerlukan bantuan

hara yang lebih tinggi. Tepat cara merupakan hal yang penting juga untuk diperhatikan.

Mekanisme dan tata cara pemberian pupuk harus sesuai dengan karakteristik pupuk dan

sifat tanaman. Tepat tempat merupakan peran pendukung dalam proses pemupukan.

Penyimpanan yang baik dan mudah dijangkau serta jarak antara penyimpanan dan

kebun berdekatan.

Pemupukan kimia (anorganik) yang di anjurkan adalah urea ditaburkan dengan

ukuran 5kg/rante (±125kg/ha), SP-36 sebanyak 6kg (±150kg/ha), ZA sebanyak

2kg/rante (±50kg/ha), penggunaan pupuk kimia tersebut dapat dicampurkan bersamaan

dan penggunaan pupuk kimia tersebut harus disesuaikan dengan kondisi perkembangan

tanaman dan keadaan fisik tanah (kesuburan tanah).

Perilaku petani terhadap pemupukan tanaman padi sawah sungguh sangat

memperihatinkan, dimana kebutuhan pupuk terhadap tanaman yang diusahakan sangat

tergantung pada kapasitas keuangan petani yang bersangkutan, akhirnya pemupukan

yang dilakukan tidak sesuai anjuran dan tidak terkontrol, misalnya over dosis atau

kurang dosis. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani dalam melaksanakan kegiatan

Tabel 19. Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Pada Kegiatan Pemupukan Terhadap Budidaya Padi Sawah Lahan Irigasi di Desa Sidodadi Ramunia Tahun 2010

Kegiatan (Pemupukan)

Skor Penerapan Jumlah

1 2 3

Jumlah Petani (Orang)

4 20 6 30

Persentase (%) 13,33% 66,67% 20% 100%

Sumber : Diolah dari lampiran 3

Tabel 19 menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani dalam melaksanakan

teknologi pemupukan sesuai dengan anjuran adalah 6 orang (20%), yaitu menggunakan

pupuk organik dan anorganik sesuai dengan dosis anjuran, sedangkan 20 orang

(66,67%) melakukan salah satu diantara teknologi pemupukan yang dianjurkan tersebut,

yaitu menggunakan pupuk kompos, namun dosis pupuk urea 10kg/rante (±250kg/ha),

dan pupuk poskha 4kg/rante (±100kg/ha), sementara 4 orang (13,33%) melakukan

pemupukan tidak sesuai anjuran, yaitu pemupukan yang dilaksanakan tidak berimbang,

yaitu hanya diberi pupuk N dan P saja, masing-masing dengan takaran 200-250 kg

urea/ha dan 100-150 kg SP-36/ha, sedangkan pupuk K umumnya tidak diberikan,

karena harga pupuk K cukup mahal dan petani belum memahami bahwa dengan

pemupukan berimbang akan dapat meningkatkan hasil padi, pemberian pupuk organik

juga tidak dilakukan.

Menurut Damardjati (1979), pemberian pupuk yang tepat takaran dan tepat

waktu akan memberikan hasil panen yang tinggi dan menghemat biaya, dan kombinasi penggunaan bahan organik dengan pupuk kimia dapat memberikan hasil dan keuntungan yang lebih tinggi.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dianjurkan terhadap budidaya padi sawah membutuhkan

perawatan yang intensif. Pemeliharaan tanaman padi yang dianjurkan adalah

membutuhkan air yang cukup dengan kondisi tanah yang basah, untuk mempermudah

pemeliharan, melakukan penyiangan pada tanaman, pemeliharaan membutuhkan waktu

ekstra dengan melihat bibit yang rusak/mati segera diganti dengan bibit baru.

Di desa Sidodadi Ramunia, sebagian petani tidak melakukan adopsi teknologi

budidaya pemeliharaan disebabkan petani beranggapan tanpa dilakukan pemeliharaan

tetap juga padi akan menghasilkan, serta apabila dilakukan pemeliharaan yang rutin

seperti yang dianjurkan akan mengeluarkan biaya yang banyak untuk membayar

ataupun mengaji upah tenaga kerja sedangkan modal untuk membayar itu petani tidak

punya, serta petani berasumsi bahwa dengan melakukan pemeliharaan seperti yang

dianjurkan akan memakan waktu yang cukup banyak. Petani hanya melakukan

pemeliharaan tanaman padi pada saat mereka mempunyai waktu dan mereka tidak

menyewa tenaga kerja luar tetapi mereka melakukannya dengan tenaga kerja dalam

keluarga saja.

Untuk mengetahui tingkat adopsi petani dalam melaksanakan kegiatan

pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 20 di bawah ini :

Tabel 20. Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Pada Kegiatan Pemeliharaan Terhadap Budidaya Padi Sawah Lahan Irigasi di Desa Sidodadi Ramunia Tahun 2010

Kegiatan (Pemeliharaan)

Skor Penerapan Jumlah

1 2 3

Jumlah Petani (Orang)

Sumber : Diolah dari lampiran 3

Tabel 20 menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani dalam melaksanakan

teknologi pemeliharaan sesuai dengan anjuran adalah 3 orang (10%), yaitu

membutuhkan air yang cukup dengan kondisi tanah yang basah untuk mempermudah

pemeliharan, melakukan penyiangan pada tanaman, pemeliharaan membutuhkan waktu

ekstra dengan melihat bibit yang rusak/mati segera diganti dengan bibit baru, sedangkan

15 orang (50%) melakukan salah satu diantara teknologi pemeliharaan yang dianjurkan

tersebut, yaitu bibit yang rusak/mati segera diganti bibit baru, sementara 12 orang (40%)

melakukan teknologi pemeliharaan tidak sesuai anjuran, yaitu tidak melakukan

pemeliharaan pada usahatani padinya.

Pengendalian Gulma

Cara pengendalian gulma yang dianjurkan dilakukan semaksimal mungkin,

pengendalian gulma yang pertama dilakukan pada umur padi 3 minggu dengan

menggunakan herbisida, pengendalian gulma yang kedua dilakukan pada umur sekitar 6

minggu setelah tanam secara manual dengan menggunakan landak/gosrok.

Pengendalian gulma yang dilakukan petani di daerah penelitian sebagian masih

tidak sesuai dengan anjuran. Para petani beranggapan bahwa pengendalian gulma akan

memerlukan waktu, tenaga, dan biaya, sehingga mereka hanya melakukan hanya

apabila ada waktu senggang saja.

Untuk mengetahui tingkat adopsi petani dalam melaksanakan kegiatan

pengendalian gulma dapat dilihat pada Tabel 21 di bawah ini :

Tabel 21. Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Pada Kegiatan Pengendalian Gulma Terhadap Budidaya Padi Sawah Lahan Irigasi di Desa Sidodadi Ramunia Tahun 2010

Kegiatan (Pengendalian Gulma)

Skor Penerapan Jumlah

1 2 3

Jumlah Petani (Orang)

14 14 2 30

Persentase (%) 46,67% 46,67% 6,67% 100%

Sumber : Diolah dari lampiran 3

Tabel 20 menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani dalam melaksanakan

teknologi pengendalian gulma sesuai dengan anjuran adalah 2 orang (6,67%), yaitu

dilakukan semaksimal mungkin, pengendalian gulma yang pertama dilakukan pada

umur padi 3 minggu dengan menggunakan herbisida, pengendalian gulma yang kedua

dilakukan pada umur sekitar 6 minggu setelah tanam secara manual dengan

menggunakan alat berupa landak/gosrok, sedangkan 14 orang (46,67%) melakukan

salah satu diantara teknologi pengendalian gulma yang dianjurkan tersebut, yaitu

dengan menggunakan alat berupa landak/gosrok, namun pengendalian gulma hanya

dilakukan 1 kali saja. sementara 14 orang (46,67%) melakukan pengendalian gulma

tidak sesuai anjuran, yaitu pengendalian gulma hanya dilakukan apabila ada waktu

Menurut Kotler (1990), penggunaan alat landak/gosrok dalam pengendalian

gulma memiliki beberapa keuntungan, yaitu ramah lingkungan (tidak menggunakan

bahan kimia), lebih ekonomis, hemat tenaga kerja dibandingkan dengan penyiangan biasa dengan tangan, meningkatkan udara di dalam tanah dan merangsang pertumbuhan akar padi lebih baik, apabila dilakukan bersamaan atau segera setelah pemupukan akan membenamkan pupuk ke dalam tanah, sehingga pemberian pupuk menjadi lebih efisien.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Berdasarkan penelitian dilapangan, ada banyak sekali hama dan penyakit yang

menyerang tanaman padi sehingga dapat menghambat proses pertumbuhan dan

produksi daripada padi tersebut. Jenis hama yang sering menyerang seperti wereng,

sundep, tikus, keong dan ganjur sedangkan jenis penyakit yang menyerang seperti

bercak coklat dan blast (hawar kuning berupa bintik bintik pada daun padi).

Teknologi pengendalian hama dan penyakit yang dianjurkan seperti pengendalian

ganjur seperti nyamuk yang masuk kedalam batang padi sehingga tidak mengeluarkan

malai (bakal padi), cukup dengan diairi dengan air hingga batang padi tenggelam

supaya hama keluar yang sering terjadi pada musim hujan, pengendalian terhadap

wereng dengan penggunaan perangkap yaitu lampu minyak dilakukan di atas wadah

berisi air sehingga diharapkan wereng terkumpul dan pengendalian bercak coklat dan

blast adalah lebih mengandalkan cara pencegahan dibanding pengobatan, yaitu dengan

cara pemilihan bibit yang bersertifikat dengan mutu yang terjamin, serta menggunakan

Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan petani di daerah penelitan

sebagian masih tidak sesuai dengan anjuran. Petani sebagian berpegang pada

pengalaman, mengandalkan cara-cara sendiri dan dibatasi atas kesanggupan dalam

membeli obat-obat pestisida. Akibatnya, banyak tanaman yang terabaikan

pertumbuhannya dan akhirnya berdampak pada produksi padi. Untuk mengetahui

tingkat adopsi petani dalam melaksanakan kegiatan pengendalian hama dan penyakit

dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini :

Tabel 22. Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Pada Kegiatan Pengendalian Hama dan Penyakit Terhadap Budidaya Padi Sawah Lahan Irigasi di Desa Sidodadi Ramunia Tahun 2010

Kegiatan (Pengendalian Hama

dan Penyakit)

Skor Penerapan Jumlah

1 2 3

Jumlah Petani (Orang)

3 18 9 30

Persentase (%) 10% 60% 30% 100%

Sumber : Diolah dari lampiran 3

Tabel 22 menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani dalam melaksanakan

teknologi pengendalian hama dan penyakit sesuai dengan anjuran adalah 9 orang (30%),

sedangkan 18 orang (60%) melakukan salah satu diantara teknologi pengendalian hama

dan penyakit yang dianjurkan tersebut, yaitu dengan menggunakan pestisida

(insektisida, herbisida, dan fungisida), sementara 3 orang (10%) melakukan

pengendalian hama dan penyakit tidak sesuai anjuran yaitu menggunakan pestisida tidak

sesuai anjuran.

Menurut Kotler (1990), penggunaan pestisida memang telah memberikan

kontribusi cukup besar bagi peningkatan produksi tanaman, tetapi juga berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti munculnya beberapa jenis hama dan matinya

organisme bukan sasaran, termasuk musuh alami yang sebenarnya berpotensi untuk mengendalikan hama dan penyakit.

Pengairan

Teknologi pengairan (irigasi) yang dianjurkan adalah pengairan dengan

menggunakan air sungai ditampung pada suatu bendungan, air dari tempat

penampungan dialirkan menggunakan pipa-pipa air bawah tanah berdiameter 30 cm ke

pertanian di sekitarnya, dan pada setiap pemilik sawah terdapat tempat pembukaan air

irigasi tersebut. Pembagian air ini bergilir berselang sehari, yang berarti sehari keluar,

sehari tutup. Sebagian besar petani di daerah penelitian kurang memperhatikan sistem

irigasi untuk pengolahan sawahnya, karena bagi para petani tersebut, teknologi

pengairan yang dianjurkan akan terasa sia-sia mengingat jumlah debit air yang tersedia

sangat kecil/sedikit, sehingga para petani ada kalanya petani di Desa Sidodadi Ramunia

tidak mendapatkan air untuk mengairi sawahnya. Untuk mengetahui tingkat adopsi

petani dalam melaksanakan kegiatan pengairan dapat dilihat pada Tabel 23 di bawah ini

:

Tabel 23. Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Pada Kegiatan Pengairan Terhadap Budidaya Padi Sawah Lahan Irigasi di Desa Sidodadi Ramunia Tahun 2010

Kegiatan (Pengairan)

Skor Penerapan Jumlah

1 2 3

Jumlah Petani (Orang)

6 22 2 30

Persentase (%) 20% 73,33% 6,66% 100%

Sumber : Diolah dari lampiran 3

Tabel 23 menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani dalam melaksanakan

(73,33%) melakukan salah satu diantara teknologi pengairan yang dianjurkan tersebut,

sementara 6 orang (20%) melakukan teknologi pengairan tidak sesuai anjuran.

Menurut Rumiati dan Sumardi (1982), jaringan irigasi dengan sistem pengairan

berselang pada musim kemarau di lahan petani dapat meningkatkan produksi padi pada

Dokumen terkait