• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Selama periode penelitian dari 232 anak yang mengikuti penelitian sejak awal, kemudian diacak menjadi grup AA dan grup KK. Lima orang anak ( 2 orang grup AA dan 3 orang grup KK ) dieksklusikan dikarenakan pasien tidak mau mengikuti penelitian sampai akhir. ( Gambar 1 )

232 anak memenuhi kriteria inklusi

Randomisasi

116 anak mendapat artesunat-amodiakuin 116 anak mendapat kinin-klindamisin

( grup AA ) ( grup KK )

1 anak eksklusi hari ke-2

3 anak eksklusi hari ke-7

1 anak eksklusi hari ke-7

114 anak menyelesaikan studi dan dianalisa

113 anak menyelesaikan studi dan dianalisa

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Grup AA Grup KK

n (%) n (%) Umur (tahun) < 12 79 (69.3) 109 (96.5) 12- 14 13 (11.4) 4 (3.5) > 14-18 22 (19.3) 0 (0.0) Jenis Kelamin Laki-laki 46 (40.4) 54 (47.8) Perempuan 68 (59.6) 59 (52.2) Status gizi Gizi kurang 7 (6.3) 0 (0.0) Gizi sedang 28 (25.0) 24 (21.2) Gizi normal 58 (51.8) 89 (78.8) Gizi lebih 19 (17.0) 0 (0.0) Parasitemia < 200/µl 32 (28.1) 45 (39.8) 200 - 400/µl 67 (58.8) 50 (44.2) > 400 - 600/µl 14 (12.3) 15 (13.3) > 600 - 800/µl 1 (0.9) 3 (2.7)

Tabel 1 menunjukkan karakteristik sampel penelitian pada kedua grup. Pada grup AA, distribusi umur yang paling banyak pada usia <12 tahun (69.3%), sedangkan pada grup KK juga pada usia tersebut (96.5%). Pada penelitian ini didapatkan anak perempuan lebih banyak daripada laki-laki

pada kedua grup. Mengenai karakteristik status gizi, pada grup AA distribusi terbesar pada kelompok gizi normal sebanyak 51.8%, dimana juga didapati anak dengan status gizi lebih maupun kurang, sedangkan pada grup KK distribusi terbesar pada gizi normal namun tidak dijumpai gizi kurang maupun lebih. Tentang parasitemia, didapatkan distribusi parasitemia terbanyak pada rentang 200-400/µl pada kedua grup.

Tabel 2. Pemeriksaan klinis sebelum terapi dimulai Gejala awal Grup AA Grup KK

n (%) n (%)

Demam 8 (7.0) 1 (0.9%)

Pucat 8 (7.0) 2 (1.8)

Hepar teraba 0 (0.0) 0 (0.0) Limpa teraba 0 (0.0) 0 (0.0)

Pada pemeriksaan klinis sebelum pemberian terapi, didapatkan pada grup AA terdapat anak yang mengalami demam dan pucat, masing-masing sebanyak 8 orang, sedangkan pada grup KK hanya terdapat 1 orang anak yang menderita demam dan 2 orang anak yang pucat, pada pemeriksaan hepar dan limpa, tidak didapatkan adanya pembesaran organ tersebut pada kedua grup. (tabel 2)

Tabel 3. Efek samping pemberian obat

Efek samping Grup AA Grup KK p

n (%) n (%)

Sakit kepala

Sakit kepala 17 (14.9) 4 (3.5) 0.001* Tidak sakit kepala 97 (85.1) 109 (96.5)

Tinitus Tinitus 1 (0.9) 1 (0.9) 0.321 Tidak tinitus 113 (99.1) 112 (99.1) Muntah Muntah 8 (7.0) 0 (0.0) 0.019* Tidak muntah 106 (93.0) 113 (100)

Pada grup AA dijumpai efek samping yang bermakna dibandingkan dengan grup KK yaitu berupa sakit kepala sebanyak 17 orang dan muntah sebanyak 8 orang (tabel 3).

Persentase parasitemia 100 Grup AA 80 Grup KK 60 40 20 0 H0 H2 H7 H28 Hari pemantauan

Grafik 1: persentase parasitemia pada H0, H2, H7 dan H28 dengan uji kai kuadrat (x2)

Grafik 1 menunjukkan persentase parasitemia pada pemeriksaan apusan darah. Tidak didapatkan rekrudensi pada kedua grup. Pada kedua grup didapatkan parasitemia yang negatif pada hari ke-2 setelah pengobatan. Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa angka kesembuhan pada kedua grup terapi adalah 100%.

4.2 Pembahasan

Keefektifan obat antimalaria bervariasi pada semua spesies parasit dan bekerja diantara stadium-stadium dari siklus hidup malaria. Adanya resistensi parasit terhadap obat-obatan, merupakan masalah penting dalam hal pengobatan malaria. Beberapa obat antimalaria bekerja efektif sesuai dengan bahan kimianya. Obat antimalaria juga ada yang diklasifikasikan dikarenakan efek obat tersebut pada beberapa fase dari siklus hidup parasit tersebut.14

Kinin, yang merupakan obat yang bekerja cepat, merupakan obat dengan efektifitas yang tinggi sebagai skizontisidal melawan keempat parasit

malaria. Obat ini juga merupakan obat gametosidal tetapi tidak sangat efektif melawan gametosit dari Plasmodium falciparum. Kinin digunakan dengan obat-obat lainnya untuk pengobatan malaria, walaupun kinin efektif dalam menurunkan angka parasitemia, namun terapi kombinasi dengan obat lainnya dibutuhkan sebab monoterapi kinin tidak bisa secara sempurna untuk mengeliminasi infeksi.14

Monoterapi klindamisin untuk pengobatan malaria falsiparum tidak direkomendasikan.13 Obat ini juga tidak seharusnya digunakan secara bebas pada orang-orang yang menderita malaria dikarenakan dapat mengacu kepada resistensi klindamisin itu sendiri terhadap Plasmodium falciparum.35 Onset aksinya yang lambat menjadikan klindamisin sebagai obat yang berbahaya jika digunakan sebagai monoterapi dimana dibutuhkan parasit

clearance yang cepat, seperti pada anak-anak dan orang dewasa yang

non-imun. Sejak diketahuinya bahwa clinical cure obat ini lambat, maka obat ini

juga tidak seharusnya diberikan pada orang-orang yang semi-immune jika masih ada pilihan-pilihan obat yang lain.13

Kombinasi klindamisin dengan obat yang bekerja cepat sangatlah dibutuhkan dan menguntungkan dalam pengobatan malaria. Kinin, dengan efek kerjanya yang cepat dan waktu paruh yang pendek merupakan pasangan yang sangat cocok untuk klindamisin.13 Kombinasi klindamisin dengan kinin merupakan pengobatan yang aman dan efektif untuk malaria falsiparum yang telah resisten terhadap berbagai macam obat. Kombinasi dari kedua obat ini juga sangat tepat pada anak dan wanita hamil dimana tetrasiklin dikontraindikasikan untuk mereka.36 Kombinasi kinin-klindamisin pertama kali dilteliti di Amerika Serikat dan Thailand pada tahun 1970-an.13

Di Prancis, antara Juni 1996 hingga Desember 1998 , kombinasi kinin-klindamisin selama tiga hari dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi dapat ditoleransi dengan baik dan dapat disejajarkan dengan monoterapi kinin selama tujuh hari, yang merupakan salah satu regimen pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi di Prancis. Keuntungan dari kombinasi obat ini adalah didapatkannya penurunan lama pengobatan dan juga kecilnya efek samping. Adapun pendeknya masa pemberian kinin mungkin disebabkan oleh penambahan dari klindamisin.37

Pada studi yang lain, yang dilakukan pada bulan Februari 1995 hingga Maret 1996, efikasi dari regimen kombinasi kinin-klindamisin selama tiga hari untuk mengobati malaria diteliti pada 256 anak sekolah dasar di Dienga, Western Gabon. Hasil penelitian didapatkan bahwasanya pengobatan ditoleransi dengan baik dan keefektifan obat mencapai 97% pada hari keduapuluh.38

Pukrittayakamee (2000) menemukan bahwa klindamisin merupakan obat alternatif yang efektif dan dapat ditoleransi dengan baik dibandingkan dengan tetrasiklin untuk kombinasi obat anti malaria. Tidak didapati adanya kegagalan pengobatan pada 60 pasien yang mendapatkan regimen kombinasi kinin-klindamisin selama tujuh hari. Adapun estimated efficacy sebesar 100%. Klindamisin ditoleransi dengan sangat baik dan tidak ada dijumpai efek samping dari kombinasi obat tersebut.36 Namun sangat disayangkan, klindamisin lebih mahal jika dibandingkan dengan tetrasiklin. Namun perlu diingat, klindamisin merupakan obat alternatif dari tetrasiklin yang efektif dan aman yang digunakan secara kombinasi dalam pengobatan malaria falsiparum yang resisten.Dalam penelitian ini kombinasi

artesunat-amodiakuin lebih mahal dibandingkan dengan klindamisin, jadi kinin-klindamisin dapat dijadikan terapi alternatif pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi.

Tabel 4. Daftar harga dan efektifitas obat

Nama obat Harga obat/tablet Efektifitas Arsucam

(artesunat-amodiakuin)

Rp. 9.000,00 Cure rate 100%

Kinin - klindamisin Rp. 650,00 Cure rate 100%

Klindamisin dengan dosis 5mg/kgbb digabung dengan kinin dosis 10mg/kgbb selama tiga hari merupakan pilihan yang sangat bagus untuk terapi malaria tanpa komplikasi di Afrika. Loading dose selama 4 hari dilanjutkan setiap 8 jam merupakan terapi yang cukup kuat pada daerah dengan derajat parasitemia yang tinggi dan malaria berat. Daerah dimana banyak terdapat resistensi obat antimalaria, seperti Thailand, maka lama terapi haruslah lima hingga tujuh hari, namun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk hal ini.13 Pada penelitian ini kami menggunakan klindamisin dengan dosis 5 mg/kgbb dua kali sehari, digabung dengan kinin dengan dosis 10mg/kgbb untuk 4 hari pertama kemudian dilanjutkan dengan 5mg/kgbb untuk 3 hari berikutnya.

Klindamisin dikombinasikan dengan kinin bukanlah kombinasi ideal untuk pengobatan antimalaria. Hal ini disebabkan oleh karena pemberian klindamisin dalam dua kali pemberian merupakan halangan pada daerah endemis malaria. Adanya pemberian kombinasi kedua obat diatas dengan

waktu yang pendek, pemberian obat yang sempurna dan tepat adalah merupakan hal yang utama. Adanya kepastian tentang dosis dan juga masa pemakaian yang tepat merupakan hal yang sangat penting dalam pemakaian kombinasi obat diatas.13

Sowunmi dkk (2005) mendapakan artesunat-amodiakuin memiliki tingkat terapeutik yang tinggi dibandingkan klorokuin-pirimetamin-sulfadoksin dan didapati penurunan gametositemia yang bermakna pada malaria falsiparum.39 Abacassamo dkk (2004) membandingkan klorokuin, amodiakuin, pirimetamin dan kombinasi amodiakuin- sulfadoksin-pirimetamin, artesunat–sulfadoksin-pirimetamin dan amodiakuin-artesunat, dimana didapatkan penurunan gametositemia pada artesunat-amodiakuin.40 Pada studi lain, di Rwanda (2004), didapatkan juga bahwa kombinasi artesunat-amodiakuin dapat meningkatkan efikasi pengobatan.41

Penelitian lain (2006) yang juga membandingkan kombinasi artesunat-amodiakuin adalah penelitian yang dilakukan oleh Meremikwu dkk. Penelitian ini membandingkan kombinasi obat diatas dengan artemeter-lumefantrin pada anak usia 6-59 bulan yang menderita malaria falsiparum tanpa komplikasi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kedua kombinasi obat diatas memilki tingkat cure rate yang tinggi dan ditoleransi dengan baik pada anak-anak usia dibawah 5 tahun.42

Adjuik dkk (2002) dalam penelitiannya di Kenya, Senegal dan Gabon, membandingkan artesunat-amodiakuin selama 3 hari dan amodiakuin-plasebo selama 3 hari. Didapatkan sesudah 1 bulan pengobatan, angka penyembuhan untuk amodiakuin-artesunat dibandingkan dengan amodiakuin adalah 91% vs 74% di Kenya, 93% vs 94% di Senegal dan 98% vs 90% di

Gabon. 43 Penelitian ini menunjukkan bahwasanya kombinasi artesunat-amodiakuin dan kinin-klindamisin efektif dan ditoleransi dengan baik. Tidak didapatkan adanya gagal pengobatan pada semua anak (cure rate = 100%).

Amodiakuin bisa menyebabkan mual, muntah, nyeri perut dan diare.5 Pada penelitian ini didapatkan pada grup AA efek samping yang bermakna dibandingkan dengan grup KK yaitu berupa sakit kepala dan muntah.

BAB V

Dokumen terkait