Tinjauan Pustaka
Padi merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan
penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab di dalamnya terkandung
bahan-bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu, padi (beras) disebut
juga makanan energi (AAK, 1989).
Dalam bahasa latin, padi disebut dengan "Oryza sativa L", masuk dalam
famili Poaccae (Gramincae), Tanaman semak semusim ini merupakan tanaman
yang berbatang basah, dengan tinggi antara 50 cm-1,5 m. Batangnya tegak,
lunak, beruas, berongga, kasar dan berwarna hijau. Padi mempunyai daun
tunggal berbentuk pita yang panjangnya 15-30 cm. Ujungnya runcing, tepinya
rata, berpelepah, pertulangan sejajar, dan berwarna hijau. Bunganya majemuk
berbentuk malai. Buahnya seperti buah batu (keras) dan terjurai pada tangkai.
Setelah tua, warna hijau akan menjadi kuning. Bijinya keras, berbentuk bulat
telur, ada yang berwarna putih atau merah. Butir-butir padi yang sudah lepas
dari tangkainya disebut gabah, dan yang sudah dibuang kulit luarnya disebut
beras. Bila beras ini dimasak, maka namanya menjadi nasi, yang merupakan
bahan makanan utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia (Deptan, 2008).
Padi tumbuh di berbagai lingkungan produksi, diantaranya sawah irigasi,
lahan kering tadah hujan, pasang surut dan lebak atau rawa. Dari berbagai
tipologi ini, lahan sawah irigasi (teknis, setengah teknis, sederhana, desa)
Upaya Peningkatan Produksi Usahatani Padi Sawah
Sistem produksi padi saat ini juga sangat rentan terhadap penyimpangan
ilkim. Penanganan masalah secara parsial yang telah ditempuh selama ini
ternyata tidak mampu mengatasi masalah yang kompleks dan juga tidak efisien.
Suartha (2002), memprediksi bahwa negara kita akan mengalami krisis
pangan khususnya beras, apabila usaha-usaha kita dalam meningkatkan produksi
pangan masih tetap seperti waktu-waktu sebelumnya. Oleh karena itu guna
memenuhi kebutuhan beras yang terus meningkat perlu diupayakan untuk
mencari terobosan teknologi budidaya yang mampu memberikan nilai tambah
dan meningkatkan efisiensi usaha.
Upaya peningkatan produksi, dapat mengandalkan pada pertanaman
sawah irigasi. Namun, dengan berbagai kendala upaya yang telah dilakukan
belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produksi
beras nasional. Dalam jangka panjang, pengembangan lahan potensial dengan
mengembangkan berbagai teknologi (benih, sistem usaha, dan infrastruktur lain)
tetap dilakukan secara terencana, bertahap, dan konsisten (Kartasapoetra, 1994).
Sejalan dengan upaya jangka panjang, upaya jangka pendek dengan
mengoptimalkan lahan sawah konvensional perlu ditingkatkan. Upaya tersebut
hanya dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dengan penggunaan
teknologi. Penggunaan teknologi yang intensif di masa lalu dilakukan dengan
dorongan kebijakan pemerintah yang berupa pembangunan dan rehabilitasi
pestisida, kebijakan harga dasar gabah, penyediaan kredit usahatani, dan
peningkatan lembaga penyuluhan (Notohadiprawiro, 2006).
Pada saat ini dengan keterbatasan yang ada, tidak semua kebijakan
sejenis di masa lalu dapat dilakukan. Oleh karena itu selain keterlibatan
pemerintah, diperlukan juga keterlibatan masyarakat. Karena keterbatasan dana,
pemerintah diharapkan melakukan upaya-upaya yang lebih fokus yang sulit jika
mengharapkan keterlibatan masyarakat, karena upaya tersebut membutuhkan
dana besar. Selain itu, pada dasarnya pembangunan pertanian adalah bagian
integral dari pembangunan nasional, oleh karena itu diperlukan juga koordinasi
pemerintah karena kebijakan yang dilakukan akan melibatkan banyak institusi
lintas departemen dan lintas daerah. Pada pihak lain, peran petani dan
kelembagaan petani yang telah ada, perlu lebih diberdayakan. Hal-hal yang
sudah dapat dilakukan petani terus dikembangkan, pemerintah hanya
mendukung dengan regulasi dan petunjuk operasional sesuai persyaratan teknis
yang diperlukan sesuai standar (Yusdja, dkk. 2004).
Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide
atau alat teknologi yang baru yang disampaikan lewat pesan komunikasi. Adopsi
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap sesuatu
inovasi sejak mengenal, menaruh minat, memilih sampai menerapkan inovasi
tersebut (Levis, 1996).
Besarnya perhatian dan keyakinan pemerintah Indonesia akan
pentingnya sektor pertanian dapat dilihat dari kesungguhannya dalam
membangun pertanian di negara ini. Segala sarana dan prasarana pertanian
bentuk subsidi. Guna mencapai peningkatan produksi, teknologi memang
diperlukan, dan para petani perlu mengadopsi teknologi itu. Petani harus
berubah dari penggunaan teknologi lama ke penggunaan teknologi baru yang
lebih maju (Slamet, 2003).
Proses penerimaan inovasi terdapat 5 (lima) tahapan yang dilalui
sebelum seseorang bersedia menerapkan suatu inovasi yang diperkenalkan
kepadanya, yaitu :
1. Sadar, adalah seseorang belajar tentang ide baru, produk, atau praktek baru. Dia
hanya mmpunyai pengetahuan umum mengenai ide baru tersebut, tidak
mengetahui kualitasnya dan pemanfaatannya secara khusus.
2. Tertarik, adalah seseorang tidak hanya mengetahui keberadaan ide baru itu, tetapi
ingin mendapatkan informasi lebih banyak dan lebih mendetail.
3. Penilaian, adalah seseorang menilai semua informasi yang diketahuinya dan
memutuskan apakah ide baru itu baik untuknya.
4. Mencoba, adalah seseorang sekali dia putuskan bahwa dia menyukai ide tersebut,
dia akan mengadakan percobaan. Hal ini mungkin terlaksana dalam kurun waktu
yang lama dan dalam skala yang terbatas.
5. Adopsi atau menerapkan, adalah tahap seseorang meyakini akan kebenaran atau
keunggulan ide baru tersebut sehingga menerapkannya dan mungkin juga
mendorong penerapan orang lain.
Suhardiyono (1992) menyatakan bahwa dalam menunjang pembangunan
pertanian tidak terlepas dari kemampuan petani dalam menerapkan teknologi secara
efektif dan penyuluh bertindak sebagai jembatan sekaligus penghantar teknologi.
penyebaran benih, pemeliharaan tanaman, memungut hasil serta termasuk pula benih
pupuk, obat-obatan, pemberantasan hama, alat-alat, sumber tenaga kerja dan
kombinasi jenis-jenis usaha oleh para petani dalam fungsinya selaku pengelola untuk
mengambil keputusan.
Landasan Teori
Marchlup dan Chamberlin mengemukakan bahwa produktivitas batas
dalam arti produk batas fisis; jadi artinya jumlah produksi in natura, yang
ditambahkan oleh kesatuan terakhir sebuah alat produksi kepada produksi total
seorang pengusaha; produktivitas batas dalam arti nilai daripada produk batas
fisis; jadi artinya produk batas fisik kali harga per satuan; produktivitas batas
dalam arti jumlah uang, yang ditambahkan oleh kesatuan terakhir sebuah alat
produksi, kepada hasil total berupa uang pengusaha yang bersangkutan (Ginting,
2002).
Menurut Soeharsono (1989), menyatakan bahwa usahatani yang bagus
sebagai usahatani yang produktif dan efisien sering dibicarakan sehari-hari.
Usahatani yang produktif berarti usahatani itu produktivitasnya tinggi.
Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara
konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur
banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan
(input). Sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan
kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan
Oleh karena itu, secara teknis produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi
(usaha) dan kapasitas (tanah).
Penelitian Mosher (1997), menyebutkan bahwa lahan pertanian sebagai
aset penting yang dimiliki petani sangat menentukan peluang berusaha bagi
dirinya. Aset ini berpengaruh terhadap besarnya pendapatan yang mereka
peroleh dari pengelolaan atas lahan tersebut. Lahan sempit tentu saja hasil yang
diperoleh juga tidak memadai, pendapatan yang mereka peroleh juga rendah.
Senada dengan Alimoeso (2008), yang menyatakan bahwa di samping perluasan
areal, upaya peningkatan produksi padi dapat dilakukan dengan menaikkan
produktivitas dan stabilitas hasil, serta menekan senjang hasil dan kehilangan
hasil pada saat panen dan pascapanen. Peningkatan produksi padi dapat
dilakukan dengan : 1) memperluas areal tanam, 2) meningkatkan produktivitas,
3) mengamankan produksi, dan 4) memperkuat kelembagaan. Perluasan areal
tanam diutamakan pada wilayah yang pernah menjadi sentra produksi padi dan
pemanfaatan lahan secara optimal melalui peningkatan indeks pertanaman.
Peningkatan produktivitas antara lain dilakukan dengan menggunakan benih
varietas unggul bermutu; pengamanan produksi dengan memberikan bantuan
sarana pascapanen; dan perbaikan sistem kelembagaan dengan memperbaiki
sistem lembaga permodalan dan menguatkan peran gabungan kelompok tani dan
kemitraan.
Soeharsono (1989), menyatakan bahwa kualitas dari seorang manusia
(pendidikan, ketrampilan dan keahlian) yang rendah mengakibatkan rendahnya
kemampuan produksi akan rendah, tetapi produktivitas dalam produksi pun akan
rendah. Rendahnya tingkat produksi mengakibatkan tingkat penghasilan yang
rendah pula. Sementara dengan rendahnya tingkat kualitas sumber daya
manusia, kemampuan dalam pengembangan teknologi akan semakin rendah
pula, sehingga membutuhkan dana investasi yang cukup besar untuk melakukan
penelitian dan perkembangan. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Supadi
(1995), bahwa perbedaann letak geografis dan letak administratif dapat
mendorong perkembangan yang berbeda pada suatu wilayah. Hal ini terlihat
dengan adanya perbedaan perkembangan kondisi wilayah maupun kondisi
masyarakatnya. Keberhasilan penyuluhan yang terjadi pada suatu desa akan
mendorong perubahan karakteristik masyarakatnya, dimana akan mempengaruhi
produktivitas kerja petani terkait dalam penerimaan materi penyuluhan sehingga
petani dapat menerapkan inovasi dari materi penyuluhan yang diterima.
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Penyebab semakin berkurangnya produktivitas padi sawah antara lain
adalah ketidakterpaduan pengelolaan lahan dan kurangnya perhatian terhadap
upaya pelestarian lahan dan lingkungan. Di satu sisi, usaha pelestarian lahan
sawah secara intensif dan terus-menerus telah berlangsung selama
bertahun-tahun sehingga berdampak terhadap penurunan tingkat kesuburan dan sifat fisik
tanah. Di sisi lain, terabaikannya penggunaan bahan organik dan intensifnya
pemberian pupuk kimia untuk mengejar hasil tinggi telah menurunkan bahan
organik tanah. Akibat lebih lanjut dari kondisi ini adalah menurunnya
sehingga mengurangi efisiensi penggunaan pupuk dan air irigasi (BPTP Deli
Serdang, 2004).
Untuk mengatasi masalah ini, Badan Litbang pertanian telah
menghasilkan suatu model melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT) yang tujuan utamanya meningkatkan produktivitas baik lahan maupun
hasil, dan melestarikan sumberdaya lahan untuk keberlanjutan sistem produksi.
Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) bersifat spesifik lokasi
dengan memperhatikan asupan teknologi (mengintegrasikan teknologi asli
petani dengan teknologi maju) dan keseimbangan ekologis tanaman dengan
lingkungannya sehingga usahatani dapat berkelanjutan dan menguntungkan dari
segi ekonomi (BPTP Deli Serdang, 2004).
Pendekatan PTT merupakan alternatif pengelolaan padi secara intensif
dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas lahan sawah
irigasi dan produktivitas padi (Zaini, et al., 2003).
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) diartikan sebagai penerapan
teknologi secara terpadu dan tepat pada seluruh rangkaian usahatani mulai dari
pengolahan lahan, pembibitan, sampai pada rangkaian pengolahan hasil yang
bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan daya
tahan tanaman dari gangguan organisme pengganggu tanaman serta
memanfaatkan sumberdaya alam dengan menerapkan teknologi yang
disesuaikan dengan kondisi daerah, kebutuhan petani, dan ramah lingkungan
Desa Sidodadi Ramunia merupakan sentra produksi tanaman padi sawah,
dan merupakan lokasi penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Dalam
menjalankan usahataninya petani di desa tersebut dibina oleh penyuluh pertanian
lapangan.
Dalam penelitian ini, terdapat 2 variabel yang saling berhubungan, yaitu
tingkat adopsi teknologi dengan produktivitas padi sawah lahan irigasi. Oleh
karena itu, peneliti memutuskan untuk memakai metode analisis korelasi linier
sederhana.
Korelasi Linier Sederhana
Korelasi dapat didefinisikan sebagai tingkat hubungan antara dua
variabel atau lebih. Tingkat hubungan antara dua variabel ini disebut dengan
korelasi sederhana.
Dua variabel bisa memiliki korelasi positif, korelasi negatif, atau tidak
berkorelasi. Hal ini terjadi baik untuk korelasi linier maupun non linier.
Korelasi positif
Dua variabel dikatakan berkorelasi positif jika mereka cenderung
berubah bersama-sama pada arah yang sama, yaitu jika mereka naik atau turun
secara bersama. Jika semua titik tepat berada pada satu garis (kurva) maka
korelasi akan dikatakan positif sempurna.
Dua variabel dikatakan berkorelasi negatif jika mereka cenderung
berubah pada arah yang berlawanan. Jika semua titik tepat berada pada satu
garis (kurva) maka korelasi akan dikatakan negatif sempurna.
Tidak berkorelasi
Dua variabel tidak berkorelasi jika mereka berubah tidak berhubungan
satu sama lain, atau korelasi bernilai nol.
Untuk sebuah ketepatan pengukuran tingkat korelasi antara Y dan X kita
menggunakan parameter yang disebut dengan koefisien korelasi yang
dilambangkan dengan ρ dan diestimasi dari sampel yang dinotasikan dengan r.
Koefisien korelasi sampel didefinisikan dengan rumus :
Nilai dari hubungan statistika dua peubah berada pada selang tutup (-1,
1). Untuk membaca besarnya derajat keeratan dari hubungan statistika dua
peubah, terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yakni :
1. Lihatlah tanda dari derajat keeratan tersebut, positif atau negatif. Hubungan
statistika kedua peubah akan negatif apabila salah satu variabel memiliki
hubungan yang bertolak belakang dengan peubah lainnya. Atau dengan kata
lain, apabila nilai satu peubah membesar maka nilai peubah lainnya
mengecil. Sedangkan hubungan statistika kedua peubah akan bernilai positif
jika hubungan kedua peubah searah atau dengan kata lain apabila suatu
sebaliknya jika satu peubah mengecil nilainya maka peubah lainnya ikut
mengecil.
2. Lihat besarnya nilai dari derajat keeratan, Untuk membaca nilai dari derajat
keeratan dapat digunakan klasifikasi hubungan statistika dua peubah
(asosiasi, korelasi, dan korelasi pangkat) menurut Guilford pada tabel 2
berikut ini :
Tabel 2. Nilai Hubungan Korelasi Menurut Guilford Nilai Hubungan Statistika dua
peubah Keterangan < 0,2 0,2 ≤ r < 0,4 0,4 ≤ r < 0,7 0,7 ≤ r < 0,9 0,9 ≤ r < 1
Tidak terdapat hubungan antara kedua peubah Hubungan kedua peubah lemah
Hubungan kedua peubah sedang Hubungan kedua peubah kuat Hubungan kedua peubah sangat kuat
Sumber : Diktat Ekonometrika, 2008
Sebagai catatan penting, nilai hubungan statistika dua peubah sama
dengan 1 memiliki makna bahwa terdapat hubungan yang sempurna antara
kedua peubah, dengan kata lain, nilai suatu peubah dapat dengan tepat/pasti
dijelaskan oleh peubah lainnya. Nilai r = -1 menunjukkan suatu hubungan linier
negatif yang sempurna, sedangkan nilai r = +1 menunjukkan suatu hubungan
linier positif yang sempurna. Semakin besar nilai mutlak dari r, semakin kuat
hubungan linier kedua variabel tersebut. Nilai koefisien korelasi (r) dua peubah
sama dengan nol menunjukkan tidak adanya hubungan diantara dua peubah
Korelasi Rank Spearman
Korelasi ini mengasumsikan bahwa data terdiri dari pasangan-pasangan
hasil pengamatan numerik atau nonnumerik. Setiap data Xi maupun Yi
ditetapkan peringkatnya relative terhadap X dan Y yang lain dari terkecil sampai
terbesar. Peringkat terkecil diberi nilai 1. Jika diantara nilai-nilai X atau Y
terdapat angka sama, masing-masing nilai sama diberi peringkat rata-rata dari
posisi yang seharusnya. Dan terakhir, jika data terdiri atas hasil pengamatan
nonnumerik bukan angka, data tersebut harus dapat diperingkat seperti yang
telah dijelaskan di atas.
Rumus :
Dimana :
rs = Koefisien Korelasi Spearman
di = Menunjukkan Perbedaan Setiap Rank
n = Menunjukkan Jumlah Pasangan Ranking
Dengan Kriteria Uji :
Ho = Tidak ada hubungan antara kedua variabel
H1 = Ada hubungan antara kedua variabel
Kaidah Keputusan :
Jika th ≤ tα, berarti terima Ho (tidak ada hubungan) Jika th > tα, berarti tolak Ho (ada hubungan)
Kerangka Pemikiran
Padi termasuk golongan tanaman semusim atau tanaman muda, yaitu
tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun, dan hanya satu
kali berproduksi, setelah berproduksi akan mati atau dimatikan. Tanaman padi
dapat hidup dengan baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung
uap air dengan curah hujan rata-rata 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun,
suhu sekitar 23 ºC, ketinggian antara 6-650 dpl.
Tingkat adopsi teknologi petani sangat membantu dan berhubungan
dengan cara berpikir petani dalam usahataninya. Dengan mengadopsi suatu
teknologi yang tepat untuk usahataninya, petani dapat memperoleh hasil yang
tinggi dari usaha pertaniannya. Dalam pertimbangan tersebut, para petani harus
yakin mampu mengelola usahataninya semaksimal mungkin.
Tingkat adopsi teknologi, dapat memberi pengaruh tinggi, sedang,
ataukah rendah pada tingkat produktivitas. Jika petani mau mengadopsi apa
yang disarankan penyuluh, artinya petani tersebut mau menerapkannya dalam
usahataninya.
Teknologi yang diadopsi oleh para petani tentunya akan mampu
meningkatkan produktivitas padi. Teknologi yang digunakan oleh petani untuk
meningkatkan produktivitas padinya adalah Pengelolaan Tanaman Terpadu
pembibitan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pengendalian gulma,
pengendalian hama dan penyakit, pengairan, panen, dan pascapanen.
Adapun skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :
3.
Keterangan :
: Menyatakan Hubungan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Beberapa tingkat adopsi teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
(pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan,
pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, panen dan pasca panen)
berhubungan nyata terhadap produktivitas padi sawah lahan irigasi di daerah
penelitian.
Usahatani Padi Sawah
Petani
Tingkat Adopsi Teknologi (PTT)
Tinggi Sedang Rendah